Baru baca bagian obrolan Pak Jusuf dengan Mas Edy ini. Ingin numpang komentar sedikit :)
> --- In psikologi_transform
atif@yahoogroups .com, Jusuf Sutanto
> jusuf_sw@ wrote:> > Kepada mahasiswa psikologi saya selalu ajukan pertanyaan mendasar sbb. :
> > Sebagai seorang psikolog, misalnya menganut agama (bisa apa saja),
> ketika menghadapi client (kebetulan seagama) yang sedang konsultasi
> mengatasi masalah kehidupannya yang serius.
> > Bolehkah anda menggunakan ayat dari kitab, yang anda berdua
> sama-sama yakini, untuk mengatasi masalahnya ?
> > Umumnya secara spontan mereka menjawab : tidak boleh. Mengapa ?
> > Karena fungsi psikolog dan rohaniwan lalu menjadi tumpang tindih !
> > Sebagai psikolog, ia telah memasuki domain rohaniwan.
> > Dua profesi ini dibutuhkan oleh masyarakat, tapi tidak bisa
> dicampuradukkan, karena tugasnya harus dilaksanakan secara profesional.
> > Profesi Psikolog memberikan bimbingan dan mengajak client untuk
> memahami masalah dan dirinya supaya bisa memecahkan persoalan hidupnya.
> > Dalam kondisi menghadapi client yang gawat, memang itu bisa dipakai,
> tapi harus dengan sangat hati-hati dan segera diikuti tindak lanjut
> dengan kaidah-kaidah yang sesuai dengan ilmu psikologi.
Komentar sedikit: setahu saya dalam psikologi prinsip dasarnya saat menghadapi klien (tentu yang masih bisa diajak bicara) adalah menjadi cermin bagi klien, sehingga kita bisa membantu klien untuk menemukan sendiri cara mengatasi masalahnya. Psikolog tidak mengatasi masalah klien, psikolog memfasilitasi sehingga klien menemukan sendiri cara mengatasinya. Itu sebabnya psikolog pada hakikatnya tidak tell the client what to do, melainkan stimulate the client to find the insight himself :)
Kaitannya dengan ayat2 agama.. well, setahu saya, yang tidak boleh dilakukan adalah tell the client what to do dan menggunakan ayat2 agama itu sebagai patokannya :). Bukan penggunaan ayat2 agamanya. Namun, jika memang masalah si klien sedikit banyak berkaitan dengan konflik internal atas pemahamannya terhadap ayat2 agama, justru agak kurang tepat jika kemudian kita tidak "nyemplung" bicara dengan bahasa yang sama :)
Saya malah baru dengar tuh bahwa praktek seperti itu (menggunakan ayat2 agama) bisa dilakukan dalam menghadapi klien yang gawat ;) Kenapa ya, jika menghadapi klien gawat lantas diperbolehkan menasihati dengan ayat? Dan kategori gawat itu seperti apa ;)?
Ngomong2, kalau menurut Pak Jusuf, ayat agama nggak boleh untuk mengatasi masalah. Kalau cerita2 Zen boleh atau tidak, Pak ;)? Bukankah pada dasarnya ayat agama dan cerita Zen mengandung "kearifan" yang sama jika dibaca secara benar ;)? Soalnya kan Bapak bertanya demikian:
> > Apakah tidak sebaiknya Kearifan Timur dimasukkan juga dalam
> derivat aliran psikologi yang selama ini dimonopoli oleh barat ?
Kalau saya sih termasuk yang OK-OK aja dengan pendekatan baru yang disebut sebagai Psikologi Islami, dan setuju2 saja dengan memasukkan unsur Zen dalam psikologi. Kedua2nya saya lihat punya "kearifan" yang sama, namun beda target market saja :) Jadi.. dasar saya adalah kandungan kearifannya, bukan ayatnya.. hehehe..
Salam,
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar