Acara Fenomena di TransTV dengan Topik Tafsir Mimpi
============
Oleh: Drs. Leonardo Rimba, MBA
Stasiun TV swasta TransTV menayangkan acara "Fenomena"
dengan topik "Tafsir Mimpi" pada tanggal 8 Juli 2006,
jam 00:30 pagi. Dalam acara itu ditampilkan 3 orang
nara sumber secara berurutan. Nara sumber yang pertama
adalah Ki Joko Bodo, seorang paranormal kondang, yang
muncul dengan setumpukan buku primbon. Menurut dia,
mimpi2 itu perlu dicek maknanya dengan buku primbom.
Well,... itu pendekatan dia lah, I don't care about
that. Megang buku primbon aja saya gak pernah. Dan gak
pernah tertarik untuk guthak-gathik-
yang ditanyakan kepada saya dengan cara consulting
with a primbon book.
Setelah Ki Joko Bodo, acara TransTV di awal pagi
dengan topik "Tafsir Mimpi" itu menampilkan Dekan
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Ibu Dekan
itu tampil dengan kehati-hatian seorang akademisi,
bicaranya perlahan dan, saya merasa, seperti dia
sendiri tidak yakin dengan apa yang diucapkannya.
Kalau Ki Joko Bodo di-shoot di dalam rumahnya yang
penuh pernak-pernik Jawa, Ibu Dekan F. Psi. UI itu
di-shoot di dalam ruang kerjanya yang tampak "steril".
Bicaranya juga steril, menurut saya. Sigmund Freud
dikutipnya dengan suara yang nadanya datar. Tidak ada
penekanan suatupun. Semuanya sama saja yang, mungkin,
persis seperti kalau dia memberikan kuliah.
Terakhir di acara itu dimunculkan saya sendiri yang
lalu berbicara apa adanya, ceplas-ceplos,
memperdulikan primban-primbon maupun mengutip teori2
dari Sigmund Freud maupun Carl Gustav Jung. Bukannya
saya gak ngerti Freud ataupun Jung, tetapi saya
langsung membawa apa yang ditanyakan ke the heart of
the matter. Saya ingat waktu itu jam 10 malam, crew
TransTV datang ke rumah saya di Pondok Cabe, Jakarta
Selatan, dan langsung melakukan shooting saat itu
juga. Pewawancaranya Mas Gede yang berasal dari Kota
Singaraja, Bali Utara. Saya jelaskan kepada dia bahwa
mimpi itu adalah refleksi dari Alam Bawah Sadar
(subconscious) manusia.
Saya tidak bertele-tele, tapi langsung saja mengatakan
kepada pewawancara bahwa apa yang dimunculkan di mimpi
seseorang itu selalu memiliki makna. Ada yang maknanya
untuk "release" hormon belaka. Mimpi2 seksual biasanya
untuk release hormon. Kita semua tahu toh apa yang
namanya "mimpi basah". Itu untuk release hormon dan
tidak banyak artinya secara kejiwaan. Ada pula mimpi
yang release "tension". Kalau di tempat kerja banyak
stress, maka akan muncul mimpi2 tertentu yang bisa
melepaskan stress emosional itu secara cepat dan rapi.
Jadi, jiwa kita memang memiliki mekanisme untuk
release stress di tempat kerja.
On the other hand, ada mimpi2 yang bermakna mendalam
karena berisikan simbol2 dengan arti tertentu. Waktu
itu saya berbicara tentang Candi Borobudur dan saya
terangkan bahwa Borobudur itu adalah suatu simbol,
simbol dari perjalanan anak manusia dari Dimensi
Naluriah, melewati Dimensi Emosional dan, akhirnya
mencapai Dimensi Intuitif dimana hubungan langsung
dengan yang Illahiah bisa tercapai dan dinikmati. Saya
bilang: Borobudur adalah Mandala,... Mandala adalah
simbol dari Mikrokosmos atau diri kita sendiri secara
fisik dan kejiwaan dan, sekaligus, sebagai simbol dari
Makrokosmos atau Alam Semesta. Borobudur adalah sebuah
Mandala. Tubuh kita sendiri adalah sebuah Mandala.
Alam Semesta ini adalah sebuah Mandala. Mandala adalah
perwujudan konkrit dalam suatu bentuk yang bisa
dipahami bahwa segala sesuatunya itu bisa dimengerti.
Simbol adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain.
Sesuatu yang lain itu bisa saja besar sekali
cakupannya,.
sekali cakupannya. Tetapi, dengan disimbolkan dalam
suatu bentuk yang cukup sederhana seperti sebuah
Mandala, maka Kesadaran (consciousness) kita akan bisa
memahaminya. Tujuannya memang itu, tujuan dari segala
simbol2 itu adalah agar Kesadaran kita bisa
memahaminya. Bahkan Alam Bawah Sadar (subconscious
mind) kita selalu berusaha agar simbol2 yang
ditampilkannya di mimpi2 kita itu muncul dalam bentuk
yang sesederhana mungkin. Tentu saja demi tercapainya
tafsir mimpi yang akurat dan bermanfaat bagi Kesadaran
kita sendiri.
Dan simbol2 itu tidak bisa ditafsirkan dengan
semena-mena dengan menggunakan buku2 primbon yang
berasal dari budaya Jawa belaka seperti dipaparkan
oleh Ki Joko Bodo. Well, itu urusan dia lah. Dia kan
tidak berhubungan dengan orang2 dari segala bangsa
seperti saya. Saya berhubungan dengan orang dengan
segala macam latar belakang, dan saya tahu bahwa
simbol2 itu akan berarti berbeda bagi orang yang
berbeda. Simbol2 yang bentuk fisiknya sama bisa
berarti beda bagi orang2 dengan latar belakang
berbeda. Borobudur akan berarti tertentu dengan
seseorang yang lingkungan primordialnya berasal dari
Jawa bagian tengah. Tetapi, apakah itu akan berarti
sama bagi seseorang yang berasal dari Sulawesi,
misalnya? Tentu saja tidak. Arti spesifik dari mimpi
harus selalu dihubungkan dengan latar belakang
spesifik dari orang yang memperoleh mimpi itu. Itulah
KUNCI dari tafsir mimpi menurut saya. Kunci dari
tafsir mimpi adalah usaha untuk menarik "benang merah"
antara bentuk2 simbol yang muncul di mimpi orang yang
memperolehnya, dengan latar belakang pribadinya. Apa
yang disukainya, dan apa yang tidak disukainya, ini
semua berpengaruh. Likes and Dislikes. Loves and
Hates. Ini semua memiliki arti dan segalanya yang ada
di Kesadaran itu akan selalu saling berlingkar dan
membentuk keterpautan dan keterkaitan dengan Alam
Bawah Sadar yang melahirkan mimpi2.
Tanpa consult dengan primbon dan tanpa mengutip
Sigmund Freud, saya akan menafsirkan mimpi seseorang
secara langsung apa adanya. Bila ada yang bertanya
tentang arti mimpinya kepada saya, saya akan
mendengarkan saja orang itu bicara. Arti sebenarnya
dari mimpi orang itu akan muncul begitu saja di kepala
saya pada saat orang itu bercerita. Muncul begitu saja
apa adanya. Saat itu juga, di tempat itu juga. Itulah
yang saya namakan sebagai INTUISI yang, telah
berulang-kali saya definisikan dimana-mana sebagai
sesuatu yang muncul begitu saja di dalam pikiran
(mind) kita tanpa melalui panca indra. Tanpa melalui
indra fisik yang ada lima itu (perasa, pencium,
peraba, pelihat, dan pendengar). Munculnya begitu saja
seperti angin yang mendesir lewat. Masuk ke pikiran
kita tanpa kita berusaha untuk melakukan penelusuran
dengan nalar atau kemampuan kita untuk berpikir dengan
logika. Logika adalah metode Induksi, Deduksi, dan
berbagai teknik penalaran lainnya. Tetapi yang namanya
INTUISI tidak menggunakan semuanya itu. Bukan berarti
tidak logis. Yang dimunculkan oleh INTUISI itu
sebenarnya LOGIS juga, tetapi tidak melalui metode
penalaran. Banyak hal2 yang LOGIS dan datangnya tidak
melalui metode penalaran, tetapi muncul begitu saja di
dalam alam pikiran sadar (mind) kita, dan istilahnya
itu adalah INTUISI.
Intuisi berasal dari Dimensi Intuitif. Dimensi
Intuitif adalah dimensi tertinggi yang bisa dimiliki
oleh seorang manusia hidup karena di dimensi ini akan
muncul segala pengertian2 tentang hakekat dari dirinya
sendiri (Mikrokosmos)
diri sendiri dengan sesama manusia dan Alam Semesta
(Makrokosmos)
sesuatu yang umumnya disebut sebagai "Tuhan". Dalam
kesempatan2 lain saya juga sering menyebut Dimensi
Intuitif ini sebagai Mata Ketiga. Bisa juga disebut
sebagai Mata Batin atau, bahkan, Mata Shiva.
Pengertiannya sama saja menurut saya. Ini adalah
Dimensi Intuitif di diri manusia yang, sebenarnya,
fungsi utamanya adalah tempat menyatunya "Roh Manusia"
dengan "Roh Tuhan". Tempat Manunggaling Kawula Gusti
kalau menurut pengertian Kepercayaan Terhadap Tuhan
YME, dan tempat Communion with God kalau menurut
bahasa kaum mistikus dengan latar belakang pemikiran
Yudeo-Kristen. These are all the same. Artinya sama,
pengertiannya sama, dan ada di diri semua manusia,
bahkan tanpa diskriminasi sama sekali. Atheis atau
Theis. Agnostic atau Gnostic. Semuanya sama saja.
Agama yang berbedapun tidak menyebabkan Dimensi
Intuitif manusia itu akhirnya berbeda. Segala yang
mendasar itu selalu sama adanya di setiap manusia
tanpa perduli segala perangkat sekat2 buatan budaya
manusia. Itu dimensi yang azasi, yang asal,... selalu
ada dan akan tetap ada.
Di sebelah bawah dari Dimensi Intuitif terletak
Dimensi Emosional atau yang juga sering saya sebut
sebagai Dimensi Hubungan Antar Manusia. Dimensi ini
berisikan segala macam belief systems. Sistem2
kepercayaan yang dikembangkan dan dipertahankan oleh
masyarakat2 manusia. Itu semuanya terletak di Dimensi
Emosional atau Dimensi Hubungan Antar Manusia.
Termasuk disini adalah tradisi2, kebudayaan, agama2,
dan berikut pula "simbol2" yang digunakan dalam semua
belief systems itu. Simbol2 adalah hal2 yang digunakan
untuk berkomunikasi dengan sesama manusia dan, bahkan
dengan "Tuhan". Tanpa simbol, tak akan ada yang bisa
dikomunikasikan dengan ketepatan luar biasa. Kita bisa
berkomunikasi dengan percakapan lisan, tulisan, maupun
telepatik... Dan ini semua menggunakan simbol2. Ada
simbol2 yang menggunakan bahasa. Macam2 bahasa
manusia. Tetapi, ada pula simbol2 yang tidak bisa
secara lugas dan tepat diungkapkan dengan bahasa.
These symbols are beyond languages. Dan karena berada
di luar jangkauan bahasa manusia yang, sebenarnya,
juga terbatas itu,... maka simbol2 itu dipergunakan
secara visual. Ada bahasa visual dan kebanyakan
simbol2 yang tidak bisa dikomunikasi secara tepat dan
singkat dengan kata2 akan dikomunikasikan secara
visual. Nah, simbol2 yang sifatnya visual itulah yang
umumnya muncul di mimpi2 kita. Simbol dalam bentuk
Mandala, misalnya. Mandala seperti bentuk Candi
Borobudur itu. Atau, simbol dalam bentuk Phallus dan
Vagina, misalnya,... yang kemudian menemukan
sophistikasi secara artistik dan dinamakan Lingga dan
Yoni seperti ditemukan di Candi Sukuh itu, misalnya.
Di bagian paling bawah dari manusia hidup yang
Multidimensional ini terletak Dimensi Naluriah.
Dimensi Naluriah adalah tempat bergerak dan hidupnya
naluri2 atau instinct yang berada di diri manusia.
Naluri itu adalah hewaniah karena juga berada di semua
hewan hidup. Kita adalah "hewan" juga, termasuk hewan
jenis mamalia (menyusui). Kita bisa melihat naluri2
kita secara jelas di hewan2 mamalia peliharaan seperti
sapi, kerbau, anjing, kucing. Ada instinct untuk sex.
Ada instinct untuk memperoleh "kehangatan"
instinct atau naluri itu,... dan sama persis dengan
yang ada di diri kita. Ciri utama dari Dimensi Naluri
adalah the instinct of Self Preservation atau naluri
untuk Mempertahankan Hidup. Semua makhluk hidup itu
selalu mempertahankan diri secara fisik, untuk selalu
bisa bertahan secara fisik. Termasuk disini untuk
makan, minum, sex,... dan mempertahankan ruang dimana
segalanya itu bisa aman dan damai. Bagaimana
kelanggengan makan, minum, sex,... dan kehidupan fisik
itu bisa bertahan langgeng dari serangan musuh atau
pemangsanya. Ini instinct atau naluri dan di diri
manusia menemukan pengejawantahannya dalam Ego. Ego
atau Keakuan manusia adalah manifestasi yang naluriah
karena asalnya dari Dimensi Naluri. Bisa menemukan
pembenaran melalui Belief Systems berupa tradisi,
agama, kebiasaan, dsb... tetapi asal muasalnya adalah
naluri untuk mempertahankan kelangsungan tubuh fisik
itu. Itu naluriah, asalnya dari Dimensi Naluri.
Kembali kepada acara "Fenomena" di TransTV itu yang
memunculkan 3 orang nara sumber yang diwawancarai
secara terpisah. Pertama Ki Joko Bodo, lalu Dekan
Fakultas Psikologi UI, dan terakhir saya sendiri.
Apakah itu ada "maknanya". Apakah itu bisa
diinterpretasikan? Bisakah suatu acara televisi
tentang "Tafsir Mimpi" di jaman Post Modern ini
ditafsirkan dengan menggunakan prinsip2 penafsiran
Transpersonal (keterkaitan antara manusia hidup dengan
alam semesta dan "tuhan"). Tentu saja bisa. Dan itu
mudah saja. Dan semuanya itu, penafsiran itu,
menggunakan prinsip SINKRONISITAS. Sinkronisitaws
berarti bahwa segala sesuatunya itu _sinkron_. Dan
sinkron berarti bahwa tidak ada yang "kebetulan".
Segalanya itu seperti ada yang "mengatur". Bisa
disebut bahwa "Tuhan" yang mengatur, kalau menurut
idioms yang digunakan oleh kaum agamis. Bisa juga
disebut bahwa "Alam Semesta" yang mengatur, kalau
menggunakan istilah kaum New Age. Bisa juga disebut
kebetulan yang bermakna kalau mengikuti istilah
pengikut Depth Psychology. Terserah, siapapun bisa
menyebut dengan istilah apapun, dan itu tidak akan
mempengaruhi ESSENSI dari sesuatu. Essensi itu suatu
konstanta yang berusaha didekati dengan berbagai
pendekatan atau "approach" itu yang, memang, cuma bisa
mendekati saja.
Saya sendiri cenderung menafsirkan bahwa acara
Fenomena dengan topik Tafsir Mimpi itu memang sangat
"menantang" untuk di-interpretasikan. Para
pembicaranya, terutama. Ki Joko Bodo yang muncul
pertama adalah "simbol" dari Dimensi Naluriah di diri
manusia. Bahkan lebih daripada simbol sebenarnya. Saya
tidak kenal dia secara pribadi, walaupun memang pernah
bertemu waktu bersama-sama menghadiri acara MUNAS
FKPPI (Forum Komunikasi Paranormal dan Penyembuh
Indonesia) di Taman Mini, Jakarta Timur, pada tahun
2005 yang lalu. Waktu itu Ki Joko Bodo tiba2
menyerobot masuk ke dalam ruang rapat paripurna dimana
sedang dilangsungkan rapat oleh seluruh peserta, ada
sekitar 300 orang peserta dari seluruh Indonesia yang
hadir waktu itu. Tanpa hujan tanpa angin dia langsung
masuk melewati para penjaga pintu yang kewalahan
menahannya. Mereka pikir itu "orang gila" yang
menerobos masuk pintu tertutup itu. Saya pikir itu
juga "orang gila". Mukanya polos gituh. Saya gak tau
itu Joko Bodo yang lagi "pura2 gila. Biasa dia kayak
gituh, menurut yang tahu. Well,... saya kan juga sok
tahu, jadinya akhirnya saya bangun dari tempat duduk
saya dan mendekati dia. Mendekati Joko Bodo yang
berdiri saja sambil mundar-mandir dan ngedumel gak
keruan kepada siapa saja yang mau mendengarkan dia...
Saya menghampiri dia, dan berdiri di sebelahnya.
Ooops... cakra sex itu bergetar wharrr wherrr wharrr
wherrr. Itu cakra sex saya yang bergetar. Dan itu
bergetarnya, ehem,.. rasanya seperti dikilik-kilik
gitu lho, ketika saya berdiri pas di samping Joko
Bodo. Ooops... "Ilmu naluri nih ye!" kata saya kepada
diri saya sendiri. "Heh!" kata Joko Bodo ketika saya
berdiri di sebelahnya. "Mas!" kata saya kepada dia.
Cuma itu saja pertukaran kata-katanya. He doesn't know
me personally, I don't know him personally. Tapi saya
tahu bahwa dia itu simbol dari Dimensi Naluriah di
diri manusia. Ilmunya itu, kalau bisa disebut sebagai
"ilmu" adalah ilmu naluri. Asalnya dari dimensi naluri
atau instinct di diri manusia.
Nah, karena sampai saat ini saya selalu mengajarkan
tentang Dimensi Intuisi, tentang bagaimana manusia
bisa merasakan manunggaling dengan gusti di Mata
Ketiga itu, maka saya ini mewakili Dimensi Intuitif di
diri manusia. Sebagai suatu "simbol", saya ada di
Dimensi Intuitif. Bila itu diterima, berarti tinggal
satu lagi, yaitu si Ibu Dekan Fakultas Psikologi UI
itu. Nah, karena tinggal satu lagi, berarti mau gak
mau si Dekan itu menempati posisi sebagai "simbol"
dari Dimensi Emosi atau Hubungan Antar Manusia. Tempat
dimana berbagai belief systems itu dikaji dan
dipelajari. Dan, memang seperti itulah adanya. Ibu
Dekan berbicara tentang Sigmund Freud dalam acara
Tafsir Mimpi di TransTV itu, tetapi soal apakah si Ibu
Dekan itu bisa menafsirkan mimpi is another matter.
Menurut saya pribadi, Ibu Dekan tidak bisa menafsirkan
mimpi walaupun muncul di acara Tafsir Mimpi sebagai
seorang nara sumber. Dia mewakili akumulasi dari
pengertian2 belaka yang, biasanya tidak praktikal dan
cuma teoritis saja. Malah bisa menjadi beban apabila
segala teori itu dianggap sebagai tak terbantahkan dan
tak tergantikan. --- Yang bisa menafsirkan mimpi cuma
dua kutub ekstrim itu: Mereka yang berada di Dimensi
Naluriah, dan mereka yang berada di Dimensi Intuitif.
Ki Joko Bodo adalah simbol yang pertama. Saya menjadi
simbol dari yang kedua. Yes, that simple!
++++++++++++
[Penulis adalah alumnus UI dan PennState, seorang
praktisi PSIKOLOGI TRANSPERSONAL dengan PENDEKATAN
LINTAS AGAMA. Untuk membuat appointment, please
contact him at HP number: 0818-183-615.
E-mail: <leonardo_rimba@ yahoo.com>.
Tentang REKON MATA KETIGA, please see these link:
<http://groups.
Tentang PROFILE Leo, please see this link:
<http://groups.
Tulisan2 Leo dengan TOPIK MATA KETIGA bisa ditemukan
di milis SPIRITUAL-INDONESIA
click this link:
<http://groups.
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar