Kalau PRAKTISI Psikologi Transpersonal seperti saya gimana nih?
Remang2 nih,... soalnya transpersonal itu harus berdasarkan PRAKTEK
dan gak bisa cuma dipelajari di bangku sekolahan.
Saya dengar Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara itu
konsentrasi pada transpersonal. Tetapi, pertanyaannya BISA GAK?
Apakah berjalan, dan kalau berjalan sampai seberapa jauh? Hmmm hmmm
hmmm...
Saya sendiri tidak memiliki background akademik dari psikologi
(completely nil, hmmm hmmm hmmm...). Background akademik saya di
Political Science dan Business Administration.
Tetapi sebagai seorang praktisi transpersonal,
udah gak kehitung. Dan itu REAL CASES.
Benernya saya mau bertemu dengan mereka yang punya background
akademik psikologi dan MENGAKU sebagai praktisi transpersonal juga.
Saya hendak membandingkan teknik2 yang dipakai itu seperti apa. Saya
mengembangkan teknik2 sendiri, dan penjelasan2 sendiri. Comot dari
sana sini which is SEHARUSNYA memang begitu.
Tapi kalau saya lihat di Universitas Tarumanegara itu, yang bikin
seminar2 transpersonal itu,... kok kayaknya mereka itu masih berkutat
dengan permainan anak kecil belaka. Bagi saya itu permainan anak
kecil. For example: membayangkan harmoni dengan alam semesta, blah
blah blah... buat saya itu permainan anak kecil. Masa kayak begitu
aja di seminarin? Well, something like that.
Nah, transpersonal itu kan berdiri diantara dunia AKADEMIK dan
REMANG2 (dalam tanda kutip). Harus seimbang sendiri. Harus logis dan
rasional. Harus berpijak di bumi, dan tidak di awang2. Hmmm hmmm
hmmm... That's what I have been doing, menyeimbangkan penjelasan2
akademik dengan PENGALAMAN2 BATIN asli yang dialami oleh manusia.
Memang menggunakan banyak SIMBOL2,... dan simbol2 itu hanyalah BAHASA
belaka, digunakan untuk komunikasi. We deal with HUMAN PSYCHE (Jiwa
Manusia),... dan bahasa jiwa manusia itu BAHASA SIMBOL.
Hmmm hmmm hmmm... bisa dibaca postingan2 saya setiap hari. That's
what I do: Konseling langsung dengan orang per orang. Dan kalo lagi
ada waktu, nongkrong di depan monitor, kasih konseling ke orang2 yang
udah ngantri. Ngbrol ngalor ngidul yang bisa membantu banyak orang.
Leo
--- In psikologi_transform
wrote:
>
> Dear all,
>
> Oh iya, "Apakah profesi lain juga punya Dewan semacam itu (Dewan
Psikologi Indonesia) ?"
>
> Jawabanya adalah Ya.
>
> Yaitu Profesi Kedokteran. Profesi Kedokteran memiliki Konsil
Kedokteran Indonesia
>
> Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia berlandaskan pada UU no. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
>
> Saya menduga bahwa semangat atau ide membentuk Dewan Psikologi
Indonesia di dalam RUU Psikologi adalah hendak meniru Konsil
Kedokteran Indonesia.
>
>
> Jadi, menurut hemat saya, di samping pertanyaannya menjadi begini:
>
> Quo Vadis RUU Psikologi?
>
> Atau, sebelum itu:
>
> Hendak diapakan RUU Psikologi? -
> "Meretas Jalan RUU Psikologi"
>
> Maka, yang menjadi bagian dari pertanyaan di atas, adalah:
>
> "Apakah kita benar-benar menginginkan/
> lahirnya Dewan Psikologi Indonesia?"
>
>
> Pertanyaan-pertanya
refleksi dan "Kajian-kajian Keilmuan yang Komprehensif"
sekadar/tidak cukup hanya dengan "Pernyataan Sikap". Sejauh saya
menduga, kita belum memiliki kajian-kajian yang mumpuni, terlebih
karena dinamika pembahasan RUU ini sudah tertelan perut bumi beberapa
tahun ini.
>
> Antara lain kita perlu belajar banyak dari sahabat-sahabat kita
dari Profesi Kedokteran mengenai Hikmah terbentuknya Konsil
Kedokteran Indonesia.
>
>
> Saya mendukung benar pernyataan Ibu Reni K., "Kita berharap tiap-
tiap bidang dalam organisasi kita dapat lebih aktif sehingga dalam
setiap pembahasan segala perundangan, kita tidak selalu tertinggal."
>
>
> Bagaimana sejawat HIMPSI/HIMPSI Jaya? Apakah kita memiliki sense of
urgency untuk bersama-sama melanjutkan kajian-kajian mengenai RUU
Psikologi?
>
> Jawabnya tentu tidak akan kita tanyakan pada rumput yang bergoyang,
bukan?
>
> Apakah bersama Kita bisa atau bersama Kami bisa? Hehehe... :)
>
> Salam takzim,
> Juneman
>
>
>
>
> ---
> Konsil Kedokteran Harus Hindari Benturan Kepentingan
>
> Jakarta, Kompas - Konsil Kedokteran Indonesia yang telah terbentuk
sebaiknya menghindari benturan kepentingan (conflict of interest)
dengan memilih ketua yang lebih netral dan tidak sedang memegang
jabatan di organisasi profesi mana pun, apalagi profesi kedokteran.
>
> Hal itu dikemukakan oleh peneliti Dr Irwanto yang pernah menjadi
korban malapraktik dan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan
Indonesia (YPKKI) dr Marius Widjajarta ketika dihubungi di Jakarta,
Jumat (6/5).
>
> Keduanya mengkritisi terpilihnya Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (PB IDI) Prof Dr dr Farid Anfasa Moeloek SpOG
sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
>
> Irwanto menilai IDI sebagai organisasi profesi tidak serius untuk
membenahi organisasinya sendiri sehingga terjadilah move yang sangat
defensif seperti terpilihnya Moeloek sebagai Ketua Konsil Kedokteran
Indonesia.
>
> Menurut Irwanto, hal ini merupakan satu tindakan yang sangat
defensif yang secara profesional sebenarnya tidak terpuji, karena
dengan tidak membereskan organisasinya dan memasang "benteng" yang
begitu tinggi dan tebal, yang dirugikan pada akhirnya bukan hanya
masyarakat, tetapi juga profesi karena kemudian profesi tidak
mempunyai kesempatan berefleksi.
>
> "Dia merasa baik terus, tidak ada masalah terus, padahal di dalam
masyarakat jelas sekali banyak kasus yang diduga merupakan akibat
kecerobohan dokter atau malapraktik,
>
> Konflik kepentingan
>
> Dengan terpilihnya Ketua Umum PB IDI menjadi Ketua Konsil
Kedokteran Indonesia, menurut Irwanto, jelas akan terjadi konflik
kepentingan. "Ketua IDI seharusnya membereskan organisasinya. Namun,
orang yang sama harus membela profesi kedokteran mati-matian, atau
kalau tidak justru ditugaskan menyoroti disiplin kedokteran. Dua hal
itu kalau dijadikan satu kan hampir tidak mungkin," katanya.
>
> Ia menyatakan sudah sewajarnya jika masyarakat memprotes hal ini,
karena ini jelas tidak membantu masyarakat dan profesi kedokteran itu
sendiri. "Saya curiga IDI merancang sedemikian rupa sehingga
organisasi itu tidak tergoyahkan dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran menjadi tidak berguna sama sekali,"
ucap Irwanto.
>
> Seharusnya kalau ada kritik, IDI menyadarinya dan berinisiatif
mencari alternatif lain. Jika terus bersikukuh dan akhirnya
masyarakat merasa mentok, maka masyarakat akan sangat frustrasi dan
bertindak sendiri. Hal inilah yang tidak diinginkan karena persoalan
profesi kedokteran seharusnya diurus oleh profesi itu sendiri. Namun,
kalau diberi jalur hukum dan hukumnya juga tidak bisa memuaskan rasa
keadilan di masyarakat, maka masyarakat akan bertindak sendiri.
>
> Secara terpisah, Marius menegaskan, ketua dan para anggota Konsil
Kedokteran Indonesia memang sebaiknya tidak merangkap jabatan agar
tidak terjadi benturan kepentingan dan sekaligus menjaga Konsil
Kedokteran tetap netral.
>
> Pasal 18 (h) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran menyatakan, "untuk dapat sebagai anggota Konsil Kedokteran
Indonesia, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat
diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia".
>
> "Maka sebaiknya memilih salah satu, apakah mau jadi Ketua Umum PB
IDI atau Ketua Konsil Kedokteran Indonesia," tambah Marius.
>
> Selain itu, jangan sampai Konsil Kedokteran yang sangat dinantikan
masyarakat itu malah mengalami krisis kepercayaan. "Kita lihat saat
ini orang sudah tidak begitu percaya pada profesi kedokteran karena
korps dokter itu cukup kuat. Dengan kondisi seperti ini, seharusnya
jangan sampai nasib Konsil Kedokteran sama dengan Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran di IDI oleh masyarakat dianggap selalu membenarkan
dokter dalam kasus dugaan malapraktik,
>
> ---
> Sumpah/Janji Anggota Konsil Kedokteran Indonesia Di Hadapan
Presiden
> 29 Apr 2005
>
> Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima
pelayanan kesehatan ditetapkan Undang Undang No. 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran. Pengaturan Praktek Kedokteran bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan
dokter gigi dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter
dan dokter gigi.
>
> Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi,
dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. KKI bertanggung jawab kepada
Presiden dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
>
> KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta
pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan prakterk kedokteran
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis. KKI mempunyai tugas
meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan
profesi dokter dan dokter gigi dan melakukan pembinaan terhadap
penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga
terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
>
> Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan
Konsil ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan
kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi
pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi,
dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
>
> KKI mempunyai wewenang menyetujui dan menolak permohonan registrasi
dokter dan dokter gigi, menerbitkan dan mencabut surat tanda
registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar kompetensi
dokter dan dokter gigi, melakukan pengujian terhadap persyaratan
registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan penerapan cabang ilmu
kedokteran dan kedokteran gigi, melakukan pembinaan bersama terhadap
dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang
ditetapkan oleh Organisasi Profesi dan melakukan pencatatan terhadap
dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi,
atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.
>
> Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi masing-masing terdiri atas 3 divisi, yaitu divisi
registrasi, divisi standar pendidikan profesi, dan divisi pembinaan.
>
> Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia berjumlah 17 orang yang
terdiri dari unsur-unsur yang berasal dari : Organisasi Profesi
Kedokteran 2 orang, Organisasi Profesi Kedokteran Gigi 2 orang,
Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran 1 orang, Asosiasi Institusi
Pendidikan Kedoktan Gigi 1 orang, Kolegium Kedokteran 1 orang,
Kolegium Kedokteran Gigi 1 orang, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan 2
orang, Tokoh Masyarakat 3 orang, Departemen Kesehatan 2 orang dan
Departemen Pendidikan Nasional 2 orang.
>
> Keanggotaan KKI untuk pertama kali ditetapkan oleh Presiden atas
usul Menteri Kesehatan (pasal 84 Undang Undang No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran).
>
> Anggota KKI yang telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden No.
12/M Tahun 2005 adalah : Prof. DR. Dr. Farid Anfasa Moeloek, Sp.OG(K)
dan Dr. Guntur Bambang Hamurwono, Sp.M. dari Ikatan Dokter Indonesia,
Drg. H. Emmyr Faizal Moeis, MARS dan Drg. H. Kresna Adam, Sp.BM dari
Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Prof. DR. Dr. Mohammad Mulyohadi Ali
dari Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia, Prof. Dr.
Drg. Hj. Roosje Rosita Oewen dari Asosiasi Institusi Pendidikan
Dokter Gigi Indonesia, Prof. DR. Dr. Biran Affandi dari Kolegium
Kedokteran, Drg. Afi Savitri Sarsito, Sp.PM dari Kolegium Kedokteran
Gigi, Dr. Hardi Yusa, Sp.OG. MARS dan DR. Drg. Oedijani Santoso, M.S.
dari Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, Tini Suartini Hadad, SE, Parni
Hadi dan Dra. Adriyati Rafli dari Tokoh Masyarakat, Dr. Ieke
Irdjiati, MPH dan Drg. H. I Putu Suprapta, MSc dari Depkes, Prof. Dr.
Wiguno Prodjosudjadi, Sp.P.D.K.G.H.
Hayati Sugiarto, SKM, Sp.K.GA dari Depdiknas.
>
> ---
>
> Sejak pengucapan sumpah anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
dihadapan Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Keppres No.
12/M/2005, di Istana Negara pada tanggal 29 April 2005, maka KKI
sesuai dengan kewenangannya didalam UU no. 29 Tahun 2004 tentang
praktik Kedokteran, antara lain telah melakukan registrasi bagi
dokter dan dokter gigi. Registrasi adalah pencatatan resmi dokter dan
dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah
mempunyai kualifikasi tertentu, serta diakui secara hukum untuk
melakukan tindakan sesuai kompetensinya. Registrasi yang memenuhi
persyaratan dan melewati proses verifikasi, konfirmasi, validasi dan
penandatanganan oleh Registar maka terbitlah Surat Tanda Registrasi
(STR). Surat Tanda Registrasi tersebut menjadi bukti tertulis yang
diberikan oleh KKI bagi dokter dan dokter gigi.
>
> Keterkaitan Ijazah, Sertifikat Kompetensi, STR, Surat Ijin Praktik
(SIP/Lisensi)
>
> ---
>
>
>
> PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
>
> NOMOR 1 TAHUN 2005
>
> TENTANG
>
> REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI
>
>
> KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,
>
>
>
> 1. Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, perlu ditetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi;
>
> Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495 );
>
> 2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4431);
>
>
>
> 3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4301);
>
>
>
> 4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
>
>
>
> 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3637);
>
>
>
> 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3952);
>
>
>
>
>
> M E M U T U S K A N :
>
> Menetapkan : PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI.
>
> BAB I
>
> KETENTUAN UMUM
>
> Pasal 1
>
> Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
>
> Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi
dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
>
> 1. Konsil Kedokteran Indonesia selanjutnya disebut KKI adalah
suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen,
yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi;
> 2. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter
gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai
kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk
melakukan tindakan profesinya;
> 3. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan
dokter gigi yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang
berlaku
> 4. Surat Tanda Registrasi selanjutnya disebut STR dokter dan
dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh KKI kepada
dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi;
> 5. STR Sementara adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada dokter dan dokter
gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan di bidang kedokteran
dan kedokteran gigi;
> 6. STR Bersyarat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada peserta didik
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran
gigi di Indonesia bagi dokter atau dokter gigi warga negara asing;
> 7. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik
kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang
dikeluarkan oleh kolegium terkait;
> 8. Sertifikat kompetensi peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis (PPDS) atau Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
(PPDGS) adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan peserta PPDS
atau peserta PPDGS, untuk menjalankan praktik kedokteran sesuai
dengan tingkat pendidikannya, yang diterbitkan oleh Ketua Program
Studi (KPS) atas nama kolegium terkait, pada sarana pelayanan
kesehatan yang terakreditasi dengan jejaringnya, serta sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk dalam rangka memenuhi pelayanan
kesehatan;
> 9. Kolegium Kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi adalah badan
yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing disiplin
ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut;
> 10. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk
dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
>
> .
>
> BAB II
>
> SURAT TANDA REGISTRASI
>
> Bagian Pertama
>
> STR Dokter dan STR Dokter Gigi
>
> Pasal 2
>
> 1. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki STR dokter dan STR dokter
gigi.
>
>
>
> 2. Untuk memperoleh STR seperti dimaksud pada ayat (1),
dokter dan dokter gigi wajib mengajukan permohonan kepada KKI dengan
melampirkan :
>
>
>
> 1. fotokopi ijazah dokter/dokter
spesialis/dokter gigi/dokter gigi spesialis;
> 2. surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
> 3. surat keterangan sehat fisik dan
mental dari dokter yang memiliki SIP;
> 4. fotokopi sertifikat kompetensi;
> 5. surat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
> 6. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x
6 cm sebanyak 4 (empat) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua)
lembar.
>
>
>
> 3. Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STR dokter dan STR
dokter gigi oleh KKI.
>
>
>
> 4. Tata cara memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.
>
>
>
> Pasal 3
>
> 1. STR dokter ditandatangani oleh Ketua Konsil Kedokteran dan
STR dokter gigi oleh Ketua Konsil Kedokteran Gigi masing-masing
sebagai registrar dan berlaku secara nasional.
>
>
>
> 2. STR dokter dan STR dokter gigi harus dikeluarkan selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima oleh KKI.
>
>
>
> Pasal 4
>
> 1. Dokter dan dokter gigi warga negara Indonesia lulusan luar
negeri yang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia
mengajukan permohonan kepada KKI untuk dilakukan evaluasi.
>
>
>
> 2. Evaluasi dilakukan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
berdasarkan permintaan tertulis dari KKI.
>
>
>
> 3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
>
>
>
> 1. bukti kesahan ijazah;
> 2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan
sertifikat kompetensi;
> 3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter
atau dokter gigi;
> 4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang mempunyai SIP; dan
> 5. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
>
>
>
> (4) Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberikan STR.
>
>
> Pasal 5
>
> STR dokter dan STR dokter gigi berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun
dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) butir c, d dan f serta melampirkan STR lama.
>
> Bagian Kedua
>
> Peserta pendidikan dokter, dokter gigi, PPDS dan PPDGS.
>
> Pasal 6
>
> 1. Peserta pendidikan dokter dan dokter gigi dalam mengikuti
program pendidikan mendapat persetujuan dari Ketua KKI untuk
menjalankan praktik kedokteran dibawah tanggung jawab dokter atau
dokter gigi pembimbing.
>
>
>
> 2. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan
secara kolektif berdasarkan permohonan pimpinan institusi pendidikan.
>
>
>
> 3. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku di
sarana pelayanan kesehatan yang digunakan untuk pendidikan dan
jejaringnya.
>
>
>
> Pasal 7
>
> 1. Peserta PPDS/PPDGS wajib memiliki STR dokter atau STR dokter
gigi serta sertifikat kompetensi peserta PPDS/PPDGS.
>
>
>
> 2. Sertifikat kompetensi peserta PPDS/PPDGS sebagaimana dimaksud
ayat (1) dikeluarkan secara kolektif oleh KPS atas nama kolegium
terkait.
>
>
>
> 3. STR dokter atau STR dokter gigi dan sertifikat kompetensi
peserta PPDS/ PPDGS setelah mendapat persetujuan dari KKI, dapat
digunakan sebagai dasar untuk menjalankan praktik kedokteran dalam
rangka pendidikan spesialis pada sarana pelayanan kesehatan yang
terakreditasi dan jejaringnya, serta sarana pelayanan kesehatan yang
ditunjuk dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan.
>
>
>
> 4. Tatacara memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.
>
>
>
>
> Bagian Ketiga
>
> STR Sementara dan STR Bersyarat
>
> Pasal 8
>
> 1. STR Sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi
warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan,
pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau
kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.
>
>
>
> 2. STR Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
>
>
>
> 3. STR Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan
apabila telah memenuhi persyaratan:
>
> 1. bukti kesahan ijazah;
>
> 2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan
sertifikat kompetensi;
> 3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau
dokter gigi;
> 4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
mempunyai SIP;
> 5. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi; dan
> 6. surat izin kerja sesuai ketentuan perundang-undangan dan
kemampuan berbahasa Indonesia
>
>
>
> 4. Tatacara memperoleh STR Sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.
>
>
>
> Pasal 9
>
> 1. STR Bersyarat diberikan kepada peserta PPDS/PPDGS warga
negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia
melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.
>
>
>
> 2. STR Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah memenuhi persyaratan :
> 1. bukti kesahan ijazah;
> 2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan
sertifikat kompetensi;
> 3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter
atau dokter gigi;
> 4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki SIP;
> 5. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi; dan
> 6. kemampuan berbahasa Indonesia
>
> Pasal 10
>
> 1. Dokter dan dokter gigi warga negara asing yang akan
memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk waktu tertentu harus mendapat
persetujuan dari KKI melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.
>
>
>
> 2. Ketentuan lebih lanjut untuk mendapatkan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang
dikeluarkan oleh KKI.
>
>
>
> Bagian Keempat
>
> Registrasi Ulang
> Pasal 11
>
>
> 1. STR dokter dan STR dokter gigi yang telah habis masa
berlakunya wajib diperpanjang kembali untuk dapat melakukan praktik
kedokteran.
>
>
>
> 2. Perpanjangan STR dokter dan STR dokter gigi dilakukan
dengan mengajukan permohonan kepada Ketua KKI, dengan melampirkan
kelengkapan persyaratan yang meliputi:
>
>
>
> 1. STR dokter dan STR dokter gigi yang
telah habis masa berlakunya;
> 2. surat keterangan sehat fisik dan
mental dari dokter yang telah memiliki SIP;
> 3. fotokopi sertifikat kompetensi;
> 4. surat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
> 5. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x
6 cm sebanyak 4 (empat) lembar, 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
>
> Pasal 12
>
>
>
> 1. Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran
Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan
Ketua Divisi Registrasi dan Ketua Divisi Pembinaan.
>
>
>
> (2) Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi
berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter dan
dokter gigi.
>
> BAB III
>
> PENCATATAN DAN INFORMASI
>
> Pasal 13
>
> KKI melakukan pencatatan setiap STR dokter dan STR dokter gigi
dalam buku registrasi nasional.
>
>
> Pasal 14
>
> KKI secara berkala memberikan informasi mengenai STR dokter dan STR
dokter gigi yang diterbitkan dan dicabut dalam media KKI.
>
>
> BAB IV
>
> PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
>
> Pasal 15
>
> 1. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
registrasi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI, Departemen
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Organisasi Profesi sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.
>
>
>
> 2. Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi pelaksanaan
registrasi dokter dan dokter gigi.
>
>
>
> Pasal 16
>
> 1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Ketua KKI dapat
mencabut STR dokter atau STR dokter gigi apabila:
>
> 1. atas rekomendasi MKDKI;
>
> 2. tidak mampu menjalankan praktik kedokteran.
>
> 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan STR dokter dan STR
dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman
yang dikeluarkan oleh KKI.
>
> BAB V
> KETENTUAN PERALIHAN
>
>
> Pasal 17
>
> Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki Surat Penugasan dan atau
SIP dinyatakan telah memiliki STR dan SIP berdasarkan Undang-undang
No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
>
> Pasal 18
>
> 1. Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada pasal
17 wajib mengganti Surat Penugasan dengan STR selambat-lambatnya
tanggal 29 April 2007, ke KKI melalui Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota tempat domisilinya.
> 2. Penggantian Surat Penugasan menjadi STR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.
>
> Pasal 19
>
> 1. Dokter dan dokter gigi yang saat ini belum memiliki
Surat Penugasan apabila akan melakukan praktik kedokteran dapat
mengajukan STR kepada KKI melalui Dinas Kesehatan Propinsi tempat
domisilinya.
> 2. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang saat
ini belum memiliki Surat Penugasan apabila akan melakukan praktik
kedokteran dapat mengajukan STR kepada KKI melalui Biro Kepegawaian
Departemen Kesehatan.
> 3. Tatacara mendapatkan STR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.
>
> Pasal 20
>
> 1. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang saat ini
belum memiliki Surat Penugasan tetapi melakukan praktik kedokteran
pada sarana pelayanan kesehatan di tempat pendidikan dan jejaringnya
dalam rangka menunggu penempatan dinyatakan telah memiliki STR.
> 2. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan dokter
spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada KKI melalui Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dalam
waktu 1 (satu) bulan.
> 3. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyelesaikan STR sesuai ketentuan dalam
Pasal 19 ayat (2) selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan.
>
> Pasal 21
>
> 1. Peserta PPDS/PPDGS dan peserta pendidikan dokter / dokter
gigi yang sedang menjalankan praktik kedokteran di sarana pendidikan
selama proses pendidikan dinyatakan telah mendapatkan persetujuan
dari KKI untuk menjalankan praktik kedokteran di sarana pelayanan
kesehatan dan jejaringnya yang digunakan untuk program pendidikan.
> 2. Tatacara memperoleh surat persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.
>
> BAB VI
>
> KETENTUAN PENUTUP
>
> Pasal 22
>
> Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan ini akan diatur
dalam peraturan tersendiri.
>
> Pasal 23
>
> Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
>
>
> Ditetapkan di Jakarta
>
> Pada tanggal 5 Oktober 2005
>
> KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,
>
>
>
> dr. HARDI YUSA,
Sp.OG,MARS
>
> K E
T U A
>
> ---
>
> LBH Kesehatan Kritisi pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia
> Kamis, 21 April 2005 | 12:32 WIB
>
> TEMPO Interaktif, Jakarta:Konsil Kedokteran Indonesia dinilai
Iskandar Sitorus, Direktur Lambaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK)
tidak layak dipercaya. Mekanisme rekrutmen yang tertutup, ditambah
kapasitas orang-orang yang akan duduk dalam keanggotaannya, disebut
Iskandar menjadi dasar penilaian ini.
>
> "Proses rekrutmennya tidak pernah diketahui publik," ujar Iskandar
kepada Tempo hari Kamis (21/4). Selain itu, Iskandar juga meragukan
independensi dalam perjalanan KKI mendatang. Sebabnya, "bagaimana
mungkin bisa independen bila pembentukannya dilakukan oleh menteri,"
kata Iskandar.
>
> Sebelumnya diberitakan, Departemen Kesehatan menyatakan telah
mengantongi tujuh belas nama calon anggota yang akan duduk dalam
kepengurusan KKI. Nama-nama ini diambil dari beberapa lembaga, yakni
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia
(PDGI), Ikatan Rumah Sakit Pendidikan dan Asosiasi Dekan Fakultas
Kedokteran. Turut serta pula Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
dan Kolegium Pendidikan Kedokteran, dan Kolegium Pendidikan
Kedokteran Gigi.
>
> Komposisi 17 anggotanya sendiri, terdiri dari tujuh orang dokter
dan tujuh orang dokter gigi serta sisanya dari perwakilan masyarakat
awam. Kepastian pelantikannya sendiri, menurut Riati Anggriani, Staf
Biro Hukum Departemen Kesehatan, belum ditetapkan.
>
> Berbicara keanggotaan badan ini, Iskandar juga menaruh keraguan.
Dirinya beranggapan, dengan komposisi stakeholder yang ada di
dalamnya, KKI tidak lebih dari duplikasi IDI. "Perwakilan yang duduk
disana hampir dikuasai IDI. Jadi tidak ada bedanya," katanya pula.
Disamping itu, menurut Iskandar, komposisi yang ada dalam KKI
merupakan komposisi dari mereka yang berpotensi menjadi pelaku dalam
masalah pelayanan kesehatan. "Jadi tidak mungkin bisa menyelesaikan
permasalahan,
>
> Seharusnya, menurut Iskandar, keanggotaan KKI lebih banyak diisi
oleh orang-orang yang memahami masalah sistem kesehatan Indonesia.
Disamping itu, ujarnya pula, harus turut menyertakan pihak-pihak yang
selama ini menjadi korban dari semrawutnya sistem kesehatan. "Ini
lebih faktual, mereka yang benar-benar merasakan sendiri, tidak
mungkin memahami etika, kalau tidak pernah merasakan jadi korban,"
tutur Iskandar.
>
> Rinaldi D Gultom
>
>
>
>
>
> Ibu Reni K.,
> terimakasih atas tanggapannya.
>
> Dewan Psikologi Indonesia merupakan semacam lembaga superbodi dalam
bidang Psikologi yang termuat dalam Draft RUU Psikologi -
http://www.himpsi.
>
> Pembahasan mengenai lembaga ini memang sudah Dibekukan. Sekali
lagi, dibekukan, setelah menerima masukan dari sejumlah Seminar &
Lokakarya mengenai RUU Psikologi.
>
> Pertanyaannya memang menjadi begini:
>
> Quo Vadis RUU Psikologi?
>
> Atau, sebelum itu:
>
> Hendak diapakan RUU Psikologi? -
> "Meretas Jalan RUU Psikologi"
>
>
>
> Demikian, terimakasih.
>
> Salam takzim,
> Juneman
>
> ---
> Re: [psiindonesia] Dewan Psikologi Indonesia
>
> Dear All,
> Dewan Psikologi Indonesia? Saya sebagai orang awam tentang hal ini,
jadi agak bingung dan bertanya-tanya. Apakah memang diperlukan adanya
Dewan Psikologi Indonesia? Lalu bagaimana dan dimana posisi Dewan
Psikologi Indonesia tersebut? Lalu siapa atau lembaga apa yang
bertanggungjawab untuk dana opersionalnya? Kalau Dewan itu ada
sebagai akibat UU berarti Negara yang berkewajiban? Apakah mungkin?
Apakah profesi lain juga punya Dewan semacam itu?
>
> Saya pribadi kok merasa itu terlalu jauh ya. Saking jauhnya, sampai
ada kekawatiran jangan-jangan kita terlalu muluk-muluk sehingga yang
dekat dan dihadapan mata tidak jadi prioritas. Pemikiran saya mungkin
terlalu sederhana, jadi ya mohon maaf kalau jadi dangkal atau mungkin
bahkan keliru. Apakah tidak bisa kita optimalkan apa yang sudah ada.
Misalnya untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan
profesi psikologi ya diupayakan oleh organisasi profesi melalui
berbagai langkah advokasi ke berbagai lembaga terkait. Kita juga bisa
berharap tiap-tiap bidang dalam organisasi kita dapat lebih aktif
sehingga dalam setiap pembahasan segala perundangan, kita tidak
selalu tertinggal.
>
> Salam
> RK
>
>
>
>
> Bung Revo,
>
> terimakasih atas tanggapannya mengenai Dewan Psikologi Indonesia
sebagai termaktub dalam draft RUU Psikologi.
>
> Di bawah ini saya sertakan sejumlah lampiran.
>
> Yang saya tangkap adalah, sbb:
>
> 1. Pada Februari 2005, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum
antara HIMPSI dengan DPR Komisi X mengenai "Perlunya RUU Psikologi"
(Jadi, belum "RUU Psikologi" itu sendiri yang diajukan).
>
> 2. Pada Februari 2007, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum
antara HIMPSI dengan DPR Komisi IX mengenai "Penyempurnaan RUU
Kesehatan (UU No. 23/1992)", dalam rangka memasukkan Psikolog ke
dalam daftar Profesi Pelayanan Kesehatan.
>
> 3. Sejak 1995, telah terdapat KepPres RI No. 56 Th 1995 tentang
MDTK (Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan) sebagai salah satu peraturan
pelaksanaan dari UU No. 23/1992.
>
> - Namun, HIMPSI dalam RDPU Februari 2007 berpendapat
bahwa, "Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan diinterprestasikan oleh
Profesi Kedokteran sebagai Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
seperti yang tercantum dalam UU No. 29/2004 mengenai Praktik
Kedokteran".
>
> - Sebagai catatan: Dalam Bab IV Pasal 6 dari KepPres No. 56 Th
1995, MDTK telah memasukkan "Ahli Psikologi" sebagai unsur
keanggotaan MDTK.
>
> 4. Menarik bahwa HIMPSI Wilayah Kalimantan Timur memiliki
divisi/bidang khusus yang bernama "Bidang RUU Psikologi" dalam
Kepengurusan Periode 2004-2007.
>
> Juneman
>
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar