Halo-halo semuanya....
Pa kabar mas Tuhantu....
Ikut komen ah...Tanggapan saya di bawah.
--- In psikologi_transform
<tuhantu_hantuhan@
>
>
>
> Quote: : (2) K sering mengajarkan bahwa dalam batin yang hening/aware,
> PERSEPSI itu
> LANGSUNG menghasilkan TINDAKAN, tanpa melalui --dengan kata lain,
> "mem-bypass"
> pikiran yang menimbang-nimbang. Inilah dasar alasan saya untuk menolak
> "rekonstruksi" Anda di atas. End of quote.
>
> TuHanTu: Bypass tindakan, tanpa keterlibatan pikiran, saya kira adalah
> hal yg tidak terlalu istimewa yg juga bisa dilakukan oleh orang biasa
> sekalipun. Seorang yg sedang dalam kondisi bahaya (misalkan terkurung
> api dalam rumah yg sedang terbakar, dll) bisa melakukan hal-hal yg dalam
> kondisi tertentu menjadi kelihatan luar biasa, dilihat dari orang yg
> sedang tidak dalam keadaan bahaya...
Adhi : Kalau yang dicontohkan oleh mas Tuhantu itu namanya tindakan
yang berasal dari naluri untuk keselamatan dirinya (survival). Menurut
saya, mungkin yang ingin disampaikan oleh pak Hudoyo agak berbeda.
Pikiran atau akal budi pada dasarnya adalah sifat khas manusia yang
membedakan dari binatang yang sangat mengandalkan naluri sehingga
perilakunya hampir merupakan determinasi mutlak (mis : burung yang
membentuk sarangnya dengan bentuk yang itu-itu saja berabad-abad
lamanya). Sedangkan manusia adalah mahkluk yang tidak begitu terikat
lagi oleh nalurinya sehingga hidupnya tidak ditentukan oleh
determinasi yang hampir mutlak lagi. Itulah mengapa manusia memliki
kebudayaan yang beragam sedangkan pada dunia binatang, kebudayaan
mereka hampir seragam seluruhnya.
Pikiran inilah sekaligus yang membuat manusia merasa terpisah dari
alam karena sudah tidak diurusi (dideterminasi hampir mutlak)
tingkah-lakunya lagi oleh alam seperti layaknya pada binatang melalui
naluri-nalurinya. Pikiran membuat manusia merasa berasal dari alam
tapi sekaligus terpisah darinya. Pikiran membuat manusia dapat
menguasai alam seturut keinginan tapi tidak bisa lari dari hukum-hukum
alam. Pikiran bahkan membuat manusia mulai mempertanyakan
eksistensinya, mulai mempertanyakan pemaknaan hidup pada dirinya. Dan
konsekuensi memiliki pikiran mengakibatkan timbulnya penderitaan khas
manusia yang lain daripada binatang yang tidak pernah stress
memikirkan untuk memilih atau mempertanggungjawab
sendiri tingkah-lakunya. Stress pada binatang hanyalah pada pemenuhan
kebutuhannya bukan pada stress memilih alternatif tingkah-laku untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
Akibat penderitaan yang berasal dari memiliki pikiran, manusia bisa
memilih imajinasi-imajinasi untuk lari dari persoalan pelik pemaknaan
eksistensinya (termasuk secara sosial). Biasanya tercermin dalam
bentuk egoisitas yang berlebihan, narsisme, agresivitas, fatalis dan
segala macam pelarian yang intinya lari dari persoalan pelik ini,
menghadapi kebebasan yang timbul dari memiliki pikiran sekaligus
menghadapi determinasi (nasib, destiny) yang masih bersisa dari
nalurinya dan terutama dari hukum-hukum alam yang tak dapat dilanggar
karena manusia berasal darinya.
Bagaimana manusia bisa menghadapi kebebasannya jikalau kebebasannya
itu membuat dirinya merasa sendiri, terpisah dengan alam, lemah
dihadapan alam, karena tanggung-jawab pemaknaan perilakunya diserahkan
ke manusia itu sendiri, tidak bisa lagi mengandalkan naluri yang
diberikan oleh alam. Tidak bisa menyerahkan diri ke determinasi hampir
mutlak khas dunia binatang. Pada diri manusia, alam telah mengusir
salah satu mahluk ciptaannya (manusia) untuk terlepas dari pelukan
determinasi hampir mutlaknya.
Dengan demikian untuk mengatasinya, bisa saja manusia mencari otoritas
baru, baik itu dalam bentuk konstruksi sosial masyarakat ataupun dalam
bentuk otoritas-otoritas keyakinan dan imajinasi. Sehingga manusia
tidak merasa terusir (kesendirian) dan dapat merasakan kembali berada
dalam pelukan walaupun tidak sama lagi seperti pelukan determinasi
hampir mutlaknya alam. Namun menyerahkan diri sepenuhnya kepada
otoritas tertentu berarti menyerahkan sebagian/seluruh kemerdekaan
dari individuasinya (manusia yang terpisah karena memiliki pikiran).
Dan keamanan dan kenyamanan dari otoritas artifisial tidak pernah
terasa memadai akibat dari sifat pikirannya yang selalu menumbuhkan
kekhawatiran atas sifat fana dari segala sesuatunya. Beda dengan
membayangkan kenyamanan yang dimiliki binatang yang cukup menyerahkan
dirinya pada naluri/determinasi hampir mutlaknya alam. Jadi akan
selalu ada saatnya seorang manusia memberontak dari otoritasnya karena
sifat khawatir dari pikirannya sendiri yang selalu mencari suatu
kepastian hidup/status quo/determinasi/
menjadi abadi dengan sia-sia.
Di sinilah penjelasan pak Hudoyo masuk dalam konteks kepercayaan
pencerahan konsep Budha-nya. Alternatif lain cara mengatasinya yang
dipercaya lebih sehat adalah dengan cinta dan kerja produktif
(produktif dalam artian ekspresi diri).
Kalau istilahnya pak Hudoyo, tindakan langsung tanpa pikiran.
Bertindak tanpa mengkhawatirkan tindakannya, yang membuat tindakannya
jadi murni dari dirinya sendiri ; yang terpisah dari alam sekaligus
akibat tindakannya membuat dia seharmoni/bersatu dengan alam.
Kekhawatiran akan tindakan adalah kekhawatiran akan asal-usul dari
tindakan tersebut. Alias mengkhawatirkan integritas dari tindakannya
sendiri. Tindakan mencintai adalah tindakan memberi cinta tanpa
mengkhawatirkan integritas dari tindakan itu sendiri. Tanpa
kekhawatiran, si pelaku dapat fokus dalam tindakan memberinya, dan
menyatu/mengharmoni dengan objek yang diberi cintanya. Sehingga bila
ditarik kembali dalam tindakan tanpa berpikir artinya adalah tindakan
yang tanpa mengkhawatirkan integritas tindakannya karena sudah yakin
berasal dari dirinya yang utuh ; terpisah dari alam (integritas diri)
; sehingga melalui tanpa kekhawatiran itu dia bisa fokus untuk menyatu
dan mengharmoni dalam wujud tindakannya tersebut dengan alam.
Tanpa pikiran bukan berarti kita tidak menggunakan/
butuh/membuang pikiran kita. Melainkan menggunakan anugerah memiliki
pikiran untuk menyambut ajakan alam untuk melampauinya (karena tidak
diberikannya ketergantungan besar pada naluri), sekaligus dengan
tindakan melampaui tersebut, manusia telah memenuhi kodratnya sebagai
mahluk paradoksal yang pernah diciptakan oleh alam. Yaitu sebagai
kesadaran entitas yang terpisah dengan alam KARENA ITU DAPAT menyatu
dengan KESADARAN ALAM ITU SENDIRI, dimana bersama dunia binatang
beserta nalurinya selalu berada di sana.
Mencintai (yang merupakan tindakan tanpa berpikir/meragu) adalah
memberi cinta tanpa merasa meragukan/kehilanga
sekaligus menyatu dengan objek cintanya melalui tindakan memberinya.
Kerja produktif (juga bisa merupakan tindakan tanpa berpikir/meragu)
adalah tindakan yang mewujudkan integritas dirinya (individuasi ;
keterpisahan dengan alam) untuk menyatu dalam tarian/kegiatan alam.
Jangan menyerah pada nasib karena kita memiliki pikiran.
Jangan menggunakan pikiran sebagai sumber penderitaan/
tapi sebagai sumber inspirasi yang dianugerahkan oleh alam untuk
perayaan bersama alam.
Salam,
Adhi Purwono
>
> Lha, kalau -dalam diskusi ini- dikaitkan dengan unsur nafsu seksual
> seorang guru, lalu dikatakan bahwa orang tercerahkan tersebut (sang
> guru, siapapun dia) punya level spiritual yg diatas rata-rata orang
> biasa, sehingga bisa melakukan hubungan seksual dgn bypass
> tadi...Wahahahahaha
>
> TuHanTu: Agar terhindar dari judgement (karena hal-hal yg natural dan
> primitif, tsb) Maka, saya melihatnya simple saja... Apakah wanita
> tersebut (Rosalind?) sedang dalam status perkawinan yg masih sah
> (secara hukum?)... Kalau nggak sih, yah mau maunya merekalah...
>
> Tapi kalau masih status istri orang secara hukum, kemudian sang guru
> maen njot-njotan dgn wanita malang itu... Simple saja, sang guru masih
> tunduk sama hole-nya sendiri, dalam hal ini lubang kencingnya
> sendiri....Huahahah
> nih:)
>
> (3) Kalau K tercerahkan, maka tentu tindakannya sesuai dengan ajarannya,
> juga
> mengenai 'tindakan langsung tanpa melalui pikiran' itu.
>
> TuHanTu: Masalah per-lubang kecing-an, mau tercerahkan atau tidak,
> adalah masalah sangat NATURAL dan PRIMITIF... Cacing, kerbau, babi dan
> kucingpun tahu gimana caranya njot-njotan, meskipun tak punya ajaran
> tertentu... Mereka -babi dan kucing- juga tahu melakukan njot-njotan
> secara bypass pass pass tanpa pikiran...
>
> Intinya aja, kalau masih sah berstatus istri orang (diterlantarkan,
> ditinggalkan, dll) maka tidaklah layak jika lubang kencingnya
> dimanfaatkan oleh lubang kencing lain, sekalipun itu lubang kencing
> orang yg -konon khabarnya- tercerahkan, dan punya ajaran ini-itu, bypass
> ataupun bytheway... Hole... Hole... Wakakakaka..
>
> Manusia adalah virus yg tidak bisa lepas dari urusan LUBANG. (Hole
> Spirit. 14:22)
>
> Be Fun
>
> TuHanTu
>
> http://hole-
>
>
>
>
> --- In psikologi_transform
> <hudoyo@> wrote:
> >
> > Dari: "sunari" sunari@
> >
> > Makasih pak Hud atas penjelasannya tentang kesadaran, sedari awal saya
> memang menduga bahwa akan demikian yang pak Hud akan jelaskan.
> >
> > Karena belum aware dan masih memiliki penasaran, maka perbolehkanlah
> saya menyampaikan uneg-uneg lanjutannya.
> > Pada awalnya pak JK mengetahui Rosalind mengalami penderitaan kesepian
> karena diabaikan oleh suaminya, JK yang tinggal serumah lalu... bukan
> sekedar tahu/aware mengamati secara pasif, JK lalu keluar dari
> ketinggian kesadarannya dan menimbang-timbang.
> yang selayaknya di lakukan untuk membebaskan Rosalind dari deraan
> "penderitaan"
> beliau lalu memutuskan; set, set, set.. sebagaimana yang telah kita
> ketahui bersama, dan karena sifat pengobatannya yang hanya seperti obat
> analgesik pereda nyeri, ketika obatnya tidak diminum ya sakit kambuh
> lagi, sehingga perbuatan perzinaan tersebut dilakukan tidak hanya
> sekali, dua kali atau tiga kali.
> > Dan karena pak Hud menyebut bahwa orang yang dalam keadaan aware tidak
> [mungkin] bisa ereksi, maka kita jadi heran bagaimana perbuatan tersebut
> dapat terjadi sementara pak Hud menduga (?) JK dalam keadaan [selalu]
> aware.
> >
> > Sementara yang namanya penderitaan, bahkan yang lebih berat daripada
> yang diderita Rosalind tentu ada dimana-mana, bukan hanya masalah
> penderitaan kesepian karena diabaikan suami. Namun dalam hal ini, JK
> sebagai seorang yang aware agaknya justru memilih pain relieve yang
> jenis ini. Kita mendapatkan pengajaran bahwa jenis penderitaan yang
> disadari [yaitu oleh sebab berlakunya hukum karma], dapat diterima
> dengan ikhlas akan merupakan enerji yang dapat menjadi sarana pendorong
> untuk `menaikkan tingkat', enerji penderitaan, terpaan
> kerunyaman dalam kehidupan ditransformasikan menjadi De dan Gong.
> Agaknya jenis pertolongan yang terbaik adalah memberikan pengajaran
> [Dana Dharma] yang dapat memberikan penyadaran (pencerahan) akan
> prinsip-prinsip kebenaran / hukum semesta ; dharma atau fa. Betapa
> banyak istri yang karena satu dan lain hal ditinggal mati suami dan
> mereka menjanda demi menjaga kesucian diri, menjaga kehormatan suami.
> Dalam pengajaran keutamaan, istri yang demikian disebut sebagai istri
> yang mulia.
> >
> > Sang Sadar, Buddha, Boddhisatva, Tuhan, Malaikat, Dewa Langit, dls.
> sangat banyak dan berada dimana-mana, mendengar penderitaan para makhluk
> tetapi kenapa tidak sertamerta menolong, adalah karena mereka melihat
> pada lingkup yang sangat luas atas sesuatu perkara, memahami yin yuan
> guan xi (sebab pokok dan sebab samping), bahwa segala kemujuran dan
> kerunyaman hidup adalah akibat ulah makhluk itu sendiri. Kita diberitahu
> dalam pengajaran bahwa mereka para tercerahkan melihat bahwa segala yang
> terjadi adalah sempurna adanya, mereka sadar, tahu namun tidak terusik,
> tetap dalam kondisi ru ru wu tong (?) ; ding, tidak ringan tangan
> gampang cawe cawe urusan yang terjadi diantara makhluk hidup.
> > Dalam agama Islam ada Nabi Khidir a.s. seorang yang bahkan nabi besar
> Musa a.s. pun tidak lulus untuk diterima sebagai muridnya, yang
> melakukan pembunuhan anak kecil, merusak perahu orang susah.. , itu
> dapat diterima, namun rasanya tidak akan diterima kalau ada orang suci
> yang melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh pak JK dengan
> alasan karena rasa maîtri karuna. Saya belum pernah mendengar baik
> dari sejarah ataupun dedongengannya.
> >
> > Dalam posting ke rekan yang lain, pak Hud menyunting ucapan guru
> Buddha bahwa memikir-mikir fikiran orang tercerahkan kita akan menjadi
> gila <<Hudoyo: Sekali lagi saya ingatkan ucapan Sang Buddha, bahwa kalau
> Anda memikir-mikir keadaan batin seorang tercerahkan, Anda akan menjadi
> gila. (Acinteyya-sutta)
> > ------------
> > Saya tidak percaya kalimat ini. Ataukah sudah ada buktinya? Lha wong
> mikirnya hanya sekedarnya, kenapa menjadi gila, paling-paling yang dapat
> dibenarkan adalah ; bagaimanapun kita memikirkan keadaan batin .. tidak
> akan mendapatkan keberhasilan, tidak akan dapat memahami.. gila hanya
> terjadi kalau pemikirnya terobsesi, secara intens dan melampaui
> kemampuan otaknya. Jangankan memikirkan hal yang tidak nyata, sedang
> memikirkan keruwetan hidup sehari-hari dapat juga menjadi gila. Ini
> banyak faktanya. Bagaimana menurut Pak Hud?
> >
> > Salam,
> > Sunari
> > ============
> > HUDOYO:
> >
> > Mas Sunari,
> >
> > Anda membuat rekonstruksi menurut pemahaman Anda sendiri mengenai apa
> kira-kira yang berlangsung dalam kesadaran K ketika melihat penderitaan
> Rosalind. Ya, itu hak Anda sepenuhnya, silakan saja, sekalipun
> "rekonstruksi" saya sangat berbeda dengan rekonstruksi Anda dan saya
> menolak rekonstruksi Anda.
> >
> > Pertama-tama, saya tidak tahu persis apa yang terjadi dalam kesadaran
> K pada peristiwa itu. Saya hanya dapat mengumpulkan beberapa inferensi
> yang relevan, antara lain:
> >
> > (1) seperti saya mempunyai keyakinan bahwa Buddha adalah orang
> tercerahkan karena ajarannya yang luar biasa dapat saya buktikan dalam
> batin saya sendiri (ehipassiko)
> bahwa K tercerahkan karena ajarannya yang luar biasa--yang persis sama
> dengan ajaran Buddha--dapat saya buktikan dalam batin saya sendiri.
> >
> > (2) K sering mengajarkan bahwa dalam batin yang hening/aware, PERSEPSI
> itu LANGSUNG menghasilkan TINDAKAN, tanpa melalui --dengan kata lain,
> "mem-bypass"
> untuk menolak "rekonstruksi" Anda di atas.
> >
> > (3) Kalau K tercerahkan, maka tentu tindakannya sesuai dengan
> ajarannya, juga mengenai 'tindakan langsung tanpa melalui pikiran' itu.
> >
> > (4) Saya menggunakan salah satu sumpah Bodhisattva yang kontroversial
> dalam Mahayana & Vajrayana, yakni sumpah untuk tidak menghindari
> pelanggaran Sila demi Welas Asih, untuk mencoba memahami
> 'tindakan-tanpa-
> pada tingkat kesepuluh, yang tinggal selangkah lagi menjadi Buddha,
> tetap berpegang pada sumpah ini. Yang disebut pelanggaran Sila itu
> termasuk membunuh, mencuri, berzina, berdusta, memaki, dsb, minum
> minuman keras, dan pelanggaran seluruh aturan Vinaya.
> >
> > (5) Saya mengatakan "orang yang dalam keadaan aware tidak [mungkin]
> bisa ereksi" itu kan pengalaman Anda dan saya, orang biasa. Saya tidak
> tahu bagaimana awareness seorang tercerahkan.
> >
> > Akhirnya, sekali lagi perlu saya tekankan, bahwa sesungguhnya saya
> tidak tahu apa yang terjadi dalam kesadaran K ketika berhubungan seksual
> dengan Rosalind. Hal-hal yang saya sampaikan di atas hanyalah sekadar
> spekulasi saya, yang memahami ajaran K.
> >
> > ***
> >
> > >Dalam agama Islam ada Nabi Khidir a.s. seorang yang bahkan nabi besar
> Musa a.s. pun tidak lulus untuk diterima sebagai muridnya, yang
> melakukan pembunuhan anak kecil, merusak perahu orang susah.. , itu
> dapat diterima, namun rasanya tidak akan diterima kalau ada orang suci
> yang melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh pak JK dengan
> alasan karena rasa maîtri karuna. Saya belum pernah mendengar baik
> dari sejarah ataupun dedongengannya.
> > ------------
> > Kalau seorang nabi membunuh bisa diterima, mengapa orang tercerahkan
> berzina tidak bisa diterima? Apa bedanya membunuh dan berzina dilihat
> dari segi moralitas manusia biasa? Dalam agama Buddha ada
> dedongengannya, nanti akan saya tayangkan secara tersendiri.
> >
> > ***
> >
> > ><<Hudoyo: Sekali lagi saya ingatkan ucapan Sang Buddha, bahwa kalau
> Anda memikir-mikir keadaan batin seorang tercerahkan, Anda akan menjadi
> gila. (Acinteyya-sutta)
> > >-----------
> > >Saya tidak percaya kalimat ini. Ataukah sudah ada buktinya? [...]
> > ------------
> > Yang tidak percaya apanya: tidak percaya sutta seperti itu ada? atau
> tidak percaya sutta itu dikatakan oleh Sang Buddha?
> >
> > Bagi saya, sederhana saja memahaminya: orang yang terobsesi
> memikir-mikir tentang batin orang tercerahkan, bukankah obsesi itu suatu
> bentuk kegilaan?
> >
> > Salam,
> > Hudoyo
> >
>
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar