Anda belum menangkap wacana yang sedang kita bahas.
Ini tdk ada kaitannya dgn burung, ikan dsb.
Tapi soal capacity building di perguruan tinggi, apakah hanya mencetak manusia yang tdk bisa dan berhenti berkembang menjadi seperti sepatu dgn satu ukuran saja, atau utamanya membuka kesadaran dan diberi kemampuan untuk terus mengembangkan diri menjadi manusia meski sdh lulus di PT sampai menemukan siapa dirinya seperti konsep Fuad Hassan.
Kalau anda tidak punya spesialisasi keahlian tertentu, lalu perusahaan mana yang mau menggaji anda ?
Salam,
JS
Ini tdk ada kaitannya dgn burung, ikan dsb.
Tapi soal capacity building di perguruan tinggi, apakah hanya mencetak manusia yang tdk bisa dan berhenti berkembang menjadi seperti sepatu dgn satu ukuran saja, atau utamanya membuka kesadaran dan diberi kemampuan untuk terus mengembangkan diri menjadi manusia meski sdh lulus di PT sampai menemukan siapa dirinya seperti konsep Fuad Hassan.
Kalau anda tidak punya spesialisasi keahlian tertentu, lalu perusahaan mana yang mau menggaji anda ?
Salam,
JS
----- Pesan Asli ----
Dari: Tomy T <tomigant@yahoo.com>
Kepada: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 19 Januari, 2008 6:25:11
Topik: Re: Bls: Bls: [psikologi_transformatif] Forensik Psikologi di Indonesia
Dari: Tomy T <tomigant@yahoo.
Kepada: psikologi_transform
Terkirim: Sabtu, 19 Januari, 2008 6:25:11
Topik: Re: Bls: Bls: [psikologi_transfor
halo Pak Yusuf.....ketemu lagi :)
kl dgn bhs saya yg pernah tuliskan...kalau pendidikan masih menjadikan manusia pada kemampuan (fakultas) spesialisasi saja....berarti menjadikan manusia menjadi hewan!
karena hewanlan mahluk spesialisasi. .....(soal terbang ada burung, soal nyelam ada ikan,.....)
manusia itu kan multidimensional
salam tomy
Jusuf Sutanto <jusuf_sw@yahoo. co.id> wrote:
Jusuf Sutanto <jusuf_sw@yahoo. co.id> wrote:
Mas Adhi,
Problem Universitas saat ini sdh diidentifikasi, yaitu : menghasilkan kemampuan penalaran yang diumpamakan spt sepatu dgn ukuran tertentu sehingga alih2 menguasai ilmunya, malahan dijadikan tawanan oleh ilmu yang dipelajarinya dan celakanya dia bangga telah menjadi tawanan. Kalau ketemu kaki yang lbh besar dari sepatunya, maka kakinya yang diserut spy pas ; kalau ketemu kaki yang lbh kecil, maka diganjel meski jalannya ketoplak2 kurang nyaman.
Sedangkan seharusnya dia sebagai master (bukan prisoner) yang tetap mempunyai kebebasan untuk menggunakan atau tidak menggunakannya atau mengkombinasikan dengan ilmu2 yang lain dsb.
Universitas yad datang adalah kumpulan berbagai kompetensi (bukan fakultas).
Mahasiswa yang ingin menjadi misalnya : dokter ; insinyur, ekonom, ahli hukum, diwajibkan menguasai kompetensi apa saja yang terkait. Universitas akan memasukkan disiplin ilmu tertentu (misalnya kosmologi ; biologi ; budaya dsb ) untuk menangkal spy lulusannya tidak menjadi tawanan dari profesinya tapi tetap menjadi manusia yang mau terus membuka diri dan belajar seperti konsep Fuad Hassan : mau terus belajar seumur hidup
Dasar-dasar ilmu psikologi akan mendapatkan peran yang besar karena diperlukan oleh semua profesi yang ada.
Saya membayangkan begitu kira-kira !
Salam,
JS
----- Pesan Asli ----
Dari: Merkurius Adhi Purwono <adhi_p@yahoo. com>
Kepada: psikologi_transform atif@yahoogroups .com
Terkirim: Sabtu, 19 Januari, 2008 2:43:17
Topik: Re: Bls: [psikologi_transfor matif] Forensik Psikologi di Indonesia
Mas Jusuf,
Hampir sulit membayangkan universitas tanpa fakultas. Saya penasaran
bagaimana nanti dalam pelaksanaan teknisnya? Kynya seru banget tuh...!
Kebanyakan SMA sekarang murid-muridnya terlalu diajarkan untuk survive
dalam ujian belaka. Bahkan sepertinya hampir-hampir disarankan untuk
'memperkosa' metode pembelajarannya yang kalau perlu tak usah memahami
esensi ilmunya yang penting belajar difokuskan untuk bisa menjawab
soal ujian dan lulus.
Salam,
Adhi Purwono.
--- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, Jusuf Sutanto
<jusuf_sw@.. .> wrote:
>
> Mas Juneman,
>
> Prof. Gumilar sdh on the right track dengan akan menjadikan UI sbg
Universitas tanpa fakultas !
> Memang kosa kata " kuliah " dari bahasa Arab, artinya ' universe ' ,
untuk membedakan dengan ' ayat ' yang artinya bagian.
> Universitas kita sdh menjadi kumpulan ayat, bukan universe lagi
bahkan jurusan filsafatnya pun sdh mau jadi ' ayat' filsafat.
> UI menunjukkan kepeloporannya untuk memulai di Indonesia. Bravo !
> Anda sebaiknya membaca buku - buku karangan F.Capra dan yang telah
dibedah dalam serial seminar yang dibukukan dalam "VISI BARU KEHIDUPAN
, Penerbit PPM dan " Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban "
Penerbit Buku Kompas.
>
> Vaclav Havel mengatakan bahwa science masa depan adalah mencari '
the hidden connections antara berbagai phenomenas ".
> Kalau itu terjadi, maka tidak akan ada sarjana psikologi yang mau
berurusan dengan dekon mendekon atau ribut soal ayat-ayat mana yang
paling hebat, tapi bagaimana membantu manusia spy bisa menggosok
permata yang ada di dalam dirinya masing-masing.
>
> Ini akan berdampak pada SMU, shg harus segera merubah
> sistem pendidikannya dari ' mendengar - mencatat - menghafal (meski tdk
> faham artinya) - supaya lulus ujian '.
> Dosen yang sekarang ada juga perlu re-orientasi karena bakal
bersentuhan dengan disiplin yang lain dalam kerjasama '
trans-disipliner' bukan mozaik berbagai disiplin yang ditempel-tempel.
>
>
> Salam,
> JS
>
>
> ----- Pesan Asli ----
> Dari: Juneman <juneman@... >
> Kepada: Juneman <juneman@... >
> Terkirim: Jumat, 18 Januari, 2008 12:41:23
> Topik: [psikologi_transfor matif] Forensik Psikologi di Indonesia
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Dear all,
>
>
>
>
> Pada 16 Januari 2008, di Aula Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, pukul 08.00-17.00 WIB telah terjadi Forensic Sciences and
Investigation Methods Workshop, dengan latar belakang & susunan acara
sebagai terlampir (forensik_16 jan_aula fk_ui.pdf). Saya sendiri hadir
mewakili Drs. Lukman Sriamin, M.Psi., Ketua HIMPSI DKI Jaya yang
berhalangan hadir karena bertugas di Medan [Fyi, dua hari sebelumnya
saya juga mewakili Bung Lukman sebagai unsur Pengawasan Eksternal
pemeriksaan hasil tes psikologis Calon Bintara Polri untuk wilayah
Jabodetabek] . Dari kalangan psikologi juga hadir perwakilan dari
sejumlah Fakultas Psikologi. Pada tengah & akhir acara, saya
berbincang dengan pihak Penyelenggara yang mengucapkan terimakasih
atas kontribusi perwakilan Psikologi dan berharap kontribusi yang
lebih lagi pada masa-masa mendatang. Sekadar sebagai catatan, dalam
acara tersebut, makalah forensik psikologi termasuk dalam jajaran yang
diminati (terbukti dari
> banyaknya peserta yang nampak sangat antusias mendengarkan
presentasi DR. Probowati & Prof. Meliala, dan banyaknya pertanyaan
yang diterima Prof. Meliala). Kendati demikian, seluruh presentasi
dari awal sampai dengan akhir workshop very very well prepared. Saya
tidak dapat menyembunyikan kekaguman saya kepada seluruh pihak
Penyelenggara, khususnya dari Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal FKUI, atas kesuksesan berlangsungnya acara workshop sehari
ini. Bertindak sebagai Chairman adalah Prof. O. Diran dari Institut
Teknologi Bandung.
>
>
>
>
> HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) DKI Jaya sendiri dalam
penyelenggaraan workshop ini senantiasa terlibat dari awal dalam
berbagai proses, pembahasan, mengusulkan pembicara, mendukung
publikasi melalui milis & web himpsijaya.org , serta turut mendukung
pertumbuhan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia HIMPSI. Saya juga
teringat sebuah kegiatan seminar yang saya ikuti yang diselenggarakan
oleh program Magister Profesi Unika Atmajaya pada tahun 2006 yg juga
bekerjasama dengan HIMPSI DKI Jaya, di mana pada waktu itu hadir
pembicara Dr. Poerwandari yang membahas Peran Psikologi dalam Proses
Hukum.
>
>
>
>
> Sebagaimana nampak dalam Susunan Acara workshop sehari ini,
Pembicara terdiri atas ahli-ahli forensik dari berbagai disiplin ilmu,
seperti Kedokteran Forensik, Odontologi Forensik, Psikologi Forensik,
Forensik Akuntansi, (sempat dibahas) Forensik Teknologi Informasi,
dsb. Dalam sambutannya, Rektor UI, Prof. Dr der Soz. Gumilar Somantri,
mengungkapkan bahwa Universitas Indonesia memiliki rencana membangun
sebuah model Pendidikan Kesarjanaan/ Profesi "tanpa fakultas". Terkait
dengan ilmu-ilmu forensik, misalnya, seorang lulusan Pendidikan tsb
adalah seorang S1 yang, mengutip perkataan Prof. Somantri, "kalau dia
ditanya fakultasnya, dia akan 'bingung', karena memang tidak ada
fakultasnya. " Artinya, sang mahasiswa memang mempelajari seluruh
disiplin ilmu yang terkait dengan forensik, tanpa harus berada di
bawah fakultas tertentu.
>
>
>
>
>
>
>
> Dalam kesempatan tersebut, Psikologi mendapat "kemewahan" (dalam
bahasa Prof.Adrianus) , karena mendapatkan kesempatan untuk
mempresentasikan dua makalah dari disiplin ilmu Psikologi (yang lain
hanya kebagian satu :)) yang disampaikan oleh dua pembicara, yakni:
>
>
>
>
> 1. "Peran Psikologi Dalam Investigasi kasus Tindak Pidana"
>
> Oleh: DR. Yusti Probowati Rahayu (FPSI Univ.Surabaya)
>
> Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia-HIMPSI
>
> (Asosiasi ini baru dibentuk pada Desember 2007).
>
>
>
>
> 2. "Kontribusi Psikologi Pada Dunia Peradilan: Dari Mana Dan Mau Kemana"
>
> Oleh: Prof. Adrianus Meliala, Ph.D. (Departemen Kriminologi FISIP UI)
>
> Board Member Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia-HIMPSI
>
>
>
>
> Presentasi yang dibawakan oleh DR. Yusti dan Prof. Adrianus
selengkap-lengkapny a dapat dibaca pada Indonesian Journal of Legal &
Forensic Sciences (IJLFS) Vol.1 No.1, yang dapat diperoleh di
Departemen Kedokteran Forensik FKUI, Telp. (021) 3912768.
>
>
>
>
>
>
>
> Berikut ini adalah beberapa bagian dari makalah tersebut:
>
>
>
>
> 1. "Peran Psikologi Dalam Investigasi kasus Tindak Pidana"
>
> Oleh: DR. Yusti Probowati Rahayu
>
>
>
>
> Abstract:
>
> One of the problems in criminal/prime court is the truth of
testimony. Most testimonies given may be biased. This is caused by the
vulnerabilities of human memory and the mistakes in digging deep
thorugh the witness' information. This paper aims to explain these
problems from the perspective of psychological forensics, describing
why human memory is vulnerable, and which techniques of investigation
interviews can be best used for handling the problems.
>
>
>
>
> Kesimpulan:
>
> Proses peradilan pidana membutuhkan informasi dari saksi, korban dan
tersangka, karena baik polisi, jaksa maupun hakim tidak melihat
sendiri kejadian perkara. Tetapi polisi, jaksa dan hakim harus membuat
keputusan berdasarkan informasi yang ada. Oleh karena itu peran saksi
menjadi penting. Dalam konsep psikologi, memori saksi sangat rentan,
karena banyak faktor yang menyebabkan informasi menjadi kurang akurat.
Dibutuhkan teknik psikologi untuk mengurangi bias informasi yang
terjadi. Dua teknik yang biasa digunakan adalah hipnosis dan wawancara
kognitif. Untuk dapat melakukan kedua teknik ini dibutuhkan
ketrampilan. Disinilah psikologi forensik diperlukan untuk memberikan
pelatihan keterampilan tersebut. Teknik ini terutama diperlukan saat
penggalian kesaksian awal (di kepolisian), karena pada saat itulah
Berita Acara Pemeriksaan disusun. Hal yang membuat sulit adalah polisi
selama ini sudah terbiasa melakukan interogasi dengan
pertanyaan-pertanya an yang
> menuntun dan menekan.
>
>
>
>
> Parts of content:
>
>
>
>
> Begitu luasnya bidang kajian psikologi hukum maka Blackburn (dalam
Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995) membagi bidang tersebut menjadi
tiga bidang: psychology in law, psychologi and law, psychology of law.
Psychology in law, merupakan aplikasi praktis psikologi dalam bidang
hukum seperti psikolog diundang menjadi saksi ahli dalam proses
peradilan. Psychology and law, meliputi bidang psycho-legal research
yaitu penelitian tentang individu yang terkait dengan hukum seperti
hakim, jaksa, pengacara, terdakwa. Psychology of law, hubungan hukum
dan psikologi lebih abstrak, hukum sebagai penentu perilaku. Isu yang
dikaji antara lain bagaimana masyarakat mempengaruhi hukum dan
bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat. Tulisan DR. Yusti merupakan
salah satu kajian psikologi hukum pada bidang psychology and law,
karena psikologi berusaha menjelaskan proses pencarian kebenaran dalam
investigasi perkara pidana.
>
>
>
>
> DR. Yusti Probowati, dalam pembahasan "Memahami Proses Kognitif
Manusia", mengemukakan salahsatu hal yang menarik bahwa salahsatu
faktor yang berpengaruh terhadap proses retrieval adalah Setreotipe.
Masalah stereotipe, diteliti oleh Probowati (2005) dan menemukan bahwa
hakim Indonesia yang pribumi memiliki steretipe negatif terhadap
terdakwa etnis Tionghoa. Zubaidah, Probowati, & Sutrisno (2007)
menemukan hakim (baik laki-laki dan perempuan) memiliki stereotipe
negatif terhadap terdakwa perempuan dengan memberikan hukuman yang
lebih berat. Stereotipe juga terjadi pada saksi.
>
>
>
>
>
>
>
> 2. "Kontribusi Psikologi Pada Dunia Peradilan: Dari Mana Dan Mau Kemana"
>
> Oleh: Prof. Adrianus Meliala, Ph.D.
>
>
>
>
> Abstract:
>
> This paper explores the contribution of psychology to the judiciary,
more specifically to the court-room situation. The writer argues that
despite important contributions to other stages within the criminal
justice system, this judicial stage can be regarded decisive. The
writer also provides argument as to why psychological application to
the jusdiciary is also named forensic psychology. Several approaches
in the current situation relating contribution of psychology to the
judicial system are discussed by the writer. Some look progressive
while others seem to be rather backward. Discussion is extended to
future situations faced by the contribution of psychology, and to the
steps that should be undertaken.
>
>
>
>
> Kesimpulan:
>
> Telah dikemukakan bahwa pada masa kini telah terdapat kontribusi
psikologi yang bisa dikatakan relatif minimal terkait dunia peradilan.
Seiring dengan itu, juga telah dijelaskan bahwa banyak hal masih bisa
dilakukan oleh semua pihak, jika menginginkan peran psikologi itu
semakin besar secara proporsional terkait dunia peradilan. Dalam
konteks fungsi forensik yang dilakukan oleh psikologi dalam hal ini,
menunjukkan masih terbatasnya aplikasi psikologi forensik terkait
dunia peradilan, tetapi pada saat bersamaan juga terdapat prospek
untuk meningkat.
>
>
>
>
> Parts of content:
>
>
>
>
> Mau kemana
>
>
>
>
> Pertama, terkait utilisasi psikolog sebagai saksi ahli, kiranya
sudah waktunya HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) bekerjasama
dengan instansi peradilan melakukan pelatihan terkait hal ini, yang
lalu diakhiri dengan pemberian sertifikasi bagi psikolog yang dianggap
telah memiliki kemampuan [Menurut Prof.Meliala, tidak semua Sarjana
Psikologi atau Psikolog dapat menjadi Saksi Ahli]. Disarankan untuk
selanjutnya juga perlu diadakan pelatihan dan pemantauan terkait etika
pemberian keterangan ahli agar psikolog tidak terjerumus dalam
fenomena "asal bicara, tergantung siapa yang bayar". Disarankan pula
agar hal-hal di atas diinformasikan kepada hakim sehingga hakim dapat
memanggil orang yang tepat atau mengetahui bila kepadanya dihadapkan
psikolog yang tidak benar-benar ahli.
>
> [...]
>
>
>
>
> Kedua, terkait kontribusi psikologi pada umumnya. Mengingat hal ini
lebih dipengaruhi preferensi psikolog, maka yang seyogyanya memberi
perhatian lebih vesar terkait studi di dunia peradilan adalah kalangan
psikolog sendiri. Kalangan psikolog, khususnya yang berada di
universitas atau asosiasi, dengan demikian perlu lebih banyak mengajak
keluar komunitasnya untuk menggeluti dunia yang tidak konvensional
baginya tersebut [Menurut Prof. Meliala, dunia perkawinan, anak,
keluarga, masalah di sekolah, perkerjaan, gangguan jiwa, dsb;
disebutnya sebagai "dunia konvensional" ]. Untuk Indonesia, satu dari
sekian hambatan yang ada adalah minimnya insentif finansial bagi
mereka yang hendak menggeluti bidang ini. [...] Psikolog dapat amat
membantu kepolisian dalam rangka membangun database terkait
psychological profilling dari para calon tersangka atau
menginterpretasikan sesuatu yang ditemukan di tempat kejadian perkara
secara psikologis sehingga dapat menjadi
> barang bukti (psychological evidences).
>
>
>
>
> Ketiga, dalam rangka peran psikolog selaku hakim ad-hoc, terkait
kasus-kasus dengan muatan psikologik yang berat, sudah sepantasnya
psikolog tidak hanya hadir sebagai saksi ahli tetapi menjadi hakim itu
sendiri. Asosiasi psikologi perlu mendorong Mahkamah Agung guna
memberikan kesempatan tersebut.
>
> [...]
>
>
>
>
> Keempat, dalam rangka memungkinkan seorang hakim terekspose dengan
psikologi secara dini dan rutin, maka perlu diupayakan agar para
psikolog dapat berinteraksi dengan kalangan hakim dalam berbagai fase
karier mereka baik dalam format pelatihan atau perkuliahan. Pada
dasarnya, pelatihan atau perkuliahan itu perlu terkait untuk
menyadarkan hakim atau calon hakim tersebut akan kemungkinan-
kemungkinan bias yang bisa muncul pada dirinya, baik disadari maupun
(lebih-lebih) yang tidak disadarinya, dan dilanjutkan dengan upaya
mengatasi bias tersebut.
>
> [...]
>
>
>
>
> Psikologi juga memiliki kemampuan untuk menjadikan hakim kembali
humanis dan peka dengan permasalahan- permasalahan kepribadian dan
kemanusiaan pada umumnya. Bisa dibayangkan, akan terdapat peningkatan
kualitas persidangan apabila psikologi berkesempatan memfokuskan diri
pada hakim mengingat pada diri hakim terdapat kewenangan besar untuk
mengendalikan percakapan, menginterogasi sekaligus memutus perkara.
>
>
>
>
>
>
>
> Pada akhir workshop ini dideklarasikan agenda pembentukan Asosiasi
Ilmu-Ilmu Forensik Indonesia.
>
>
>
>
> Demikian hal-hal yang dapat saya sampaikan. Terimakasih atas
perhatiannya.
>
>
>
>
>
>
>
> Salam takzim,
>
>
>
>
> Juneman
>
> HIMPSI DKI Jakarta Raya
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> <!--
>
> #ygrp-mkp{
> border:1px solid #d8d8d8;font- family:Arial; margin:14px
0px;padding: 0px 14px;}
> #ygrp-mkp hr{
> border:1px solid #d8d8d8;}
> #ygrp-mkp #hd{
>
color:#628c2a; font-size: 85%;font- weight:bold; line-height: 122%;margin: 10px
0px;}
> #ygrp-mkp #ads{
> margin-bottom: 10px;}
> #ygrp-mkp .ad{
> padding:0 0;}
> #ygrp-mkp .ad a{
> color:#0000ff; text-decoration: none;}
> -->
>
>
>
> <!--
>
> #ygrp-sponsor #ygrp-lc{
> font-family: Arial;}
> #ygrp-sponsor #ygrp-lc #hd{
> margin:10px 0px;font-weight: bold;font- size:78%; line-height: 122%;}
> #ygrp-sponsor #ygrp-lc .ad{
> margin-bottom: 10px;padding: 0 0;}
> -->
>
>
>
> <!--
>
> #ygrp-mlmsg {font-size:13px; font-family: arial, helvetica, clean,
sans-serif;}
> #ygrp-mlmsg table {font-size:inherit; font:100% ;}
> #ygrp-mlmsg select, input, textarea {font:99% arial, helvetica,
clean, sans-serif;}
> #ygrp-mlmsg pre, code {font:115% monospace;}
> #ygrp-mlmsg * {line-height: 1.22em;}
> #ygrp-text{
> font-family: Georgia;
> }
> #ygrp-text p{
> margin:0 0 1em 0;}
> #ygrp-tpmsgs{
> font-family: Arial;
> clear:both;}
> #ygrp-vitnav{
> padding-top: 10px;font- family:Verdana; font-size: 77%;margin: 0;}
> #ygrp-vitnav a{
> padding:0 1px;}
> #ygrp-actbar{
> clear:both;margin: 25px
0;white-space: nowrap;color: #666;text- align:right; }
> #ygrp-actbar .left{
> float:left;white- space:nowrap; }
> .bld{font-weight: bold;}
> #ygrp-grft{
> font-family: Verdana;font- size:77%; padding:15px 0;}
> #ygrp-ft{
> font-family: verdana;font- size:77%; border-top: 1px solid #666;
> padding:5px 0;
> }
> #ygrp-mlmsg #logo{
> padding-bottom: 10px;}
>
> #ygrp-vital{
> background-color: #e0ecee;margin- bottom:20px; padding:2px 0 8px 8px;}
> #ygrp-vital #vithd{
>
font-size:77% ;font-family: Verdana;font- weight:bold; color:#333; text-transform: uppercase; }
> #ygrp-vital ul{
> padding:0;margin: 2px 0;}
> #ygrp-vital ul li{
> list-style-type: none;clear: both;border: 1px solid #e0ecee;
> }
> #ygrp-vital ul li .ct{
>
font-weight: bold;color: #ff7900;float: right;width: 2em;text- align:right; padding-right: .5em;}
> #ygrp-vital ul li .cat{
> font-weight: bold;}
> #ygrp-vital a{
> text-decoration: none;}
>
> #ygrp-vital a:hover{
> text-decoration: underline; }
>
> #ygrp-sponsor #hd{
> color:#999;font- size:77%; }
> #ygrp-sponsor #ov{
> padding:6px 13px;background- color:#e0ecee; margin-bottom: 20px;}
> #ygrp-sponsor #ov ul{
> padding:0 0 0 8px;margin:0; }
> #ygrp-sponsor #ov li{
> list-style-type: square;padding: 6px 0;font-size: 77%;}
> #ygrp-sponsor #ov li a{
> text-decoration: none;font- size:130% ;}
> #ygrp-sponsor #nc{
> background-color: #eee;margin- bottom:20px; padding:0 8px;}
> #ygrp-sponsor .ad{
> padding:8px 0;}
> #ygrp-sponsor .ad #hd1{
>
font-family: Arial;font- weight:bold; color:#628c2a; font-size: 100%;line- height:122% ;}
> #ygrp-sponsor .ad a{
> text-decoration: none;}
> #ygrp-sponsor .ad a:hover{
> text-decoration: underline; }
> #ygrp-sponsor .ad p{
> margin:0;}
> o{font-size: 0;}
> .MsoNormal{
> margin:0 0 0 0;}
> #ygrp-text tt{
> font-size:120% ;}
> blockquote{margin: 0 0 0 4px;}
> .replbq{margin: 4;}
> -->
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> ____________ _________ _________ _________ _________ ________
> Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
> http://id.yahoo. com/
>
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger .yahoo.com
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers
MARKETPLACE
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar