Mas Wolker, ulasannya kewl ;-) Walaupun kalau buat saya pribadi yang namanya "wisdom" itu baru benar2 jadi wisdom kalau bisa diterapkan dalam "way of thinking" dan "way of conduct" ;)
Tapi nggak papa deh, kalau masukannya begitu ;). Harus diakui juga kok, kalau saya sangat menikmati cerita2 kearifan timur-nya Pak Jusuf ;) Cuma akhir2 ini ketika Pak Jusuf mulai mengkritik ini-itu yang ada di ranah nyata, the devil's advocate in me memang jadi tergelitik.. HAHAHAHA..
Maaf-maaf ya, Pak (dan teman-teman lain), kalau kesannya menerjang dan menyerang orang yang lebih tua :) Hormat saya tetap kok kepada Pak Jusuf. Tapi memang job desc-nya the devil's advocate untuk take a skeptical view and find holes.. for the sake of the argument and the structure of the concept itself ;-)
Salam,
--- In psikologi_transform
>
> Saya mendapat pengetahuan berharga, via suatu milis, dari seorang
> Chinese-Indonesia yang tinggal di Amerika. Karena latar belakang
> keahliannya Filsafat, dia menekankan pentingnya membedakan
> antara "Timur" sebagai cara berpikir dan "Timur" sebagai pepatah-
> pepatah, ujar-ujar arif, nasihat-nasihat.
>
> "Timur" sebagai nasihat-nasihat tidaklah terlalu penting. Yang
> menurut teman tersebut yang istimewa adalah Timur sebagai disiplin
> berpikir alternatif. Cara berpikir timur : holistik, melihat
> interkoneksi antara bagian-bagian, melihat baik Yin maupun Yang, non-
> linier.
> (catatan :umumnya yang diartikan timur adalah China, Jepang dan
> India; Jawa lain lagi : mengutamakan kehalusan rasa).
>
> Dengan pembedaan ini (cara berpikir vs nasihat) kita tidak perlu
> menuntut Pak Jusuf 'bertindak atau menulis lebih arif'. Cukuplah
> peranan Pak Jusuf memperkenalkan "timur" sebagai cara berpikir
> alternatif. Dan kepada Pak Jusuf juga tidak perlu sibuk menasihati
> orang, menggurui, ataupun 'bersikap arif'.
>
> Swas, misalnya, punya pedoman Kitab Suci sebagai sumber nasihat.
> Atau, bisa jadi, Fulan punya sumber nasihat dari budaya Jawanya.
> Resistensi, kesia-siaan, superioritas-
> terjadi kalau seseorang menasihati mereka dari sudut Zen, Lao Tse,
> Krishnamurti. Tapi...sebagai sharing nggak apa-apa. Toh sharing beda
> dengan menasihati.
>
> Mari kita gali terus Cara Berpikir Timur !
>
> WK
>
> Referensi kecil:
> Choi, Incheol and Richard Nisbett. Cultural Psychology of Surprise.
> Journal of Personality and Social Psychology. 79/6, 2000. A Korean
> and an American psychologist quantify global wave/particle cognitive
> complements. ---> East Asians are held to reason holistically,
> attending to the field in which objects are embedded and attributing
> causality to interactions between the object and the
> field
.Westerners are held to think analytically, attending
> primarily to the object and paying little attention to the field and
> preferring to attribute causality to properties of the object. (890)
>
> Choi, Incheol, et al. Individual Differences in Analytic versus
> Holistic Thinking. Personality and Social Psychology Bulletin. 33/5,
> 2007. Oh, East is East, and West is West, and never the twain shall
> meet. famously wrote Rudyard Kipling in 1895. Over a century later,
> it can now be quantified and explained that these great hemispheres
> are in fact complementary in kind. A collaboration of Seoul National
> University and the University of Virginia here reaffirms an
> archetypal reciprocity as the quotes express. Asian mentations are
> also said to consider a larger amount of information, and to pursue
> middle ground compromises, yin/yang style, rather than fixing on one
> option. ----> It is now widely accepted that East Asians hold a
> holistic assumption that every element in the world is somehow
> interconnected, whereas Westerners tend to view the universe as
> composed of independent objects. (692) In the holistic style of East
> Asians, attention tends to be oriented toward the relationship
> between objects and the field to which the objects belong. In
> contrast, the analytic style of Westerners tends to focus attention
> more on an object itself rather than on to field to which it
> belongs. The apparent difference in the allocation of attention
> allows East Asians to see the "whole picture" with more ease than
> they would see individual parts, whereas the reverse is the case for
> Westerners. (692)
>
> Clarke, John James. The Tao of the West. London: Routledge, 2000. An
> attempt to find a middle path between an Eastern sense of a
> holistic, ecological cosmos spontaneously engaged in self-creation
> and the Western penchant for a mechanistic, determinist model which
> defers to transcendence.
> Lihat :
> http://www.naturalg
>
> --- In psikologi_transform
> jusuf_sw@ wrote:
> >
> > Dear all,
> >
> > Banyak yang mengharapkan supaya diberikan tips bagaimana
> kearifan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
> > Setelah Diagram Tulang Ikan Ishikawa untuk membuka pikiran
> karyawan sehingga mau memahami hubungan keterkaitan antara yang satu
> dengan yang lain, sekarang kita akan membahas tentang Knowledge
> Management..
> > Ilmu ini muncul untuk mengantisipasi kebiasaan negatif : ganti
> pemimpin ganti kebijakan ; setelah anaknya kembali dari belajar di
> luar negeri lalu semua yang ada diacak-acak dan diubah.
> > Karena muncul ilmu Knowledge Management untuk menginventarisasika
> kekayaan pengetahuan yang didapat berdasarkan pengalaman dari
> generasi yang terdahulu supaya bisa diwariskan pada generasi penerus.
> >
> > Dalam kearifan timur sudah dikenal ajaran " kalau kamu mau
> memindahkan pagar, tanyalah terlebih dulu pada siapa yang membuatnya
> dan untuk tujuan apa dibuat. Ini mengisyaratkan supaya kita
> menghargai generasi pendahulu dan tidak main hantam kromo mengganti
> yang lama dengan yang baru. Ajaran ini ditujukan untuk membimbing
> kaum muda yang akan menggantikan yang tua.
> > Lantas bagaimana tanggung jawab yang tua pada yang muda ?
> >
> > Budaya Timur sangat unik dan bisa dituangkan dalam ceritera silat
> menjadi semacam Psikologi Naratif.
> > Misalnya dalam film Crouching Tiger-Hidden Dragon, dikisahkan
> seorang pewaris Butong yang telah menerima pedang pusaka dari
> gurunya, tapi belum juga menemukan murid yang berbakat untuk
> mewarisi ilmunya. Akhrinya pedang itu dititipkan pada seorang spy
> dikembalikan ke perguruannya, tapi di tengah jalan dicuri oleh
> seorang pencuri.
> > Pewaris Butong itu mencoba merebutnya kembali dan ketika terlibat
> dalam duel, dia merasakan pencurinya berbakat dan menggunakan jurus2
> Butong yang belum sempurna.
> > Yang terjadi sesudah itu adalah lalu duel diubah menjadi pewarisan
> ilmu Butong yang sejati.
> > Pemilik pedang pusaka malah mengasah sang pencuri dengan ilmu yang
> sejati.
> > Pesan dari kisah ini adalah " ketika bertemu dengan urusan
> keberlanjutan suatu ilmu, maka permusuhan menjadi sirna seketika
> karena yang lebih diutamakan adalah kesinambungan ilmu.
> > Hal yang sama terjadi dalam kisah Pendekar Rajawali Sakti, ketika
> Kim Lun Hoat Ong, Hakim Roda Emas, menurunkan ilmunya pada Kwee
> Siang, anak bungsu musuhnya Kwee Tjeng.
> > Sayang sekali tidak ada orang yang menjelaskan spirit di balik
> ceritera silat sehingga intisari ajarannya tidak bisa muncul.
> > Pemahaman yang bersifat esoteric ini kemudian diubah menjadi
> kognitif - konseptual oleh ilmuwan modern.
> > Dapatkah psikolog Indonesia mentransfer pemahamannya untuk
> menghasilkan hal seperti ini dalam rangka membangun bangsanya ?
> >
> > Semoga bermanfaat,
> > Jusuf Sutanto
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > ____________
> > Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
> > http://id.yahoo.
> >
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar