Badutnya sambil jualan roti, makin mirip sama sirkus di dunia nyata !
---
gd
On 10/29/07, Alexander < alexanderkhoe@yahoo.com > wrote:
ANJING MILIS INI LAGI BERAKSI
ARENA SIRKUS INI LUCU SETENGAH MATI
MEMBUAT DAKU TERTAWA HOHOHO HAHAHA HIHIHI
MARI KELUARKAN TONGKAT KITA
TUK GEBUK ANJING GILA
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups , "intel.psitrans".com > From: "Audifax"<audifacx@...>
<intel.psitrans@...> wrote:
>
> Maya Notodisurjo : Psikolog Spesialis Praktik Hukum Negative
Reinforcement
> (Baca email terlampir: Data Swastinika = Maya Notodisurjo)
>
>
>
> Pengantar
>
> Negative Reinforcement (stimulus negatif) secara sah / legal /
resmi /
> boleh dilakukan siapa saja bertitel Psikolog terhadap siapapun orang
> non-psikologi yang ingin dijadikan target korban. Sebagai psikolog
> maka memiliki hak untuk mengatur nasib psikologis orang lain,
bilamana
> tidak menurut hukum psikologi maka siapapun dapat diberi sangsi
tegas
> di dunia maya dan dunia nyata. Silahkan baca dialog-dialog dengan
> Psikolog Maya Notodisurjo di bawah ini tentang sangsi yang boleh
> secara tegas diberikan kepada pihak-pihak yang dianggap bersalah
dalam
> hukum Psikologi di Indonesia.
>
> Sangsi-sangsi ala Psikologi tsb diantaranya berupa:
> * Teror kepada anggota keluarga dengan sita jaminan.
> * Cacimaki dengan bahasa kotor ala Psikologi kepada subject dan
> keluarga subject.
> * Pemalsuan dan penyebarluasan data kepribadian korban.
> * Pemalsuan bukti korban dan pemalsuan kuesioner.
> * Usaha pemerasan, penangkapan dan pemenjaraan melalui jalur hukum.
>
> Untuk mengamati penerapan hukum ala Psikologi yang berlaku di
> Indonesia dengan contoh praktikalnya dapat diamati prilaku para
> psikolog kondang kita seperti misalnya Audifax, Ratih Ibrahim
(sering
> muncul di televisi dan majalah), Sinaga Harez Posma, dan di Maya
> Notodisurjo di:
> http://groups.yahoo.com/ .group/psikologi_ transformatif/ messages
>
>
>
>
>
> Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
> From: "monde78100" <monde78100@>
> D/D/T:Wed Oct 24, 2007 2:48 pm
> e-link:
> http://groups.yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/ message/33233
> "swastinika" <swastinika@> wrote:
>
>
> Swastinika menulis :
> Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
> karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
> dilakukan,tapi tidak berhasil.
>
> Monde : Mbak Swas, dari mana muncul penilaian tidak berhasil?
Bukankah
> justru kita seharusnya terus berusaha untuk menggunakan mazhab
> psikologi yang positif dibandingkan menyerah dengan Negative
> Reinforcement? Sebaiknya tidak ada alasan untuk membenarkan
munculnya
> Negative Reinforcement. Mungkin saja Negative Reinforcemet memiliki
> daya supaya setiap pelakunya akhirnya dapat mengambil hikmahnya.
Tapi
> bukan sebagai saran atau toleransi untuk memicu/membenarkan Negative
> Reinforcement tersebut. Justru kita harus mengambil sikap tidak
> mendukungnya.
>
> Swastinika menulis :
> Subyek tetap tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah, dan..
> significant others-nya juga tetap tidak mendukung subyek untuk
> menyadari masalahnya.
>
> Monde : Ini adalah pengamatan sepihak mbak Swas. Bermasalah atau
tidak
> bermasalahnya seseorang tergantung dari sudut kepentingan para
> pengamatnya. Kalau mau melihatnya dengan sungguh-sungguh inilah yang
> terjadi pada fenomena kompatiologi. Vcl dianggap bermasalah atau
tidak
> tergantung dari kepentingan terhadap kompatiologi ataupun
> pertemanannya dengan Vcl. Jadi itu sangat subyektif sifatnya. Jadi
> tetap tidak bisa dipukul-rata Vcl sudah pasti bermasalah untuk
> membenarkan munculnya Negative Reinforcement karena teman-temannya
> sudah tidak sanggup. Mbak Swas jangan terburu-buru memberikan cap
> penilaian kalau kenal dengan Vcl dan teman-temannya saja cuma dari
milis.
>
> Swastinika menulis :
> Padahal, dalam psikologi, semua "remedy" itu asalnya dari diri
sendiri
> dan/atau dukungan lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau
subyek
> tidak menyadari dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung
> konsep diri seperti itu, setahu saya pendekatan psikologi yang
paling
> positif pun tidak akan membawa perubahan :)
>
> Monde : Sekali lagi apa yang dikatakan oleh mbak Swas sendiri justru
> menunjukkan kerelatifan suatu perilaku seseorang. Bukankah
bermasalah
> atau tidaknya seseorang sangat tergantung dari penilaian
> lingkungannya? Nah kalau lingkungannya sudah mendukung, apa
masalahnya
> kalau begitu? Vcl bermasalah bagi mbak Swas itu sih urusan
kepentingan
> mbak Swas. Sekali-lagi tidak bisa dipukul-rata kalau mbak Swas sudah
> memberikan penilaian Vcl bermasalah maka dianggap bagi seluruh
> lingkungan lainnya pasti menilai juga Vcl bermasalah sekaligus
> menganggap lingkungan lain adalah buta jika tidak melihatnya. Vcl
> memiliki kekurangan iya. Kita semua pun memiliki kekurangan. Tapi
> apakah kekurangan (yang lagi-lagi relatif) itu bermasalah bagi
> lingkungannya itu soal lain.
>
> Swastinika menulis:
> Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai pendekatan apa pun, kalau
Ajeng,
> Fiersha, dll tidak menyadari dirinya perlu menjadi lebih baik, tidak
> akan pernah berhasil mereka berubah :)
>
> Monde : Setuju!
>
> Mbak Swas mau beli Mondenya? Pliiissss
>
>
>
>
>
> Email sebelumnya:
> Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
> From: Swastinika / Maya Notodisurjo
> D/D/T: Wed Oct 24, 2007 10:58 am
> e-link:
> http://groups.yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/ message/33216
> "swastinika" <swastinika@> wrote:
>
>
> Pak Jusuf yth,
>
> Sejak kemarin ingin mengomentari tulisan Bapak, namun baru sempat
> memformulasikannya sekarang :) Moga2 tidak menyinggung Bapak :)
>
> Pembahasan Bapak mengenai Mamamia menarik, tapi.. menurut hemat
saya,
> Bapak justru melupakan satu faktor penting dalam perubahan yang
> terjadi dalam acara tersebut :) Yang mengubah diri si anak jalanan,
si
> tuna netra, si ibu rumah tangga ADALAH mereka sendiri. Niat mereka
> sendiri, usaha mereka sendiri. Psikologi bisa membantu mengenali
> kebutuhan mereka, memotivasi mereka untuk berubah, tapi.. yang bisa
> menentukan berubah atau tidak adalah diri mereka sendiri. Psikologi
> das Sollen bertujuan untuk membuat si penguasa ilmunya mampu
mengenali
> dan memediasi pencapaian kebutuhan orang. Psikologi das Sein,
menurut
> saya, sudah cukup melakukan hal itu walaupun tentu masih harus terus
> berkembang. Salah satu perkembangan yang dibutuhkan agar Psikologi
das
> Sein makin sesuai dengan khitahnya (Psikologi das Sollen) adalah:
> penerimaan orang2 terhadap psikologi sebagai psikologi (baik
> mainstream maupun perkembangannya yang sesuai).
>
> Apa yang terjadi sekarang? Psikologi kerap kali dirancukan dengan
> "perkembangan" yang tidak sesuai. Apa yang sebenarnya masuk ke
tataran
> astrologi, kebatinan, dan entah apa lagi, semuanya "dirancukan"
> sebagai bagian dari psikologi - dengan alasan bahwa semua adalah
> mengenai manusia sebagai individu. Dengan kerancuan2 seperti ini,
> makin sulit orang percaya pada psikologi, apalagi melibatkannya
dalam
> porsi yang tepat :). Siapa yang mau melibatkan ilmu psikologi dalam
> pembuatan program, jika baik/buruknya program dinilai dari rating
dan
> jumlah keuntungan material (yang tidak ada sangkut pautnya dengan
> psikologi)?
>
> Kesalahan siapakah hal ini? Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian
> psikolog memang tidak perduli pada hal2 ini, kurang memperjuangkan
hal
> ini. Tapi.. terus terang, menurut saya, hal ini juga diperparah oleh
> "awam" yang memposisikan dirinya sebagai ahli psikologi. Bayangkan,
> sudah psikologinya sendiri belum jelas di mata awam, tiba2 ada awam
> yang memposisikan diri sebagai ahli.. bagaimana awam yang lain bisa
> membedakan mana yang psikologi beneran mana yang psikologi
gadungan ;)?
>
> Akan halnya "debat (kusir?)" atau yang Bapak sebut "pepesan kosong"
> itu, menurut hemat saya, justru sedikit banyak menunjukkan ciri2
> psikologi. Mungkin bukan mazhab Psikologi Positif, atau Psikologi
> Humanistik, atau mazhab2 lain yang percaya pada kemampuan manusia,
> tapi.. saya melihatnya mencirikan salah satu mazhab klasik
psikologi:
> Behavioristik. Beberapa kasus mengingatkan saya pada percobaan
tentang
> Negative Reinforcement: dimana ketidakmunculan perilaku positif akan
> mengakibatkan munculnya penguatan negatif. Memang tidak sempurna,
> karena tidak ada fixed ratio, interval ratio, dll, tapi moga2 bisa
> membantu shaping behavior.
>
> Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
> karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
> dilakukan, tapi tidak berhasil. Subyek tetap tidak menyadari bahwa
> dirinya bermasalah, dan.. significant others-nya juga tetap tidak
> mendukung subyek untuk menyadari masalahnya. Padahal, dalam
psikologi,
> semua "remedy" itu asalnya dari diri sendiri dan/atau dukungan
> lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau subyek tidak menyadari
> dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung konsep diri seperti
> itu, setahu saya pendekatan psikologi yang paling positif pun tidak
> akan membawa perubahan :) Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai
> pendekatan apa pun, kalau Ajeng, Fiersha, dll tidak menyadari
dirinya
> perlu menjadi lebih baik, tidak akan pernah berhasil mereka
berubah :)
>
> Jadi.. kalau sekarang Bapak bertanya: "Boro-boro ini yang dibahas,
> malahan urusan dekon mendekon, lalu ngapain dilayani ?
> Tapi kalau yang muncul menjadi seperti itu, lalu masyarakat
bertanya
> dan mempertanyakan apakah anaknya akan didorong untuk belajar
> psikologi", maka jawaban saya adalah demikian:
>
> Jika masyarakat masih melihat psikologi seperti Bapak melihat
> psikologi, maka besar kemungkinan anaknya tidak akan didorong untuk
> belajar psikologi. Tapi.. jika masyarakat melihat psikologi sebagai
> psikologi, maka mungkin justru mereka akan mendorong anaknya belajar
> psikologi.
>
> Mohon maaf, Pak Jusuf, saya menghargai Anda sebagai orang yang lebih
> tua dan jelas sangat pandai serta arif. Saya juga pernah mendengar
> Bapak diminta mengajar di beberapa fakultas psikologi (kalau saya
> tidak salah). Namun, mengenai psikologi ini, saya merasa Anda
> mencampuradukkan psikologi dengan entah apa. Di satu sisi, hal ini
> mungkin memperkaya psikologi. Saya yakin pendapat2 Bapak memperkaya
> mazhab psikologi positif. Namun.. di sisi lain, seperti dalam kasus
> yang lebih dekat dengan mazhab klasik, membuat Bapak alpa melihat
apa
> yang sebenarnya sangat psikologis :)
>
> Semoga tidak menyingung Bapak, ini hanya sekedar pendapat seorang
awam
> yang tak berilmu :)
>
> Salam,
>
>
>
>
>
> LAMPIRAN fakta "Swastinika" = "Maya Notodisurjo"
> Subject: 2 - Data: Swastinika = Maya Notodisurjo
> D/D/T: Tue Nov 28, 2006 8:58 am
> http://groups.yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/ message/12867
> http://groups.yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/ message/12862 > <audifacx@...> wrote:
>
>
> 2 Data Swastinika = Maya Notodisurjo
>
> Pembaca yang kebetulan menjadi member milis Psikologi Transformatif
> mungkin menyaksikan perdebatan antara saya dan seseorang dengan ID:
> Swastinika. Salah satu poin yang diperdebatkan di situ adalah
mengenai
> DATA vs INTERPRETASI. Saya selalu menunjukkan bahwa sejumlah klaim
> yang dikemukakan Swastinika adalah INTERPRETASI-nya semata,
sebaliknya
> Swastinika juga berkali-kali mendebat saya dengan mengatakan bahwa
apa
> yang saya sebut sebagai DATA tak lebih dari INTERPRETASI saya.
>
> Walau ini hanyalah perdebatan antara Audifax dan Swastinika, tetapi
> saya tertarik untuk mengangkat sebagai satu bab pembahasan
tersendiri,
> karena perdebatan semacam itu bukan barang baru dalam ilmu
> pengetahuan, setidaknya itu saya lihat dengan jelas di psikologi,
> sebuah ranah ilmu yang selain bermain dengan DATA juga bermain
dengan
> INTERPRETASI. Maka dari itu, menjadi menarik bagi saya untuk
> mengangkat dan menelaah lebih dalam polemik DATA vs INTERPRETASI
> sehingga kita bisa belajar membedakan mana yang DATA dan mana yang
> INTERPRETASI.
>
> DATA secara umum bisa didefinisikan suatu hal yang kita ambil pada
> moment tertentu. Suatu yang terjadi di suatu tempat, di suatu waktu,
> sehingga untuk verifikasinya bisa dirunut kembali sesuatu tempat,
> waktu atau sumbernya. Dengan demikian, seberapa sesuatu memiliki
> kemerujukan terhadap realitas itulah yang bisa disebut `Data'. Hal
ini
> jelas tidak tampak pada klaim Swastinika berikut (tambahan bold dari
> saya untuk memperjelas siapa/apa yang dirujuk oleh kata ganti yang
> digunakan dalam kalimat tersebut]:
>
> Well, let's say I know your (Audifax) story with those mailing lists
> (Milis Psikologi Transformatif) ;) Anda dkk cukup terkenal, Audi-
boy,
> dan bukan karena skripsi Anda (Audifax) yg dibukukan itu ;)
>
> Pertama, sudah jelas bahwa SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH
> DIBUKUKAN. Jadi pernyataan "skripsi saya [Audifax] yang dibukukan"
itu
> tak lebih dari interpretasi seenak udel dari Swastinika. Jika yang
> dimaksud adalah buku "Mite Harry Potter", maka makin jelas bahwa apa
> yang disebut skripsi disitu adalah INTERPRETASI yang diletakkan
secara
> sembarangan. Siapapun boleh melakukan cross-check DATA yang saya
> berikan, yaitu: SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH DIBUKUKAN dengan
> merujuk:
>
> 1. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya atau perpustakaan
> Universitas Surabaya. Atau siapapun yang kebetulan tahu skripsinya
> Audifax. Dari sini, anda akan dapat DATA bahwa skripsinya Audifax
> bukan "Mite Harry Potter" sebagaimana diterbitkan oleh Jalasutra
> melainkan "Konsep Perilaku Profesional [Profesionalisme] pada Tenaga
> Kreatif di Biro Iklan – Studi Eksplanatif berdasar Teori Grounded
pada
> Biro Iklan Surabaya"
> 2. Di-cross-check ke pihak penerbit Jalasutra, apakah memang
> Audifax pernah mempublikasikan atau mengabarkan bahwa naskah yang
> ditawarkan dan kemudian terbit adalah skripsinya. Anda bisa
melakukan
> e-mail pada: redaksi_bdg@
> 3. Cross check ke toko buku, jika ditemukan bahwa "Konsep
Perilaku
> Profesional [Profesionalisme] pada Tenaga Kreatif di Biro Iklan –
> Studi Eksplanatif berdasar Teori Grounded pada Biro Iklan Surabaya"
> karya Audifax ternyata sudah terbit dalam bentuk buku, maka klaim
saya
> bahwa SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH DIBUKUKAN otomatis gugur.
>
> Di sinilah baru kita bisa bicara data, setelah melihat dan
> kemerujukannya pada tempat, waktu, peristiwa tertentu yang bisa
> diakses untuk verifikasinya. Dan siapapun yang mengakses, akan
> mendapat hasil yang sama.
>
> Kedua, perkataan Swastinika berikut: "let's say I know your
(Audifax)
> story with those mailing lists (Milis Psikologi Transformatif) ;)"
> juga adalah interpretasi, karena saya ketika mendirikan milis
> Psikologi Transformatif, sama sekali tidak pernah mengenal atau ada
> orang di sekeliling saya bernama Swastinika [atau Maya Notodisurjo].
> Jadi perkataan "I know your story with those mailing list" itu sama
> sekali bukan data, melainkan kesoktahuan yang diwujudkan dalam
> interpretasi. Mungkin Swastinika ini anggota PERKEMI, "Persatuan
> Kemeruh Indonesia" [Kemeruh= basa Jawa untuk Sok Tahu].
>
> Jadi kesoktahuan ini jelas sama sekali bukan data..lha wong tidak
> pernah ketemu dan Cuma modal nggosip kok berani-beraninya bilang "I
> know"? Apa bukan takabur dan seenak udel namanya? Apalagi dikaitkan
> dengan ide awal membentuk mailing list ini, bukankah ini Cuma bentuk
> perilaku TAK TAHU MALU DARI SEORANG MAYA NOTODISURJO DI HADAPAN
> REALITAS YANG SAMA SEKALI TAK DIKETAHUINYA?
>
> Pada titik ini, saya akan mengutip kembali apa yang ditulis Maya
> ketika saya mengatakan bahwa dia "Sok Tahu":
>
> Ah.. sebuah tuduhan baru: sok tahu ;). Mungkin sebentar lagi TV bisa
> bikin acara baru: Gemar Menuduh asuhan Audifax. Seperti acara Gemar
> Menggambar asuhan Pak Tino Sidin dulu ;)
>
> Dengan paparan saya di atas, jelas bukan sebuah tuduhan, tetapi
> sesuatu yang berdasarkan data. Apalagi yang lebih tepat untuk
> menggambarkan orang yang merasa tahu apa yang sebenarnya tidak
> diketahuinya, selain "Sok Tahu"? Justru yang paling pas diusulkan
pada
> stasiun televisi di sini adalah acara "Gemar Sok Tahu" asuhan Maya
> Notodisurjo, lulusan Psikologi Universitas Indonesia dan Peneliti di
> PROMPT Research.
>
> Lalu, mari di sini kita praktekkan langsung apa itu data dan
bagaimana
> mencari data yang benar. Bukan itu saja, pada latihan kali ini, saya
> akan tunjukkan sebuah data yang bisa diverifikasi dan dirujuk siapa
> saja yang kebetulan tengah membaca tulisan ini secara online.
>
> Ketika saya menanyakan: "Anda sendiri masuk kategori yang
mana? "Yang
> pernah belajar psikologi" atau "Yang belum pernah belajar
psikologi?"
>
> Swastinika tidak mau menjawab pertanyaan saya tersebut melainkan
> menjawab demikian:
>
> Menurut Anda ;)? It's for you to judge ;)
>
> Mari kita ikuti langkah-langkah berikut untuk melihat siapa yang
> terbiasa melakukan judge.
>
> Langkah 1
> Swastinika pernah menulis dengan menyebut-nyebut PSIINDONESIA,
> terutama ketika ia membandingkan bahwa di sana milisnya bersifat
> tertutup. Maka saya meletakkan `hipotesa' bahwa swastinika adalah
> member milis PSIINDONESIA. Saya berharap memeroleh sesuatu yang bisa
> menghantar untuk memberi gambaran secara akurat [dalam bentuk data]
> mengenai Swastinika.
>
> Jika anda member PSIINDONESIA atau mempunyai akses ke milis tersebut
> melalui e-mail teman, silahkan melakukan pencarian dengan kata kunci
> "Swastinika" pada fasilitas search di milis PSIINDONESIA, di sana
anda
> akan menemukan dua posting di link:
> http://groups.yahoo.com/ dangroup/psiindones ia/message/ 3017
> http://groups.yahoo.com/ inilahgroup/psiindones ia/message/ 3665
> lengkapnya tampilan hasil pencarian:
>
> 3665 Re: TtgRajudariNONPSIKOLOG
> Kemarin Pak Wisnu menulis sebagai berikut: Message: 7 Date: Tue, 7
Mar
> 2006 14:02:04 +0700 From: "Wisnubroto" <wisnu@ Subject: Re:
> TtgRajudariNONPSIKOLOG Hari ini ( 7 februari 2006 ) di Kompas ada
> berita tentang Raju, dengan judul "Yang hilang mengenai ... Maya
> Notodisurjo
> mayanoto@
> swastinika
> Mar 7, 2006
>
> 8:01 pm 3017 RE: s.psi. jadi tukang tes
> Mengenai S.Psi jadi tukang tes ini, saya punya "cerita" yg agak
> mengkhawatirkan. Beberapa bulan lalu, sepupu saya, ibu dari seorang
> anak berusia 4 thn, menelepon saya dengan panik. Katanya, hasil
> pemeriksaan tes psikologis anaknya menunjukkan gejala2 ... Maya
> Notodisurjo
> mayanoto@
> swastinika
> Oct 11, 2005
> 12:08 am
>
> Baik pada tulisan yang mereply kasus Raju maupun S. Psi jadi tukang
> tes, di bagian bawahnya tertulis DATA sebagai berikut:
>
> Best Regards,
> MAYA NOTODISURJO (Psi 91)
>
> "Maya Notodisurjo" <mayanoto@> swastinika
>
> Sampai di sini, saya sudah punya `Data' bahwa Swastinika adalah
> termasuk golongan "Yang pernah belajar psikologi" dan itu bukan
judge,
> karena ditulis oleh Swastinika atau Maya Notodisurjo sendiri, yaitu
> "Psi 91".
>
> Tetapi apakah cukup `data' dari milis PSIINDONESIA saja? Tentu
tidak.
> Dalam mencari data kita harus melihat bahwa ada kemungkinan data itu
> salah. Kemungkinannya di sini adalah Maya Notodisurjo yang memakai
ID
> Swastinika di milis PSIINDONESIA berbeda dengan Swastinika yang
tengah
> berdebat dengan Audifax di milis Psikologi Transformatif, maka saya
> harus menguji data tersebut.
>
> Langkah ke 2
> Saya cari di Google, setelah terlebih dulu men-setting pencarian
hanya
> dalam bahasa Indonesia. Pencarian dilakukan dengan menggunakan
> pertama: hanya kata kunci "Swastinika", kedua: hanya kata
kunci "Maya
> Notodisurjo" dan ketiga: menggabungkan kata kunci "Swastinika" dan
> "Maya Notodisurjo". Ternyata di link:
> http://groups.yahoo.com/ sayagroup/kritik- iklan/message/ 23924
temukan:
>
> MAYA NOTODISURJO
>
> PROMPT Research
>
> Century Tower 5th Floor, # 501
>
> Jl. HR Rasuna Said Kav. X2 no. 4
>
> Jakarta 12950
>
> Pada blog dari Maya Notodisurjo [link:
> http://smritacharita.blogspot. ] sayacom/2006/ 11/siren- is-gold.html
> temukan tulisan dari Maya Notodisurjo berjudul: "Siren is Gold" yang
> menceritakan perdebatan di milis Psikologi Transformatif.
>
> Sampai pada langkah ini, barulah bisa dikatakan bahwa Data
> "Swastinika=Maya Notodisurjo" telah ditriangulasi kebenarannya.
>
> Bahkan didapat data lain seperti:
>
> Maya Notodisurjo Graduated from University of Indonesia majoring on
> psychology in 1997. Her career in marketing research was started at
> DEKA Marketing Research right after her graduation. She left DEKA to
> joint NFO Consensus/ MBL in early 2001. She joins Prompt since early
> 2002. Specialized in Qualitative Research, she has handled hundreds
of
> projects using both Focus Group Discussions and In-Depth Interviews
> for various products; consumer goods, advertising, cigarettes,
> banking/insurance products, etc. She has a lot of experience with
> motivational studies especially among mothers and kids research
[link:
> http://www.researchinfo.com/ ]noindex/director y/details. cfm?ID=1923
>
> Di link: http://forum.researchinfo. terdapatcom/member. php?u=734
data
>
> Date of Birth:June 18, 1972
> Age:34
> First Name:Maya
> Last Name:Notodisurjo
> Title:Research Manager
> Company:PROMPT Research
> Location:Jakarta, Indonesia
> Research Role:Supplier Side
> Gender:Female
> Biography:
> I start working in marketing research in July 1997, just a week
after
> my graduation from Faculty of Interests:
> reading, philosophy, art
>
> di link: http://beta.blogger.com/ profile/12852344 001407144142
terdapat
> data:
>
> Age: 34 Gender: Female Astrological Sign: Gemini Zodiac Year: Rat
> Industry: Marketing Occupation: Researcher Location: Jakarta :
Indonesia
>
> Dari hasil pencarian masih bisa ditemukan beberapa blog dan posting
> pada milis, salah satu data lain yang bisa saya dapat adalah Maya
> Notodisurjo memiliki putri bernama Swastinika Naima Moertadho, yang
> lahir di Jakarta tahun 1999. Jadi di sini kita juga bisa tahu bahwa
> `Swastinika' merujuk pada nama putri dari Maya Notodisurjo.
>
> Sampai di sini pembaca sudah bisa membedakan mana yang DATA dan mana
> yang INTERPRETASI pada contoh yang saya tunjukkkan di atas. Jadi,
> penilaian pada mana yang DATA dan INTERPRETASI saya serahkan saja
pada
> pembaca.
>
> © Audifax – 28 November2006
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar