oooooh gitu? jadi cuma diasah ajah? gak pernah dipake motong? ha
hahahahhahaha [hendriiiiik, kemana aja kau? pulang kampung gak balik
lagi?]
salam,
goen
--- In psikologi_transform
<leonardo_rimba@
>
> I just wanted to comment kalo saya GAK BISA ngasih solution kayak
Mas
> Goen. Sabar pisan, euy... Bener2 fatherly, kebapakan, uhhh pakde
> pakde,... bojoku kok slengehan wae, piye ???
>
> Dan itu very soothing, memang menyejukkan. Bacanya juga enak. Ehem,
> ulasan, ulasan,... bisa ditaruh di REVIEW tentang ulasan dari aku.
> Hmmm, ulasan tentang sapuan "energi" yang memancar dari Mas Goen.
Kalo
> tentang isinya no comment lah, aku kan belum peynah menikah. Gondal
> gandule beyom peynah dipake. Macih oyisiniy. Hmmm hmmm hmmm...
>
> Wis, gitu aja.
>
> Leo
>
>
> --- In psikologi_transform
> <goenardjoadi@
> >
> >
> >
> > Kami adalah suami istri yang keduanya bekerja untuk membiaya
hidup.
> > Kebetulan istri saya memiliki pendapatan yang lebih besar dari
saya
> > yang notabenenya adalah suaminya. Namun belakangan ini, kalau
saya
> > lihat dan rasa, istri saya sedikit sombong. Karena merasa bisa
> > bekerja dan mendapat penghasilan sendiri, dia sudah tidak begitu
> > menghiraukan hubungan suami istri dan perkawinan kita.
> >
> >
> >
> > Setiap kali bertengkar atau ada masalah, dia tidak segan-segan
untuk
> > minta berpisah. Dia menjadi tidak takut untuk berpisah, tidak
> > seperti istri-istri lain yang sehari-harinya hanya sebagai ibu
rumah
> > tangga dan mendapat kehidupan dari suaminya yang bekerja.
> >
> >
> >
> > Yang saya mau tanyakan, apakah kondisi wanita sekarang ini sudah
> > seperti itu. Apakah itu semua karena uang? Kalau memang begitu,
> > pantas saja banyak perceraian terjadi. Apa yang harus saya
lakukan,
> > apakah saya harus mencari pendapatan lain agar pendapatan saya
lebih
> > tinggi darinya? Apakah uang sudah mengalahkan segalanya,
termasuk
> > jalinan perkawinan? Mohon penjelasannya.
> >
> >
> >
> > Terima kasih
> >
> >
> >
> > JAWAB: Halo Bapak X, saya coba menggunakan nama samaran, supaya
> > identitas anda dapat terjamin. Disini ada 3 persoalan yang
Bapak
> > tanyakan,
> >
> > Pertanyaan pertama, apakah salah Ibu X memiliki penghasilan
lebih
> > daripada suami? Jawabannya tentu tidak salah, pak. Namun perlu
> > ditanyakan kembali, mengapa Ibu X kok berusaha ngotot mencari
> > tambahan? Apakah Bapak pernah mengecek, berapa belanja bulanan,
> > apakah sesuai dengan Nafkah yang Bapak sediakan? Berapa uang
masuk
> > sekolah anak-anak, uang gedung, uang buku, uang bangku, uang
pagar,
> > uang siluman? Pernahkah Bapak berapa bulan PLN sudah
menunggak?
> > Pernahkan Bapak menghitung mengapa genteng masih tetap bocor,
> > mengapa masih saja air banjir masuk rumah? Pernahkah Bapak
> > menghitung berapa harga susu Balita? Bagaimana rasanya kalau
tangal
> > belum habis sedangkan Nafkah sudah habis? Pernahkah Bapak
merasakan
> > pengorbanan Ibu, sudah harus menuruti kesombongan laki-laki,
> > sekaligus harus menyediakan roti tawar setiap hari, sedangkan
Nafkah
> > dari Bapak tidak cukup?
> >
> > Pertanyaan Bapak kedua, Mengapa istri menjadi sombong, tidak mau
> > melayani sex suami, bahkan menuntut cerai? Begini Pak, cobalah
> > bapak menghadapi tagihan dari Sumber Kredit, tagihan dari
Citibank,
> > tagihan dari PLN, dan malam-malam Bapak coba mengepel lantai
bocor,
> > lalu Bapak membayangkan bagaimana caranya bisa memiliki gairah
sex
> > di saat pinggang sudah sakit, saat kepala puyeng, saat anak-anak
> > menangis merengek sepatu, bagaimana kalau ditukar, Bapak yang
> > mengurusi tagihan dari Sumber Kredit, tagihan dari Citibank,
tagihan
> > dari PLN, dan malam-malam Bapak coba mengepel lantai bocor,
supaya
> > Bapak bisa menjaga perasaan Ibu, dan stamina Ibu supaya Ibu bisa
> > sedikit bahagia, dan bergairah?
> >
> > Pertanyaan ketiga, apakah harus bercerai? Begini lho pak. Apa
> > tujuan perkawinan? Mengapa Perkawinan diikat secara Ilahi?
Mengapa
> > kok tidak cukup seijin Mertua saja? Begini Pak, perkawinan itu
> > diikat secara Ilahi, karena menghasilkan makhluk hidup baru,
> > menghasilkan manusia baru, dan sebaiknya orang tua
mempertanggung-
> > jawabkan para makhluk hidup ini, atau bila tidak, maka berurusan
> > dengan Tuhan.
> >
> > Karena Tuhan telah sibuk mengurusi pada anak yatim, anak
terlantar,
> > anak gelandangan, anak yang terbuang, dan Tuhan sungguh sibuk
> > mengurusi teriakan minta tolong orang-orang yang sungguh
kesulitan,
> > tidak punya uang, tidak punya rejeki, teriakan istri yang
suaminya
> > selingkuh, teriakan istri yang suaminya ringan tangan, suka
memukul.
> >
> > Lalu anda sekarang masih mau merepotkan Tuhan? Dengan rengekan
> > anda, hanya karena Istri anda membantu mencari Nafkah? Lalu
anda
> > ingin menceraikan Istri anda yang sudah setengah nafas
berkejaran
> > dengan tagihan-tagihan PAM, PLN, Citibank?
> >
> > Lalu anda masih merengek kepada Tuhan mau mengorbankan masa
depan
> > anak-anak anda, hanya karena anda tidak mampu membuat kedamaian
di
> > perasaan istri anda?
> >
> > Setiap Relationship, selalu mengalami tahap-tahap sbb:
> >
> > 1. Pendekatan,
> > 2. Komitmen
> > 3. Bulan madu
> > 4. Independent
> > 5. Miserable
> > 6. Interdependent
> >
> > Pada tahap Pendekatan, amsing-masing pihak mengalami euphoria,
> > masing-masing berhidung mekar, merasa bahwa inilah pasangan
hidupku
> > selamanya. Pada masa Komitmen maka masing-masing merasa
beruntung,
> > sudah bisa menemukan jodohnya sehidup semati. Masa Bulan madu
> > adalah masa paling indah, lalu diikuti oleh perasaan
Independent.
> >
> > Kalau begini saya juga masih harus cari nafkah juga, maka lebih
baik
> > aku gak kawin, lebih baik aku kawin sama Bobby, atau Tukul,
mengapa
> > kok Istri tetangga lebih cantik? Maka timbullah pikiran bahwa
tanpa
> > pasanganpun kita bisa jalan sendiri.
> >
> > Pada masa Miserable, penderitaan ini berlanjut, dan kadung sudah
> > menikah, sudah memiliki anak, lengkaplah penderitaan.
Penderitaan
> > ini bisa berlangsung sampai 30 tahun. Hingga tiba saatnya,
masing-
> > masing menyadari bahwa pasangannya tidak sejelak, tidak seburuk
> > kedaaan orang lain, tidak kriminal, tidak judi, tidak mabok-
mabokan,
> > maka keduanya mulai saling menghargai. SALING MENGARGAI.
Itulah
> > tujuan akhir dari relationship, bukan kenikmatan, atau perasaan
> > bahagia, bukan. Saling menghormati, saling menjaga, saling
> > menghargai, saling memuji, saling bersyukur, bahwa pasangannya
> > sungguh berharga, sungguh berjasa menemani kehidupan yang penuh
> > rintangan ini.
> >
> > salam,
> > Goenardjoadi
> >
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar