Bude Tih,
Lebih akan baik bude Tih nulis tulisan yang seperti ini saja. Bisa
bermanfaat buat orang lain dan bude Tih sendiri. Cuma harus konsisten
jangan coba-coba nekat jadi orang iseng lagi yach :). Hidup itu nga
selamanya bisa buat main-main, ada limitnya...
Good Luck
e-link:
http://groups.
--- In psikologi_transform
<personalgrowth@
>
> Hai,
> Saya hanya ingin membagi tulisan atas wawancara dengan sebuah majalah
> perempuan Indonesia.
> Mudah-mudahan membantu mencerahkan.
>
> Best,
> Ratih Ibrahim
> **
> *Menyiapkan Masa Depan Si Kecil dan Kaitannya dengan Kelekatan
Emosional*
>
>
>
>
>
> *1. **Jelaskan yang dimaksud dengan Kelekatan Emosional (Emotional
> Attachment)? *
>
>
>
> Emotional attachment adalah sebagaimana yang diterjemahkan di sini
sebagai
> kelekatan emosional. Apakah itu? Intinya, emotional attachment yang
positif
> mengandung unsur kasih sayang, hormat, keakraban, perasaan dekat,
perasaan
> bahwa ia didukung, serta semua emosi positif lain yang saling dimiliki,
> saling mengait dan melekat satu sama lain secara utuh, menyeluruh antara
> mereka yang saling berhubungan. Dan memang hubungan antara ibu dan
anak yang
> sehat adalah contoh konkretnya. Sejak ada terbentuk dan lalu tumbuh
dalam
> rahim ibu, sampai ia dilahirkan dan dirawat dalam pengasuhan ibu,
selama itu
> pulalah terjalin sebuah ikatan *biopsikologis* yang menjadi dasar
emotional
> attachment yang luar biasa antara anak dengan ibunya, dan sebaliknya.
>
>
>
> Para ahli perkembangan meyakini kelekatan emosional yang positif ini
> memiliki nilai yang luar biasa pentingnya sebagai dasar perkembangan
anak
> menjadi pribadi yang sehat dan utuh. Tentu saja modal yang begini
baik ini
> harus senantiasa dibina dalam sebuah lingkungan yang kondusif dan penuh
> kasih sayang.
>
>
>
>
>
> *2. Apakah Kelekatan Emosional terbesar terdapat dalam hubungan
antara ibu
> dengan anak kandungnya? Atau antara suami-istri? Atau dalam hubungan
> lainnya?*
>
>
>
> Contoh kelekatan emosi yang paling kelihatan, memang terutama bisa kita
> lihat pada hubungan anak dengan ibunya. Namun pada dasarnya hal ini bisa
> terjadi antara siapa saja. Terutama mereka yang signifikan, penting
dengan
> diri kita. Semakin penting orang tersebut, semakin besar peran yang
> bersangkutan terhadap hidup kita dan semakin besar kenyamanan
emosional yang
> diperoleh dengan hadirnya orang tersebut, semakin besar kelekatan
emosional
> yang ada. Itu sebabnya kelekatan ini terutama terjalin antara anak
dengan
> ibunya. Dan mengapa begitu besar, karena ada sebuah ikatan biopsikis
yang
> sudah terjalin secara naluriah sejak kehadiran sang anak dalam kehidupan
> ibunya, sejak ia tumbuh sebagai janin dalam kandungan ibunya.
>
>
>
> Bagaimana dengan suami dan istri? Apakah ada kelekatan emosional
juga? Jelas
> ya. Ketika sepasang sejoli menikah, umumnya pernikahan tersebut
didasarkan
> pada cinta, harapan, keyakinan bahwa dengan bersama-sama mereka akan
mampu
> membangun kehidupan yang lebih baik, lebih bahagia. Umumnya juga
mendasarkan
> kecocokan satu sama lain sebagai dasar mengapa mereka memilih
pasangannya.
> Kecocokan itu memberikan rasa nyaman besama-sama. Ada rasa selalu ingin
> bersama-samaAda rasa bahwa pasangannya mendukung dirinya, begitupun
> sebaliknya. Ada rasa lebih aman dengan bersama-sama, lebih mantap
dan lebih
> lengkap ketika bersama-sama. Termasuk juga ada rasa kehilangan, rasa
kuatir,
> kekosoangan ketika tidak bersama-sama. Sehingga timbul juga rasa kuatir,
> ketakutan ditinggal pasangannya.
>
>
>
> Nah semua ini adalah bentuk adanya kelekatan emosional yang ada
antara suami
> istri. Dalam bentuk yang mirip namun dengan perwujudan maupun intensitas
> yang berbeda, kelekatan emosi ini juga ada pada hubungan-hubungan yang
> lain.
>
>
>
> *2.* *Mengapa Kelekatan Emosional antara ibu dan anak kandungnya
> begitu besar? *
>
>
>
> Sudah dijawab di soal no 1 dan 2. karena ada sebuah ikatan biopsikis
yang
> sudah terjalin secara naluriah sejak kehadiran sang anak dalam kehidupan
> ibunya, sejak ia tumbuh sebagai janin dalam kandungan ibunya.
Semakin ibunya
> siap menerima sang anak, semakin besar ikatan yang terjalin. Dan adanya
> naluri keibuan, *to nurture* mendukung tumbuhnya kelekatan emosional
> tersebut.
>
>
>
> * *
>
> *3. **Sejak kapan hubungan emosional antara ibu dan anak
kandungnya
> itu terbentuk?*
>
> * *
>
> Sejak sang anak hadir dalam kehidupan ibunya. Sejak sang ibu menyadari
> kehadiran anaknya, selama anak tersebut tumbuh dalam kandungan ibunya,
> sampai ia dilahirkan, lalu dirawat, diasuh, dibesarkan oleh ibu.
>
>
>
> Bahkan bukan hanya oleh ibunya saja, tetapi juga pada sang ayah.
Juga mereka
> yang memiliki hubungan dengan ibu dan ayah (kakek, nenek, paman,
bibi, kaka,
> adik, dll) , serta mereka yang turut terlibat dalam pengasuhan anak
> (pengasuh bayi, pembantu, dll)
>
>
>
> *4. **Karena begitu besar hubungan emosional antara ibu dan anak
> kandungnya, berarti sang ibu punya tanggung jawab yang besar dalam
> membesarkan anaknya. Kalau begitu bagaimana caranya agar sang ibu bisa
> menjalankan tanggung jawab yang besar itu, tapi ia tetap disayangi
> anak-anaknya?
>
>
>
> Peran pengasuhan , tanggung jawab terhadap anak, tidak semata-mata hanya
> pada ibu lho. Saya sangat tidak setuju jika tanggungjawab itu dikatakan
> sebagai hanya milik ibunya. Kalau dikatakan peran pengasuhan anak
terutama
> pada ibu, menurut saya adalah lantaran masyarakat kita masih sangat
terpaku
> kepada konsep *ibuisme*. Sehingga seolah-olah semuanya adalah
tanggung jawab
> ibu, harus ibu yang melakukannya, atau bahkan hanya ibu yang bisa
> melakukannya. Konsep ini juga potensial menghantui si ibu, sehingga ia
> termotivasi untuk melakukan segala-galanya sendiri demi menjadi ibu yang
> baik, ibu yang sempurna. Padahal, jujur saja, setiap orang, termasuk
> perempuan, memiliki keterbatasannya sendiri-sendiri. Itu sebabnya tidak
> cukup hanya sang perempuan sendirian, sang ibu, yang harus menjalankan
> seluruh tanggung jawab atas keluarganya, atas anak-anaknya sendirian.
>
>
>
> Kalau sendirian, si ibu bisa kecapaian. Tidak hanya secara fisik, tetapi
> juga secara emosional dan psikologis lantaran harus menanggung segala
> sesuatunya sendirian. Seorang yang kecapaian, terlalu lelah, tidak akan
> mampu lagi untuk memberikan dirinya lagi. Dan hal ini bisa menjadi
pemicu
> ketidak bahagiaan dirinya. Ketidak bahagiaan akan mempengaruhi
> munculnyaberbagai emosi negatif lainnya. Dan semuanya itu tercermin
dalam
> perilakunya. Sehingga bukan tidak mungkin dia akan menjadi tidak
sabaran,
> pemarah, dan mungkin malahan jadi si pelaku kekerasan di rumah. Baik
> terhadap anaknya sendiri, maupun kepada anggota keluarga lainnya.
Belum lagi
> jika ia dilanda kekuatiran yang besar, ketidak yakinan bahwa ia akan
mampu
> berperan sebagai ibu yang baik. Atau kekuatiran akan masa depan anaknya
> bersama dia. Hal ini juga bisa mempengaruhi perilaku ibu dalam
pengasuhan
> anaknya.
>
>
>
> Itu sebabnya ibu harus dibantu. Minimal untuk merasa yakin bahwa hal-hal
> yang utama untuk anak dan keluarganya sudah terjamin. Dan biasanya yang
> menjadi kekuatiran terbesar pada ibu untuk keluarganya terutama yang
> berkaitan dengan kebutuhan sandang-pangan-
pendidikan
> anak. Selain itu adanya oang-orang lain yang turut membantu ibu mengurus
> keluarga dan anak-anaknya. Jika untuk urusan domestik lebih beres,
ibu bisa
> punya waktu lebih banyak , tenaga lebih segar dan lebih tenang mengasuh
> anak-anaknya. Karenanya semuanya membutuhkan juga pendanaan, maka
dari itu
> perencanaan dan jaminan finansial yang baik dibutuhkan.*
>
> * *
>
> *5. **Bagaimana caranya agar sang ibu bisa selalu merasa bahagia
> menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu? Mengingat tugas
menjadi
> ibu itu tidaklah mudah.*
>
> * *
>
> Yang pertama-tama harus disadari semua orang adalah bagaimanapun
dibutuhkan
> adanya sebuah panggilan untuk menjadi orangtua. Serta kesadaran bahwa
> menjadi orangtua melibatkan sebuah tanggungjawab, komitmen seumur hidup.
> Jadi bukan semata-mata lantaran nasib, atau karena sesuatu yang otomatis
> terjadi ketika sepasang suami istri menikah. Begitupun dengan menjadi
> seorang ibu. Dengan demikian, sang calon ibu memang semestinya
menginginkan
> untuk jadi ibu. Dan idealnya ia juga siap untuk menjadi ibu. Dengan
demikian
> ketika pada suatu ketika ia sungguh-sungguh jadi ibu, hamil,
mempunyai anak,
> ia akan menyambutnya dengan penuh suka cita.
>
>
>
> Yang kedua adalah peran ayah. Bicara tentang orangtua, berarti tidak
hanya
> oleh sang ibu saja. Orangtua selalu melibatkan dua orang : ayah dan ibu.
> Sehingga ketika kita bicara tentang peran sebagai ibu, peran sebagai
> orangtua, idealnya kita juga melibatkan peran sang ayah.
>
> Dalam sebuah keluarga, peran ayah, keterlibatan sang ayah, sebagai
pasangan
> ibu luar biasa besar. Ayah memang harus juga ikut terlibat bersama
ibu dalam
> menjalankan peran dan tanggung jawab sebagai orang tua. Tanpa
keterlibatan
> ayah, akan luar biasa sulit bagi ibu untuk menjalankan seluruh peran dan
> tanggungjawabnya dengan suka cita.
>
>
>
> Ketiga. Kesiapan untuk menjadi orangtua memang mutlak penting. Apa saja
> yang yang harus dipersiapkan? Kesiapan mental, emosional, sosial dan
> finansial adalah penting. Bagaimanapun menjadi orangtua bukan sebuah
peran
> main-main. Menjadi orangtua adalah sebuah peran serius seumur hidup.
>
> * *
>
> *6. **Selain mempersiapkan dana (uang) untuk kebutuhan si
kecil, apa
> lagi yang harus dipersiapkan seorang ibu agar sang anak tumbuh menjadi
> pribadi yang utuh dan kokoh? *
>
> * *
>
> Mempersiapkan dana untuk kebutuhan si kecil, adalah bagian dari
persiapan
> menjadi orangtua. Nah persiapan menjadi orangtua, idealnya sudah
dilakukan
> *bahkan* sejak sebelum orangtua menikah. Tentu saja sejauh keduanya
yakin
> bahwa masing-masing adalah pasangan sejatinya dan merencanakan
pernikahan
> bersama. Dan perencanaan, persiapan yang baik sebetulnya adalah
bagian dari
> perwujudandari komitmen serta tanggungjawab untuk menjadi orangtua.
>
>
>
> Mengapa persiapan finansial penting? Karena untuk kesejahteraan hidup
> dibutuhkan sejumlah dana yang tidak sedikit. Kesejahteraan hidup akan
> memberikan jaminan akan sandang-pangan-
> dasar yang dibutuhkan setiap rumah tangga dan keluarga untuk bisa
berjalan.
> Begitupun dengan kesehatan dan pendidikan. Dan setiap keluarga biasanya
> mendambakan standard ideal yang minimal bagi keluarganya juga
anak-anaknya.
> Sekali lagi untuk itu semua dibutuhkan pendanaan.
>
>
>
> Selain itu kesiapan mental, emosional dan sosial orangtua juga sangat
> penting. Dengan terpenuhinya ke empat aspek kesiapan tersebut
mudah-mudahan
> orangtua, sang ibu dan ayah bisa menyediakan sebuah lingkungan yang
sangat
> kondusif bagi anak-anaknya, baik dirumah, maupun lingkungan lain
yang lebih
> luas, yang dapat membantu si anak tumbuh secara sehat dan utuh.
>
>
>
>
>
> *7. **Di usia berapakah yang terbaik untuk mulai menyekolahkan
anak?*
>
> * *
>
> Usia berapa sebaiknya kita mulai menyekolahkan anak?
>
> Jujur saja, ini sangat terpulang kepada kebutuhan masing-masing anak dan
> tujuan orangtua menyekolahkan anaknya. Ada mereka yang menyekolahkan
anaknya
> sejak usia yang sangat dini. Ada yang di usia lebih besar. Saya
percaya, di
> usia berapapun baik untuk menyekolahkan anak, asal orangtua sungguh
> mendasarkannya kepada kebutuhan anak, dan memilihkan sekolah yang
> betul-betul cocok untuk anaknya. Dengan demikian, bukan di dasarkan pada
> ambisi orangtuanya semata.
>
>
>
> Yang jelas usia wajib bersekolah dimulai pada usia 6 tahun. Pada
saat itu
> anak siap masuk ke pendidikan sekolah dasar, di kelas 1 SD. Memasuki
> sekolah dasar, sifat penyelenggaraan pendidikannya cenderung formal.
Untuk
> itu dibutuhkan kematangan dan kesiapan anak untuk mampu menjalaninya.
> Kesiapan dan kematangan ini meliputi berbagai aspek pada anak, termasuk
> kematangan kognitif, kematangan psikomotor, kematangan sosial dan
kematangan
> emosional.Itu sebabnya, saya tidak menganjurkan orangtua untuk
memasukkan
> anak ke SD di bawah usia 6 tahun.
>
>
>
> Nah di jaman sekarang ini ada sangat banyak sekolah dengan berbagai
variasi
> layanan yang ditonjolkannya, bahkan ada yang dimulai sejak usia
bayi. Tentu
> saja fokus layanan pendidikan yang disediakan masing-masing sekolah
tersebut
> juga berbeda. Untuk anak-anak usia bayi, apa yang diberikan lebih berupa
> stimulasi motorik kasar (melalui kegiatan merangkak, berguling, dll)
dan
> stimulasi ketrampilan kognitif dasar (pengenalan warna, pengenalan
bentuk,
> dll). Dan pada saat itu pendampingan dari orang dewasa mutlak harus. Itu
> sebabnya satu anak harus didampingi satu orang dewasa, biasanya oleh
> orangtuanya atau pengasuhnya.
>
> Mengikuti perkembangan tahapan usia anak, tingkat kesulitan tugas yang
> diberikan kepada anak juga berubah. Semakin anak dewasa, semakin
dituntut
> kemandirian pada anak untuk mengerjakan tugas yang diminta.
>
>
>
> Tadi saya bicara tentang kebutuhan anak dan tujuan orangtua
menyekolahkan
> anak-anaknya. Saya sendiri mulai menyekolahkan kedua anak saya sejak
mereka
> berusia sekitar 18 bulan. Kelasnya di sebut kelas Toddler, di sebuah
sekolah
> yang sangat dekat dengan rumah. Dan kelas itu betul-betul kelas
untuk bayi.
> Setiap anak harus didampingi oleh orangtua atau pengasuhnya. Satu
anak, satu
> orang pendamping orang dewasa. Mengapa saya menyekolahkan anak2
saya di
> usia dini mereka? Tujuan saya pada saat itu adalah supaya kedua
bocah saya
> itu berkesempatan bertemu dan bergaul dengan banyak anak lain seusianya,
> dalam sebuah lingkungan dan suasana yang kondusif, terstruktur dan
> sistematis. Hal ini jelas tidak mudah untuk diterapkan di rumah.
>
>
>
> Nah, menurut saya, yang penting adalah bagaimana orangtua bisa tetap
> konsisten, berkomitmen kepada tujuannya mengapa dia menyekolahkan
anaknya.
> Mengapa? Karena sesungguhnya dengan keluar dari rumah, di usianya yang
> sangat dini, dan harus berinteraksi dengan anak-anak lain, dengan orang
> dewasa lain sudah memberikan tantangan yang besar kepada anak.
Tentunya hal
> ini tidak perlu ditambah dengan beban lain yang tidak relevan, yang
muncul
> lantaran setelah bertemu dengan para orang tua lain, sang orangtua jadi
> berubah. Lantaran orang tua jadi terusik egonya untuk membuat anaknya
> menjadi sehebat-hebatnya, supaya tidak kalah dengan anak-anak
lain.Dalam hal
> ini, anak yang potensial menjadi korban. Korban ego si orangtuanya.
>
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar