Melawan Ego 4
Hadits tentang Jihad melawan Nafsu
Jihad Al Akbar, dari buku "Islamic Beliefs and Doctrine According to
Ahl al-SunnaMawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani
Diambil dari www.mevlanasufi. blogspot. com
Bismillah hirRohman nirRohim
Ahli Hadits Mulla 'Ali al-Qari meriwayatkan dalam kitabnya al-
Mawdu'at al-kubra, yang juga dikenal sebagai al-Asrar al-Marfu'a:
Suyuti berkata: al-Khatib al-Baghdadi meriwayatkan dalam "Sirah"-nya
dari Jabir, ketika Nabi saw kembali dari salah satu peperangannya,
beliau saw bersabda: "Kalian telah tampil ke depan dengan cara
terbaik. Untuk tampil kedepan, kalian telah kembali dari jihad yang
lebih kecil kepada jihad yang lebih besar." Mereka berkata: "Dan
apakah jihad yang lebih besar itu?" Beliau menjawab: "Perjuangan
(Mujahadat) hamba-hamba Allah atas Hawa Nafsu / EGO mereka."
Ibn Hajar al-'Asqalani berkata dalam Tasdid al-qaws: "Perkataan ini
tersebar luas, dan ini adalah perkataan Ibrahim ibn Ablah menurut
Nisa'i dalam al-Kuna. Ghazali menyebutnya dalam Ihya' 'Ulumuddin-nya
dan al-'Iraqi berkata bahwa Bayhaqi meriwayatkannya dari Jabir dan
berkata: Ada kelemahan dalam rantai periwayatannya. " dikutip dari
`Ali al-Qari, al-Asrar al-marfu`a (Beirut 1985 ed.) hal. 127
Referensi dan rujukan ke hadits di atas (hadits tentang kembalinya
Rasulullah s.a.w. dari jihad asghar ke jihad akbar) mencakup
beberapa paragraph. Jika dikutip nampaknya memang, penyandarannya
pada Nabi, Salla Allahu 'alayhi wa Sallam, adalah lemah, tapi
maknanya dapat disarikan pula dari sumber-sumber lain dari Hadits
dan Quran.
Sebagai catatan, Imam Nawawi telah mengatakan, sebagaimana dikutip
dari sebelumnya: [Ulama dari kalangan Muhaddits, fuqahaa, dan
lainnya berkata: Adalah diizinkan dan dianjurkan untuk beramal
berdasarkan hadits lemah (dha'if), yang tidak dimodifikasi, yang
berkaitan dengan fadhilah dan keutamaan amal, penganjuran dan
peringatan (targhib wat tarhib). Tetapi, jika berkaitan dengan hukum
seperti masalah halal dan haraam, jual dan beli, pernikahan dan
perceraian, dan selain dari itu, maka tidaklah boleh dipakai hadits
lemah kecuali jika berkaitan dengan pengambilan alternatif teraman
(setelah tak adanya dalil-dalil yang lebih sahih, penj.) dalam hal-
hal tersebut].
Al-Hafiz Ibn Abu Jamra al-Azdi al-Andalusi (wafat 695 H) berkata
dalam kitab Syarah Bukhari-nya yang berjudul Bahjat al-Nufus: 'Umar
ra meriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang pada Nabi sallallahu
alaihi wassalam meminta izin untuk pergi berjihad. Kemudian Nabi saw
bertanya: "Apakah orang tuamu masih hidup?" Ia menjawab bahwa mereka
masih hidup. Nabi kemudian menjawab: "Jika demikian berjihadlah
untuk memenuhi hak-hak mereka" (fihima fa jahid) .
Dalam hadits ini ada bukti bahwa Sunnah Rasul saw dalam memasuki
Tariqah (jalan) dan menjalani disiplin diri adalah untuk
melakukannya di bawah bimbingan seorang ahli, sehingga ia akan
ditunjukkan jalan yang terbaik baginya untuk diikuti, dan tersahih
untuk penempuh jalan tersebut. Karena ketika sahabat itu ingin pergi
berjihad, ia tidak memuaskan dirinya dengan pendapatnya/ ego
nafsunya sendiri dalam masalah itu, tapi mencari nasihat dari
seseorang yang lebih berilmu daripada dia dan lebih ahli.
Jika hal ini kasusnya untuk Jihad kecil (peperangan fisik),
bagaimana pula untuk Jihad Akbar atau Peperangan Melawan Hawa Nafsu
atau Ego? (dari Ibn Abu Jamra, Bahjat al-nufus sharh mukhtasar sahih
al-bukhari 3:146.) Hal ini penting: untuk mengetahui dan belajar
dengan tujuan untuk mengamalkannya! Tidak sekedar untuk tahu, atau
untuk memiliki ilmu -- tidak! Kita membutuhkan lebih banyak
pengetahuan hanya untuk bisa mengamalkannya dan untuk menggunakannya
dalam perjuangan kita melawan ego / nafsu kita. Kalian mencari ilmu
dengan tujuan untuk mencapai hikmah, karena tanpa hikmah, tidak
mungkin untuk menghentikan ego kalian. Ego menyerang dan melawan
diri kalian.
Hikmah adalah bagaikan bom-bom atom bagi ego kalian, sedangkan ilmu
dan pengetahuan lainnya hanya seperti senjata-senjata sederhana yang
di zaman kita ini mereka tidak akan bekerja; senjata-senjata
sederhana tidak berarti apa-apa sekarang, atau ilmu tidak berarti
apa-apa dibandingkan Hikmah yang dibawa Awliya Pewaris Nabi saw.
Dengan mendekatnya hari akhir, senjata-senjata iblis, senjata-
senjata Setan, juga meningkat, untuk mengeluarkan manusia dari iman
dan kepercayaan. Tetapi, sebagaimana Setan meningkatkan serangan-
serangan dan metode-metode yang ia gunakan untuk membuat manusia tak
percaya dan tanpa iman, awliya' (kekasih-kekasih Allah) pun
menggunakan "Hikmah" untuk mengalahkan Setan dan pembantu-pembantuny
a serta penolong-penolongny a.
Hikmah bagaikan bahan bakar, sementara ilmu bagaikan pesawat
terbang. Banyak orang yang mengagumi ilmunya, tetapi tanpa bahan
bakar, maka pesawat tersebut tak akan dapat terbang. Allah
berfirman: "Mereka yang berjuang (berjihad) demi Kami, akan Kami
bimbing mereka ke dalam jalan-jalan Kami" (29:96). Allah swt telah
membuat petunjuk atau bimbingan (Hudan) bergantung pada jihad.
Karena itulah, orang-orang yang paling sempurna adalah mereka yang
berjuang paling gigih demi-Nya, dan di antara jihad yang paling
wajib (afrad al-jihad) adalah jihad terhadap ego, jihad atas hawa
nafsu, jihad atas setan, dan jihad atas dunia yang rendah (jihad al-
nafs wa jihad al-hawa wa jihad al-shaytan wa jihad al-dunya). Siapa
saja yang berjihad melawan keempat hal ini, Allah akan membimbing
mereka menuju jalan-jalan kebaikan-Nya yang menuju pada Surga-Nya,
dan siapa saja yang meninggalkan jihad, maka ia telah meninggalkan
petunjuk sebesar ia telah meninggalkan jihad.
Al-Junayd berkata dalam menafsirkan ayat di atas: "Mereka yang
berjihad atas hawa nafsu mereka dan bertaubat demi Kami, Kami akan
membimbing mereka pada jalan Ketulusan, dan seseorang tak akan dapat
berjihad melawan musuhnya di luar dirinya (yaitu dengan pedang)
kecuali ia yang telah berjihad melawan musuh-musuh ini dalam
dirinya. Kemudian, siapa yang telah menang atas musuh-musuh dalam
dirinya akan pula menang atas musuh-musuhnya (di luar), dan siapa
yang kalah oleh musuh-musuh dalam dirinya, maka musuh di luar
dirinya akan mengalahkannya. " (dikutip oleh Ibn Qayyim al-Jawziyya,
al-Fawa'id, ed. Muhammad 'Ali Qutb, Alexandria: dar al-da'wa.
1412/1992, halaman 50).
Kompetisi dan berlomba diizinkan dalam meraih keunggulan dalam
ibadah. Dalam rangka inilah, Allah menerangkan tingkatan-tingkaan di
antara hamba-hamba- Nya yang beriman dalam Kitab-Nya, dan ini pun
dijelaskan dalam berbagai hadits. Pahala Jihad adalah sedemikian
tinggi sebagaimana dijelaskan oleh Hadits Nabi bahwa, jika ia dapat,
ia akan minta Allah untuk menghidupkannya kembali sehingga ia dapat
mati kembali sebagai syahid berkali-kali. Sekalipun demikian,
berkaitan dengan isu ini, Para Pengingat Allah (Adz-Dzakirin)
termasuk ulama-ulama sempurna yang mengetahui (ma'rifat) akan Allah
('Arifin)adalah lebih mulia daripada mujahidin. Sebagai contoh,
sekalipun Zayd bin Haritsah dan Khalid bin Walid adalah jenderal-
jenderal besar, kematian mereka tidaklah dirasakan seberat kematian
Abu Musa al-Ash'ari atau Ibn 'Abbas (dua sahabat yang
merupakan 'ulama besar dan 'arifin), jika diukur dari kerugian yang
dirasakan oleh ummat Islam sebagai akibat kematian sahabat-sahabat
tersebut.
Untuk alasan inilah, Nabi saw secara eksplisit menyatakan
superioritas para mudzakkirin dalam dua hadits sahih di bawah: Nabi
salla-Allahu 'alayhi wasallam bersabda: "Maukah kalian kuberitahu
sesuatu yang terbaik di antara semua amal, merupakan amal salih
terbaik di mata Tuhan kalian, meninggikan derajat kalian di akhirat,
dan memiliki keutamaan lebih besar daripada membelanjakan emas dan
perak di jalan Allah, atau berperan serta dalan jihad dan membunuh
atau terbunuh di jalan Allah?"
Mereka (para sahabat) berkata: "Ya, mau!" Beliau bersabda: "Dzikr
Allah (Mengingat Allah)". Diriwayatkan dari Abu al-Darda' oleh
Ahmad, Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Abi al-Dunya, al-Hakim yang
menyatakannya sahih, dan adz-Dzahabi mengkonfirmasikan kesahihannya,
Bayhaqi, Suyuti dalam al-Jami' al-saghir, dan Ahmad juga
meriwayatkannya dari Mu'adz bin Jabal. Beliau juga bersabda: "Meski
seseorang menebas orang-orang kafir dan musyrikin dengan pedangnya
sampai pedang itu patah, dan ia benar-benar terselimuti dengan darah
mereka, Al-Mudzakkirin (Para Ahli Dzikir Pengingat Allah) ada di
atas mereka satu derajat." Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri
oleh Ahmad (3:75), Tirmidzi (#3376), Baghawi dalam Syarh al-Sunna
(5:195), Ibn Katsir dalam Tafsirnya (6:416), dan lain-lainnya.
Wa min Allah at Tawfiq
Melawan Ego 5
Ego dan Asosiasi / Kejama'ahan
Mawlana Shaykh Hisham Kabbani ar-Rabbani
Excerpted from Pearls & CoralThe Path to the Divine Presence
Diambil dari http://www.mevlanas ufi.blogspot. com/
Bismillah hirRohman niRohim
Dimana kita kehilangan dzikir kita atau ingatan kita kepada Allah
swt; dimana kita terputus walaupun cuma sedetik saja, maka segera
ego kita akan melompat keluar karena ingin diperhatikan. Untuk
itulah, disaat nafsu seseorang ingin diperhatikan, yang lain harus
menyadari bahwa dia telah keluar dari lingkaran asosiasi/kejemaahan
maka dia harus ditarik kembali.
Adalah berat bagi ego kita untuk menjadi 'hanya salah satu' dari
kebanyakan orang. Bukan menjadi seseorang yang berbeda. Nafsu selalu
menunggu seseorang untuk kehilangan total kesadarannya, sehingga
nafsu bisa melompat keluar. Para sufi hidup didalam asosiasi,
kejemaahan. Kehidupannya berisi suhbah/nasehat. Mereka semuanya
mempunyai tujuan yang sama, niat yang sama namun posisi mereka
berbeda. Tiap orang berada dalam tingkatan masing- masing namun
perbedaan itu sebenarnya `selaras' satu sama lain .
Ketika kita berada dalam asosiasi, jangan mengatakan bahwa "problem
saya beda dengan dia" atau "karakter saya beda dengan dia"
atau "saya punya gagasan berbeda dengan dia". Jangan berpikiran
bahwa diri sendiri adalah 'seseorang'. Jangan! Semua orang yang
datang bersama dalam suatu suhbah/asosiasi, apapun perbedaan mereka,
sebenarnya mereka `selaras' satu sama lain.
Jangan terlalu yakin akan diri sendiri, jangan pernah berpikir bahwa
kalian tidak melakukan sesuatu agar diperhatikan. Siapa sih yang
tidak ingin diperhatikan? Berapa banyak yang kita katakan atau kita
lakukan bukan karena suatu tujuan? satu, dua? Berapa banyak?. Apa
yang kalian katakan mungkin terbungkus oleh `tujuan' yang lebih
dalam. Tanyakan pada diri sendiri atau tanya pada hati kalian
mengapa kalian berbicara dan berlaku seperti itu ? Tidak seorangpun
lepas dari egonya, sampai mereka mencapai maqom/posisi yang aman.
Sebelum mencapainya, segalanya dapat terjadi setiap saat dan tidak
kurang dari satu detik , lebih cepat dari perkiraan kalian. Kadang
kita terkejut dengan diri sendiri karena melakukan sesuatu hal yang
konyol, "Mengapa saya melakukan itu ? Mengapa saya mengatakan hal
seperti ini ?" Pikiran terlalu lambat untuk menangkapnya, karena ego
bergerak lebih cepat dari pikiran! Kita berusaha memahami saat
segalanya telah terjadi. Jadi, untuk tetap waspada / sadar adalah
lebih penting dari pada hanya berpikir.
Saat nafsu seorang sufi melompat ke depan, keinginan untuk
diperhatikan melalui amarah dan permusuhan terhadap saudara dan
teman-temannya. Ini adalah cara paling terkenal agar diperhatikan
yaitu dengan mengkritik, menyalahkan, amarah dan yang serupa dengan
hal ini. Saat hal ini terjadi, kewajiban bagi mereka yang dikritik,
yang dituduh, yaitu dengan menemui ruh orang yang melawannya dengan
hatinya bukan dengan egonya.
Hal ini sangat penting. Saat seseorang melawan kalian atau
mengkritik kalian dengan ke-ego-an mereka, dengan nafsu mereka,
jangan dilawan lagi dengan nafsu atau ego, karena jika kalian
melakukan itu kalian sedang dalam peperangan. Semua hanya akan
memanas dalam waktu singkat. Inilah aturan bagi siapapun agar kita
dapat menggunakannya setiap saat.
Di saat seseorang mengkritik atau menyerang kalian, karena nafsu
mereka, maka temuilah mereka dengan hati kalian jangan dengan ego
kalian. Jangan balik menyerang atau mengkritik. Hal itu tidak akan
menolong. Hanya akan melempar kalian berdua keluar dari asosiasi
tersebut. Demikianlah ajaran para guru sufi sejati.
Wa min Allah at Tawfiq
Melawan Ego 3
Jangan Membicarakan yang Bukan Urusanmu
Mawlana Syaikh Nazim Adilal-Haqqani an-Naqshbandi
Lefke, Cyprus 2005
Diambil dari www.mevlanasufi. blogspot. com
Bismillah hirRohman niRohim
"Malayani" berarti "itu bukan urusanmu", kalian tidak perlu
berbicara atau bertindak tentang segala hal yang bukan menjadi
urusan kalian. Jika seseorang selalu menjaga lidahnya dan peduli
dengan segala ucapannya, Allah akan memberikan Kebijaksanaan Ilahi
kepada lidahnya, sehingga dia hanya akan berbicara tentang kebenaran
dan kebajikan.Berbicara tentang hal "yang bukan urusanmu" akan
membuat iman menjadi lemah. Maka jika kalian meninggalkan kebiasaan
buruk ini, iman kalian akan menjadi kuat. Kalian tidak bisa
mengetahui apa2 yang menjadi urusanmu atau yang bukan. Melalui
inspirasi barulah kalian akan bisa mengetahui mana2 yang menjadi
urusanmu dan mana yang bukan.
Apakah Kita Membangun? atau Menghancurkan?
Jiwa dari semua ibadah kita ini terdiri atas 3 bagian, yaitu:
menjaga lidah dari segala ucapan danpembicaraan yang dilarang,
dengan demikian kita hanya berbicara yang baik-baik saja dan
meninggalkan yang segala buruk. Yang kedua adalah menjaga mata dari
pengelihatan yang dilarang, yaitu tempat-tempat yang kotor dan
perbuatan yang buruk. Dan ketiga adalah menjaga seluruh organ tubuh
kita dari tindakan yang dilarang, baik mendengar, berjalan,
menyentuh,berpikir tentang hal-hal yang buruk atau mempunyai niat
yang buruk. Tanpa menjaga mata, lidah dan seluruh organ dari segala
yang dilarang, kalian tidak akan bisa mendapat manfaat dari
perbuatan dan amal kebaikanmu. Seperti ketika kalian menanam
sesuatu, kalian harus merawatnya agar tetap aman dan melindunginya
dari hal-hal yangburuk yang bisa membahayakan dirinya. Kita harus
tahu apa yang kita kerjakan. Adakah kita membangun? Atau bahkan kita
menghancurkan? Setiap hal yang dilarang tentu akan merusak bangunan
kita, merusak tubuh kita baik secara fisik maupun spiritual.
Pertama, Lawanlah terlebih dahulu Dirimu Sendiri
Salah satu tanda dari seorang hamba Allah adalah, bisa meletakkan
organ tubuh di bawah kehendaknya. Jika seseorang tidak bisa
melakukannya dia adalah hamba ego atau nafs. Kalian harus bisa
menasihati diri sendiri sebelum menasihati orang lain. Apabila
dirimu telah menerima untuk berada didalam pengendalian atau
perintahmu barulah orang lain akan bisa menerimaperintahmu. Ini
adalah jalan yang diberikan oleh Rasulullah dan Awliya. Pertama
mereka berusaha melawan dirinya sendiri dulu, baru setelah itu
mereka beralih kepada orang lain.
Maka ketika mereka berbicara, perkataan mereka mempunyai pengaruh
terhadap orang yang mendengarnya, dan jika seseorang mendengarnya,
mustahil dirinya tidak mendapat suatu manfaat dari apa yang
dikatakan oleh Rasulullah atau para Awliya. Dan kemudian dia akan
mendapatkan kekuatan mengontrol egonya untuk melangkah ke arah jalan
yang benar.
Kalian tidak hanya cukup dengan berkata, "Saya adalah Muslim," dan
hanya mengucapkan Syahadat. Tetapi kalian juga harus mencoba untuk
menjaga seluruh organ tubuhmu agar jauh dari segala tindakan yang
bukan tindakan Muslim, kalian harus menjauhkan diri kalian darisemua
hal yang haram dan yang dilarang Allah. Semoga Allah melindungi kita
semua dari hal yang haram, demi kemuliaan Sayyidina Muhammad
sallallahu alaihi wasalam, Fatihah.
Wa min Allah at Tawfiq
wasalam, arief hamdani
www.rumisuficafe. blogspot. com
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar