Salah, salah, salah! Nyang betul adalah Budiman Pradita Manneke, d.h. manneke
budiman. Punya toko obat nyamuk Baygon di samping Optik Seiz, d.h. Tjun Lie.
Mau mampir? Monggo.
manneke
Quoting ayaz <hellaz1001@yahoo.
> Ha..ha...iki yo lakon temenan....kabare lagi ngakak-ngakak nang
> nggurine manneke bung hahaha.....Ya udah terusin aja dulu nulisnya!!
> kite2 lagi belajar karo sampeyan kog. hehe.....salam special kanggo
> Budiman Manneke yo....dudu manneke budiman lho! hahha.....
>
>
>
>
>
>
> --- In psikologi_transform
> <audivacx@..
> >
> > Lha ya itu Oom Ayaz...ditunggu garamnya sampeyan.
> > Piye kabar sampeyan mas? Sudah balik ke tempatnya Cleopatra lagi?
> >
> > ayaz <hellaz1001@
> yang memikat. Tapi lagi-lagi solusi yang ditawarkan kog
> > terasa masih jauh ya...masih..
> papa
> > lah mungkin masih harus ditambah sedikit garam biar ada yang baru
> > gitu lho bung
> >
> > --- In psikologi_transform
> > <audivacx@> wrote:
> > >
> > > Pendidikan Berbasis Pluralitas
> > >
> > >
> > > Oleh:
> > > Audifax
> > > Staf Peneliti di SMART Human Re-Search & Psychological
> Development
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > People living without rights
> > > Without their dignity
> > > How loud does one man have to shout
> > > To earn his right to be free
> > >
> > >
> > > You can keep your toy soldiers
> > > To segregate the black and white
> > > But when the dust settles
> > > And the blood stops running
> > > How do you sleep at night?
> > >
> > >
> > > Phil Collins
> > > Colours
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > Thinking outside the line. Kalimat itu sering digunakan untuk
> > menggambarkan kreativitas. Manusia pada dasarnya menggunakan garis-
> > garis konstruksi tertentu ketika berpikir dan mengolah realita di
> > hadapannya. Garis konstruksi ini tak lepas dari apa yang telah
> > dibudayakan pada diri kita. Asal mula garis itu bisa dari agama,
> > norma, kebiasaan, nilai atau hal-hal yang sifatnya (di)wajar(kan)
> > secara kultural. Maka itulah, kreativitas sering digambarkan
> > sebagai `sebuah penciptaan' yang sifatnya menembus atau melampaui
> > garis konstruksi yang telah kita anggap wajar.
> > >
> > >
> > > Dengan demikian, sebenarnya kreativitas terkait dengan apa
> yang
> > dijelaskan Derrida sebagai `dekonstruksi'
> adalah
> > sebuah proses dekonstruksi terhadap konstruksi yang telah dianggap
> > jamak atau biasa. Kreativitas adalah sebuah cara berpikir yang
> > melampaui konstruksi pemikiran. Pada titik ini, kita perlu
> mencermati
> > bahwa kemampuan untuk `melampaui' itu bukan dengan menafikan
> > konstruksi yang telah ada melainkan dengan mengafirmasi konstruksi
> > itu, menyadari keberadaan konstruksi itu dan melibatinya secara
> lebih
> > luwes ketimbang mereka yang terpaku pada alur-alur garis atau
> > thinking inside the line.
> > >
> > >
> > > Perkembangan jaman saat ini, memerlukan cara berpikir kreatif
> > atau dekonstruktif. Kenapa? Karena perkembangan jaman saat ini
> > menunjukkan bahwa masyarakat bukan lagi terbagi dalam kelompok-
> > kelompok besar melainkan kelompok-kelompok kecil. Ada sekian
> banyak
> > partai. Ada sekian banyak suporter sepakbola. Ada sekian banyak
> suku.
> > Masih banyak lagi bisa kita contohkan bagaimana masyarakat
> Indonesia
> > menjadi semakin terfragmentasi dalam kelompok kecil dengan ciri
> > khasnya masing-masing.
> > >
> > >
> > > Jaman sudah berubah, kita bukan lagi sebuah bangsa dengan
> narasi
> > besar yang menyatukan semuanya. Saat ini justru muncul begitu
> banyak
> > narasi kecil yang tak jarang satu sama lain bertentangan. Di
> sinilah
> > kreativitas atau cara berpikir dekonstruktif diperlukan. Penanaman
> > hal ini, mesti dilakukan sejak usia dini atau sejak anak-anak.
> Jika
> > tidak, dalam beberapa dekade ke depan, terdapat potensi meledaknya
> > berbagai pertentangan cara pandang.
> > >
> > >
> > > Pendidikan Berbasis Pluralitas
> > > Pendidikan di jaman ini, tak bisa semata berbasis kompetensi
> > (atau kompetisi) melainkan juga mesti menyertakan bagaimana anak
> > dibekali kecerdasan untuk hidup di tengah pluralitas. Kecerdasan
> > inilah yang akan membantunya thinking outside the line.
> Bagaimanapun,
> > sejak lahir manusia telah terjerat oleh jejaring struktur budaya
> yang
> > dibuatnya sendiri. Agar dapat direkognisi sebagai `seseorang',
> masing-
> > masing dari kita mesti menyandang konstruksi tertentu. Konstruksi
> ini
> > membuat kita direkognisi sebagai seseorang, entah itu seorang
> Muslim,
> > Katolik, Cina, Sunda, Pelajar, Insinyur, Psikolog, Ustad, Laki-
> laki,
> > Perempuan atau apa saja.
> > >
> > >
> > > Tanpa konstruksi itu, anda tak akan bisa hidup di tengah
> > masyarakat. Namun, konstruksi itu kerap menjerat kita untuk hanya
> > berpikir sebatas garis-garis konstruksi. Ini membuat orang
> melupakan
> > adanya sesuatu yang lain di luar garis konstruksi itu yang juga
> hidup
> > bersamanya. Inilah yang oleh para postrukturalis diidentifikasi
> > sebagai Liyan atau the Other. Kesulitan memahami Liyan atau Yang-
> Lain
> > ini tampak pada mereka yang seringkali merespon tulisan saya
> dengan
> > menyebut Liyan/Yang-Lain ini sebagai "Yang Lain-lain".
> > >
> > >
> > > Jelas beda antara Liyan dan Yang Lain-lain. Ketika kita
> > menyebut `Yang Lain-lain', masih tersirat adanya sesuatu yang
> menjadi
> > pusat dan hal-hal lain yang diidentifikasi pusat sebagai Yang Lain-
> > lain. Sedangkan Liyan, justru merupakan sesuatu yang tak mampu
> kita
> > identifikasi namun mesti disadari bahwa ia ada. Inilah sulitnya.
> > Orang yang terbelenggu dalam thinking inside the line akan
> > bertanya: "bagaimana kita menyadari jika kita tidak tahu?".
> > Pertanyaan ini pun masih menyiratkan adanya pusat karena
> menganggap
> > bahwa yang perlu disadari ada adalah sesuatu yang telah diketahui.
> > >
> > >
> > > Term `mengetahui' tak akan lepas dari bagaimana kita berpikir
> > hingga mencapai proses tahu. Masalahnya, Liyan ini adalah sesuatu
> > yang sama sekali berada di luar pikiran. Jika orang tidak
> menyadari
> > selalu ada sesuatu yang lain di luar pikirannya, maka diapun akan
> > sulit menerima pluralitas.
> > >
> > >
> > > Lalu apa hubungannya dengan kreativitas dan pendidikan di usia
> > dini? Konstruksi kultural, sebenarnya terutama tertanam sejak anak
> > menginjakkan kaki di bangku pendidikan. Agar mudah, guru kerap
> > melatih anak dengan cara-cara yang membuat anak berpikir di alur
> yang
> > telah ditetapkan. Cara ini membantu anak menguasai pelajaran,
> namun
> > juga berpotensi membuat cara berpikir mereka linier atau hanya
> > thinking inside the line.
> > >
> > >
> > > Kebiasaan berpikir linier ini tak terlalu menimbulkan masalah
> > ketika masyarakat ditertibkan oleh sebuah narasi besar yang
> > menyeragamkan semuanya, entah itu dengan jalan kekerasan
> sekalipun.
> > Namun, ketika orang mulai mendengung-dengungk
> kebebasan,
> > hak asasi, maka cara berpikir linier ini berpotensi menimbulkan
> > tabrakan antara satu konstruksi sosial dengan konstruksi sosial
> lain.
> > >
> > >
> > > Persoalan inilah yang mesti menjadi pemikiran bangsa Indonesia
> > yang berslogan "Bhinneka Tunggal Ika" ini. Ke-Bhinneka-
> sendiri
> > menyiratkan sebuah pluralitas yang hidup dalam sebuah ruang yang
> > sama. Keberbedaan yang satu sama lain memiliki hak hidup yang sama
> > dan tak bisa diseragamkan. Salah satu jalur yang bisa digunakan
> untuk
> > mengajarkan hidup dalam ke-Bhinneka-
> > sekolah anak membentuk dan mengasah kecerdasannya. Di sinilah
> > diperlukan bagaimana mengajarkan sebuah kecerdasan dalam
> menghadapi
> > pluralitas.
> > >
> > >
> > > Ada cermatan lain?
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > 17 Februari 2008
> > >
> > >
> > >
> > > Tentang Penulis
> > > Audifax adalah penulis dan peneliti. Dua hasil penelitiannya
> > diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, yaitu Mite Harry Potter
> (2005,
> > Jalasutra) dan Imagining Lara Croft (2006, Jalasutra). Bukunya
> yang
> > lain adalah Semiotika Tuhan (2007, Pinus Book Publisher).
> > >
> > >
> > > Pada April 2008 ini akan terbit buku Psikologi Tarot yang
> > ditulisnya bersama Leonardo Rimba. Buku ini akan diterbitkan oleh
> > Pinus Book Publisher.
> > >
> > >
> > > Saat ini Audifax menjabat research director di SMART Human Re-
> > Search & Psychological Development. Sebuah lembaga yang memiliki
> > concern pada riset dan pengembangan psikologi yang mengajarkan
> > pluralitas sejak usia dini. Informasi lebih lanjut, hubungi: SMART
> > Human Re-Search & Psychological Development, Jl. Taman Gapura G-20
> > (kompleks G-Walk) Citraland Surabaya. Telp. (031) 7410121, Fax
> > (031) 7452572, e-mail: smart.hrpd@
> > >
> > >
> > > Audifax mengundang anda untuk mendiskusikan esei ini di milis
> > Psikologi Transformatif. Jika anda memiliki concern terhadap tema
> > yang ada pada esei ini, mari bergabung dengan kita yang ada di
> milis
> > Psikologi Transformatif
> > >
> > >
> > > Sekilas Mailing List Psikologi Transformatif
> > > Mailing List Psikologi Transformatif adalah ruang diskusi yang
> > didirikan oleh Audifax dan beberapa rekan yang dulunya tergabung
> > dalam Komunitas Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas
> > Surabaya. Saat ini milis ini telah berkembang sedemikian pesat
> > sehingga menjadi milis psikologi terbesar di Indonesia. Total
> member
> > telah melebihi 2000, sehingga wacana-wacana yang didiskusikan di
> > milis inipun memiliki kekuatan diseminasi yang tak bisa dipandang
> > sebelah mata. Tak ada moderasi di milis ini dan anda bebas masuk
> atau
> > keluar sekehendak anda. Arus posting sangat deras dan berbagai
> wacana
> > muncul di sini. Seperti sebuah jargon terkenal di psikologi "Di
> mana
> > ada manusia, di situ psikologi bisa diterapkan" di sinilah jargon
> itu
> > tak sekedar jargon melainkan menemukan konteksnya. Ada berbagai
> sudut
> > pandang dalam membahas manusia, bahkan yang tak diajarkan di
> Fakultas
> > Psikologi Indonesia.
> > >
> > >
> > > Mailing List ini merupakan ajang berdiskusi bagi siapa saja
> yang
> > berminat mendalami psikologi. Mailing list ini dibuka sebagai
> upaya
> > untuk mentransformasi pemahaman psikologi dari sifatnya selama ini
> > yang tekstual menuju ke sifat yang kontekstual. Anda tidak harus
> > berasal dari kalangan disiplin ilmu psikologi untuk bergabung
> sebagai
> > member dalam mailing list ini. Mailing List ini merupakan tindak
> > lanjut dari simposium psikologi transformatif, melalui mailing
> list
> > ini, diharapkan diskusi dan gagasan mengenai transformasi
> psikologi
> > dapat terus dilanjutkan. Anggota yang telah terdaftar dalam milis
> ini
> > antara lain adalah para pembicara dari simposium Psikologi
> > Transformatif : Edy Suhardono, Cahyo Suryanto, Herry Tjahjono,
> Abdul
> > Malik, Oka Rusmini, Jangkung Karyantoro,. Beberapa rekan lain yang
> > aktif dalam milis ini adalah: Audifax, Leonardo Rimba, Nuruddin
> > Asyhadie, Mang Ucup, Goenardjoadi Goenawan, Ratih Ibrahim, Sinaga
> > Harez Posma, Prastowo, Prof Soehartono Taat Putra,
> > > Bagus Takwin, Amalia "Lia" Ramananda, Himawijaya, Rudi Murtomo,
> > Felix Lengkong, Hudoyo Hupudio, Kartono Muhammad, Helga Noviari,
> > Ridwan Handoyo, Dewi Sartika, Jeni Sudarwati, FX Rudy Gunawan,
> Arie
> > Saptaji, Radityo Djajoeri, Tengku Muhammad Dhani Iqbal, Anwar
> Holid,
> > Elisa Koorag, Lan Fang, Lulu Syahputri, Kidyoti, Alexnader
> Gunawan,
> > Priatna Ahmad, J. Sumardianta, Jusuf Sutanto, Stephanie Iriana,
> Yunis
> > Kartika dan masih banyak lagi
> > >
> > >
> > > Perhatian: Milis ini tak ada moderator yang mengatur keluar
> masuk
> > member. Setiap member diharap bisa masuk atau keluar atas
> keputusan
> > dan kemampuan sendiri.
> > >
> > >
> > > Jika anda berminat untuk bergabung dengan milis Psikologi
> > Transformatif, klik:
> > >
> > >
> > > www.groups.yahoo.
> > >
> > >
> > > ------------
> > > Looking for last minute shopping deals? Find them fast with
> Yahoo!
> > Search.
> > >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > ------------
> > Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.
> Try it now.
> >
>
>
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar