Dari: "yoko santoso" <marginalized_
Saya juga cukup tertarik dengan isu2 ini. Tulisan Goenawan Mohamad
di Kompas(Sabtu, 6 Oktober 2007, kalau tak salah)diramu dengan
sangat manis menurut saya. Idenya sendiri tidak begitu baru, apalagi
bila kita mengikuti Catatan Pinggirnya tetapi ia memang seorang
jenius dalam berbahasa, dan wawasannya merambah sampai ke mana-mana.
Argumentasinya secara lembut tapi fundamental menurut saya menusuk
pandangan atheis seperti Sam Harris dan Christopher Hitchens bahwa
mereka sama salahnya dengan monoteis dengan menuntut kepastian. Saya
pribadi seorang agnostik, tapi saya juga agak `annoyed'(walau juga
cukup terhibur) membaca God is not Great karena Hitchens secara
tidak proporsional menurut saya menyerang Yesus, Gandhi, Dalai Lama,
hingga Buddhisme. Misalnya, ia (kurang lebih) menyerang Buddhisme
karena `membenci pikiran', dan pikiran yang tertidur akan
memunculkan monster(ia mengutip penyanyi Francis Goya). Tentunya
argumen ini tidak dilandasi atas pemahaman Buddhisme tentang mind
bahwa Buddhisme sudah `tuntas' atau melampaui rasio, bahwa seberapa
hebat rasio mampu menjelaskan realita, ia tidak bisa memberi
pembebasan(dan sama sekali tak berarti Buddhisme menentang
penggunaan rasio, hanya saja Pencerahan sejauh ini tak bisa dicapai
dengan meminum ramuan kimia atau rekayasa genetik). Lagipula, tanpa
melibatkan Buddhisme, sesungguhnya rasionalitas sudah dikritik
habis2an oleh `pembunuh raksasa' David Hume, ataupun Montaigne, dan
berbagai filsuf2 jaman sekarang.
Namun tentunya tak fair bila melihat hanya dari satu perspektif.
Goenawan Mohamad sebenarnya juga menulis dari perspektif lain
dalam Catatan Pinggir belum lama ini berjudul `Atheis'. Ia
menyatakan bahwa orang2 seperti Hitchens dan Sam harris ini
sebenarnya juga diperlukan; dan saya setuju memang, walau mereka
adalah orang-orang yang `membidik sasaran yang salah', tetapi mereka
punya porsinya sendiri. Ya orang-orang seperti merekalah yang secara
vokal meng-counter keganasan fundamentalisme agama di Amerika
sendiri maupun di dunia(dan saya pribadi barangkali lebih senang
dunia dipenuhi atheis fanatik seperti Hitchens daripada fanatik
agama seperti Bin Laden atau Jerry Falwell setidaknya mereka
sedikit lebih elegan).
Berbicara tentang dalih sains, saya setuju dengan bung Agung Hertanto
(saya panggil bung saja ya..); memang, banyak orang, beragama, tidak
beragama(termasuk Hitchens), dalam menyajikan argumen selalu
mengutip penemuan2 sains yang cocok dengan pandangan mereka dan
dengan adanya bukti sains mereka mengklaim KEBENARAN. Ini agak
menyesatkan; karena kadang proses tsb terjadi secara terbalik, orang
mengambil posisi terlebih dahulu, baru mencari pembenaran. Ini tak
lain hanya proses kliping, bukan penelitian sesungguhnya. Tentunya
ketemunya bisa macem2(dan kadang konyol saya sering dengar
fundamentalis Kristen yang mengklaim bahwa berdasar `teori karbon'
bumi ini usianya baru 20,000 tahun cocok dengan Old Testament;
atau klaim bahwa fosil dinosaurs itu dapat dijelaskan dengan Old
Testamet, mereka terbentuk ketika air bah melanda bumi jaman Nabi
Nuh). Lebih lanjut lagi di jaman modern ini, sains sesungguhnya
semakin bergerak ke ketidakpastian, dan karenanya muncul variasi
pendapat yang masing-masing punya dasarnya sendiri. Artinya di
sini, `opsi' semakin banyak teori2 sains menjadi ibarat komoditas
yang bisa dipilih dan dibeli sesuai selera; karenanya apa
yang `ilmiah' sesungguhnya sudah tinggal separo kekuatannya di jaman
sekarang. Bukannya sains tidak perlu, tetapi sekedar diberi catatan
kaki bahwa akhirnya kita harus mengakui bahwa dengan sains kita
hanya mampu menjelaskan apa yang SUDAH terjadi, bukan apa yang AKAN
terjadi. Sains tak lain hanya sekedar `buku panduan' untuk ber-
gambling, namun pada akhirnya kita tetap berjudi dengan probabilitas.
Salam,
Yoko
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar