DASAR-DASAR KOMUNIKASI YANG EMPATIK
Dear Friends, Komunikasi yang Empatik (Empathetic
Communication) bisa juga dinamakan sebagai "Mind
Reading" atau membaca pikiran. Biasanya istilah itu
diartikan sebagai membaca pikiran orang lain, walaupun
sebenarnya yang kita baca adalah pikiran kita sendiri.
Kita membaca pikiran orang lain melalui pikiran kita
sendiri. We read other people's minds through our own
minds.
Tidak ada yang kita baca selain pikiran kita sendiri
di dunia ini. Segala sesuatu yang kita lihat, kita
rasakan, kita dengar, kita baca, kita pahami
segalanya itu melalui pikiran kita sendiri. Tidak ada
sesuatupun yang datang begitu saja tanpa melalui
saringan di kepala kita yang kita kenal sebagai
jaringan otak. Dan counterpart-
dan waktu yang kita sebut sebagai "pikiran" atau
"mind".
We read other people's minds through our own minds.
Pertanyaannya adalah: bagaimana kita bisa membaca
pikiran orang lain melalui pikiran kita sendiri?
Jawabannya mudah saja: Kita harus mulai dari awal
kembali, membayangkan ketika pertama kali kita
mengenal apa yang dinamakan kesadaran itu. Apakah yang
pertama kita sadari itu? Bukankah pertama kali kita
sadar bahwa diri kita adalah diri kita setelah
beberapa saat (bulan, tahun
) setelah kita terlahir di
dunia dalam kehidupan kali ini? Bukankah pertama kali
yang kita sadari bukanlah diri kita sendiri tetapi
orang lain? Ibu kita, ayah kita, lingkungan kita?
Sebagai seorang bayi kita tidak menyadari diri kita
sebagai kita, tetapi diri kita sebagai orang lain,
terutama sebagai ibu kita. Atau, lebih tepat, kita
sebagai bagian dari ibu kita. Tidak ada yang namanya
"ego" itu selain kebutuhan-kebutuhan fisikal yang
dirasakan oleh kita sebagai seorang bayi. Selanjutnya,
segalanya adalah ibu kita, dan kita sebagai bagian
dari ibu. Dan apapun yang dirasakan oleh ibu kita akan
kita rasakan: emosi-emosinya, kegalauannya,
kegembiraannya.
Setelah itu kita akan merasakan apa yang dirasakan
oleh orang-orang dekat yang ada di sekitar kita: ayah,
saudara-saudari, lingkungan sekitar,
walaupun saat
itu kita masih seorang bayi yang belum bisa
berkomunikasi dengan kata-kata. Kita sadar bahwa kita
sadar, tetapi kesadaran kita adalah kesadaran orang
lain. Kesadaran yang ada di manusia-manusia dewasa
yang berada di sekitar kita.
Setelah berlalunya waktu, sedikit demi sedikit
lingkungan akan mengajarkan bahwa kita beda, bahwa
kita adalah seorang entitas yang berdiri sendiri.
Sebagai manusia modern, inilah sosialisasi yang kita
alami, walaupun kita juga menyadari bahwa banyak
manusia yang budayanya primitif tetap mengalami
identitas komunal sepanjang hidupnya.
Sebagai manusia modern kita akhirnya dibiasakan untuk
berpikir bagi diri kita sendiri, untuk menyatakan
kebutuhan kita, untuk mengartikulasikan kepentingan
kita. Dan lahirlah "ego". Ego adalah kita, diri kita
vis a vis orang-orang lain. Tetapi ego adalah
perkembangan lanjutan dari diri kita yang asli ketika
lahir di dunia ini. Kita lahir tanpa ego, dan ego itu
adalah bentukan budaya, dan ego itu adalah
superficial.
Setelah kita dewasa, kita akan terbiasa untuk berpikir
dalam konteks kita vs. mereka. Diri kita vs. diri
orang-orang lain. Yang kita lihat dan kita rasakan
hanyalah diri kita sendiri karena kita disosialisasi
seperti itu. Tidak ada lagi yang namanya merasakan
melalui orang-orang lain itu karena kita tahu bahwa
setelah tahap bayi berlalu, kita harus menghadapi
orang-orang lain sebagai orang lain, sebagai the
others. The others are not me, and I have to state my
own interests as opposed to those of the others'.
Kepentingan saya sebagai seorang entitas tersendiri
dinyatakan sebagai terpisah dari kepentingan
orang-orang lain: baik orang dekat, orang jauh,
lingkungan dekat, lingkungan jauh, masyarakat, maupun
dunia luas. Empati masih ada, karena kita masih bisa
merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang lain
itu, kalau kita mau. Tetapi, itu "tidak normal". Tidak
normal dalam tanda kutip. Yang dianggap normal itu
adalah dipertahankannya mode saya vs. orang lain itu.
Saya selalu mengatakan bahwa Komunikasi yang Empatik
adalah bakat alam dari tiap orang. Artinya itu apa?
Artinya adalah bahwa Komunikasi yang Empatik adalah
sesuatu yang telah dimiliki oleh tiap orang sebagai
mode awal dari interaksi kita sebagai manusia ketika
terlahir ke dunia. Komunikasi yang Empatik telah kita
lakukan dengan fasih ketika kita masih bayi dan belum
bisa berkata-kata. Komunikasi yang Empatik telah
mendarah-daging di diri kita ketika segala konsep
tentang kepentingan diri sendiri belum ditanamkan ke
diri kita oleh lingkungan budaya dimana kita
dibesarkan. Lalu apa susahnya?
Susahnya adalah untuk menguraikan benang kusut antara
"saya" dan "mereka" itu. Antara impressi-impressi yang
masuk ke dalam pikiran saya. Impressi-impressi itu
tetap sebagai impressi, dan selalu ada di pikiran
atau "mind" milik saya, tetapi saya merasa kesulitan
untuk membedakan apakah impressi itu mengenai saya
atau mengenai orang lain. Yang menghalangi tentu saja
ego saya. Dan ego itu tidak lain adalah konsep diri
saya yang ditanamkan oleh budaya dimana saya
dibesarkan. Saya dan Anda dibesarkan dengan pengertian
bahwa ego harus dipertahankan demi kewarasan pikiran.
Kalau tidak demikian, maka akan bisa terombang-ambing
antara kepentingan saya sendiri dan kepentingan orang
lain yang saya lihat sebagai saya juga.
Memang benar akan ada kemungkinan seperti itu,
terutama bagi mereka yang lemah mentalnya. Tetapi
disini saya akan berbicara tentang hal-hal yang umum
dan berlaku bagi semua orang, dan bukan tentang
psikologi klinis yang menyelidiki tentang hal
schizophrenia, paranoia, dan sebagainya. Ada orang
yang lemah mentalnya dan tidak bisa melakukan
komunikasi yang empatik tanpa jatuh ke dalam kategori
tidak waras. Dan ada orang yang sehat jasmani dan
rohani dan mampu untuk melakukan komunikasi yang
empatik sebagaimana komunikasi umumnya. Apa adanya dan
tanpa dipaksakan.
Secara gamblang, Komunikasi yang Empatik adalah
mengkomunikasikan apa yang kita baca dari pikiran kita
sendiri tentang apa yang dirasakan oleh orang lain,
apa aspirasinya, apa ketakutannya, apa kepentingannya.
Dan itu bisa kita lakukan apabila kita mau kembali
menelaah situasi yang terjadi ketika kita masih bayi
sebelum konsep ego ditanamkan oleh lingkungan kita.
Kita akan bisa melihat orang lain seperti kita melihat
diri kita sendiri. Kita akan bisa merasakan orang lain
seperti kita merasakan diri kita sendiri.
Tetapi ada bedanya dibandingkan dengan ketika kita
masih bayi ketika kita belum bisa menerangkan apa
sebenarnya yang kita lihat dan rasakan tentang
orang-orang lain itu. Sekarang, kita akan bisa
membedakan bahwa sesuatu yang kita lihat itu adalah
mengenai orang lain. The others. Dan bukan kita
sebagai diri kita yang merupakan entitas terpisah dari
orang-orang lain itu. Ketika kita masih bayi, hal itu
tidak bisa kita lakukan.
You could give it a try even now! Try to think and
feel as if you were somebody else: your close friend,
your mate, your brother, sister, neighbor, anybody.
Ucapkanlah, tuliskanlah
cobalah untuk diperiksa
dengan orangnya apakah benar demikian. Dan Anda telah
melakukan Komunikasi yang Empatik!
Di bahagian atas telah saya tuliskan bahwa tahap
pertama dalam penguasaan Komunikasi yang Empatik
adalah dengan mencoba membayangkan diri kita sendiri
sebagai orang lain. Seolah-olah kita adalah orang lain
itu. As if we were the other person with whom we are
having an empathetic communication Caranya memang
mudah, dan bahkan tahap-tahap selanjutnya juga sama
mudahnya.
Tahap berikutnya dijalankan dengan melakukan Osmosis.
Osmosis adalah istilah ilmu alam yang berarti
menyamakan isi dari sesuatu yang kosong dengan sesuatu
yang berisi. Kalau saya merupakan satu kertas kosong,
dan di sebelah saya ada satu kertas berisi tulisan,
maka isi dari kertas bertulisan itu bisa berpindah ke
kertas kosong yang merupakan diri saya.
Maksud dari istilah itu adalah penyerapan pengetahuan
dari seseorang tanpa melalui cara-cara umum; tanpa
perlu diajari secara formal, walaupun tetap harus ada
komunikasi intensif. Bagaimana cara melakukan Osmosis
bukanlah sesuatu yang aneh bagi kita manusia-manusia
normal. Bukankah kita sudah melakukan Osmosis itu
sepanjang hidup kita?
Bukankah kita sudah menyerap segala nilai-nilai budaya
dari masyarakat kita tanpa kita merasa mempelajarinya
secara sungguh-sungguh: nilai-nilai budaya dari orang
tua kita, dari teman sepergaulan kita, dari teman
sekolah kita, dari segalanya yang kita temui sepanjang
hidup kita? Dan kita telah melakukannya sejak kita
sadar bahwa kita sadar. Sejak kita sadar bahwa kita
memiliki kesadaran sebagai seorang entitas.
Tidak ada cara lain bagi kita dalam mempelajari
sesuatu secara MENDALAM selain melakukan Osmosis. Bisa
saja kita melanjutkan sekolah dan mempelajari segala
teknik itu, tetapi yang terutama kita lakukan adalah
Osmosis. Osmosis dari dosen-dosen kita, dari pengajar
kita, dari penulis yang kita kagumi...
Segala teknik yang dipelajari itu cuma pengisi waktu
saja, cuma sebagai bukti empirik bahwa ada metode yang
diajarkan dan dipelajari. Tetapi untuk bisa dan
memahami mau tidak mau kita harus melakukan Osmosis.
Setelah Osmosis itu Anda jalankan, dengan mudah Anda
akan bisa mengembangkan teknik Anda sendiri, bahkan
pengertian Anda sendiri.
Mungkin apa yang saya tulis kali ini terasa
mengejutkan bagi sebagian rekan-rekan. Mungkin juga
ada sebagian rekan yang telah bisa meraba secara
intuitif bahwa pada akhirnya saya akan menuliskan hal
ini juga, apapun konsekwensinya.
Apapun konsekwensinya, saya harus menuliskan terus
terang bahwa Komunikasi yang Empatik adalah bakat alam
dari tiap orang yang bisa dipelajari sendiri asalkan
mau membuka hati dan pikiran terhadap fenomena alamiah
yang telah kita alami dalam perkembangan hidup kita
sendiri sebagai manusia.
Pertama, seperti disebutkan sebelumnya, kita bisa
memulai Komunikasi yang Empatik dengan cara
membayangkan diri kita seolah-olah kita adalah orang
lain itu: teman, pasangan hidup, atasan, bawahan,
kolega bisnis, teman kuliah, dsb.... Dan kedua, dengan
mulai melakukan Osmosis dari orang-orang yang Anda
anggap telah mahir melakukan Komunikasi yang Empatik.
Segala percakapan dengan menggunakan bahasa sehari-
hari ini adalah Komunikasi yang Empatik dengan aliran-
aliran Osmosis dari alam bawah sadar orang yang satu
ke bawah sadar orang yang satunya lagi. Dan bergerak
kembali dengan input, output, dan feedback yang tidak
berkesudahan. Hasil akhirnya adalah pemenuhan isi dari
seseorang yang tidak memiliki dengan isi dari orang
lainnya yang memiliki. Osmosis selalu berlaku dua
arah, dan tidak pernah hanya berlaku searah.
Nah, bukankah Osmosis ini adalah sesuatu yang natural
atau alamiah bagi Anda? Anda telah melakukannya
sepanjang hidup Anda. Waktu Anda kuliah, Anda bisa
menangkap maksud hati seorang dosen hanya dengan
mengamatinya. Waktu Anda masih pacaran, Anda bisa tahu
bahwa pacar Anda serius atau tidak dalam berhubungan
dengan Anda. Waktu Anda telah menikah seperti
sekarang, Anda bahkan bisa tahu kalau pasangan Anda
hanya mempertahankan formalitas belaka karena segala
desir romantik telah habis terpakai.
Jadi, Komunikasi yang Empatik juga mengandalkan
Osmosis yang tidak berkesudahan ini antara Anda dan
orang-orang lainnya dengan mana Anda melakukan
komunikasi. Kalau Anda merasa bahwa perlu melakukan
Osmosis dari saya, that's fine too. Aturlah waktu
untuk bertemu dengan saya atau saling berkirim e-mail
dan SMS! Bisa juga melalui chatting atau bahkan cukup
dengan HANYA membaca tulisan-tulisan saya.
Cuma sesederhana itu. Cuma... Tetapi tentu saja masih
banyak lagi pernak-perniknya. Sekali bertemu saja
tidak cukup, sekali membaca saja juga tidak cukup;
Anda perlu bertemu atau membaca berulang-ulang untuk
bisa menangkap ESSENSI dari apa yang dikomunikasikan
itu. Osmosis memang memerlukan interaksi berkali-kali.
Tidak cukup sekali bertemu atau berinteraksi, tetapi
perlu waktu berulang-ulang sampai Osmosis itu
tuntas. (Leo)
++++++++++++
[Leo seorang praktisi Psikologi Transpersonal; no HP:
0818-183-615. Untuk bergabung dengan Milis SI, click:
<http://groups.
NOTE: Except mine, all names used in the YM / email
conversations are PSEUDONYMS.]
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar