--- In psikologi_transform
> Tetapi urusan di luar sekolah saya selalu sukses tanpa
> minta dukungan dana dan tanpa bimbingan orangtua
> karena bidangnya tidak cocok, hanya dukungan sebagai
> keluarga saja.
harez:
Apakah Vincent Liong tidak pernah minta dukungan dana dari orang tua ?
vcl:Sumber: http://groups.
Biaya penelitian saya selama ini minta orangtua dan patungan dengan
object/subject penelitian saya jadi nga modal gitu. Kalau mau
sumbang-sumbang, jangan sungkan:
Untuk mendidik saya orangtua saya ketika saya di
Australia pernah membiarkan saya menghabiskan uang
sekitar Rp.200.000.000,- dalam 8 bulan, saya habiskan
berfoya-foya. <--- urusan di luar sekolah ?
Sumber: http://groups.
Apakah Vincent Liong mau berbohong lagi ?
salam,
harez
--- In psikologi_transform
>
> Wawancara Tabloid Mom&Kiddie tentang Anak Indigo via
>
> Pewawancara: Fransisca Pardede / Sisca
> (Reporter Tabloid Mom&Kiddie)
>
>
>
>
> 1. Setelah membaca beberapa profil yang saya temui di
> internet, Anda merasa "kelebihan" yang Anda miliki
> malah terekspos dengan media, padahal sebelumnya Anda
> merasa biasa-biasa saja. Lalu, bisa tolong diceritakan
> sedikit latar belakang keluarga, keseharian dan
> pendidikan Anda? Dan "kelebihan" apa saja yang Anda
> miliki?
>
>
> Vincent Liong answer:
>
> Mama saya berbackground IT dan Matematik lulusan
> Belanda, ayah saya berbackground IT dan Elaktro
> lulusan Jerman. Sejak TK Tirta Martha, SD & SLTP
> Pangudi Luhur, SMU di St Laurencia (hanya ½ tahun),
> highschool (setingkat SMU) di The Meridian
> International School, Sydney AUS dan The Gandhi
> Memorial International School, sampai universitas
> hingga mengundurkan diri di semester 4 saya tidak
> pernah beres dalam hal sekolah resmi. Saya beberapa
> kali tidak baik kelas, ketika kelas 4 SD Pangudi
> Luhur, 1x ketika SLTP Pangudi Luhur (saya lupa kelas
> berapanya) dan 1x ketika SMU di The Gandhi Memorial
> International School.
>
> Tetapi urusan di luar sekolah saya selalu sukses tanpa
> minta dukungan dana dan tanpa bimbingan orangtua
> karena bidangnya tidak cocok, hanya dukungan sebagai
> keluarga saja. Ketika kelas 3 SLTP Pangudi Luhur saya
> sempat menjual karya tulis untuk tugas akhir yang saya
> jual untuk yang malas membuat, di kelas 3 SLTP ini
> saya juga menterbitkan buku pertama saya Berlindung di
> Bawah Payung (Penerbit Grasindo 2001), ketika di The
> Meridian International School, Sydney AUS menulis buku
> yang sifatnya otobiografi yang berjudul Menjadi Diri
> Sendiri (tidak diterbitkan)
> pendek yang diberi judul Saat Kiamat dalam ruang
> Individu (tidak diterbitkan)
> menulis untuk tulisan Tentang Manusia dalam Bumi
> Manusia saat highschool di The Gandhi Memorial
> International School, sempat menjadi pengajar
> kundalini di bulan Juni tahun 2004 hingga akhir tahun
> 2004, dan mulai tahun 2005 awal memulai proses
> penelitian hingga akhirnya membikin ilmu yang
> sekarang dinamakan kompatiologi.
>
> Sejak buku pertama saya hingga ilmu kompatiologi tema
> yang saya kerjakan selalu tidak jauh dari tema `diri
> sendiri'. saya seorang peneliti seumur hidup, jadi
> penelitian saya hanya satu tema dan dijalankan seumur
> hidup dengan segala proses yang dialaminya. Saya mampu
> melakukan semuanya sampai hari ini karena kebiasaan
> saya mengumpulkan massa sejak saya SMU / highschool di
> tiap tempat saya tinggal dan juga di maillist, selalu
> ada pembaca tetap tulisan saya yang menunggu tulisan
> saya atau perkembangan penelitian saya berikutnya yang
> setia hingga bertahun-tahun sehingga tahu benar proses
> saya. Maka dari itu ketika saya memulai penelitian
> kompatiologi dengan biaya gratis saya mendapat banyak
> sukarelawan dari pengamat setia saya untuk dijadikan
> kelinci percobaan eksperimen dengan kerelaan dan
> kepasrahan untuk menanggung resiko bisa menjadi korban
> (dirugikan) dari eksperimen tsb tanpa ada komplain
> tertulis hingga hari ini. Tanpa dukungan dari pengamat
> setia ini saya tidak mampu melakukan eksperimen hingga
> menghasilkan ilmu kompatiologi yang tentunya tidak
> bisa diteliti dari nol menggunakan model penelitian
> konfensional yang tidak memiliki ketersediaan
> sukarelawan kelinci percobaan manusia yang rela
> berkorban dalam penelitian ini.
>
> Keseharian saya sekarang adalah nongkrong di rumah dan
> fitness 1x sehari, kadang-kadang ada tamu sahabat saya
> datang untuk ngobrol, bekerja rata-rata seminggu
> sekali saja. Saya anak rumahan
>
>
>
>
> 2. Anak indigo disebut-sebut dapat meramal atau
> melihat kejadian yang akan datang, bagaimana Anda
> menanggapi hal tersebut? Tolong jelaskan!
>
>
> Vincent Liong answer:
>
> Proses dari binatang hingga berefolusi menjadi manusia
> yang berbudaya itu adalah proses dari system berpikir
> yang lebih animisme (menghargai berbagai hal di
> sekitar manusia sebagai data mentah, hanya
> memperhitungkan hubungan satu dengan yang lain untuk
> kepentingan diri sendiri, tanpa membuat konsep baku
> tentang data tsb) menuju sistem berpikir monotheisme
> (membatasi pada keyakinan yang dianggap penting saja
> dan membakukan sesuatu yang dianggap kebenaran).
>
> Ketika seorang anak belum sekolah system berpikirnya
> masih tidak jauh berbeda dengan binatang dimana anak
> tsb masih mengamati hal-hal di sekitarnya dengan
> belajar dari tiap pengalamannya, bukan meyakini apa
> yang diwariskan melalui system pembelajaran ceramah
> dan menghafalkan. Ketika belum bersekolah anak tsb
> masih mampu melakukan pengukuran yang sifatnya
> subjective (tentang posisi dirinya sendiri terhadap
> posisi berbagai hal; manusia, hewan, tanaman & benda
> mati di luar dirinya, dalam hubungan dengan
> kepentingannya sendiri tanpa mendefiniskannya menjadi
> kebenaran yang bersifat mutlak), ketika bersekolah
> anak tsb diajarkan untuk mengabaikan pengukuran yang
> sifatnya subjective dan belajar mementingkan
> pengukuran yang sifatnya objective (pengukuran
> terhadap hal di luar diri saja yang selalu
> memposisikan diri menjaga jarak dengan object) seperti
> penambahan dan pengurangan, lalu berefolusi semakin
> detail ke perkalian dan pembagian lalu ke
> pengkwadratan dlsb semakin lama semakin kompleks. Anak
> itu juga diajarkan untuk mengabaikan pengalaman
> subjective dan digantikan dengan belajar meyakini
> konsep kebenaran mutlak (believe system) hal-hal yang
> tidak berkaitan langsung dengan dirinya seperti
> pelajaran di sekolah yang menggunakan budaya ceramah
> dan menghafalkan, agama dan konsep spiritual yang
> tidak dikenal sebagai sesuatu yang dekat bagi dirinya.
>
>
> Yang terjadi pada anak yang disebut indigo adalah: dua
> hal jenis pengukuran yang subjective dan objective ini
> tetap ada secara pararel, tanpa keberhasilan proses
> penghilangan paksa kemampuan pengukuran subjective
> yang pada kebanyakan anak hal ini telah hilang dan
> didominasi oleh budaya pengukuran objective dan
> meyakini suatu konsep kebenaran mutlak (believe
> system).
>
> Anak tsb tetap membaca menghargai pengalaman atas
> berbagai hal di sekitarnya sebagai data mentah, hanya
> memperhitungkan hubungan satu dengan yang lain untuk
> kepentingan diri sendiri, tanpa membuat konsep baku
> tentang data tsb ; Tetapi di sisi lain konsep
> kebenaran mutlak dan pengukuran objective dianggap
> sebagai suatu konstruksi aturan main yang berlaku di
> kondisi tertentu yang tetap bisa diakali, dicari
> celahnya untuk memajukan kepentingan diri sendiri.
> Jadi sifat si anak ini seperti seorang ahli hukum yang
> bisa mengakali celah-celah hukum untuk memainkan suatu
> kebenaran yang relatif. Seperti seorang yang menyetir
> mobil dan dibekali pengetahuan tentang peta kota tsb,
> tidak terbatasi oleh beberapa jalan utama yang umum
> digunakan orang dalam bepergian dari satu tujuan ke
> tujuan lain di kota tsb. Selalu ada jalan yang lain
> diantara jalan yang umum semi kepentingan diri
> sendiri, its our own free choice to choose. Jadi kalau
> anda ajak anak indigo ke bahasa metafisika maka dia
> akan dapat membaca posisi dari dirinya dan posisi dari
> konstruksi aturan main tsb dan berusaha menyesuaikan
> bahasa dengan bahasa metafisika, begitu juga
> sebaliknya kalau anda bawa ke bahasa yang logis, anak
> indigo mampu mentranslate berbagai asosiasi bahsa
> kontekstual ini.
>
> Kerja system berpikir anak indigo itu seperti kerja
> sampler dan translater pada hardware komputer dan
> berbagai alat indrawi. Mata misalnya melihat dengan
> mengukur tiap sample gradasi jarak (jauh-dekat) dan
> intensitas cahaya(terang-
> sample gradasi frekwensi getaran (tinggi-rendah) dan
> keras-lemahnya suara, tiap alat sampling merekam
> sample setiap saat dengan berbagai pengalamannya yang
> terus berubah. Data-data tsb lalu ditranslate menjadi
> berbagai informasi yang lebih kongkrit yang berguna
> bagi si manusia misalnya anak indigo bisa mengukur
> gradasi hirarki, kepentingan, perasaan, kedekatan,
> dlsb yang data ini bisa diperkirakan bentuk past &
> future nya, juga hubungannya dengan berbagai pohon
> factor pilihan-pilihan yang bisa diambil dengan
> konsekwensi (bayar & beli)nya masing-masing.
>
>
> Yang menjadi masalah adalah pihak-pihak yang mengaku
> ahli mengenai anak indigo entah yang berlatarbelakang
> pendidikan ilmiah, agama, spiritual dan metafisika
> lebih senang membawa masalah indigo ke ranah keyakinan
> daripada ke ranah tekhnis-mekanistik system berpikir
> anak indigo itu sendiri. Memang membuat penelitian
> jauh lebih sulit daripada sekedar melahirkan keyakinan
> dan sensasi baru di tengah masyarakat yang bingung dan
> mudah dibodohi.
>
> Maka bermunculan anak indigo yang dikaitkan dengan
> cakra nila (indigo) mekipun pada kenyataannya foto
> aura hanya mampu membaca kondisi emosi yang berubah
> setiap saat. Saya pernah mencoba foto aura dan
> mendapat hasil warna indigo lalu di harp berbeda foto
> aura dan mendapat hasil dominant cakra hijau, jadi
> foto aura ini tidak bisa dijadikan patokan mutlak.
> Muncul juga teori tentang reinkarnasi yang
> menggambarkan anak indigo setengah dewa, dlsb.
> Masalahnya tidak ada tanggungjawab moral dari
> pihak-pihak yang mengaku ahli mengenai anak indigo ini
> yang telah membatasi kebebasan pilihan masadepan si
> anak dari anak biasa yang bebas memilih jalan hidupnya
> tanpa prejudgement dari masyarakat menjadi, dianggap
> setengah nabi sebelum mampu melakukan apa-apa. Nabi
> saja harus membuat tindakan dengan konsekwensi nyata
> dan besar dulu baru setelah meninggal dianggap nabi
> oleh orang yang tidak mengenal dirinya.
>
>
>
>
> 3. Sepengetahuan saya, Anda sedang menekuni "Dekon
> Kompatalogi"
> hal tersebut?
>
>
> Vincent Liong answer:
>
> Bagi saya indigo itu hanyalah satu kondisi system
> berpikir (seperti yang sudah saya ceritakan di atas)
> yang kebetulan cukup lengkap fasilitas softwarenya
> dimana kondisi fisikal kelengkapan anggota badan
> manusia pada umumnya hampir sama saja. Jadi menurut
> sudutpandang saya tidak ada istilah pintar dan bodo,
> genius dan ideot, indigo dan tidak indigo, sakti dan
> tidak sakti, bakat atau tidak bakat, sehat atau sakit
> yang bisa membuat kondisi non egaliter pada manusia.
> Asal hardware dan softwarenya sama maka kemampuannya
> juga sama.
>
> Untuk itu saya sejak tahun 2005 hingga 2006
> pertengahan merintis penelitian berbentuk
> eksperimen-eksperim
> sample minuman) tanpa hubungan dengan lembaga
> pendidikan apapun yang terlanjur menggunakan pola
> pikir meyakini kebenaran (believe system), teori
> bakat/tidak bakat, juga tanpa hubungan dengan
> pihak-pihak metafisika, agama, metafisika, spiritual,
> dlsb dalam penelitiannya ; Meskipun pada akhirnya
> banyak pihak yang berusaha mengkaitkan entah ke
> ilmupengetahuan ilmiah, metafisika, dan spiritual
> setelah eksperimen untuk merancang SOP nya selesai
> dilakukan. Setelah Juni 2006 banyak paper mengenai
> kompatiologi bermunculan dari berbagai latarbelakang
> pengguna yang menggunakannya.
>
> Yang dilakukan kompatiologi adalah mengembalikan
> fungsi pengukuran subjective yang hilang sejak
> seseorang masuk ke sekolah. Sehingga para pengguna
> kompatiologi memiliki fungsi tekhnis-mekanistik
> pengukuran subjective, pengukuran objective dan system
> keyakinan (ilmupengetahuan ilmiah, agama, spiritual
> dan metafisika) secara lengkap. Kompatiologi diajarkan
> ke orang-orang yang berumur 25 tahun ke atas, kalau ke
> yang masih sekolah dikahwatirkan akan menjadi terlalu
> lihai untuk mencari celah sehingga sulit diatur dan
> bandel seperti anak indigo.
>
> Maka dari itu hal-hal yang bisa dilakukan oleh anak
> indigo juga adalah standart kemampuan tiap user
> kompatiologi tanpa terkecuali. Bedanya dengan fenomena
> anak indigo, komatiologi ada untuk digunakan langsung
> pada lapangan pekerjaan masing-masing penggunannya di
> bidang masing-masing bukan untuk meresmikan seseorang
> menjadi indigo atau tidak indigo dalam keyakinan
> masyarakat.
>
> Mindset praktisi kompatiologi menganggap ilmu apapun
> juga (ilmupengetahuan ilmiah, agama, spiritual dan
> metafisika) hanyalah suatu posisi diantara penggaris
> ukur (range & scale) dan bidang konteksual yang begitu
> luas. Buat apa membangga-banggakan telah menghafalkan
> suatu posisi pada alat ukur dan meresmikannya, pada
> akhirnya limu itu hanya satu posisi bukan kemampuan.
> Ilmu hanyalah suatu konstruksi aturan main yang
> berlaku di tempat tertentu.
>
> Kemarin ketika salahsatu user kompatiologi membuat
> satu campuran minuman lalu sama-sama diminum, saya
> sempat nyeletuk kok seperti kundalini (posisi gradasi
> minuman yang dihasilkan bila diasosiasikan ke tubuh
> fisik mirip posisi ilmu kundalini yang dimana saya
> sempat jadi pengajar kundalini di tahun 2004). Bagi
> pengamat yang kebetulan datang misalnya bapak Kanto
> Darmono hal ini sangat membingungkan, tetapi bagi
> praktisi kompatiologi memang ilmu apapun dianggap
> hanya satu posisi, ya tidak ada yang spesial. Kalau
> kita bisa posisikan diri di posisi ilmu tertentu ya
> bisa kita buat diri kita mampu ilmu tertentu, buat apa
> mendalami bertahun-tahun; tahu aturan mainnya maka
> kita sudah mampu bermain.
>
> Orang perantau jaman dulu bisa datang merantau hanya
> bermodal badan dan pakaian yang dipakai tetapi bisa
> berkembang, membuka usaha hingga menjadi pengusaha
> kaya di tanah perantauan, mereka ini tidak bersekolah
> juga tidak tahu teori apa-apa. Yang dia miliki adalah
> kemampuan membaca posisi dirinya sendiri, hal-hal di
> luar dirinya sendiri dan bagaimana celah-celah untuk
> mencapai tujuan yaitu keuntungan secara materi dan
> penerimaan masyarakat setempat demi untuk dapat tetap
> hidup. Sedangkan penduduk lokal yang sudah terlalu
> melekat pada keyakinan yang dianggap mutlak benarnya
> lebih sulit untuk membaca posisi dirinya dan di luar
> dirinya sehingga hanya tetap pada kondisi ekonomi yang
> sama atau malah diperbudak oleh si perantau.
>
>
>
>
> 4. Apa yang ingin Anda sampaikan kepada para orang
> tua, jika memang mereka memiliki anak yang termasuk
> kategori anak indigo?
>
>
> Vincent Liong answer:
>
> Pertanyaan: Anak itu hidup untuk orangtua atau
> orangtua hidup untuk anak. Pada kenyataannya orangtua
> yang suka melabel-labelkan anaknya adalah orangtua
> yang melakukan hal tsb untuk kepuasan dirinya sendiri
> karena memiliki anak yang dilabel ajaib. Jadi kalau
> anaknya kurang memuaskan ego si orangtua daripada
> dianggap kurang lebih baik dianggap ajaib ; Genius dan
> gila itu selalu tipis bedanya.
>
> Kalau punya anak yang termasuk kategori indigo saya
> sarankan untuk dibiarkan saja menghadapi berbagai
> kesulitan dalam berhadapan dengan masyarakat alamiah.
> Anak indigo khan katanya adaptif, jadi biarkan mereka
> belajar untuk survive di tengah perbedaan. Kalau
> repot-repot diikutkan terapi, dilabelkan indigo atau
> disekolahkan secara khusus malah membuat anak anda
> yang konon indigo menjadi lemah gara-gara kehilangan
> kemampuan utamanya yaitu kemampuan beradaptasi, dan
> terbatasi hidupnya akibat label indigo itu. Kata orang
> khan indigo itu suatu gift form the god, jadi tidak
> perlu di apa-apakan karena bukan orang sakit, apalagi
> mendapat toleransi khusus
>
> Rata-rata anak yang diikutkan terapi khusus indigo
> bukannya lebih normal tetapi lebih tertekan sehingga
> lebih aneh, karena dia harus menghadapi kenyataan pada
> orangtua yang lebih percaya orang lain dibanding
> anaknya sendiri sehingga harus bersifat defensive pada
> siapapun orang disekitarnya termasuk orangtuanya
> sendiri yang turut membatasi kebebasan pilihan
> hidupnya dengan melabelkan anak sendiri sebagai indigo
> dengan harapan yang terlalu wah di masadepan si anak.
>
>
> Ttd,
> Vincent Liong
> Jakarta, Senin, 1 Oktober 2007
>
>
>
>
>
>
>
> Email sebelumnya..
> Fransisca Pardede fp_chika@... wrote:
>
>
> Dear Vincent,
> Sebelumnya terima kasih untuk kesediaannya, saya
> ditugaskan untuk menulis tentang "anak indigo" (garis
> besarnya secara umum), oleh karena itu saya memohon
> sedikit komentar dari Anda seputar indigo.
> Berikut yang akan saya tanyakan:
> 1. Setelah membaca beberapa profil yang saya temui di
> internet, Anda merasa "kelebihan" yang Anda miliki
> malah terekspos dengan media, padahal sebelumnya Anda
> merasa biasa-biasa saja. Lalu, bisa tolong diceritakan
> sedikit latar belakang keluarga, keseharian dan
> pendidikan Anda? Dan "kelebihan" apa saja yang Anda
> miliki?
> 2. Anak indigo disebut-sebut dapat meramal atau
> melihat kejadian yang akan datang, bagaimana Anda
> menanggapi hal tersebut? Tolong jelaskan!
> 3. Sepengetahuan saya, Anda sedang menekuni "Dekon
> Kompatalogi"
> hal tersebut?
> 4. Apa yang ingin Anda sampaikan kepada para orang
> tua, jika memang mereka memiliki anak yang termasuk
> kategori anak indigo?
>
> Itu saja pertanyaan saya, tolong dibalas paling telat
> hari Rabu malam (3-10-07) yah. Terima kasih banyak,
> mohon maaf karena tugas lain yang menunggu, kemarin
> saya tidak bisa mengikuti kegiatan terapi yang Anda
> berikan.
>
> Note: tolong sertakan foto Anda via email juga yah.
>
> Regards'
>
> Sisca (Reporter Tabloid Mom&Kiddie)
>
>
> Send instant messages to your online friends http://au.messenger
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar