Erabaru News | Rabu 27Feb 2008 | www.erabaru.
Budaya Kuliner: ETIKET PESTA PERJAMUAN (BARAT) (Erabaru.or. JAM TIBA PERSIAPAN: MASUK KE PERJAMUAN Sesudah semua tamu duduk, tuan rumah mengambil serviette (red.: Serbet berwarna putih yang biasanya untuk tatakan sendok-garpu) MENYANTAP HIDANGAN PERPISAHAN
NTDTV VideoNews: Cerita Klasik Tiongkok: Memikirkan Orang Lain Sebelum Berbuat (Erabaru.or. Zhang Zhichang menimba ilmu di Universitas Kekaisaran. Pada jaman kerajaan Tiongkok, sekolah ini diperuntukkan bagi pemerintahan pusat, dan merupakan institusi yang paling bergengsi dan memiliki reputasi tinggi dalam sistem pendidikan Tiongkok kuno. Ketika Zhang menimba ilmu disana, keluarganya mengirim seseorang untuk memberikan 10 liang (sekitar 17.6 ons) emas kepadanya. Namun ketika teman sekamar Zhang mengetahuinya, dia mencuri emas tersebut disaat Zhang tidak berada dalam kamarnya. Pada suatu ketika diadakan penggeledahan asrama oleh petugas sekolah, dan menemukan emas yang dicuri teman sekamarnya. Ketika itu Zhang menyadari apabila dia mengatakan bahwa emas itu adalah miliknya, maka teman sekamarnya akan dihukum, lagi pula seluruh mata akan memandang hina dan akan membuat temannya menjadi sangat malu. Oleh karena itu dia segera berkata,”Itu bukan emas saya.” Teman sekamarnya sangat terharu akan kebaikan hati Zhang Zhichang. Saat malam tiba, teman sekamar Zhang diam-diam mengembalikan emas itu dan menyelipkannya diantara pakaian Zhang. Ketika Zhang mengetahui hidup temannya berasal dari keluarga yang sangat miskin, Zhang lantas memberikan separuh emas miliknya kepada temannya itu. Perbuatan Zhang dengan memberikan separuh emasnya, bisa jadi adalah perbuatan yang orang lain mudah lakukan, namun keputusan Zhang untuk tidak mengklaim emas yang dicuri tersebut, adalah hal yang tidak semua orang dapat lakukan. Hal ini menunjukkan Zhang selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu sebelum bertindak. Sesuatu yang banyak orang gagal lakukan. (Qing Yan/clearwisdom/
Ekonomi Ter-Hijau-kan (Erabaru.or. Itu pada dasarnya ialah produk-produk yang hemat energi, tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, berbobot enteng dan memiliki daur hidup lama serta bisa didaur ulang. MNC Philpis hendak menjadi "Kapal bendera hijau". Yang lainnya harus mengikuti, kalau tidak mau ketinggalan secara ekonomi. sumber: Franz Alt 2008
Sembilan Komentar tentang Partai Komunis China Berikut adalah kelanjutan artikel yang pernah dimuat di koran berbahasa Mandarin Dajiyuan, atau The Epoch Times pada akhir 2004 yang merupakan editorial yang berjudul Jiuping, atau 9 Komentar Mengenai Partai Komunis yang kemudian dibukukan dalam berbagai bahasa, salah satunya bahasa Indonesia. Buku yang mengandung nilai sejarah ini selengkapnya dapat dibaca di http://www.erabaru.
Komentar 6 : Partai Komunis China Merusak Kebudayaan Bangsa Kebudayaan adalah sukma dari suatu bangsa, adalah unsur spiritual yang sama pentingnya dengan unsur-unsur materi seperti ras dan tanah. Sejarah peradaban suatu bangsa adalah sejarah perkembangan kebudayaan dari bangsa tersebut, perusakan secara menyeluruh atas budaya bangsa menandakan musnahnya suatu bangsa. Bangsa-bangsa kuno yang menciptakan peradaban gemilang dalam sejarah umat manusia, mungkin ras mereka beruntung masih tetap eksis, tetapi bangsa mereka telah sirna seiring lenyapnya kebudayaan tradisional mereka. Sama halnya seperti sekarang orang-orang tidak akan menyamakan penduduk asli di benua Amerika Latin dengan bangsa Maya kuno. Sedangkan Tiongkok sebagai negara satu-satunya di dunia yang mewariskan secara berkelanjutan peradaban kuno selama 5000 tahun, perusakan terhadap kebudayaannya lebih-lebih merupakan sejenis perbuatan dosa yang amat besar.
“Pan Gu menciptakan langit dan bumi”, “Nuwa menciptakan manusia”, “Shen Nong menciptakan aneka tumbuhan”, “Cang Ji menciptakan huruf”, semua ini telah mengukuhkan awal mula kebudayaan warisan Dewa. “Manusia mengikuti bumi, bumi mengikuti langit, langit mengikuti Tao (jalan kebenaran), Tao menuruti alam”, doktrin aliran Tao yang menyatukan langit dan manusia telah meresap kedalam sendi-sendi kebudayaan Tionghoa. “Inti pelajaran di sekolah tinggi, utamanya pada pembinaan akhlak”, Konghucu pada dua ribu tahun lalu mendirikan balai pendidikan mengajar murid, mengajarkan kepada masyarakat “kebajikan-persaudar
Meskipun kebudayaan bangsa Tionghoa pernah mengalami banyak sekali perusakan dan pukulan dalam sejarah, kebudayaan tradisional Tionghoa senantiasa menampakkan daya peleburan dan daya vitalitas yang amat besar, inti sarinya tetap diwariskan temurun. “Langit dan manusia menyatu” mewakili pandangan nenek moyang bangsa Tionghoa terhadap alam semesta. “Perbuatan baik dan jahat pasti ada balasannya” merupakan pengetahuan umum di tengah masyarakat. “Sesuatu yang diri sendiri tidak menghendaki, jangan dilakukan kepada orang lain” adalah dasar moral kebaikan sebagai seorang manusia. “Setia - berbakti - berbudi luhur - persaudaraan” adalah standar hidup bagi seseorang. “Kebajikan - persaudaraan - kesopanan - kebijaksanaan-
Perbedaan pengekangan kebudayaan dengan pengekangan secara peraturan adalah pengekangan kebudayaan bersifat lembut. Peraturan menitik-beratkan pada hukuman setelah berbuat kesalahan, sedangkan pendidikan moral dari kebudayaan memerankan fungsi untuk mencegah tindakan kejahatan. Nilai-nilai moralitas dari suatu masyarakat acapkali tercermin melalui kebudayaannya.
Dalam sejarah Tiongkok, masa dinasti Tang di mana kebudayaan tradisional mencapai puncak kejayaan, justru adalah masa puncak kejayaan dari kekuatan negara Tiongkok. Ketika itu dari benua Eropa, Timur Tengah, Jepang dan tempat lainnya mengutus orang belajar ke Chang-An (ibu kota). Negara tetangga juga menjadikan Tiongkok sebagai negara induk, mereka berdatangan memberikan persembahan. Setelah dinasti Qin, Tiongkok seringkali diduduki oleh bangsa minoritas, termasuk masa-masa dinasti Xui, Tang, Yuan dan Qing, tetapi mereka hampir semuanya diasimilasi oleh budaya Han (Tiongkok asli). Ini tidak dapat dikatakan bukan disebabkan oleh kekuatan asimilasi yang raksasa dari kebudayaan tradisional, persis seperti yang dikatakan oleh Konghucu: “Jika orang dari jauh tidak mau patuh, dekatilah mereka dengan kebudayaan dan akhlak”.
Semenjak tahun 1949 Partai Komunis China (PKC) merebut kekuasaan, maka mulailah mendayagunakan seluruh kekuatan negara untuk merusak kebudayaan bangsa Tionghoa. Ini mutlak bukan perbuatan bodoh yang dilakukan karena timbulnya fanatisme pada industrialisasi, atau keinginannya untuk mendekatkan diri pada peradaban Barat, melainkan bentuk pemikirannya yang bertolak belakang dengan kebudayaan tradisional. Oleh karena itu perusakan kebudayaan yang mereka lakukan sudah pasti terorganisir, berencana dan sistimatis, lagipula dengan menggunakan kekerasan dari kekuatan negara sebagai beking. Sejak pendirian partai hingga sekarang, “revolusi” PKC terhadap kebudayaan Tionghoa tidak pernah berhenti, dan mereka betul-betul mencoba secara menyeluruh “menyembelih” kebudayaan Tionghoa.
Yang lebih parah lagi, PKC terus menggunakan cara-cara curang dalam menghadapi kebudayaan tradisional. Mereka mengembangkan praktek-praktek pergulatan dalam istana raja, konspirasi meraih kekuasaan, penerapan kediktatoran, dan lain-lain, yang kesemuanya muncul setelah orang-orang menyimpang dari kebudayaan tradisional. Kemudian menciptakan seperangkat teori milik mereka yang menyangkut standar penilaian baik dan buruk, cara pemikiran dan sistem pembicaraan, dan juga agar orang-orang menganggap “kebudayaan partai” semacam ini barulah merupakan warisan kebudayaan tradisional. Bahkan memanfaatkan antipati orang-orang terhadap “kebudayaan partai”, untuk lebih lanjut membuat seseorang mencampakkan kebudayaan tradisional Tionghoa yang sesungguhnya.
Ini telah menimbulkan akibat yang membawa malapetaka bagi Tiongkok. Bukan saja membuat hati seseorang kehilangan ikatan nilai-nilai moral, bahkan secara paksa PKC telah mengindoktrinasiona I. Mengapa Partai Komunis Ingin Merusak Kebudayaan Bangsa
Kebudayaan Tionghoa bersejarah amat panjang, dengan keyakinan sebagai pokok, moralitas sebagai yang dihormati
Kebudayaan orang Tionghoa yang sebenarnya diawali oleh Huang-Di sejak lima ribu tahun silam, oleh sebab itu Huang-Di disebut sebagai “leluhur awal budaya manusia”. Sesungguhnya Huang-Di juga adalah pendiri doktrin aliran Tao Tiongkok. Doktrin Konghucu sangat dipengaruhi oleh aliran Tao, kitab “Zhou-Yi” yang mengurai tentang langit dan bumi, Yin-Yang, alam semesta, masyarakat dan hukum kehidupan manusia, oleh aliran Konghucu disanjung sebagai “induk dari aneka kitab”. Ilmu prediksi yang terdapat di antaranya bahkan ilmu pengetahuan modern juga sulit melacak apa dasar perhitungannya. Doktrin aliran Buddha, terutama doktrin sub-aliran Zen, telah membawa pengaruh secara halus yang tak terasa bagi para cendekiawan.
Doktrin aliran Konghucu adalah bagian “tingkat duniawi” dari kebudayaan tradisional Tionghoa, mengutamakan norma-norma hubungan keluarga. Di antaranya ajaran “berbakti” telah menduduki porsi yang sangat besar, dengan ungkapan “segala kebajikan diawali dengan berbakti”, Konghucu memprakarsai kebajikan, persaudaraan, kesopanan, kebijaksanaan dan keyakinan.
Norma-norma hubungan keluarga dapat secara alami diperluas menjadi norma-norma masyarakat. “Berbakti” dijulurkan ke atas menjadi “kesetiaan pejabat terhadap penguasa”, “hormat terhadap yang lebih tua” adalah hubungan antara saudara dalam keluarga, dapat diperluas menjadi “persaudaraan” sesama teman. Aliran Konghucu mengajarkan kasih sayang orang tua, bakti anak terhadap orang tua, persahabatan antara saudara, penghormatan adik terhadap kakak, di antaranya “kasih sayang dapat dijulurkan ke bawah menjadi “kebajikan” penguasa terhadap pejabat.” Asalkan adat istiadat dalam rumpun keluarga dipertahankan, maka norma-norma masyarakat dengan sendirinya juga dapat dilestarikan, ini adalah “membina watak pribadi, menyempurnakan keluarga, memerintah negara dan menentramkan dunia”.
Doktrin aliran Buddha dan aliran Tao adalah bagian “luar duniawi” dalam kebudayaan tradisional Tionghoa. Pengaruh Buddha dan Tao terhadap kehidupan masyarakat umum boleh dikatakan tersebar di mana-mana. Ilmu-ilmu pengobatan Tiongkok kuno, qigong, Hongsui, ramal-meramal yang berakar mula dari doktrin aliran Tao, bersama kepercayaan adanya surga dan neraka, perbuatan baik dan jahat pasti ada balasannya, yang berasal dari doktrin aliran Buddha, serta norma-norma dari aliran Konghucu, semua ini telah membentuk inti kebudayaan tradisional Tionghoa.
Keyakinan dari tiga macam aliran Konghucu, Buddha dan Tao telah membangun seperangkat sistem moralitas yang amat kokoh bagi orang-orang Tionghoa, yang disebut “langit tidak berubah, Tao niscaya tidak berubah”. Perangkat sistem moralitas ini adalah fondasi yang berfungsi sebagai sandaran bagi masyarakat untuk tetap eksis, stabil dan harmonis.
Moralitas yang termasuk dalam lingkup spiritual sering kali bersifat abstrak, sedangkan suatu fungsi penting dari kebudayaan, adalah untuk menyampaikan sistem moralitas tersebut secara populer.
Dengan mengambil empat karya budaya besar berikut sebagai contoh. “Xi You Ji” (Kisah Perjalanan Ke Barat, lebih dikenal dengan legenda Kera Sakti) yang memang adalah cerita dongeng; “Hong Lou Mung” (Impian Balkon Merah) yang pada awalnya juga dijelujuri unsur-unsur dongeng; “Shui Fu Zhuan” (Kisah Para Pahlawan dari Gunung Liang) yang mengisahkan asal usul 108 pendekar; “Shan Guo Yan Yi” (Cerita Tiga Negara atau Sam Kok) yang dimulai dengan peringatan bencana alam, dan diakhiri dengan “peristiwa di dunia tak pernah ada habisnya, apa yang menjadi takdir tak akan terloloskan”.
Semua ini mutlak bukan merupakan kebetulan yang mengilhami sang penulis, melainkan adalah pandangan dasar dari kaum intelektual Tiongkok saat itu terhadap alam semesta dan kehidupan manusia. Hasil karya kebudayaan mereka membawa pengaruh yang sangat dalam bagi generasi berikutnya. Sehingga orang Tionghoa sekali membicarakan tentang “persaudaraan”, yang terpikir tidak hanya berupa sebuah konsep, melainkan berbagai kisah dan tokoh yang berkaitan dengan hal ini. Seperti Guan-Yu sang tokoh dalam cerita Samkok yang menjunjung tinggi persaudaraan dalam situasi apa pun, serta kisah-kisah perjalanannya; saat berbicara tentang “kesetiaan”, dengan sendirinya akan terpikir tentang kisah Yue Fei yang setia pada negara dengan sepenuh hati, serta Zhu Ge Liang dalam cerita Sam Kok yang membaktikan segenap jiwa raganya hingga akhir hayat, dan lain-lain.
Pujian terhadap “kesetiaan” di dalam nilai-nilai tradisional, melalui karya kaum intelektual yang berupa kisah-kisah menarik diperlihatkan secara gamblang di depan para pembaca. Dengan demikian, ajaran moralitas yang abstrak, telah dibuat menjadi konkret dan berbentuk melalui cara-cara kebudayaan.
Aliran Tao berbicara tentang “sejati”, aliran Buddha berbicara tentang “kebajikan”, aliran Konghucu berbicara tentang “kesetiaan dan pengampunan”. Walaupun bentuk luarnya berbeda, namun pemahaman dari sisi dalamnya sama, tak lain adalah merujuk pada kebaikan. Ini baru merupakan letak basis yang paling berharga dari kebudayaan tradisional yang berakar pada keyakinan “Konghucu, Buddha dan Tao”.
Dalam kebudayaan tradisional menjelujur unsur-unsur “langit, Tao, Dewa, Buddha, nasib, takdir, kebajikan, persaudaraan, kesopanan, kebijaksanaan, keyakinan, kejujuran, rasa tahu malu, kesetiaan, rasa bakti, keluhuran jiwa” dan lain-lain. Banyak orang mungkin seumur hidup buta huruf, namun mereka sangat akrab di telinga bahkan ingat sekali terhadap drama dan jalan cerita tradisional. Bentuk-bentuk kebudayaan yang demikian adalah jalur penting bagi kalangan rakyat untuk memperoleh nilai-nilai tradisional. Maka perusakan PKC terhadap kebudayaan tradisional adalah secara langsung merusak moralitas Tiongkok, juga adalah merusak fondasi kestabilan dan kedamaian masyarakat.
Pertentangan antara teori jahat PKC dengan kebudayaan tradisional
Falsafah PKC dapat dikatakan persis terbalik dengan kebudayaan tradisional Tionghoa yang sesungguhnya. Kebudayaan tradisional tunduk pada kehendak langit, Konghucu beranggapan “hidup dan mati adalah takdir, miskin dan kaya tergantung kehendak langit”. Doktrin aliran Buddha dan aliran Tao semuanya mengakui keberadaan Dewa, percaya reinkarnasi, perbuatan baik dan jahat pasti ada balasannya. Sebaliknya Partai Komunis China bukan saja berpegang pada “atheis” tetapi juga “tak mengenal aturan dan tak mengenal langit”. Aliran Konghucu mengutamakan konsep keluarga, sedangkan di dalam “Manifesto Komunis” dengan tegas menyatakan ingin “membasmi bentuk keluarga”. Kebudayaan tradisional “membedakan jelas bangsa Tionghoa dengan bangsa lain”, sedangkan “Manifesto Komunis” menggemborkan “penghapusan bangsa”. Kebudayaan aliran Konghucu mengutamakan “kebajikan dan kasih sayang kepada manusia”, Partai Komunis menganjurkan pertentangan kelas. Aliran Konghucu mengajarkan setia pada raja dan cinta pada negara, sedangkan “Manifesto Komunis” malah memprakarsai “penghapusan tanah air”.
Partai Komunis bila ingin merebut dan mengukuhkan kekuasaannya di Tiongkok, maka harus terlebih dahulu membuat doktrinnya yang merusak nilai-nilai manusia itu dapat berpijak di Tiongkok. Persis seperti yang dikatakan oleh Mao Zedong: “Barang siapa ingin menjatuhkan sebuah kekuasaan, harus terlebih dahulu menciptakan opini publik, terlebih dahulu melaksanakan pekerjaan di bidang pola pemikiran.” PKC juga telah melihat, “ideologi” komunis yang sepenuhnya ditopang oleh popor senapan, yang merupakan sampah dari doktrin Barat, tidak akan mampu beroposisi bersebelahan dengan kebudayaan Tionghoa yang luas mendalam selama 5000 tahun. Maka ibarat kaki sudah melangkah, kepalang tanggung diteruskan saja, dengan membinasakan secara menyeluruh kebudayaan Tionghoa, paham “Marxis-Leninis” baru dapat masuk menduduki ruang megah di Tiongkok.
Kebudayaan bangsa menghalangi kediktatoran PKC
Mao Zedong pernah mengucapkan kata yang demikian, “Saya adalah biksu yang menggunakan payung – tak mengenal aturan dan tak mengenal langit!” Keberadaan budaya bangsa tak dapat dipungkiri adalah sebuah halangan besar bagi PKC untuk berbuat “tak mengenal aturan dan tak mengenal langit”.
“Kesetiaan” yang terdapat dalam kebudayaan tradisional, mutlak bukanlah “kesetiaan dungu”. Di tengah mata rakyat, kaisar adalah “anak langit”, di atasnya masih ada “langit”. Kaisar tidak selamanya benar, maka perlu diangkat penasehat utuk menunjukkan kesalahan kaisar, bersamaan itu setiap ucapan dan perbuatan kaisar dicatat oleh pejabat sejarah dalam sistem pencatatan sejarah. Baik buruknya tindakan kaisar dinilai dengan kitab aliran Konghucu, bahkan di saat penguasa bertindak semena-mena tak menuruti aturan, orang-orang boleh bangkit menjatuhkannya. Bila dilihat dari sudut pandang kebudayaan tradisional, ini bukan berarti tidak setia, bukan berupa pengkhianatan, sebaliknya adalah menjalani peraturan demi langit. Aliran Konghucu mengajarkan “rakyat di posisi terhormat, negara di posisi kedua, penguasa di posisi kemudian”.
Semua ini tentu tidak dapat diterima oleh PKC yang diktator, karena mereka ingin mendewakan tokoh utama yaitu mengkultuskan seseorang, tidak ingin di atas dia masih ada “langit”, “Tao”, “Dewa” – sebuah konsep mengikat yang telah berurat dan berakar dalam kebudayaan tradisional. Mereka tahu tindak tanduk PKC jika dinilai dengan kriteria kebudayaan tradisional, semuanya adalah melawan langit dan mengkhianati jalan kebenaran, dosanya amat besar. Asalkan kebudayaan tradisional masih eksis, rakyat tentu tidak mungkin menyanjung mereka dengan sebutan “agung mulia dan benar”. Kaum cendekiawan juga masih akan mempertahankan nilai-nilai kriteria “rela mati demi kebenaran”, “penguasa berada di posisi yang kemudian dan rakyat di posisi terhormat”, serta tidak akan menjadi serangga yang mengikuti suara mereka, sehingga seluruh rakyat tidak dapat “bersatu dalam satu pemahaman yang sama”. Penghormatan dan rasa segan terhadap bumi, langit dan alam semesta yang terdapat dalam kebudayaan tradisional, merupakan halangan bagi PKC untuk “merubah langit dan bumi”, “memerangi langit dan bumi”. “Nyawa manusia amat penting” yang berupa penghargaan terhadap jiwa seseorang dalam kebudayaan tradisional, adalah halangan bagi PKC untuk menerapkan kekuasaan “genosida” dengan teror. “Jalan kebenaran dari langit” dalam kebudayaan tradisional barulah merupakan kriteria terakhir dari baik buruknya moralitas, ini sama dengan melucuti hak interpretasi PKC dalam hal moralitas, maka PKC menganggap kebudayaan tradisional sebagai halangan raksasa bagi mereka untuk mempertahankan kekuasaan.
Kebudayaan tradisional menantang keabsahan kekuasaan PKC
Di dalam kebudayaan tradisional mengandung “theisme” dan “doktrin takdir Tuhan”. Dengan mengakui “takdir Tuhan” maka penguasa harus membuktikan bahwa diri sendiri adalah “penguasa bijak yang berpegang pada jalan kebenaran”, serta “mengemban nasib negara atas perintah langit”. Jika mengakui “theisme”, harus mengakui “hak penguasa adalah dianugerahkan oleh Dewa”. Sedangkan teori kekuasaan PKC sejak semula tidak mengenal yang disebut juru selamat dunia, juga tidak mengandalkan Dewa atau kaisar, “jika ingin menciptakan kebahagiaan umat manusia, sepenuhnya mengandalkan diri kita sendiri”.
PKC mempropagandakan pandangan “materialisme sejarah”, mempropagandakan bahwa komunisme adalah “surga dunia”, sedangkan jalan menuju “surga dunia” itu adalah dengan mengandalkan “barisan pelopor kaum proletar”, yaitu kepemimpinan Partai Komunis. Dengan mengakui theisme berarti secara langsung telah menantang keabsahan kekuasaan PKC.
(Bersambung)
Jumlah rakyat China yang telah mengundurkan diri dari Partai Komunis China sampai hari ini berjumlah : 32,871,272orang. Erabaru (The Epoch Times / Dajiyuan) adalah media berbasis website dan koran bahasa mandarin yang terbit di Hongkong, Singapore, Rusia, Taiwan, Jepang, Korea, Israel, Kanada, Eropa, Rusia, Australia, Amerika, Selandia Baru dan Indonesia dan juga terbit dalam bahasa-bahasa di negara tersebut. Untuk mengetahui informasi menarik lainnya seputar peristiwa, kesehatan, tips, cerita budi pekerti, alam semesta, manusia dan kehidupan, penemuan iptek, budaya, legenda, biografi, ramalan dunia, dan penemuan prasejarah kunjungi : Website Bhs. Indonesia: www.erabaru. PASANG IKLAN di WEBSITE ERABARU : Dilihat Banyak Pembaca dan Harganya Sangat Terjangkau! Fakta bahwa sejak tahun 2003, pengakses erabaru.or.id selalu meningkat. Data page views (halaman dibuka) telah mencapai 538099 pada Oktober 2007, Jumlah unique visitor (pengakses setia) mencapai 15635, dengan bandwith 10.73 GB data yang diakses. (sumber: webstatistic erabaru.or.id) Manfaatkan Diskon Spesial pemasangan iklan di 2 tempat terbaik pada homepage Erabaru dan Newsletter Erabaru yang dikirim ke ribuan pembaca setiap harinya. Segera hubungi:
|
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar