Koan dalam Zen bekerja dalam presmis-premis sbb:
1. Otak manusia terkondisikan oleh lingkungan, menghasilkan pola-pola
yang khas (itu-itu saja) untuk tiap individu.
2. Pola-pola dalam otak ini seringkali tidak sikron (tidak terhubung)
antara yang satu dengan yang lain. Ketidak sinkronan ini menyebabkan
berbagai masalah psikologis.
3. Diperlukan teknik untuk memintas antar pola dalam otak sehingga
dapat disinkronkan satu dengan yang lainnya.
4. Koan (yang berisi pertanyaan yang tidak rasional) berfungsi
sebagai jembatan (katalisator) untuk memintas pola-pola tersebut
sehingga terjadi sinkronisasi dalam otak manusia.
5. Sebagai analogi: Pola-pola di otak ibarat aliran-aliran sungai
yang telah terbentuk, yang seringkali terpisah satu dengan yang lain.
Seringha diperlukan pemintas artifisial (dan energi yang besar) untuk
menghubungkan Aliran sungai yang terpisah ini.
--- In psikologi_transform
<pabrik_t@..
>
> Ikut singsing lengan ya. meski saya tak seberapa tahu, dan karena
tak
> seberapa tahu maka saya banyak tanya.
>
> "memahami persoalannya secara benar, maka jawabannya sudah ada di
> dalamnya seperti ' di dalam biji sudah ada pohon ' "
>
> pabrik: bagaimana cara memahami persoalannya secara benar? bagaimana
> menemukan biji itu? ini sama dengan pertanyaan Zen, "Bagaimana kau
> tahu apa yang dirasakan oleh ikan itu?"
>
> "Ketika mendekati 3 ( tiga ) kamar berikutnya ternyata itulah suara
> mesin tik elektronik dari sekretaris klinik yang sedang bekerja."
>
> pabrik: bagaimana jika si psikolog sekaligus zen itu melangkahkan
> kakinya lebih jauh? atau ke lain arah? tidak adakah kemungkinan ia
> akan menemukan realitas tembak-tembakan? apakah fakta bahwa ada
orang
> mengetik dengan mesin ketik elektronik yang DIASOSIASIKAN sebagai
the
> real fact, membatalkan begitu saja 'realitas tembak-menembak' itu?
> mengapa keraguan pada 'tembak-menembak' itu, tak juga diterapkan
pada
> 'mesin ketik elektronik'? ada banyak problem di sini, cak jusuf.
> pertama-problem KEBENARAN VS MENDENGAR, kedua-problem
> RASIONALISASI/
> KEMUDIAN" SELALU LEBIH BENAR DARI "YANG SEBELUMNYA"?
>
> ZEN HANYALAH SALAH SATU JALAN DAN MEMILIKI BANYAK PROBLEM DALAM
> DIRINYA SENDIRI, TERMASUK PENEKANANNYA PADA KOMUNIKASI LANGSUNG
> DARIPADA "SCRIPTURAL STUDY", "PRINSIP KATA-KATA ADALAH SETAN"
MEREKA?
>
> AKAN LEBIH BAIK LAGI, JIKA KITA TAK MEMBICARAKAN ZEN SEBAGAI TERMA
> UMUM, TETAPI MENGACU LANGSUNG PADA PEMIKIRAN TOKOH PER TOKOH ZEN.
>
> KITA JUGA BISA MEMPERLUAS EKSPLORASI PEMIKIRAN BUDHA INI KE ALIRAN
> LAINNYA. DAN JANGAN LUPA, BANYAK GURU-GURU BESAR BUDHA MASA LALU
DARI
> NEGERI INI (KETIKA SRIWIJAYA MENJADI PUSAT PENGEMBANGAN BUDHA), AKAN
> SANGAT MENARIK JIKA KITA JUGA MENGEKSPLORASI PEMIKIRAN DHARMAKIRTI
DAN
> ATISHA MURIDNYA YANG JUGA GURU SI HULK (MANUSIA HIJAU) MILARESPA
DARI
> TIONGKOK.
>
> pabrik_t
> "entah siapa"
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> --- In psikologi_transform
> <jusuf_sw@> wrote:
> >
> > Mbak Swas,
> >
> > Dalam buku Kearifan Timur dan lebih luas lagi dibahas dalam buku
> sebelumnya " Spiritual Wisdom ", Hikmah - Mizan, dijelaskan bahwa
> dunia ini seperti sebuah kereta yang ditarik oleh berbagai kuda,
yaitu
> keyakinan, cara pandang, kepentinagn politik, ekonomi dsb. Kalau
kuda
> -kuda itu berlari menurut kemauan dan iramanya sendiri-sendiri, maka
> keretanya pasti akan hancur berantakan.
> > Di masa lalu dan masih terus ada yang melanjutkan sampai sekarang
> kita berpikir bahwa supaya jalannya lancar, harus diganti oleh kuda
> saya. Maka soalnya bergeser dari menghela kereta menjadi
memperebutkan
> menjadi kudanya.
> >
> > Kita baru sadar setelah terjadi perjalanan ke ruang angkasa yang
> ketika mengamati alam semesta ta bertepi, dia melihat bahwa bum
tempat
> dia tinggal, dan bangunan observatorium tempat mengamati galaxy
dengan
> teleskop super kuat, ternyata hanya bagian dari galaxy yang sedang
> menari dari beginningless past menuju endless future. Semuanya
saling
> terkait dalam tarian agung energi kosmis. seperti diceriterakan oleh
> ahli Fisika Quantum F.Capra dalam The
> > Tao of Physicsnya F.Capra. Sekarang ternyata memang ada banyak
> sekali masalah yang hanya bisa diselesaikan oleh kerjasama
> international seperti : deteksi bencana alam, pandemi, perubahan
> iklim, pencemaran lingkungan, HAM, dampak kenaikan harga BBM, efek
> rumah kaca karena shortage oxygen, perubahan nilai tukar dsb.
> > Lalu para kuda ini akhirnya harus realistis bahwa peradaban ini
> hanya bisa berkelanjutan bila semua stake holdernya bertekad dan
mau
> bekerjasama dalam semangat menjadi Rahmat bagi Seluruh Alam Semesta.
> Sehingga muncullah gagasan Dialog of Civilization untuk membangun
> Dialogical Civilization yaitu peradaban yang mau menyelesaikan
masalah
> bersama dengan cara dialog.
> >
> > Semua kuda ilmu pengetahuan (empiris melalui keinderaan,
ontologis,
> keagamaan, seni) dan berbagai macam kepentingan menjadikan manusia
> sebagai obyek. Karena itu memang tidak bisa lain kecuali kita harus
> mencari formula untuk menyatukan irama larinya. Kita tidak bisa
> mempreteli sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing seperti
halnya
> konsep kedokteran Barat yang bersifat
> > mekanistik dengan spesialisasinya masing-masing, tapi harus
> dibarengi dengan menemukan the hidden connections.
> > Tidak ada salahnya dalam kasus yang khusus, seorang psikolog
> bekerjasama dengan rohaniwan. Namun hrs tetap diingat bahwa
tujuannya
> untuk membantu pasien mengatasi masalahnya, bukan untuk mereduksi
> realitas sesuai dengan model pendekatannya masing-masing. Bagaimana
> sekarang dengan Zen ?
> > Apa dasarnya kalau ada yang mengatakan ' bila psikiater dilengkapi
> dengan Zen akan menjadi harimau yang bersayap ?
> > Berikut ini pengalaman seorang psikiater yang juga zen master
ketika
> menangani masaalah schizoprenia.
> >
> >
> > Passing Over Seorang Psikiater dan Masa Depan
> > Ilmu Psikologi
> >
> > Dalam buku Going
> > Beyond Buddha, seorang psikiater, yang juga Zen Master, menuliskan
> > pengalamannya memberikan bimbingan pada seorang wanita yang
> menderita gejala Schizophrenia
> > di kliniknya yang berada di daerah tenang di luar kota. Ketika
> wawancara baru dimulai, wanita itu
> > berteriak, âSaya mau pulang, ada suara tembakan!â. Sesuai yang
> diajarkan dalam
> > text book, Psikiater itu semakin yakin penyakit yang dideritanya
> karena berada
> > di daerah yang tenang. Namun wanita itu kembali berkata, â
> Sekarang mereka
> > saling menembakâ¦nah berhentiâ¦nah sekarang mulai lagi. â lalu
> bangkit untuk
> > meninggalkan ruangan.
> >
> >
> > Psikiater
> > itu mencegah dan mencoba mengalah dengan mengajak bersama-sama
> mendengarkan
> > suara itu. Keduanya hening dan akhirnya psikiater itu kaget karena
> memang
> > sayup-sayup terdengar suara mirip tembakan. Lalu ia mengajak
> bersama-sama
> > keluar ruangan dan berjalan di lorong. Ketika mendekati 3 (
tiga ) kamar
> > berikutnya ternyata itulah suara mesin tik elektronik dari
> sekretaris klinik
> > yang sedang bekerja.
> >
> >
> > Instead of merujuk pada Kitab, sang psikiater itu
berani
> passing over konvensi dalam text book, langsung menyelam ke dasar
> mencari inti masalahnya. Mengapa ? Karena ia beriman pada jika dan
> hanya jika kita bisa memahami persoalannya secara benar, maka
> jawabannya sudah ada di dalamnya seperti ' di dalam biji sudah ada
> pohon '
> >
> >
> > Saya rasa kita hrs mempersiapkan generasi baru para psikolog yang
> tidak hanya sekedar menjadi kolektor derivat berbagai aliran
psikologi
> saja. Itu boleh2 saja tapi dalam perspektif untuk menunjukkan bahwa
> karena itu sekarang kita merumuskan ulang sistem pendidikannya. Kita
> harus bisa membedakan mana yang pokok dan ranting sehingga tidak
> terjadi apa yang seharusnya tebal, malah ditipiskan dan yang
> seharusnya tipis, malah ditebalkan.
> >
> >
> >
> > Salam,
> > Jusuf Sutanto
> >
> >
> >
> > ----- Pesan Asli ----
> > Dari: was_swas <was_swas@>
> > Kepada: psikologi_transform
> > Terkirim: Sabtu, 27
> > Oktober, 2007 4:32:10
> > Topik: Trs: [psikologi_transfor
> Sutanto - yg dengan Edy S
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > Baru baca bagian obrolan Pak Jusuf dengan Mas Edy ini. Ingin
numpang
> komentar sedikit :)
> >
> >
> > > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, Jusuf Sutanto
> > > jusuf_sw@ wrote:
> >
> > > > Kepada mahasiswa psikologi saya selalu ajukan pertanyaan
> mendasar sbb. :
> > > > Sebagai seorang psikolog, misalnya menganut agama (bisa apa
saja),
> > > ketika menghadapi client (kebetulan seagama) yang sedang
konsultasi
> > > mengatasi masalah kehidupannya yang serius.
> > > > Bolehkah anda menggunakan ayat dari kitab, yang anda berdua
> > > sama-sama yakini, untuk mengatasi masalahnya ?
> > > > Umumnya secara spontan mereka menjawab : tidak boleh.
Mengapa ?
> > > > Karena fungsi psikolog dan rohaniwan lalu menjadi tumpang
tindih !
> > > > Sebagai psikolog, ia telah memasuki domain rohaniwan.
> > > > Dua profesi ini dibutuhkan oleh masyarakat, tapi tidak bisa
> > > dicampuradukkan, karena tugasnya harus dilaksanakan secara
> profesional.
> > > > Profesi Psikolog memberikan bimbingan dan mengajak client
untuk
> > > memahami
> > masalah dan dirinya supaya bisa memecahkan persoalan hidupnya.
> > > > Dalam kondisi menghadapi client yang gawat, memang itu bisa
dipakai,
> > > tapi harus dengan sangat hati-hati dan segera diikuti tindak
lanjut
> > > dengan kaidah-kaidah yang sesuai dengan ilmu psikologi.
> >
> > Komentar sedikit: setahu saya dalam psikologi prinsip dasarnya
saat
> menghadapi klien (tentu yang masih bisa diajak bicara) adalah
menjadi
> cermin bagi klien, sehingga kita bisa membantu klien untuk menemukan
> sendiri cara mengatasi masalahnya. Psikolog tidak mengatasi masalah
> klien, psikolog memfasilitasi sehingga klien menemukan sendiri cara
> mengatasinya. Itu sebabnya psikolog pada hakikatnya tidak tell the
> client what to do, melainkan stimulate the client to find the
insight
> himself :)
> >
> > Kaitannya dengan ayat2 agama.. well, setahu saya, yang tidak boleh
> dilakukan adalah tell the client what to do dan menggunakan ayat2
> agama itu sebagai patokannya :). Bukan penggunaan ayat2 agamanya.
> Namun, jika memang masalah si klien sedikit banyak berkaitan dengan
> konflik internal atas pemahamannya terhadap ayat2 agama, justru agak
> kurang tepat jika kemudian kita tidak "nyemplung" bicara dengan
bahasa
> yang sama :)
> >
> > Saya malah baru dengar tuh bahwa praktek seperti itu (menggunakan
> ayat2 agama) bisa dilakukan dalam menghadapi klien yang gawat ;)
> Kenapa ya, jika menghadapi klien gawat lantas diperbolehkan
menasihati
> dengan ayat? Dan kategori gawat itu seperti apa ;)?
> >
> > Ngomong2, kalau menurut Pak Jusuf, ayat agama nggak boleh untuk
> mengatasi masalah. Kalau cerita2 Zen boleh atau tidak, Pak ;)?
> Bukankah pada dasarnya ayat agama dan cerita Zen
mengandung "kearifan"
> yang sama jika dibaca secara benar ;)? Soalnya kan Bapak bertanya
> demikian:
> >
> >
> > > > Apakah tidak sebaiknya Kearifan Timur dimasukkan juga dalam
> > > derivat aliran psikologi yang selama ini dimonopoli oleh
barat ?
> >
> > Kalau saya sih termasuk yang OK-OK aja dengan pendekatan baru yang
> disebut sebagai Psikologi Islami, dan setuju2 saja dengan memasukkan
> unsur Zen dalam psikologi. Kedua2nya saya lihat punya "kearifan"
yang
> sama, namun beda target market saja :) Jadi.. dasar saya adalah
> kandungan kearifannya, bukan ayatnya.. hehehe..
> >
> > Salam,
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > <!--
> >
> >
> >
> > #ygrp-mkp{
> > border:1px solid #d8d8d8;font-
> 0px;padding:
> > #ygrp-mkp hr{
> > border:1px solid #d8d8d8;}
> > #ygrp-mkp #hd{
> >
> color:#628c2a;
height:122%;
> 0px;}
> > #ygrp-mkp #ads{
> > margin-bottom:
> > #ygrp-mkp .ad{
> > padding:0 0;}
> > #ygrp-mkp .ad a{
> > color:#0000ff;
> > -->
> >
> >
> >
> > <!--
> >
> >
> >
> > #ygrp-sponsor #ygrp-lc{
> > font-family:
> > #ygrp-sponsor #ygrp-lc #hd{
> > margin:10px 0px;font-weight:
> > #ygrp-sponsor #ygrp-lc .ad{
> > margin-bottom:
> > -->
> >
> >
> >
> > <!--
> >
> >
> >
> > #ygrp-mlmsg {font-size:13px;
> sans-serif;}
> > #ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;
> > #ygrp-mlmsg select, input, textarea {font:99% arial, helvetica,
> clean, sans-serif;}
> > #ygrp-mlmsg pre, code {font:115% monospace;}
> > #ygrp-mlmsg * {line-height:
> > #ygrp-text{
> > font-family:
> > #ygrp-text p{
> > margin:0 0 1em 0;}
> > #ygrp-tpmsgs{
> > font-family:
> > #ygrp-vitnav{
> > padding-top:
> > #ygrp-vitnav a{
> > padding:0 1px;}
> > #ygrp-actbar{
> > clear:both;margin:
> 0;white-space:
> > #ygrp-actbar .left{
> > float:left;white-
> > .bld{font-weight:
> > #ygrp-grft{
> > font-family:
> > #ygrp-ft{
> > font-family:
> #666;padding:
> > #ygrp-mlmsg #logo{
> > padding-bottom:
> >
> > #ygrp-vital{
> > background-color:
8px;}
> > #ygrp-vital #vithd{
> >
> font-size:77%
transform:uppercase
> > #ygrp-vital ul{
> > padding:0;margin:
> > #ygrp-vital ul li{
> > list-style-type:
> > #ygrp-vital ul li .ct{
> >
> font-weight:
align:right;
> > #ygrp-vital ul li .cat{
> > font-weight:
> > #ygrp-vital a{
> > text-decoration:
> >
> > #ygrp-vital a:hover{
> > text-decoration:
> >
> > #ygrp-sponsor #hd{
> > color:#999;font-
> > #ygrp-sponsor #ov{
> > padding:6px 13px;background-
> > #ygrp-sponsor #ov ul{
> > padding:0 0 0 8px;margin:0;
> > #ygrp-sponsor #ov li{
> > list-style-type:
> > #ygrp-sponsor #ov li a{
> > text-decoration:
> > #ygrp-sponsor #nc{
> > background-color:
> > #ygrp-sponsor .ad{
> > padding:8px 0;}
> > #ygrp-sponsor .ad #hd1{
> >
> font-family:
size:100%;line-
> > #ygrp-sponsor .ad a{
> > text-decoration:
> > #ygrp-sponsor .ad a:hover{
> > text-decoration:
> > #ygrp-sponsor .ad p{
> > margin:0;}
> > o{font-size:
> > .MsoNormal{
> > margin:0 0 0 0;}
> > #ygrp-text tt{
> > font-size:120%
> > blockquote{margin:
> > .replbq{margin:
> > -->
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > ____________
> > Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
> > http://id.yahoo.
> >
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar