Ada sesuatu yang menyesakkan hatiku tatkala membaca berita di Suara Merdeka Selasa 23 Oktober 2007 halaman C (bagian dalam "Semarang Metro") yang berjudul "Jangan-Jangan Suatu Saat Diusir" dan "Status Kewarganegaraan Diubah, WNI Keturunan Protes". Kedua artikel tersebut mengacu ke satu permasalahan yang sama, yang menimpa seseorang yang ditulis bernama Stanislaus Handjojo Rahardjo. Tatkala mengurus KK (Kartu Keluarga) yang baru setelah dia pindah ke tempat tinggal yang barudi dalam kota Semarangsekitar satu tahun yang lalu, dia mendapati dalam KK yang baru, kewarganegaraannya tertulis "WNA", meskipun dia memiliki semua bukti yang menunjukkan bahwa dia dan keluarganya adalah warga negara Indonesia, mulai dari KTP, paspor, sampai SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan RI).
Hal ini mengingatkanku pada protes Langston Hughes yang dia tuliskan dalam salah satu artikelnya yang berjudul "My America".
"This is my land America. Naturally, I love itit is homeand I am vitally concerned about its mores, its democracy, and its well-being. I try now to look at it with clear, unprejudiced eyes. My ancestry goes back at least four generations on American soiland through American blood, many centuries more. My background and training is purely Americanthe schools of Kansas, Ohio, and the East. I am old stock as opposed to recent immigrant blood.
Yet many Americans who cannot speak Englishso recent is their arrival on our shoresmay travel about the country at will securing food, hotel, and rail accommodations wherever they wish to purchase them. I may not. These Americans, once naturalized, may vote in Mississippi or Texas, if they live there. I may not. They may work at whatever job their skills command. But I may not. They may purchase tickets for concerts, theaters, lectures wherever they are sold throughout the United States. I may not. They may repeat the Oath of Allegiance with its ringing phrase of "liberty and justice for all," with a deep faith in its truthas compared to the limitations and oppressions they have experienced in the Old World. I repeat the oath, too, but I know that the phrase about "liberty and justice" does not fully apply to me. I am an Americanbut I am a colored American. (Langston Hughes Reader, 1958: 500)
Artikel di atas ditulis oleh Hughes tatkala Jim Crow Law masih berlaku di seluruh daratan Amerika Serikat. Sementara itu, dalam puisinya yang berjudul "Will V-Day Be Me-Day Too?" Hughes pun menyuarakan kepahitan yang sama:
Hal ini mengingatkanku pada protes Langston Hughes yang dia tuliskan dalam salah satu artikelnya yang berjudul "My America".
"This is my land America. Naturally, I love itit is homeand I am vitally concerned about its mores, its democracy, and its well-being. I try now to look at it with clear, unprejudiced eyes. My ancestry goes back at least four generations on American soiland through American blood, many centuries more. My background and training is purely Americanthe schools of Kansas, Ohio, and the East. I am old stock as opposed to recent immigrant blood.
Yet many Americans who cannot speak Englishso recent is their arrival on our shoresmay travel about the country at will securing food, hotel, and rail accommodations wherever they wish to purchase them. I may not. These Americans, once naturalized, may vote in Mississippi or Texas, if they live there. I may not. They may work at whatever job their skills command. But I may not. They may purchase tickets for concerts, theaters, lectures wherever they are sold throughout the United States. I may not. They may repeat the Oath of Allegiance with its ringing phrase of "liberty and justice for all," with a deep faith in its truthas compared to the limitations and oppressions they have experienced in the Old World. I repeat the oath, too, but I know that the phrase about "liberty and justice" does not fully apply to me. I am an Americanbut I am a colored American. (Langston Hughes Reader, 1958: 500)
Artikel di atas ditulis oleh Hughes tatkala Jim Crow Law masih berlaku di seluruh daratan Amerika Serikat. Sementara itu, dalam puisinya yang berjudul "Will V-Day Be Me-Day Too?" Hughes pun menyuarakan kepahitan yang sama:
When we see Victory's glow,
Will you still let old Jim Crow
Hold me back?
When all those foreign folks who've waited
Italians, Chinese, Danesare liberated
Will I still be ill-fated
Because I'm black?
Si kulit hitam yang tidak akan pernah luntur warnanya ini akan selalu termajinalkan, meskipun mereka merupakan keturunan kelima yang dilahirkan di Amerika.
Dalam film FREEDOM WRITERS, Eva Benita, salah satu tokoh sentral yang berdarah Latin mengungkapkan akar kebencian antarras yang terjadi di Amerika adalah warna kulit. "It is all about colors. It is all about people deciding what you deserve; about people wanting what they don't deserve; about white people thinking they can get anything no matter what."
Diskriminasi sosial yang terjadi di Indonesia bisa dikatakan karena warna kulit pula, namun bukan ke warna hitamyang biasanya dipakai untuk menggambarkan keturunan Afrikamelainkan warna kuning langsat dan bermata sipit. Bagi mereka yang berwarna kuning langsat dan bermata sipit akan selau dianggap sebagai "warga keturunan", dan tak akan pernah "label" itu hilang, meskipun mereka merupakan keterunan ketiga, keempat, atau lebih dalam keluarga mereka yang tinggal di Indonesia. Sejak lahir mereka telah berada di atas bumi pertiwi, menghirup udara yang ada, makan makanan yang tersedia di bumi Nusantara, menimba ilmu di sekolah-sekolah dalam negeri, bahkan mungkin pula ikut berjuang membela nama baik negara (tidak hanya selama perang kemerdekaan, namun di era sekarang ini bisa juga berjuang di bidang seni, olahraga, dll). Namun karena "dosa" yang dilakukan oleh nenek moyang merekayakni hijrah dari tanah Cina ke Nusantarapara "warga keturunan" ini seolah di'kutuk' untuk terus menerus dibuat repot tatkala mengurus surat-surat ini itu.
Kekhawatiran Stanislaus Handjojo Rahardjo "Jangan-jangan suatu saat diusir" bisa jadi bukan hanya sekedar seloroh pahit. Seperti dalam salah satu adegan dalam FREEDOM WRITERS tatkala terjadi keributan di dalam kelas sehingga Erin Gruwell berinisiatif untuk mengatur tempat duduk para siswanya, seorang anak memandang sekelompok anak-anak keturunan Asia, sembari berkata sengit, "You all go back to China!"
Berita yang dimuat satu hari setelah itu, Rabu 24 Oktober 2007 yang berjudul "KK yang Salah Langsung Direvisi", memberikan penjelasan bahwa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil segera melakukan revisi "setelah kasus tersebut dilansir di beberapa media massa.". Alasan atas kejadian "kesalahan" tersebut karena KK ditebitkan pada masa transisi, yakni perubahasan sistem kependudukan dari Simduk menjadi SIAK yang berbasis komputer. Adanya perubahan kolom serta isian-isiannnya berpotensi menimbulkan kesalahan pengisian.
Pertanyaanku adalah, "Kok bisa?" Manusia yang dianugerahi akal pikiran, mengapa bisa "dikalahkan" oleh komputer, yang meskipun merupakan alat canggih namun tetap saja merupakan hasil ciptaan manusia? Bukankah yang mengisi kolom-kolom itu manusia? Satu tahun yang lalu, pernyataan pak Lurah dimana Stanislaus Handjojo Rahardjo bertempat tinggal, "Memang peraturan yang baru begitu" tatkala ditanya oleh pak RT tentang kasus tersebut merupakan salah satu bentuk ketidaktahuan (atau ketidakpedulian karena toh orang itu "warga keturunan", sehingga mereka bisa dianggap hanya sebagai menumpang tinggal di Indonesia?) aparat pemerintah terhadap apa-apa yang terjadi, yang bisa jadi merugikan warga negara.
Anyway, talking about racial dicrimination, prejudice, violence or whatever the name is seems like it will never come to an end.
Padahal jika kita kembali ke masa ribuan tahun yang lalu, tatkala konon daratan di bumi ini masih sambung menyambung, sehingga memudahkan nenek moyang kita dulu bermigrasi, siapa yang merasa memiliki hak untuk mengklaim bahwa satu daratan hanya boleh dimiliki oleh sekelompok manusia saja, sedangkan yang lain harus menyingkir. Apakah yang terjadi pada masa-masa itu, sehingga migrasi yang dilakukan oleh nenek moyang kita akhirnya "menghasilkan" seperti yang kita kenal sekarang ini, mereka yang berkulit kuning tinggal di daerah Asia, berkulit putih di Eropa, kulit hitam di Afrika, kulit merah di Amerika (yang akhirnya pun dimarjinalkan oleh kaum kulit putih setelah mereka bermigrasi ke Amerika). Khusus untuk daerah Asia, mengapa yang berkulit kuning langsat dan memiliki bentuk mata "oriental" kebanyakan terletak di daratan Cina dan sekitarnya, sedangkan yang berkulit sawo matang dan bermata lebar di daratan equator. Tentu karena iklim yang berbeda. Khusus untuk daerah Nusantara, mengapa yang berkulit sawo matang akhirnya merasa yang paling berhak untuk menjadi "pribumi"?
(Imagining if my great great great grandparents had migrated to the land named America after being "colonized" by Columbus and his people, would I have red skin and consequently be marginalized by the white?)
PT56 14.30 241007
Minds are like parachutes, they only function when they are open.
(Sir James Dewar)
visit my blogs please, at the following sites
http://afemaleguest.blog.co.uk
http://afeministblog.blogspot.com
http://afemaleguest.multiply.com
THANK YOU
Best regards,
Nana
visit my blogs please, at the following sites
http://afemaleguest
http://afeministblo
http://afemaleguest
THANK YOU
Best regards,
Nana
____________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar