Syair dari Seng Chao dan Vimalakirti mungkin bisa menjelaskan pemikiran kuno di timur maupun barat (pre-socratic) mengenai Self. Berbeda dengan A.Maslow (1941) berangkat dari kerisauannya mencari akar psikologis mengapa sampai ada pemimpin2 yang demi ambisi self nya rela membuat sampai dua kali Perang Dunia dalam tenggang waktu yang tidak terlalu lama.
Perang Dunia I ( 1914 - 1918 ) dan Perang Dunia II ( 1939 - 1945).
Dia tidak puas pada Freud yang berani2nya membuat teori orang sehat dari pengalaman mengurus penderita sakit jiwa.
Lalu dia pergi keliling menginterview orang2 sukses ' the growing tips ' dan sampai pada kesimpulan Hirarkhi Kebutuhan, bahwa yang tertinggi justeru menjadi manusia yang diakui oleh lingkungan sebagai orang baik.
Padahal kaisar Chin Hsih Huang dalam sejarah Cina kuno yang telah mampu menyatukan Cina, suatu hari berpesta merayakan suksesnya dan mengundang banyak tamu. Dia menunjuk kuda yang sedang merumput dan berkata : " Lihatlah betapa gemuknya kerbau itu !". Lalu hadirin serentak mengamini : " Benar sekali Yang Mulia, kerbau itu sangat gemuk berkat kepemimpinan YM dalam mengatur negara "
" Heaven and Earth and I are of the same root.
The ten-thousand things and I are of one substance.
Oh little flower, but if I could understand what you are, root and all.
And all in all, I should know what God and man is "
(Seng Chao, 384 - 414)
Mount Sumeru is in a grain of mustard,
Within it the whole universe is hidden.
Since the world is sick, I feel sick,
Since human is suffering, I suffer "
(Vimalakirti , awal tahun Masehi)
Masih ditambah lagi dengan Mpu Tantular (awal abad 14) dengan ' bhinneka tunggal ika'.
Intinya sebenarnya adalah tidak ada self yang terisolir, yang ada adalah " the true Self of no Self ".
Karena itu saya usulkan supaya porsi pelajaran kearifan timur ditambah dalam pendidikan S1 Psikologi dan dilengkapi dengan kosmologi. Ini untuk kepentingan psikolog sendiri supaya bisa mengikuti perubahan paradigma yang sangat dahsyat, bukan untuk membuat supaya bertobat dan mengikuti kearifan timur.
Salam,
Jusuf Sutanto
Dari: was_swas <was_swas@yahoo.
Kepada: psikologi_transform
Terkirim: Senin, 12 November, 2007 2:25:40
Topik: Bls: [psikologi_transfor
Pak Jusuf, saya kurang mengerti bagaimana Bapak bisa sampai pada kesimpulan ini:
Yang satu mengatakan self dalam kondisi eternal becoming (spt juga Fuad Hassan) dan yang lain sebagai atom, misalnya Maslow dalam hirarkhi kebutuhan
Sejauh yang saya tahu, pemikiran Maslow sejalan dengan eternal becoming. Hirarki Kebutuhan itu menunjukkan bahwa dalam proses "becoming", proses sering terganggu karena adanya kebutuhan yang lebih mendasar yang kurang terpenuhi. Namun.. bukan berarti bahwa kebutuhan berikutnya baru bisa muncul dan terpenuhi jika kebutuhan sebelumnya sudah tercukupi, karena pada dasarnya tidak mungkin kita memenuhi kebutuhan sepenuhnya.
Contohnya saja, seorang artis yang mengaktualisasikan dirinya dengan menghasilkan karya seni, atau Bunda Teresa yang mengaktualisasikan dirinya dengan berkarya membantu orang papa di India sana, bukan berarti tidak pernah lagi punya Physiological Needs (lapar, haus) atau kebutuhan2 mendasar lainnya. Hanya saja, jika memang seseorang masih berkutat pada level yang mendasar, akan lebih sulit baginya untuk beraspirasi pada kebutuhan berikutnya. Bukannya tidak mungkin, namun lebih sulit.
Seseorang yang untuk makan saja sulit, lebih kecil kemungkinannya untuk ikut gerakan Greenpeace menyelamatkan ikan paus. Itu salah satu contohnya. Namun, jika seseorang sudah bergerak fokusnya pada kebutuhan yang lebih tinggi, maka dia lebih mudah untuk menguasai kebutuhan sebelumnya.
Hirarki kebutuhan itu, walaupun disebut hirarki, bukan berarti harus dipenuhi dari dasar ke puncak kok. Itu lebih menggambarkan proses "becoming" seseorang, dari yang hanya berkutat pada dirinya sendiri, dengan kebutuhan yang sangat mendasar (kebutuhan fisiologis), hingga menjadi seseorang yang beraktualisasi diri. Apakah aktualisasi dirinya ini memperhatikan orang lain (seperti Bunda Teresa yang mengabdikan hidupnya untuk kaum papa), atau memperhatikan dirinya sendiri (seperti orang yang aktualisasi dirinya menjadi kaya raya), itu tidak terlepas dari unsur2 psikologis dan sosiologisnya.
Self Actualization adalah istilah yang dipakai Maslow untuk menggambarkan keadaan "have become". Setelah masuk dalam tahapan self-actualization, maka yang ada adalah "becoming better". Dan tidak semua orang berhasil masuk dalam tahapan ini, karena seringkali terjegal dan terfokus pada tahapan2 sebelumnya, seperti Self Recognition (Self-Esteem) yang sudah dijelaskan Mas Wolker. Self-Recognition ini adalah tahap keakuan yang paling tinggi. Seperti Mas Wolker sudah jelaskan, untuk masuk ke Self-Actualization, seringkali ditandai dengan peak experience yang melepaskan seseorang dari tahap keakuan tertingginya :)
Salam,
--- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, Jusuf Sutanto <jusuf_sw@...> wrote:
>
> Pak Wolker,
> Saya senang anda mempersoalkan ini karena spt dikatakan oleh David Baird (hal 46) :
> " Gelap tidak bisa menyingkirkan gelap , hanya terang yang dapat melakukannya .
> Kebencian tidak bisa menyingkirkan kebencian, hanya welas asih yang bisa melakukannya "
> Dengan silih asah - asuh - asih, kita milllis bisa menjadi upaya pemahaman kehidupan.
> Hanya setelah itu, maka kehidupan ini baru bisa dijalani dalam tingkatannya yang setinggi mungkin.
> ===
> Akar masalahnya bisa dilihat bukan hanya dari Timur, tapi juga Yunani kuno sebelum Socrates ( 470-399 SM)
> Promotheus dan Heraklitus mengatakan tentang eternal becoming (pantarei) mirip dengan fisika kuantum, sedangkan Parmenides unchangeable being berdasarkan konsep atomnya Democritus, ada benda terkecil yang tak bisa dipecah lagi " a-tomos ".
> Sama seperti orang bijak di Timur, perbedaan pandangan ini bermuara dalam konsep mengenai " Self ".
> Yang satu mengatakan self dalam kondisi eternal becoming (spt juga Fuad Hassan) dan yang lain sebagai atom, misalnya Maslow dalam hirarkhi kebutuhan. Muaranya lalu perlu adanya penjelasan soal Self Recoqnation atau Actualization .
> Bandingkan Hirarkhi Maslow dengan Konfusius tentang Self :
- Learning to be human
- Learning for the sake of the Self
- Self is not as isolated atom
- Self is not a single , separate individuality
- Self as a being of relationship
- Self as Centre of relationship
- Self develops continuously
- Ever-expanding process
- Ever growing network of human relatedness
- A truly Self realization
> Saya yakin kalau Konfusius sempat ketemu dengan pemikiran Yunani kuno ini, akan menginclude Promotheus dan Heraklitus dalam statementnya bahwa dia bukan creator tapi just transmittor dari kearifan yang sudah ada jauh sebelum dia lahir.
>
> Ngomong2 kapan nih copy daratnya , pasti seru deh dan yang penting bermanfaat bagi semua, bukan datang dgn greget mau menang-menangan untuk membuktikan pandangan orang lain salah.
> Ingat " Thian shang, yo Thian - di atas langit, masih ada langit "
>
> Salam,
> Jusuf Sutanto
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar