- pak Alex bilang: Akibatnya, bagi para ilmuwan alam, semua yang
berada di luar kategori material atau kasat mata diasumsikan sebagai
tidak ada.
* wah, wah
.!. entah pak Alex ini mengaji sains dari tulisan2
populer melulu, ato kurang teliti mengaji textbooknya, ato memang
punya maksud menyelewengkan khalayak ramai dengan memfitnah sains!
Para ilmuwan alam kagak pernah berasumsi seperti yang pak Aklex
bilang, yaitu bahwa semua yang berada diluar kategori material ato
kasat mata (persisnya persepsi empiris) sebagai *tidak ada*. Nyang
sak benernya adalah, semua nyang diluar persepsi empiris itu
(termasuk ada ato tidaknya Allah) itu kagak ada artinya buat di
diskusi kan oleh sains, alias bukan subject matter nya sains.
Artinya, sains dengan sadar membatasi diri hanya dalam hal2 nyang
bisa dipersepsi oleh pancainddera. Bukannya berarti nyang tidak
bisa dipersepsi itu tidak ada, ato tidak penting. Misalnya ada ato
tidaknya hidup setelah mati itu justru diakui sebagai pertanyaan
nyang sentral dalam hidup manusia. Demikian juga ada/tidaknya tuyul
tidak perlu didusksikan (cukup jika tulisan2nya dimilis ini dibaca
dan difahami, sebab cuma itu saja nyang bisa dipersepsi oleh
pancaindera)
- pak Alex bilang: Masalah hal yang kasat mata sudah diantisipasi
dalam sains alam pak,ini yang disut hidden variabel dalam mekanika
kuantum.
* wah, wah ! Terbukti lagi pak Alex ini dah kliru mengaji sains, ato
sedikitnya ketinggalan jaman gak kira-kira. Hidden Variables (Bell
Inequalities) dalem mekanika kuantum udah dibuktikan sebagai tidak
eksis, artinya tidak ada. Juga kagak pernah dimasukkan dalam
textbook2 yang diajarkan di univeritas, sebab cuma merupakan
spekulasi, yang kemudian terbukti keliru. Harap cepat2 dikoreksi,
dan pak Alex lain kali harus hati2, apalagi jika diskusi dengan
pakar2 sains.
Silahkan pak Alex baca, misalnya situs
http://en.wikipedia
In 1935, Einstein, Podolsky and Rosen wrote a four-page paper
titled "Can quantum-mechanical description of physical reality be
considered complete?" that argued that such a theory was in fact
necessary, proposing the EPR Paradox as proof. In 1964, John Bell
showed through his famous theorem that if hidden variables exist,
certain experiments could be performed where the result would
satisfy a Bell inequality. If, on the other hand, Quantum
entanglement is correct the Bell inequality would be violated.
Another no-go theorem on hidden variable theories is the Kochen-
Specker theorem.
Physicists such as Alain Aspect and Paul Kwiat have performed
experiments that have found violations of these inequalities up 242
standard deviations[3]
out local hidden variable theories, but does not rule out non local
ones. Theoretically, there could be experimental problems that
affect the validity of the experimental findings.
* TAMBAHAN: demikian juga interpretasi Einstein bahwa Teori Kuantum
itu tidak lain adalah statistik gaya baru, telah terbukti keliru.
Sebaliknya nyang terbukti benar adalah lawannya, yaitu interpretasi
Niels Bohr (terkenal dengan nama *Copenhagen interpretation of
Quantum Mechanics*). Sejak beberapa belas tahun terakhir, bukti
eksperimental tsb sudah menjadi rutin di laboratorium2 fisika
diseluruh dunia, yaitu dengan teknik laser spectroscopy mengamati
sebuah ion tunggal (single ion) dalam perangkap medan
elektromaknit. Ternyata ion nyang tunggal tersebut bener2 mengikuti
fungsi gelombang Schroedinger sebagai fungsi daripada waktu, jadi
bukannya semata2 satistik dari sekumpulan besar ion, seperti yang
dikira oleh Einstein. Silahkan pak Alex cari sendiri lewat Google.
- pak Alex bilang: Dan selanjutnya dideduksi lebih lanjut dengan
sifat kesimetrian dalam teori superstring.
* Saat ini teori superstring masih digolongkan kepada pseudoscience,
sebab tidak bisa di verifikasi secara langsung. Silahkan pak Alex
verifikasi sendiri lewat Google. Sekali lagi, pak Alex lain kali
harus hati2, lebih2 jika diskusi dengan pakar2 sains.
- pak Alex bilang: Maka, menganggap mereka tak ada, merupakan
sebentuk arogansi ilmiah.
* wah
wah ..! Lantaran dah terbukti salah, malah sampe dua kali,
maka nyang tuyul anggep arogans adalah pak Khoe sendiri ....
http://groups.
- pak Alex bilang: 1. Physical Reality, yang sebenarnya tidak kita
ketahui secara pasti kebenarannya (truth). Hal ini dikarenakan kita
berada didalam Physical reality itu sendiri,
* pak Alex kagak sepenuhnya benar. Per definisi, Physical Reality
bisa diketahui dengan pasti, yaitu berupa data2 yang dipersepsi oleh
pancaindera (definisi kata *physical*). Tapi pak Alex benar, bahwa
persepsi pancaindera itu tidak identik dengan *truth*. Ini justru
nyang dimaksud oleh Kant dengan *Das Ding An Sich*, nyang tidak kita
ketahui, sebab kita terkutuk buat selamanya terkunkung dan uthek2
dalam dunia persepsi pancaindera melulu. Disini Kant belajar dari
agama Budha, tetapi dimanfaatkan olehnya guna kemajuan Sains. Baru2
ini di-jiplak secara tidak lengkap dan tidak rasional oleh Harun
Yahya, filsuf fundamentalis/
ketinggalan jaman beratus2 taon, bila bukannya beribu2 taon (sejak
Budha).
- pak Alex bilang: 2. Sensory Experience, inilah yang biasanya
disebut realitas dalam sains.
* Disini pak Alex benar (salut buat pak Alex). Tapi koq pak Alex
membantah sendiri poin no.1 diatas tentang Physical Reality. Harap
cepat2 di koreksi, supaya pembaca bisa mengerti.
- pak Alex bilang: 3. Mental Constructs, inilah yang dapat disebut
sebagai dunia konseptual. Tujuan utama dari dunia konseptual ini
adalah untuk memprediksi sensory experience yang akan terjadi di
masa depan.
* Sekali lagi pak Alex benar (salut lagi buat pak Alex). Apa nyang
kita sebut *pengetahuan* sebenarnya adalah Mental Construct ini.
- pak Alex bilang: Confucius saja berkata yang "While you do not
know life, how can you know about death? Yang kasat mata 'ada' bukan
dikarenakan spekulasi manusia saja tetapi ada karena memang
mempunyai efek terukur dalam realitas nyata! Jika anda tertarik
membahas masalah seperti "Ada atau tiadanya Tuhan dan jiwa (soul)",
itu domain filsafat bung bukan science. Tidak ada yang bisa diukur
sampai saat ini dalam hal tsb.
* Disini pak Alex benar sepenuhnya (salut lagi buat pak Alex). Tapi
koq naga2nya pak Alex membantah sendiri statement nyang paling awal
diatas, yaitu *semua yang berada di luar kategori material atau
kasat mata diasumsikan sebagai tidak ada.* (diasumsikan =
spekulasi!) Nyang benar menurut filsafat Logical Positivism adalah,
ada ato tidaknya Allah ato jiwa itu bukan domain daripada sains,
tapi domain filsafat dan agama.
Secara garis besar paka Alex benar. Tetapi tuyul usulkan, pak Alex
perlu menyeragamkan pikiran2nya, agar bebas dari self-contradiction.
Ttd,
tuyul
(Permisi, nyeleweng dikit nih, dari pesenannya babah Yun Hok)
Sedikit koreksi buat tulisan pak Alex dari masa yg lalu: bilangan
<minus tak terhingga> itu tidak sama dengan <plus tak terhingga>,
bahkan berkebalikan ato bertentangan. Jika di paksakan untuk sama,
maka pasti akan menghasilkan banyak sekali kontradiksi.
--- In psikologi_transform
<alexanderkhoe@
>
>
> > Selain itu, hard science juga masih enggan mengakui
keterbatasannya
> dalam memahami hal-hal yang tak kasat mata atau immaterial.
> Akibatnya, bagi para ilmuwan alam, semua yang berada di luar
kategori
> material atau kasat mata diasumsikan sebagai tidak ada. Padahal,
ilmu
> alam sendiri selalu berevolusi.
> ------------
> Enggan? saya pikir tidak, keterbatasan adalah inheren ada dalam
> setiap model yang dibangun. Semua yang mendalami pembentukan model
> pasti akan tahu tentang ketidaklengkapan suatu model. Seperti yang
> anda katakan model ini terus menerus dikoreksi tetapi landasannya
> tetap sama sehingga dikatakan sifatnya konvergen. Ini perbedaan
utama
> dengan sains sosial seperti ekonomi dan psikologi, sains sosial
tidak
> mempunyai landasan yang sama dalam perkembangannya masing-masing
> berdiri dengan asumsinya sendiri2 contohnya psikologi kognitif
dengan
> psikologi transpersonal.
>
> Masalah hal yang kasat mata sudah diantisipasi dalam sains alam
pak,
> ini yang disut hidden variabel dalam mekanika kuantum. Dan
> selanjutnya dideduksi lebih lanjut dengan sifat kesimetrian dalam
> teori superstring. Positivisme logis yang mementingkan pengamatan
> terletak pada validasi konsekuensi dari teori tersebut.
>
>
> > Apa yang 100 tahun lalu dianggap tak ada karena teknologinya
belum
> menjangkau fenomen itu, kini sudah diterima sebagai ada. Tapi,
masih
> banyak lagi fenomen di luar sana yang belum terjangkau tangan-
tangan
> ilmu. Maka, menganggap mereka tak ada merupakan sebentuk arogansi
> ilmiah.
> ------------
> Apa sih disebut ilmu (disini adalah knowledge atau science) pak?
> Apakah yang disebut ilmiah? Saya pikir anda telah rancu, ketika
> berbicara tentang sains (science) dengan pengetahuan (knowledge).
> Masalah utamanya dalam science bukan pada ada tidaknya fenomena
> tersebut, tetapi pada KEMAMPUAN MENJELASKAN dan KEMAMPUAN
> PREDIKSInya. Dan memang banyak pengetahuan (knowledge) lain
seperti
> naturopathy, homeopathy, akupuntur yang jelas bermanfaat tetapi
belum
> termasuk sains. Apa yang tidak bisa dijelaskan bukan dianggap
tidak
> ada, apalagi yang sifatnya dapat terukur. Tetapi sifatnya masih
> berupa data dan informasi yang kita belum mampu menjelaskan
apalagi
> memprediksi konsekuensinya.
>
> Jadi istilah arogansi ilmiah itu sama sekali tidak ada bagi yang
> benar-benar mendalami hal ini. Yang ada adalah standar baku untuk
> diakui sebagai suatu hal yang ilmiah.
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar