--- In psikologi_transform
>
> He he he. Tak percaya? Tinggal Anda baca saja literatur karya pakar-pakar biologi evolusi, neurologi dan psikologi-kognitif itu. Lihat pola dasar pemikiran mereka. Adakah yang mengakui "keterbatasan inheren" itu? Bisa disebutkan siapa-siapa orangnya?
------------
Pertama, komentar untuk Dawkins cs... misi dari mereka telah berubah untuk mempopulerkan atheism. Anda harus melihat secara objektif dalam hal ini, tujuan Dawkins cs ini muncul dari pertentangan antara kubu evolusionist dan creationist yang meningkat di USA sehingga ditujukan untuk menyebarkan pandangan (jualan) mengenai superioritas science daripada religion. Di sini bisa dilihat, misi mereka TIDAK mewakili pola pikir ilmuwan secara umum dalam urusan science ini.
Bahwa suatu model adalah tidak lengkap adalah prinsip yang utama sejak berkembangnya sains modern, yang jelas didefinisikan oleh Immanuel Kant. Sains modern menganut pembagian definisi menurut Immanuel Kant sebagai berikut:
1. Physical Reality, yang sebenarnya tidak kita ketahui secara pasti
kebenarannya (truth). Hal ini dikarenakan kita berada didalam
Physical reality itu sendiri, seperti halnya ikan tidak akan benar-
benar tahu apa artinya air selama masih berada dalam air.
2. Sensory Experience, inilah yang biasanya disebut realitas dalam
sains. Jadi segala sesuatu yang bisa dipersepsikan oleh Indera dan
Alat bantunya adalah yang disebut sebagai realitas (dunia nyata)
dalam sains. Sains tidak berurusan dengan "physical reality" pada no
1. Semua Pengamatan dari Sensory Experience ini yang disebut
observasi (observation) yang digunakan sebagai dasar membangun teori2
konseptual.
3. Mental Constructs, inilah yang dapat disebut sebagai dunia
konseptual. Tujuan utama dari dunia konseptual ini adalah untuk
memprediksi sensory experience yang akan terjadi di masa depan dan
digunakan Permodelan untuk merepresentasikan dan menjelaskan semua
observasi yang telah dikumpulkan. Dalam dunia konseptual ini
digunakan rasio (penalaran) dalam membangun Model tersebut.
Sebagai tambahan pendekatan Reduksionis yang selama ini menjadi acuan metode ilmiah pun telah dipertanyakan ulang dengan munculnya konsep sistem kompleks dengan salah satu tokohnya Stuart Kaufmann http://en.wikipedia
Like any other world view, reductionism is hard to pin down. The modern world view of reductionism clearly grows from the success of modern physics, but finds its roots in ancient Greek philosophy, that all is made of earth, air, fire, and water, or from atoms. Roughly, reductionism is the view that, as Nobel Laureate Stephen Weinberg eloquently puts it, the "explanatory arrows always point downward", from society to small groups to individuals to organs to cells to chemistry to physics and ultimately to something like Weinberg's Dreams of a Final Theory, a single set of laws, elegant in their form, like General Relativity, which, in Weinberg's sense, explains all. A large majority of contemporary scientists are reductionists. If pressed, most would roughly say that the behavior of complex wholes is nothing more that the laws governing the behaviors of the parts and their interactions. An example well known in physics is the purported successful reduction of classical thermodynamics to statistical mechanics. Here temperature is equated with the mean kinetic energy of particles, pressure with the energy transfer to bounding walls, and the famous second law of thermodynamics is equated with a "flow" of an isolated thermodynamic system from less to more probable macrostates. I have used the caveat "purported" because an issue too technical to go into here the reduction requires the truth of the "ergodic hypothesis" and there is some evidence that it might be false.
We begin with the growing doubt among many physicists themselves that reductionism itself suffices. Nobel Laureate Philip Anderson wrote a famous article, "More is Different", some decades ago, arguing that reductionism is wonderful, but not enough. A computer computing a complex algorithm can be made of transistors or water buckets it is able to run on multiple physical platforms. Hence reducing the computer to any particular physical basis is insufficient to explain the computer. The drift away from reductionism among physicists is most pronounced among solid state physicists, who deal with such things as metals, glasses, spin glasses, and systems with many "broken symmetries". Robert Laughlin, solid state physicist and Nobel laureate, argues strenuously against the full efficacy of reductionism in A Different Universe. The physicists who hold out for a firm reductionism are, like Weinberg himself, largely high energy particle physicists, seeking that final theory say string theory.
Sudah cukupkah penjelasannya?
> Saya rancu? Nggak kebalik nih? Lha Anda yang mengkutubkan science dan knowledge
> inilah jangan-jangan yang rancu. Inilah penyakit umum "positivisme" ala hard
> science yang lalu diadopsi (cilakanya)oleh ilmu sosial itu. Semua science
> bermula dari knowledge, tapi tak semua science mampu menjangkau semua
> knowledge. Scope science jauh lebih sempit dari knowledge, tapi lalu menjadi
> begitu arogan untuk merasa berhak menentukan knowledge mana yang boleh atau tidak boleh masuk dalam kategori science?
------------
Saya langsung heran dengan tulisan anda ini:
1. Premis pertama Scope science jauh lebih sempit dari knowledge
2. Kesimpulannya: tapi lalu menjadi begitu arogan untuk merasa berhak menentukan knowledge mana yang boleh atau tidak boleh masuk dalam kategori science?
Rupanya anda terlalu bersemangat sehingga tidak sadar akan ketidak logisan pernyataan sendiri? Jelas yang lebih spesifik harus menentukan definisinya sendiri....
> Buat mereka, yang tak terjangkau metode-metode ilmiah ya simple saja: tak ada.
> Kalo Anda bilang bahwa mereka mengakui keterbatasan jangkauan sains terhadap
> hal-hal tak kasat mata, maka Andalah yang sedang merancukan konsep knowledge
> timur dan barat. He he he.
------------
Sekali lagi Dawkins cs bukan representasi dari scientist secara umum karena misi yang digerakkannya akibat pertentangan kaum evolusionist dan creationist. Dan terakhir rupanya anda penggemar hal yang tidak kasat mata ya? ingat Confucius saja berkata yang "While you do not know life, how can you know about death? Yang kasat mata 'ada' bukan dikarenakan spekulasi manusia saja tetapi ada karena memang mempunyai efek terukur dalam realitas nyata! Jika anda tertarik membahas masalah seperti "Ada atau tiadanya Tuhan dan jiwa (soul)" , itu domain filsafat bung bukan science. Tidak ada yang bisa diukur sampai saat ini dalam hal tsb.
Sekarang giliran saya menagih mana yang anda sebut rancu dari pemahaman saya tentang hal ini. Mohon penjelasannya?
Salam,
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar