Quote: ... setelah tertawa jangan lupa buka mata , lihat sekitar , buka teorimu. cocok atau tidak untuk di terapkan di indonesia .
terus praktekkan di lapangan , jangan hanya nulis buku. End of quote.
Tuhantu: Sodokan dari Mas Edy diatas itu menonjok ´status´ yang dalam hal ini adalah ´profesi´ (termasuk di dalamnya Pengajar Filsafat, Arsitek, Budaya, dll)... Bagi seorang yg sensitif, dia takkan bisa membedakan bahwa yang disodok itu adalah ´status´-nya..
Be Fun
Tuhantu
http://hole-
--- In psikologi_transform
>
>
> setelah tertawa jangan lupa buka mata , lihat sekitar , buka teorimu.
> cocok atau tidak untuk di terapkan di indonesia .
>
> terus praktekkan di lapangan , jangan hanya nulis buku.
>
> dan sedikit tips :
> jangan mundur
> jika masyarakat menganggapmu sinting karena karya nyatamu tidak
> didukung oleh ilmuan di indonesia.
>
> siap siaplah di tertawakan..
> dan balaslah dengan tertawa....
>
>
>
> salam ,
> edy
> pekalongan
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> --- In psikologi_transform
> asas2004asas@ wrote:
> >
> >
> > Menertawakan diri sendiri ?
> >
> > Huahahahahahahahaha
> >
> > Maka akan dimulai dengan, haaaai, dikau itu apa, siiiih ?
> > Profesor-profesor ?
> > Pada tidur, yah, bikin aturan saja, baru bisa kelar sebulan yang
> lalu. Kamu pakar-pakar ? Tidak bisa kerja, yaaaah ? Itu contoh
> gamblang. Tengok aja
> > di-mana2. Gak bereeeeeeees.
> >
> > Itu semua, kan salah semua !!!!!!!!!!!!
> > Itu salaaah, itu salaaaah pokoknya sualaaaah semua.
> > Tidak seperti saya ............
> > Bikin kok tidak mengikuti aturan. Itu namanya mbalelo.
> > Kalau saya, kan, selalu mengikuti aturan.
> >
> > Tengok aku.
> > Pada waktu aku masih kecil saja,
> > wuahahahahahahaha
> > Semua saya obrak abrik.
> > Habis, guobloooog semua.
> > Kucing garong semua.
> >
> > Masih kecil, loh, saya, waktu itu. Ta a pii
> > hihihihohoho
> > lihat
> > berduereeet, tulisan saya
> > berdampingan ama yang udah beken-beken.
> >
> > Huuuuuuu
> > Du u luuuu itu, yah
> > Semua kukritik
> > Apa itu ...........
> > Huh, pa aasti katenye beletenye yang selalu beredar.
> > Huuuuuuuuu
> >
> > Dan saya justify
> > Semua adalah para dog
> > Orang, sayaaaaa koooooook.
> >
> > Gak pada mikiiiiiir, ya
> > MCK harus ada
> > Greenhouse harus ada ............
> > efeknya ............
> >
> > Huahahahahahahahaha
> > huahahahahahahahaha
> > huahahahahahahahaha
> >
> > ( Efek dari Jakarta yang listriknya padam sebagian, gak nyala2,
> padahal sudah menggunakan sistem spindle canggih dari Electricite De
> France )
> >
> >
> > tuhantu_hantuhan tuhantu_hantuhan@
> wrote: Quote: bahwa jika terjadi
> bencana alam besarrrrrrrrrrrrrrr r sekali, dan yang tertinggal adalah
> bangunan yang menjadi ikon kota, maka misalnya Paris mudah2an masih
> punya Eiffel, di Jakarta punya banyakkkkkkkkk sekali mall
> !!!!!!!..... ... lumayan kan? End of quote.
> > Tuhantu: Lha, kok Monas nggak disebut-sebut? Wakakaka...
> > Mbak Ratih, apa betul diatas itu adalah hal positif ? Kok, saya
> tangkap ada nada sinis? (cmiiw)... Kalau ´ya´, ditujuken kemana nih,
> sinisme tersebut? Budayawan? Sosiolog? Filsuf? Arsitekt?
> Planologi?.. . Kalau sinisme itu ditujukan buat mereka, udang saya
> minum kopi dong yah... Hehehehe...
> > Bagi saya, mau bangun mall, bioskop, dll. Nggak ada masalah selama
> ´aturan main´ sebuah kota itu nggak mbalelo. Text dan teori sudah
> sedemikian bertumpuk di perpustakaan ataupun di kampus-kampus. Lha,
> nengok keluar dari jendela kampus, apa yg diomongin dalam teori kok,
> faktanya nggak ada yang beres?... Contoh gamblang, kenapa undang-
> undang masalah tersebut baru terbit kurang lebih sebulan lalu? Kemana
> aja para pakar-pakar dan Professor Planologi di Jakarta itu, selama
> ini?
> > Ketika masih awal-awal jadi mahasiswa dulu (setelah mengobrak-
> abrik kantor senat mahasiswa) saya lalu punya akses ke majalah
> dinding. Sebelumnya, majallah dinding tersebut sering digunakan untuk
> mendiskreditkan arsitek lokal... (arsitek lokal, kucing dalam karung,
> katak dalam tempurung,dll. ) padahal jika kita telusuri, jatah proyek
> untuk bangunan-bangunan besar (bank, mall-mall, hotel, dll.) maupun
> fasilitas umum, dll. Arsitek lokal itu kebagian porsi paling kecil
> (paling skala inpres, proyek-proyek kabupaten, rumah jabatan bupati,
> dan semacamnya) Sementara jika kota tersebut menjadi rawan banjir,
> dsb. Justru diakibatkan oleh perencanaan- perencanaan mega-proyek,
> yang perencananya yg bukan lokal (paling jatah management pengawasan
> konstruksinya) ... Di situ juga kita bisa temukan elemen-elemen
> kostruksi yg tidak proporsional yg sudah terdisain dari sononya, demi
> mendongkrak cost konstruksi sehingga design fee juga terangkat.
> Contoh ini adalah ring-balk pada bagunan kantin
> > di Unhas, misalnya. Perlukah ringbalk sedemikian besar hanya untuk
> menopang konstruksi atap di atasnya?... Jadi, semua profesi sebaiknya
> ´mentertawakan diri´ masing-masing. ..:-D... (tuh, kan saya tidak
> ´fanatik´ terhadap dunia arsitektur?)
> > Back to taufik, di majalah dinding tersebut, kemudian sering
> ditempelkan tulisan-tulisan saya berdampingan dengan gambar-gambar
> karya seorang arsitek (waktu itu, buku tentang karya ini tidak
> gampang ditemukan, atau barangkali tidak ada di toko-toko buku) Sebab
> arsitek tersebut, bukanlah tokoh populer dikalangan dosen dan
> mahasiswa, sehingga karya-karyanya tidak dibicarakan di kampus-
> kampus. .. Dimana karya-karya tokoh itu, adalah bangunan-bangunan
> yang berdampingan/ bersatu dengan lingkungan dan alam (earth
> sheltered architectural)
> > Lalu, belakangan saya diundang (mewakili Dinas Tata Kota) dalam
> sebuah seminar tentang perencanaan kota yg diadakan oleh Pasca
> Sarjana. (saat itu ada kasus gedung sebuah gedung restoran, yg tidak
> memenuhi persyaratan perparkiran) Dan dalam seminar tersebut,
> terungkap bahwa proyek tersebut bisa terus berjalan akibat ´katebelece
> ´ (surat sakti) yg sering beredar di era orba... Karena yg
> mengeluarkan IMB adalah Dinas Tata Kota (yg kebetulan waktu itu saya
> wakili) maka, saya mempertanyakan dalam seminar tersebut, kenapa
> tidak ada aturan setingkat undang-undang dimana IMB tidak bisa keluar
> jika tidak mengikuti aturan-aturan tertentu? ... Mengingat sebuah
> kota itu punya batas daya dukung tertentu dalam hal ekologis, bisnis,
> populasi, dll. Dan makanya pula dalam Planologi ada ketentuan yg
> mengikat mengenai green space.
> > Nah, disinilah dalam kasus Jakarta, Planologi itu saya istilahkan
> sebagai ´ParaDogma´... :-)... Realitas yg dibicarakan secara
> teoritis pada ilmu perencanaan kota, tidak ada dalam kenyataan.
> > Jadi, pokok kritik saya (dalam Warkop Institute ) adalah
> ketersediaan green space dan public space dalam sebuah kota. Selain
> itu, warganya (apapun etnik, bangsa dan agamanya) tidak terasing dari
> roda kehidupan di kota tersebut. Warga bisa memahami secara jelas
> prosedur pengalihan asset kota kepada pihak ketiga, siapa yg
> diuntungkan, bagaimana pengelolaannya, dll. Jangan cuek-bebek.. .
> Warga punya akses untuk monitoring dan evaluasi (pengawasan) terhadap
> fungsi-fungsi public-sosial atas fasilitas umum-sosial pasca
> pelaksanaan konstruksi, dll... Bukan bersoal pada anti bangunan ini,
> atau anti bangunan itu...:-)...
> > Eniwei, kutipan dari blog ´JakartaButuhRevolus iBudaya´ saya
> paste kesini, sehubungan dengan thread ´mentertawakan diri´ dalam
> diskusi ini...
> > Ilustrasi sederhananya gini... Seorang -katakanlah- si A,
> menganjurkan kepada B, untuk mentertawakan diri (diri si B,
> maksudnya) sebagai upaya agar si B tidak fanatik terhadap buku/ajaran
> tertentu dari planet Pluto (katakanlah gitu). Pada saat melakukan
> anjuran tersebut, si A menenteng buku ajaran dari planet Mars.
> > Pertanyaan saya, sanggupkah pula si A mentertawakan dirinya
> sendiri? Apakah si A juga tidak ´fanatik´ terhadap buku/ajarannya
> dari planet Mars tersebut?...
> > Nah, saya masuk (dengan menyeret sebuah kutipan) tidak dengan
> meneteng buku dari planet tertentu, tetapi dengan memilah-milah
> pengertian ´diri´. Dalam hal ini, berdasarkan tempat dimana si A
> berpijak... Hikhikhikhik. .. (we are talking about transformatip
> psikologi... right?... :-D...
> > Be Fun
> > Tuhantu
> > http://hole- spirit.blogspot. com
> >
> >
> > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "ratih
> ibrahim" <personalgrowth@ ...> wrote:
> > >
> > > bung Anwar,
> > > menurutku ga perlu pake duluan mana dari apa.....
> > > please dong ah.....
> > >
> > > tentang mall nih, tuhanku.... eh tuhantu...
> > > tempo2 ketika lunch meeting dengan beberapa klien bersama
> beberapa kolega
> > > saya,
> > > kami juga ngobrolin tentang pembangunan mall dan trade center yang
> > > "CIHUIIIIIII" banget jumlahnya itu.
> > > lepas dari segala pertimbangan dan keprihatinan yang begitu besar,
> > > mencoba untuk menemukan berbagai hal bisa dijadikan positif,
> > > kami bersetuju, bahwa jika terjadi bencana alam
> besarrrrrrrrrrrrrrr r sekali,
> > > dan yang tertinggal adalah bangunan yang menjadi ikon kota, maka
> misalnya
> > > Paris mudah2an masih punya Eiffel, di Jakarta punya
> banyakkkkkkkkk sekali
> > > mall !!!!!!!..... ... lumayan kan?
> > >
> > >
> > >
> > > On 12/8/07, tuhantu_hantuhan tuhantu_hantuhan@ ... wrote:
> > > >
> > > > Quote: namun demikian, saya sungguh percaya bahwa potensi
> > > > pikiran/kesadaran manusia selalu akan cukup untuk mengatasi
> setiap
> > > > permasalahan. karena sejatinya seluruh keberadaan dibentuk dari
> afirmasi.
> > > >
> > > > Tuhantu: Cuman kadang manusia cendrung membatasi potensi
> kesadaran dan
> > > > fikirannya sendiri, tanpa sengaja. Contoh, ketika seseorang
> mengajak Anda
> > > > berdiskusi dan mengatakan ´silakan baca bukunya, dan kita
> diskusikan isi
> > > > buku itu´.
> > > >
> > > > Lalu, waktu dihabiskan berbusa-busa berfikir berdasarkan text
> book
> > > > tersebut. Tapi bukan berdiskusi berdasarkan fenomena yang
> terjadi saat itu,
> > > > ditempat para diskuser tersebut berada, yg belum tentu sama
> dengan lokasi si
> > > > penulis buku yang mereka bicarakan.
> > > >
> > > > Akibatnya, cendrung kita membicarakan hal-hal yang sifatnya
> ´tangan ke
> > > > dua´, yakni hasil observasi si penulis buku. Padahal, ketika
> saat penulis
> > > > melakukan obeservasi, membereskan draft tulisan, berurusan
> masalah
> > > > kontrak-kontrak dgn percetakan, mengantar anak istrinya
> berbelanja dan
> > > > rekreasi. Apa yang tadi dia observasi akan tidak sama seperti
> sebelumnya.
> > > >
> > > > Sambil nulis ini, saya sedang membayangkan orang-orang pintar
> di Jakarta
> > > > sedang berdiskusi tentang isi buku yang di tulis oleh penulis
> yang
> > > > berdomisili di Planet Mars...
> > > >
> > > > Dan kulihat pula, seorang yang sedang dongkol sedang mengamati
> diskusi
> > > > tersebut, kemudian bergumam...
> > > >
> > > > ½Jakarta tidak butuh orang-orang pintar *yang saking pintarnya
> justru
> > > > tidak tahu kalau pembangunan mall dan trade center sudah
> melewati batas
> > > > sehingga tidak ada lagi kawasan hijau di Jakarta*. *Jakarta
> tidak butuh
> > > > orang-orang sok suci yang apabila bertemu masyarakat miskin
> selalu menyebut
> > > > nama Tuhan sembari menjanjikan peningkatan kesejahteraan
> padahal kalian tahu
> > > > kalau semua itu hanya bohong belaka. *½ (sumber: Gua Gak Butuh
> Lo, Monyet<http://jakartabutuh revolusibudaya. com/2007/ 10/19/gue-
> gak-butuh- lo-monyet/ #more-150>
> > > > )
> > > >
> > > > Sesuai thread diskusi ini (mentertawai diri sendiri) kira
> kira...
> > > > konteksnya cocok nggak?... Hikhikhikhikhik. ..
> > > >
> > > > Be Fun
> >
> >
> >
> > ------------
> > Support the World Aids Awareness campaign this month with Yahoo!
> for Good
> >
> > ------------
> > Sent from Yahoo! - a smarter inbox.
> >
>
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Fed Cuts Rates Again - Think you pay you much for your mortgage? No SSN Required - Estimate New Payment.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar