Aku udah baca sekilas Multiple Intelligence-
Ada satu hal aku engga paham. Ini beneran. Makanya sekarang mau
nanya, siapa tahu ada yang bisa menjelaskan. Siapa tahu Bude Ratih
bisa menjelaskan juga
Kenapa Gardner tidak menyertakan Emotional Intelligence? Apakah
sudah termasuk dalam salah satu kecerdasan yang ada dalam teorinya?
Thanks before
--- In psikologi_transform
<personalgrowth@
>
> On 1/8/08, ratih ibrahim <personalgrowth@
>
> > ada beda tipis antara terlalu pintar, terlalu goblok dan terlalu
gila...
> > tipisssssssssssssss
>
>
>
> melanjutkan email terdahulu, saya mengirimkan sebuah tulisan lagi
di bawah
> ini.
> ini adalah bagian dari psikolog positif.
> untuk apa?
> untuk bahan kuliah dan pembekalan diri.
> mumpung saya lagi agak rajin online hari ini....
>
> maksud tulisan ini ?
> mengingatkan, bahwa penanganan yang keliru, apapun rasionalisasi
yang
> menyertainya, tidak bakal berhasil membantu anak mengembangkan
potensi
> kecerdasan dirinya secara benar, apalagi optimal...
> melainkan, bisa membuatnya jadi goblok....
> atau gila...
>
> ------------
------------
> Semua Anak Pintar : Sebuah tinjauan tentang Multiple Intelligences
Di susun
> oleh Ratih Andjayani Ibrahim, Psikolog
>
>
>
>
> Anak itu Berharga Bagi orangtuanya anak itu penting. Ia sangat
berharga.
> Ia sangat istimewa. Dan saya yakin, semua orangtua yang normal
juga akan
> memiliki penghayatan yang demikian terhadap anak-anaknya. Intinya,
bagi
> orangtua, anak adalah harta yang tak ternilai lantaran luar biasa
> berharganya. Karenanya, saya juga yakin bahwa setiap orangtua
mengidamkan
> masa depan yang sangat baik untuk anak-anaknya. Tidak hanya
mengidamkan
> tetapi juga berusaha keras agar bisa mengakomodasi segala
kebutuhan untuk
> membuat anak mampu tumbuh secara optimal, sebagai individu yang
hebat dan *
> happy[1]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> *. Dan hal ini, adalah sesuatu yang hingga saat ini saya yakini
tentang
> relasi antara orangtua anak.
>
>
>
> Bahkan ada seorang ahli pendidikan, John Gray Ph.D yang bilang
bahwa
> "Anak-anak berasal dari Surga". Dan saya sangat setuju dengan
pendapatnya! Anda
> pasti ingat bagaimana Anda dipenuhi sukacita yang sangat ketika
mengetahui
> diri Anda atau pasangan Anda hamil. Dan memang betul, banyak orang
yang
> percaya bahwa kehadiran anak-anak akan menggenapi kebahagiaan
dalam sebuah
> keluarga. Dengan menjadi orangtua, pada dasarnya kita sebuah
kehormatan
> besar, langsung dari Tuhan sendiri. Bagaimana tidak, jika berarti
kita jadi
> terlibat secara langsung dalam karya penciptaan Allah? Jadi
bayangkan betapa
> berharganya seorang anak. Ia dikirim langsung dari surga!
>
>
> Memesan Anak Kepada Tuhan
>
>
>
> Meski demikian, sekarang saya mengajak kita semua kembali ke masa
awal
> sebelum anak-anak kita hadir. Coba ingat-ingat, pernahkah dulu
kita berdoa,
> meminta diberi anak dengan kriteria tertentu? Ingin anak yang
sehat, yang
> pintar, yang hebat, yang cakep, yang keren..... ingin anak lelaki,
ingin
> anak perempuan, dst, dst.... Nah, kita memesan anak kepada Tuhan!
Saya
> yakin, pesanan kita pasti yang bagus-bagus.
terjadi pada
> saat si bocah betulan hadir? Mungkin sebagian dari kita menjadi
begitu
> senang, sampai melupakan segala pesanannya. Yang penting pokoknya
anaknya
> okelah. Atau ada yang kecewa, karena kok ternyata tidak sesuai
amat dengan
> harapan kita. Apakah jangan-jangan Tuhan salah mengirimkan pesanan
kita?
>
>
>
> Percayalah, Tuhan pasti tidak akan becanda untuk hal sepenting ini.
> Karenanya, saya juga yakin Tuhan tidak salah kirim. Masalahnya
adalah cukup
> mampukah kita menerima si anak, dan memahami segala keistimewaan
yang ia
> miliki.?
>
>
> * * *Successful Parents*
>
> * *
>
> Siapa sih yang tidak ingin berhasil dalam menjalankan perannya
sebagai
> orangtua? Siapa yang tidak ingin punya anak-anak yang sehat,
normal, dan
> pintar? Dan untuk itu orangtua juga ingin bisa membimbing anak-
anaknya agar
> bisa tumbuh menjadi anak yang hebat. Untuk itu pula, maka biasanya
para
> orangtua akan mengupayakan dengan sekuat tenaga agar bisa
mengakomodasi
> segala harapan-harapan luhur bagi anaknya. Sayangnya, acapkali
> harapan-harapan
> yang baik tersebut kemudian berubah menjadi ambisi. Apalagi ketika
kita
> mulai membandingkan anak kita dengan anak-anak lainnya. Bukan
tidak mungkin
> ego kita jadi terusik. Lalu tanpa sadar kita mulai memasang
standard tinggi
> untuk menjadikan anak kita menjadi "hebat" sesuai dengan versi
yang kita
> punya, tanpa sungguh-sungguh mampu memahami keunikan dan kapasitas
si anak.
> Hal ini bisa memicu frustrasi baik di anak maupun orangtuanya.
>
> Pertanyaannya sekarang, apakah anak kita memang pintar? Apakah
anak kita
> hebat? Ya! Saya menjawab : YA !!! Semua anak pintar. Semua anak
cerdas.
> Semua anak hebat. Tergantung apa definisi kita tentang hebat,
cerdas dan
> pintar itu sendiri. Lalu kalau anak saya pintar, kenapa dia mentok
di sana
> sini? Apa yang salah? Di mana yang keliru? Bagaimana menyikapinya?
>
>
>
> "Dosa "kita sebagai orangtua sebagaimana yang saya katakan
sebelumnya
> adalah, kita sering tidak mampu memahami bahwa tidak ada satupun
anak yang
> sama persis dengan anak lainnya. Ketika membandingkan anak kita
dengan
> anak-anak lainnya, ego kita terusik. Kita ingin anak kita seperti
anak lain.
> Kita ingin anak kita bisa lebih hebat dari anak yang lain.
Misalnya, ketika
> anak-anak di sekitar kita beramai-ramai les biola, karena konon
baik untuk
> mengoptimalkan kecerdasan, kita juga memaksa anak kita untuk ikut
les biola.
> Dan lalu kita memaksa dia untuk berlatih biola supaya kalau bisa
anak kita
> lebih mahir bermain biola dibandingkan teman-temannya. Atau,
misalnya karena
> saat ini les bahasa Mandarin sedang jadi trend, anak kita pun kita
ikutkan
> les bahasa Mandarin. Padahal tak satupun anggota di rumah yang
berbahasa
> Mandarin. Belum lagi les-les yang lain-lain. Padahal, belum tentu
segala
> kegiatan yang kita "paksakan" kepada anak itu cocok untuk anak.
>
>
>
> Setiap kali kita membaca buku tentang *parenting*, bertemu dengan
para pakar
> perkembangan dan psikolog, biasanya kita diingatkan, bahwa setiap
anak itu
> unik, istimewa dan berharga. Karena memang masing-masing anak
memiliki
> karakteristiknya sendiri, bakatnya sendiri, keistimewaannya
sendiri. Dan
> dalam hal ini peran orangtua dalam pendidikan anak adalah luar
biasa
> penting. Di sekolah, peran tersebut diwakilkan kepada kepala
sekolah
> sebagai orangtua dari sebuah keluarga bernama sekolah, dan kepada
guru
> sebagai orangtua keluarga di kelas. James
> Stetson.[2]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> mengatakan tentang orangtua yang berhasil sebagai berikut :
*"Successful
> Parents realize that children grow up not when they can take care
of
> themselves but when they can take care of others and want to."
*Jadi, coba
> bayangkan betapa sebuah penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak
kita
> bukanlah sebuah proses yang main-main. Ada sebuah tanggung jawab
yang sangat
> besar di situ. Tidak hanya untuk si anak sendirian, melainkan
untuk semua
> anak lainnya. Untuk seluruh bangsa dan masa depannya.
>
>
>
> Nah sekarang apa yang perlu kita lakukan bersama anak kita? Agar
metode
> belajar *learning[3]
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> * yang kita selenggarakan bagi anak sesuai? Sehingga proses
belajarnya bagi
> anak menjadi efektif? Dan agar efek dari belajar terjadi akan
menguat?
>
>
>
>
> Mengidentifikasi Kecerdasan dan Bakat Anak
>
>
>
>
>
> Menjadi orangtua jelas bukan sebuah profesi yang mudah. Kita tidak
pernah
> berskolah secara khusus untuk menjadi orangtua yang hebat. Kita
belajar
> menjadi orangtua yang sebaik mungkin bisa kita upayakan dari
seluruh
> pengalaman hidup kita, termasuk dari kesalahan-kesalahan yang kita
lakukan.
> Namun saya sungguh percaya, bahwa pada dasarnya setiap orangtua
sayang pada
> anaknya. Sehingga, jika dalam prakteknya "tanpa sengaja" terjadi
> kesalah-kesalahan dalam mengekspresikannya, saya yakin hal ini
bukan
> lantaran si orangtua kurang mengasihi anaknya. Melainkan karena
mungkin ia
> masih kurang mampu mengenali anaknya, untuk kemudian memahami si
anak, lalu
> menemukan cara yang paling pas untuk bekerja bersama si anak.
>
>
>
> Saya katakan, bekerja bersama anak. Perhatikan kata : bersama
anak. Sebuah
> pendidikan untuk anak tidak akan bisa berhasil, tanpa kerja sama
dari anak.
> Untuk bisa berhasil sebagai orangtua kita harus mampu bekerja
bersama anak.
> Dan untuk itu, selain kasih sayang, penghargaan dan penerimaan
terhadap
> anak, kita juga perlu memahami sang anak, dengan segala kapasitas
yang
> dimilikinya, karakter, bakat, potensi serta kecerdasannya.
>
>
>
> Cara yang paling umum dilakukan adalah orangtua membawa anaknya ke
dokter
> anak, untuk mengenali segala yang berkaitan dengan perkembangan
fisiologis
> anak. Lalu ke psikolog., untuk menggali segala potensi yang
dimiliki anak,
> baik kecerdasan, minat, bakat dan karakteristik kepribadian anak.
Dan yang
> terutama biasa diminta orangtua kepada psikolog adalah tes IQ.
Mengapa?
> Karena tes IQ itu penting. Mengapa penting? Karena diminta oleh
> sekolah. Karena
> orangtua ingin tahu, agar bisa mengarahkan anak secara lebih
tepat. Supaya
> bisa mengantisipasi keberhasilan maupun kegagalan anak di sekolah.
Pokoknya
> IQ itu penting sekali.
>
>
>
> Ketika ditanya tentang apakah IQ? Maka secara umum IQ bisa
dikatakan sebagai
> sebuah ukuran kecerdasan, kecepatan kita dalam berfikir,
*intellectual
> skill.*[4]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> **
>
> * *
>
> * *
> Sebetulnya Kecerdasan itu Tunggal atau Majemuk lebih dari satu?
>
> * *
>
> Pertanyaannya sekarang, adalah sebetulnya kecerdasan itu tunggal
atau lebih
> dari satu sih? Jika hanya satu, mengapa ada berbagai aspek lain
yang
> menonjol pada anak kita dan tidak pada anak lainnya? Apakah itu
bukan
> manifestasi dari kecerdasan juga?
>
>
>
> Sampai saat ini masih sangat banyak dari kita yang mengira
kecerdasan hanya
> ada satu. Yaitu kecerdasan inteletual. Kecerdasan intelektual,
adalah
> kecerdasan yang terutama dibutuhkan di bangku sekolah. Kecerdasan
yang ini
> akan diukur dan biasanya diberi nilai selama seorang anak mengenyam
> pendidikan di sekolah. Berdasarkan nilai yang diperoleh ia akan
mendapatkan
> "label" sebagai anak yang pintar atau bukan. Dan biasanya, ada
nilai dari
> mata pelajaran tertentu yang dipercaya bahwa secara signifikan ia
> berkorelasi dengan kecerdasan anak. Salah satunya adalah
matematika. Yang
> terjadi kemudian adalah, kita jadi *over postioning* terhadap mata
pelajaran
> yang satu ini. Bahkan kemudian juga terhadap mata pelajaran lain
yang
> bersinggungan dengan matematika, yaitu fisika dan kimia. Kebetulan
ketiganya
> merupakan mata pelajaran utama dalam kelompok bidang ilmu eksakta.
Oleh
> karena itu kita kemudian mengira anak-anak yang mampu menggeluti
bidang ilmu
> ini adalah anak-anak yang superior, lebih cerdas ketimbang anak-
anak
> lainnya.
>
> Masalahnya sekarang, mana ada sih orangtua yang tidak kepingin
anaknya
> termasuk kelompok anak-anak cerdas, anak-anak hebat itu.Mengapa?
Karena alam
> bawah sadar kita percaya bahwa yang kuat yang menang. Yang
superior akan
> lebih unggul. Yang lebih unggul akan lebih berhasil dalam hidup.
Karenanya
> apa yang kemudian dilakukan? Masuk bidang eksakta lalu dijadikan
tujuan.
> Kalau perlu anak dipaksa, dimotivasi, diberi les habis-habisan
agar bisa
> jago dalam matematika, dan/atau masuk jurusan IPA.
>
> Adalah Howard Gardner yang kemudian membuka mata dunia, termasuk
kita, bahwa
> ternyata kecerdasan tidak bersifat tunggal. Kecerdasan ada
beraneka ragam.
> Dan setiap orang, juga anak, memiliki karakteristik kecerdasannya
> sendiri-sendiri. Kecerdasan pada setiap orang bersifat sangat
subyektif,
> dengan kekuatannya sendiri-sendiri, pun variasinya sendiri-sendiri.
>
> *Siapakah Howard
> Garner[5]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> ?*
>
> *I want my children to understand the world, but not just because
the world
> is fascinating and the human mind is curious. I want them to
understand it
> so that they will be positioned to make it a better place.
Knowledge is not
> the same as morality, but we need to understand if we are to avoid
past
> mistakes and move in productive directions. An important part of
that
> understanding is knowing who we are and what we can do...
Ultimately, we
> must synthesize our understandings for ourselves. The performance
of
> understanding that try matters are the ones we carry out as human
beings in
> an imperfect world which we can affect for good or for ill.
> (Howard Gardner 1999: 180-181)*
>
>
>
> *Apakah yang dimaksud dengan "Multiple Intelligences"
>
> Pada mulanya Gardner mengindentifikasi kecerdasan kedalam 7
kecerdasan
> utama, yaitu :
>
> 1. Verbal/ Linguistic
>
> 2. Logical/Mathematica
>
> 3. Visual/Spatial
>
> 4. Bodily/Kinesthetic
>
> 5. Musical
>
> 6. Interpesonal
>
> 7. Intrapersonal
>
> *Linguistic intelligence* - melibatkan kepekaan terhadap
*spoken* *
> language* dan *written language*, kemampuan untuk mempelajari
bahasa-bahasa,
> dan kapasitas untuk menggunakan bahasa demi mencapai tujuan-tujuan
tertentu.
> Termasuk juga kemampuan untuk secara efektif menggunakan bahasa
untuk
> mengekspresikan dirinya secara *rhetorically* atau *poetically*
dan
> menggunakan bahasa sebagai sarana untuk mengingat informasi.
*Writers* -
> penulis, *poets*, *lawyers* dan *speakers* adalah yang oleh
Gardner dinilai
> memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi.
>
> *Logical-mathematic
> menganalisa permasalahan secara logis, memecahkan perhitungan-
perhitungan
> matematika, menelaah berbagai permasalahan secara ilmiah.
Berdasarkan
> Gardner, yang termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk
mendeteksi pola,
> menalar secara deduktif dan berfikir logis. Tipe kecerdasan
demikian
> memiliki asosiasi yang kuat dengan ilmu pengetahuan dan pemikiran
> matematika.
>
> *Musical intelligence - * melibatkan ketrampilan yang
dibutuhkan untuk
> tampil dalam sebuah pertunjukan, komposisi, dan apresiasi terhadap
pola-pola
> musikal. involves skill in the performance, composition, and
appreciation of
> musical patterns. Termasuk di dalamnya kapasitas untuk mengenali
dan membuat
> komposisi musik dari *pitches*, *tones*, dan *rhythms* irama.
Menurut
> Howard Gardner musical intelligence secara struktural bersejajar
dengan
> linguistic intelligence.
>
> *Bodily-kinesthetic intelligence* - membutuhkan potensi untuk
menggunakan
> seluruh atau sebagian dari tubuh untuk mengatasi masalah - *to
solve
> problems*. Yang merupakan *bodily-kinesthetic intelligence*
merupakan
> kemampuan untuk menggunakan kemampuan mental untuk
mengkoordinasikan
> gerakan-gerakan tubuh. Dalam hal ini Gardner melihat bahwa
aktivitas mental
> dan fisik ternyata saling berhubungan.
>
> *Spatial intelligence - *melibatkan potensi untuk mengenali dan
> menggunakan pola ruang dalam lingkup ruang yang luas maupun yang
terbatas.
>
> *Interpersonal intelligence* - memperhitungkan kapasitas yang
dimiliki
> untuk memahami intensi, motivasi, hasrat dari orang lain. Empati.
Ia
> memungkinkan orang untuk bisa bekerja secara efektif dengan orang
> lain. Pendidik
> *educators*, *salespeople*
*
> counsellors* adalah mereka yang membutuhkan *a well-developed
interpersonal
> intelligence*
>
> *Intrapersonal intelligence* - membutuhkan kapasitas untuk bisa
memahami
> diri sendiri, untuk menghayati dan menghargai perasaan, ketakutan,
harapan
> dan motivasi diri sendiri. Menurut Howard, *Intrapersonal*
> *intelligence* melibatkan
> kemampuan untuk secara efektif bekerja dengan diri sendiri, dan
sanggup
> mengatur diri sendiri.
>
> Di luar 7 kecerdasan yang dijelaskan di atas, ternyata masih ada
> bentuk-bentuk kecerdasan tambahan lainnya, yang saling berkaitan
dan
> mendukung terbentuknya kecerdasan yang lainnya, yaitu :
>
> - naturalistic intelligences
> - spiritual intelligences
> - existential intelligences
> - moral intelligences
>
> *Naturalistic intelligences *memungkinkan manusia untuk mengenali,
membuat
> kategori pengelompokkan, dan menggambarkan beraneka macam
keistimewaan
> yang ada di lingkungannya. Kecerdasan ini menggabungkan antara
gambaran
> tentang kemampuan dasar manusia dengan karakter-karakter peran
dalam
> berbagai nilai budaya.
>
> *Bagaimana cara mengidentifikasi kecerdasan yang ada pada saya?*
>
> Setelah lebih memahami betapa berbedanya kecerdasan yang kita
punya, bahwa
> setiap orang memiliki perbedaan individual yang sangat unik, kita
jadi ingin
> tahu bagaimana mengidentifikasinya bukan? Ada beberapa cara yang
bisa
> dilakukan. Diantaranya adalah mengobservasi diri sendiri secara
lebih
> cermat. Kita juga bisa meminta masukan dari orang lain yang bisa
dipercaya.
> Selain itu kita bisa mencoba menjawab beberapa
> kuis[6]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> yang bertujuan mengukur
> *multiple intelligences* kita. Pertanyaan selanjutnya adalah
seberapa jujur
> kita mengamati diri kita sendiri dan dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan
> tersebut. Mungkinkah ada harapan-harapan bawah sadar yang terikut
di situ,
> sehingga mempengaruhi kualitas jawaban kita?
>
> Nah, hal yang sama juga terjadi pada anak kita. Tentu semakin muda
usia anak
> akan semakin sulit bagi dia untuk menjawab pertanyaan-pertanya
dalam kuis.
> Pun untuk mencermati dirinya sendiri. Kitalah yang harus
melakukannya bagi
> si anak. Tetapi sekali lagi, apakah kita mampu sungguh-sungguh
peka dan
> jujur dalam mengamati maupun menjawab kuis tersebut untuk anak?
>
> Mengapa penting untuk bisa mendeteksi kecerdasan anak sejak dini
adalah
> agar, mudah-mudahan kita bisa pas dalam membantu anak
mengembangkan dirinya
> secara lebih sesuai dengan karakteristik yang ia miliki, dan
tentunya juga
> lebih optimal.
>
> *Setelah teridentifikasi, lalu apa?*
>
> Sangat penting kita sadari bahwa mengenali MI itu bukan tujuan. MI
adalah
> sarana untuk mengenal anak dan seluruh kapasitas potensinya secara
lebih
> baik. Setelah memperoleh hasilnya, kita akanmelihat variasi-variasi
> kecerdasan yang ada pada anak. Pertanyaan sekarang, adalah apa
yang bisa
> saya lakukan untuk membantu anak berkembang?
>
> Menurut Gardner ada hal-hal yang dibutuhkan untuk membantu
mengembangkan MI
> pada anak-anak kita, sebagai berikut :
>
> 1. *Culture: support for diverse learners and hard work. *
Acting on a
> value system which maintains that diverse students can learn and
succeed,
> that learning is exciting, and that hard work by teachers is
necessary.
>
> 2. *Readiness: awareness-building for implementing MI.
*Building staff
> awareness of MI and of the different ways that students learn.
>
> 3. *Tool*: MI is a means to foster high quality work. Using
MI as a
> tool to promote high quality student work rather than using the
theory as an
> end in and of itself.
>
> 4. *Collaboration*
ideas and
> constructive suggestions by the staff in formal and informal
exchanges.
>
> 5. *Choice*: meaningful curriculum and assessment options.
Embedding
> curriculum and assessment in activities that are valued both by
students and
> the wider culture.
>
> 6. *Arts*. Employing the arts to develop children's skills
and
> understanding within and across disciplines.
>
>
>
> *Bagaimana cara menyelenggarakannya
>
> Nah, untuk hal yang terakhir ini, adalah tugas kita untuk bersama-
sama, juga
> bersama anak, untuk menemukannya.
>
>
> -o0o-
> ------------
>
> [1]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> Biddulph,1998, The Secret of Happy Children, Harper Collins
Publishers
>
> [2]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> School Principal and Author, in Andrew Mullins, 2005. Parenting for
> Character. Equipping Your Child for Life.
>
>
>
> [3]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> A. Sprinthall, Richard C. Sprinthall, 1990. Educational
Psychology
> A Development Approach. 5th edition. Mac Graw-Hill Publishing
Company.
>
>
>
> *Learning referring to a process that leads to a relative
permanent change
> in behavior resulting from past experience. Thus such activities
as
> acquiring physical skills, memorizing poems, acquiring attitudes
and
> prejudices or even tics and mannerisms are all examples of
learning.
> Learning may be conscious or unconscious, adaptive or maladaptive,
overt or
> covert. Although the learning process is typically measured on the
basis of
> a change in performance, most psychologists agree that an
accompanying
> change occurs within the nervous system. Though there are a great
many
> theories and explanations concerning learning, there is general
agreement
> regarding its definition.*
>
> * *
>
> [4]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> Ken
> Russell & Philip Carter, 1999. Test Your IQ, Foulsham The
Publishing House.
>
> * *
>
> *IQ is the abbreviation for Intelligence Quotient. The dictionary
definition
> of quotient is 'the number of times one quantity is contained
within
> another'. The definition of intelligence is 'intellectual
skill', 'mental
> brightness', quick of mind'.*
>
> * *
>
> *When measuring the IQ of a child, the child would attempt an
intelligence
> test which had been given to thousands of children, and the results
> correlated so that the average score had been assessed for each
age group.*
>
> [5]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> dalam "Short Biography of Howard Gardner"
>
> [6]<http://mail.
ui=1&ik=76845a1764&
vap=1&qt=&zx=
> Lihat
> "Self Quiz"
>
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar