Betul Audi. Bahkan, kalo menurut semioticians lain, seperti Peirce, bukan cuma
dua aspek yang mesti diperhitungkan dalam proses penandaan, melainkan tiga.
Satu yang tak tersentuh ooleh Saussure atau Barthes adalah subjek pelaku
pemaknaan, yakni manusia. Ini yang cenderung dilupakan dalam metode-metode
struktural pada umumnya, termasuk semiotika mainstream.
Kalo kata tuyul, "liyan" itu gak ada lho. Pokoknya yang gak bisa hadir sendiri
tanpa diwakili penanda, dia gak masuk dalam wilayahnya SAINS. He he he. Jadi
semiologi (semiotika) itu bukan sains, sebab kerjanya cuma mewakili yang liyan
dengan cara metonimis.
manneke
Quoting audifax - <audivacx@yahoo.
> Kecerdasan (Membaca) Liyan II
>
>
> Saya tertarik mengeksplorasi lebih jauh pendapat Manneke Budiman mengenai
> kecerdasan semiotik. Kita sama-sama tahu bahwa semiotik bekerja atas dasar
> prinsip kehadiran menggantikan sesuatu yang tak bisa hadir. Dalam semiotika
> Saussure (yang sempat disinggung Manneke sebagai semiologi), penanda adalah
> figurasi untuk menggantikan yang tak bisa hadir, yaitu petanda. Konsep
> akustik adalah pengganti bagi konsep mental. Kata adalah pengganti makna.
>
>
> Pertanyaan saya untuk diskusi lebih lanjut: Jika semua kecerdasan adalah
> juga kecerdasan semiotik seperti sempat diafirmasi oleh Manneke, maka
> pertanyaan selanjutnya: "Tidakkah semua kecerdasan juga mesti memperhitungkan
> tak hanya penanda tapi juga petanda?"
>
>
> Dalam bahasa yang lebih lugas: "Tidakkah setiap kecerdasan mesti
> memperhitungkan juga adanya Liyan yang tak bisa hadir dan kehadirannya
> digantikan oleh figurasi tertentu?"
>
>
> Mohon pencerahannya dari Pak Manneke atau siapa saja yang mau ikutan
> menjelaskan
>
>
>
>
> ------------
> Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar