Dari milis tetangga:
>
> Bisa dikatakan demikian atau dalam bhs Inggris saya pernah menulis:
> 'In the imperfection lies the perfection'. Hal ini juga sejalan
> dengan himbauan: 'Menerima semua sebagaimana apa adanya' atau
> 'Acceptance of All, because All is One'.
>
> Salam hangat selalu,
>
> Jusuf Achmad.
> ============
>
Ngurah Agung <ngestoerahardjo@
> Menarik Mas ...
>
> Sebagai kata-kata, yang saya bolting di atas terdengar indah.
Bahkan intelek ini kurang-lebih pernah menganggap kalau yang seperti
itu berkontribusi besar pada ketenteraman batin seseorang.
>
> Cuman persoalannya adalah, bisakah kita benar-benar melihat segala
sesuatunya seperti 'apa adanya' tanpa menumpangkan anggapan-anggapan
ataupun keinginan-keinginan kita terhadapnya?
> Atau malah sedikit mundur lagi: apakah apa yang kita lihat sebagai
'apa adanya' itu memang benar-benar 'apa adanya' dan bukannya 'apa
adanya' hanya menurut anggapan kita, atau secara subjektif saja,
dimana sesungguhnya boleh jadi malah 'adanya' jauh berbeda?
>
> Atau lebih ke belakang lagi, bagaimana kita bisa meyakini kalau
apa yang kita terima itu memang 'sebagaimana adanya', dan bukannya
lantaran tahu kalau menerima 'sebagaimana adanya' itu menenteramkan
hati, lantaran kita sebetulnya memang hanya ingin tenteram? Dengan
lain kata, nggak mau tahu apapun itu adanya asal saya bisa merasa
tenteram.
> Karena ketenteraman inilah yang sebetulnya kita inginkan, dan
bukannya apa sesuatu itu memang 'sebagaimana adanya' ataukah tidak.
>
> Bagaimana ini Mas?
>
> Persaudaraan selalu,
> NR.
>
>
> ============
> Semasih Anda menyangka kalau kepolosan itu harus kasat-indria,
> agar diketahui kalau Anda polos,
> Anda bisa saja berpura-pura polos untuk mengelabui orang-orang.
>
> ~anonymous 211006 -09.
> ============
'Menerima semua sebagaimana apa adanya' atau 'Acceptance of All,
because All is One'. Adalah tahapan Oneness atau Manunggaling Kawalu
Gusti. Tahapan ini bisa dicapai bukan saja membutuhkan maturity dari
sisi Love and Wisdom, tapi juga penggabungan kedua sisi Ying-Yang ini.
Setelah bisa lepas dari paradox Love and Wisdom (Rahman & Rahim).
Kecintaan tanpa pamrih, PEMAAFAN kalau dilihat sepintas berseberangan
dengan Wisdom, Justice, Keadilan, keseimbangan yang menembus ruang
waktu (hukum karma, sebab akibat, TIDAK ADA PEMAAFAN).
Sebagamana pula pada tahapan ketika kita bisa lepas dari paradox
menerima Dia sebagai yang MAHA NYATA dan sekalaigus sebagai MAHA
TERSEMBUNYI.
Bagaimanapun chaos nya keadaan sekeliling, ketenangan sejati terus
dapat dipertahankan, karena adanya kecintaan tanpa pamrih kepada semua
disertai dengan kebijaksanaan (Wisdom) yang menembus ruang-waktu,
serta tidak merasakan adanya paradox dgn kedua sisi feminin-maskulin ini.
Salam hangat selalu,
Jusuf Achmad
Website: http://www.going-
____________
Never miss a thing. Make Yahoo your home page.
http://www.yahoo.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar