----- Forwarded Message ----
From: Dyah Puspita <dyahpspt@dnet.
To: psiindonesia@
Cc: HimpsiJaya <jaya0508@himpsijaya
bpp_optima@yahoo.
Sent: Wednesday, October 3, 2007 10:38:50 PM
Subject: [psiindonesia] PONTIANAK --- Pentingnya
organisasi profesi
Pagi tadi sesudah subuh memang saya "membangunkan" mas
Luluk karena pingin tahu adaa tidaknya kontak Himpsi
di Pontianak.
Saya bukan dikirim organisasi manapun, tapi diminta
salah seorang ibu anak autis yang prihatin dengan
maraknya berita kasus Oca itu di harian Pontianak Post
dan Equator. (Ada juga di Kompas, kok!... Mas Luluk
aja yang payah...). Jujur saja, kejadian itu sudah
dibicarakan berhari-Hari oleh milis orangtua autis
(yang anggotanya orangtua se Indonesia plus beberapa
di mancanegara) yang panik betul akan perkembangan
kasus itu.
1. Diagnosis ditegakkan oleh "psikolog" yang dengan
enaknya bilang "Oca positif gangguan kejiwaan"...
sementara anak ini baru berusia 8 tahun. Tulisan itu
dibuat GEDE-GEDE lho di Koran.
2. Dengan nikmatnya "oknum" ini bilang kalau
hiperaktif adalah gangguan kejiwaan.
3. Jalan keluar yang ditawarkan oleh "oknum" ini (yang
merupakan psikolog LSM2 tertentu) adalah "memindahkan
anak dari keluarganya" ---entah untuk berapa lama,
kemana, untuk diapakan...
4. Entah darimana munculnya, "oknum" ini bilang
menurut pengalamannya butuh angka 75-85 juta SEBULAN
untuk bisa memberikan penanganan kepada anak yang
diduga autis/hiperaktif = gangguan jiwa. (Pengalaman
apaan, cing?)
Wataw! Pucat pasi saya.
Jadinya sewaktu ada yang menyediakan dana untuk saya
pergi ke Ponti pulang pergi pesawat plus mungkin harus
menginap, berangkat deh.
Apa yang saya lakukan:
1. Observasi mendalam anak ini di rumahnya, langsung
saya datangi, saya buat rekaman video.
2. Wawancara kakak kandung anak ini, tetangga2nya,
plus tetangga yang biasa mengasuh anak ini. Sayang
bapak (tiri)nya tidak Ada di tempat karena sedang
pergi ke kerabat yang meninggal... Ibunya di Malaysia,
'kan jadi TKW.
3. Ngobrol dan interaksi mendalam sama anak ini. (Saya
sampai mau menangis, karena saya dapat insight luar
biasa. Anak ini TIDAK PERNAH dapat intervensi, tapi
perkembangannya NOT THAT BAD. Apalagi kalau dapat
intervensi?? ? huhuhuhu.... anak ini bisa bicara en
berkomunikasi, meskipun perilakunya warakadah en
pemahaman terbatas... Ya iya laaahhh..gak pernah
ngapa-ngapain! )
4. Ke Pontianak Post supaya ada statement dari
wartawan yang memuat artikel untuk meluruskan berita
bahwa autisme adalah gangguan kejiwaan.
5. PANIK berfikir BAGAIMANA CARANYA supaya anak ini
tidak diangkut ke Jakarta/Bandung/ Surabaya tanggal 6
Oktober ini... Karena kalau itu sudah dilakukan...
.mampuz lah gw. Gak tau mau dibawa kemana, trus
diapain. (Kebayang gak sih, jadi anak ini, jauh dari
sapa-sapa, gak kenal sama sapa-sapa..tau2 ditinggal
ndirian? huhuhu.....bisa2 jadi tambah error dong!).
Aku sempet pusing juga, takutnya keluarganya malah
HAPPY bahwa anak ini diambil alih oleh orang lain
(yang mungkin sesudah dapet duit entah dari mana lalu
melempar anak ini kemana lalu yaaaa gitu deh!)...
Huhuhuhu...pusying. ..
Naaaahhhh... .rupanya telpon saya pagi2 membangunkan
mas Luluk ada gunanya! Hahaha... Beliau kalang kabut
nyari2 ketua Himpsi Kalbar. Sok taunya, yakinnya,
namanya Pak Ridwan. Padahal...beberapa kali kongres
ketemu sama yang namanya Pak Sajarwo...yang sudah
sejak setahun lalu jadi ketua himpsi kalbar.
Di Ponti, saya kebetulan baca Koran pontianak post,
ketemu konsul psikologi, adaa tuh, potonya Pak
Sajarwo.
Selagi saya di Pontianak Post, dapet sms dari mas
Luluk, no.Hape Pak Sajarwo, ketua Himpsi. Dasarnya mas
Luluk gak sabar saya gak nyahut, saya ditelponnya.
Untung gak kena roaming...jadi saya gak complain.
Persis mas Luluk lagi ngoceh, masuk telpon lain. Gak
kenal nomernya, saya pede aja angkat...Gak taunya? Pak
Sajarwo!!! (*note: Pak Jarwo bilang, pas kongres
beberapa kali ketemu mas L en bilang kalo beliaulah
ketua Kalbar... Huahahahaha. .. Mbah L sampun sepuh,
nggih....Eh, tapi website pusat diubah dwongs!)
Alhamdulillah beliau di tengah kesibukannya menawarkan
untuk datang ke kantor Pontianak Post. Kebeneran dong!
Jadi saya pertemukan dengan sekumpulan ibu2 yang
merupakan motor penggerak komunitas keluarga autisme
di Pontianak, plus wartawan yang bersedia menuliskan
counterstatement untuk melawan berbagai statement
ngawur dari "oknum psikolog" yang bikin geger para
orangtua autis.
Kenapa sih geger?
Gini lho.
Kalau autisme dikatakan sebagai "gangguan jiwa",
habislah sudah. Orangtua yang memang pada dasarnya
sudah terbebani dengan masalah sehari-Hari akan
berfikir "there is no way out!"...berhenti usaha..
Masyarakat yang berpikir, "duh, gangguan jiwa! Gak
usah dikasi kesempatan sekolah! Gak boleh pake
fasilitas umum!" Habis deh, satu generasi.
Statement bahwa penanganan butuh 75-85 juta per BULAN.
Kalau orangtua semua berpikir ITU ADALAH INFORMASI
YANG BENAR, ya pastinya patah semangat lah ! Sampe
rambutku berubah warna jadi ijo-pun, gak bakalan aku
mampu menghasilkan jumlah seperti itu dengan kerja
sebagai guru/psikolog (maaf menyebut warna rambut,
hehehe). Ujung2nya? Berhenti usaha juga. Habis lagi
satu generasi.
Padahal, fakta membuktikan, penanganan anak autis
memerlukan NIAT, UPAYA, KETEKUNAN, POLA ASUH yang
tidak berbeda banyak dengan pengasuhan anak tidak
bermasalah (disiplin, aturan, konsekuensi, kasih
sayang), pengaturan pola makan ...yang tidak banyak
beda dananya dibandingkan kalau Kita mengasuh anak
tidak bermasalah.
Yang beda memang, soal pendidikan karena terapinya
cenderung lebih efektif satu guru-satu anak. Tapi ya
gak bakalan sampai 75 juta perbulan lah!
Sosialisasi Yayasan Autisma dan para keluarga dengan
anak autis rasanya jadi mundur sejuta langkah kalau
ada statement2 error dari "oknum" itu, deh!
My question yang tadi aku ajukan ke Pak Sajarwo
adalah:
1. Ini "oknum" teh, sapa siiiihhhh... (jawabannya?
Hahahaha... Salah satu PENGURUS HIMPSI KALBAR! Mampuz
guwe!)
2. Beliau itu (menurut kakak kandungnya Oca, lho)
tidak melakukan apa-apa saat datang menemui Oca,
kecuali berfoto bareng, terus ngliatin Oca sekitar 15
menit, terus ngangguk-ngangguk, ngomong sama wartawan,
en pergi. Wah. Orang sakti dong dia.... Hanya dengan
melakukan itu sudah bisa menegakkan diagnosis??? ?
Wuyh....
3. Kenapa dia mengajukan angka fantastis itu???
Hmmm...bulan puasa.... Gak boleh nuduh lho....
Hehehe...
So..
Makasi buat Mas Luluk yang tadi pagi mau dibangunin
habis sahur. Makasi mau nyariin Ketua Himpsi Kalbar.
Makasi buat Pak Jarwo yang mau dateng ke Pontianak
Post untuk nemuin aku. Tahu gak, this is the first
time I'm VERY HAPPY to meet a police officer ! (Pak
Jarwo itu polisi, kerjanya di Polda, tadi dateng pake
uniform lengkap...). Maap, maap...aku sih
jujur...biasanya gak suka ketemu polisi. Hahaha...
Pak Jarwo lalu memberikan ide fantastis tadi menjawab
kebingungan saya on what to do, karena
a) "oknum" tersebut MENOLAK ketemu saya yang ingin
menggali informasi (dengan segala alasan)
b) Ibu (dari organisasi tertentu) yang berdiri di
belakang "oknum" tersebut bahkan menipu semua orang
mengatakan sedang di luar kota, sementara di depan
kami wartawati itu menelpon ibu itu, ternyata adaa di
kantor polisi, Bo!
Pak Jarwo usul supaya aku bikin counterstatement
supaya dimuat di Pontianak Post. Hm. Boleh juga.
Langsung aku kerjain aja tadi. Moga2 besok dimuat...
Terus wartawati itu malahan usul, supaya Pak Jarwo
(yang pangkatnya lumayan tinggi...jangan tanya gw ya,
gw mah BUTA soal pangkat tauk!) MENCEGAH anak ini
dibawa keluar dari Pontianak... Kan bisa nyuruh anak
buah di Polsek (yang lokasinya beberapa meter saja
dari rumah anak ini) untuk melarang anak ini dibawa.
So...tadi akhirnya saya memutuskan untuk segera pulang
ke Jakarta sesudah imel statement dari saya yang
menyatakan bahwa anak ini memang autistik plus
hiperaktif. Ada video tuh, untuk membuktikan diagnosis
saya...plus wawancara sama orang2 terdekat anak ini.
Di statement saya juga Ada segambreng usulan on what
to do for this child.
Para ibu yang ketakutan akan dimarahi oleh "oknum"
itu, aku sarankan untuk selalu kontak Pak Jarwo selaku
Ketua Himpsi. Biar diberesin lah sama Pak polisi ...
Hehehe.... Masa Ketua Himpsi gak bisa ngeberesin
anggota pengurusnya ini (hahaha...ironi, ironi).
Sebetulnya para ibu menghalangi saya pulang. Mas Luluk
juga bilang saya sinting pulang pergi Jakarta
Pontianak. Bodo ah. Kebayang muka anak sih, masa
ngurusin anak orang sementara anak saya yang autis
terbengkalai geto? Kebayang juga muka dosen saya sih,
lha Wong tugas lom selesai (hihihi...kayaknya dosenku
itu, ikutan milis ini deh....Hihihihi. ..).
On top of everything, organisasi profesi ini masih
penting perannya. Menggalakkan sosialisasi pentingnya
peran ini yang masih harus dilakukan. Pak Jarwo juga
tadi mengingatkan supaya aku mencantumkan bahwa aku
anggota HimpsiJaya. Duh, untung udah bayar iuran, Pak
(Dan dia tertawalah terbahak-bahak) ...
Semoga apa yang terjadi Hari ini, menjadi pembelajaran
saja bagi semua orang. At least, I learned a lot.
Masih penasaran sih, pengen ketemuan sama "oknum"
karena mau tanya, dapet kesaktian menegakkan diagnosis
itu, dari mana yak? Mau dong, jadi sakti.....
Salam,
Dyah Puspita (Ita '82-UI)
Ibunya Ikhsan Priatama, autis, 16 tahun 9 bulan.
Sekretaris Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta.
Psikolog.
-------Original Message----- --
From: lukspsi
Date: 10/3/2007 8:18:42 AM
To: psiindonesia@ yahoogroups. com
Subject: [psiindonesia] Pontianak
Berita yg luput dari perhatian kita (mungkin
malah saya saja); dan baru sadar setelah ada telpon
pagi ini dari anggota Jaya
yg juga aktivitis dalam Yayasan Autis Indonesia:
Dyah Puspita, yang minta kontak person nama Ketua
Himpsi Kalbar.
Sudah dicoba untuk kontak pak Ketua, namun gak
ada respon. Mungkin sudah berangkat kantor. Ada yg
punya nomor HP-nya?
Kita tunggu perkembangannya dari Dyah yg saat
ini sudah ada di Pontianak.
LSS
Kompas: Jumat, 28 September 2007
Oca Perlu Diterapi, Bukan Dirantai Seperti Selama Ini
Pontianak, Kompas - Hasil observasi psikolog terhadap
Janufer (8) alias Oca memperlihatkan, bocah yang kaki
kanannya dirantai kedua orangtuanya selama lima tahun
terakhir mengalami gangguan kesehatan mental yang
mengarah ke hiperaktif dan autis. Untuk memulihkan
kesehatan mentalnya itu, Oca perlu diterapi khusus
agar kelak bisa membaur dengan masyarakat.
Menurut psikolog Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia Kalimantan Barat Armijn Chandra, yang
memeriksa Oca, Kamis (27/9), Oca tidak mampu
mengontrol tindakannya. Karena itu, orangtuanya
khawatir tindakan Oca dapat mencelakai dirinya dan
orang lain. Bocah itu cenderung hidup dalam dunianya
sendiri, melakukan apa yang dipikirkan, serta tak
menghiraukan keadaan di sekitarnya.
"Dibutuhkan terapi khusus yang sesuai dengan jenis
gangguan kesehatan mental yang dideritanya. Untuk
mengetahui persis jenis gangguan kesehatan mental itu
diperlukan diagnosis yang mendalam dan serangkaian tes
terhadap Oca," katanya.
Berdasarkan pengalaman Armijn, terapi yang diperlukan
Oca membutuhkan biaya yang tidak sedikit. "Bisa Rp 75
juta-Rp 80 juta per bulan," ujarnya.
Ia menambahkan, sebenarnya Oca tidak dirantai
sepanjang hari. Setiap ayahnya pulang kerja, rantai
yang mengikat Oca dilepas. "Ketidaktahuan dan
ketidakmampuan ekonomi orangtuanya yang membuat Oca
diperlakukan seperti itu," ujarnya.
Staf ahli Bidang Pelayanan Sosial Anak, Departemen
Sosial, Nahar, menyatakan, UU perlindungan anak
mengisyaratkan, ketika orangtua atau siapa pun tak
memberikan perlindungan khusus terhadap anak, maka
berdasarkan fakta dan bukti yang ada, proses penegakan
hukum harus tetap berjalan. (why)
Send instant messages to your online friends http://au.messenger
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
1 komentar:
Rumah Autis YCKK adalah LSM nirlaba yang mengkhidmadkan diri dalam perjuangan membantu terapi bagi anak-anak autis dhuafa. Alangkah mulianya program kemanusiaan ini bila mendapat dukungan berupa spirit dan donasi dari orang-orang yang memiliki empati dan kepedulian terhadap sesama. Kunjungi kami di Rumah Autis YCKK
Posting Komentar