Oops, begini lho mas, aku kan RE-INTERPRETASI. Dan terkadang orang
yang hidup di dalam BELIEF SYSTEM tertentu juga masih bisa kaget2
melihat REINTERPRETASI yang aku lakukan which is very NORMAL. Orang
kan sudah banyak SALAH KAPRAH, dan salah kaprah itu dibawa terus
dari generasi ke generasi. Dan GAK ADA YANG BERANI untuk bilang: HEY
LISTEN,... NGAPAIN SO STUPID, GITU LHO.
Contohnya: ambil case Maria ibu Yesus atau Siti Maryam itu.
Panggilan berupa "Bunda" itu kan benernya merupakan INTERPRETASI
dari masa peralihan ke Kristen dari PAGAN EUROPE. Ada simbol2 DEWI
masa pra Kristen yang DITRANSFER ke figur Maria. Dan jadilah Maria
sebaai "Bunda". Mary the Goddess. Itu VALID saja. Yang penting kan
value dari simbol itu di dalam PSYCHE mereka yang mempercayainya. My
concern is merely to make people REALIZE bahwa yang dipercaya itu
adalah SIMBOL2, dan simbol2 cuma simbol thok. ESSENSI itu adalah
sesuatu yang ada di balik simbol. Memang gak bisa dimengerti tanpa
simbol,... TOO DEEP WITHIN HUMAN PSYCHE.
Nah, kalau orang sudah bisa realize bahwa ada SIMBOL2 dan simbol2
itu ternyata ada di semua culture, di semua BELIEF SYSTEMS, maka
orang akan bisa mengerti bahwa ada yang PARALLEL. Nah, kembali
kepada Jung,... yang dimaksud oleh CG Jung sebagai ARHCETYPES itu
kan SIMBOL2 yang HIDUP di dalam PSYCHE manusia itu. Dan mereka itu
adalah SUMBER ENERGI bagi manusianya untuk BERTRANSFORMASI untuk
mencapa manusia yang UTUH. WHOLENESS. Dan wholeness itu antara lain
disimbolkan oleh Mandala. Borobudur itu salah satu bentuk Mandala.
Nah, semuanya kan mengarah kesana. Semua manusia, differences in
religions or cultures notwithstanding.
--- In psikologi_transform
<sinagahp@..
> harez:
> Uraian tentang Mas tentang . Brahma itu NALURI, Wisnu itu EMOSI,
> dan Shiva itu INTUISI agak membingungkan. Yang banyak dikenal kan
> Brahma itu pencipta, Wisnu itu pemelihara, Syiwa itu perusak. Koq
> penjelasan Mas Leo rasanya kurang sinkron begitu ?
Itu RE-INTERPRETASI mas, one of my re-interpretations. Kalau kita
diam di dalam diri dan "menghayati" apa makna dari simbol TRIMURTI
itu, kita akan sampai pada pengertian seperti itu. Itu one of the
reinterpretations. Kalau Brahma itu pencipta, terus Wisnu itu
pemelihara, dan Shiva itu perusak,... well, itu kan PELAJARAN KITA
DI SD, masa kita mau pakai pengertian itu terus ? Masa kita gak bisa
masuk ke dalam diri kita and find who those SYMBOLS really are. Dan
aku menemukan bahwa Brahma itu Simbol dari Dimensi Naluri di
manusia, Wisnu itu Simbol dari Dimensi Emosional atau Hubungan
Antara Manusia (termasuk disini Belief Systems, Cultures, Budi
Pekerti, and things artificial like that), dan Shiva yang paling
tinggi itu mensimbolkan Dimensi Intuisi dimana kita bisa konek
langsung dengan THE SOURCE OF ALL SOURCES.
Kalau Shiva itu sebagai "perusak" mungkin diambil dari depiction
Shiva Nataraja; Shiva yang menari-nari di atas bara api yang
berputar terus, terkadang dengan tengkorak juga. Bentuk gambarannya
seperti lingkaran api yang berkobar dan Shiva memang menari-nari
dengan tertawa, tertawa dan tertawa, tertawa tak ada habis-
habisnya". What does it mean? Bukan penghancur, mas,... tetapi DIRI
KITA SEBAGAI (ehem) an "Enlightened Person" who could be themselves
and enjoy everything realizing that NOTHING IS CREATED AND NOTHING
IS DESTROYED. That everything is ETERNAL, including US.
Itu simbol, dan artinya TOO DEEP for most people to understand.
Kalau dibilang simply sebagai "perusak" kan ANAK SD akan manggut2
saja. Hm, so what? Gurunya aja gak ngerti apalagi anak SDnya, begitu
kan ? Sekarang saja banyak yang gak ngerti konsep Shiva Nataraja
itu, even those living in Hindu culture. So what ? Dan memang itu
rather uncommon. Too high, really. Menurut aku, yang lebih PRAKTIS
adalah pengertian tadi; Brahma sebagai Dimensi Naluri, Wisnu sebagai
Dimensi Emosi, dan Shiva sebagai Dimensi Intuisi.
(Terkait dengan penjelasan Mas bahwa
> naluri itu jelek/merusak sementara itu intuisi itu "lebih baik"
> dari naluri).
Yang "merusak" itu adalah IMBALANCE, ketidak-seimbangan. Kalau
NALURI itu seabreg-abreg dan intuisinya tumpul, jelas itu bersifat
JELEK/MERUSAK. Kalau INTUISI itu seabreg-abreg dan manusianya gak
perduli dengan fisik dan materi, itu juga "merusak". Yang tidak
merusak (relatif tidak merusak) adalah yang seimbang itu. Yang
BALANCED. Tetapi KESEIMBANGAN is a very nice concept only kan ?
Why ? Sebab every keseimbangan always has the SEED for another
KETIDAK-SEIMBANGAN. Begitu seterusnya, worlds without end. At least
such, as far as our HUMAN MIND can grasp it. Nah, Naluri itu tetap
diperlukan selama masih ada tubuh fisik, dan itu memang SEMENTARA.
Kalau INTUISI, karena itu di MIND, aren't we correct to ASSUME that
IT IS ETERNAL ? Yang eternal _bukan_ intuisi sebenarnya, melainkan
the MIND yang MELAHIRKAN INTUISI2 ITU. Itu eternal. We are NOT our
intuitions anyway. Sama saja seperti kita _bukan_ emosi kita. Kita
bukan pikiran2 kita. We are not our thoughts. Descartes bilang bahwa
dia ada karena dia berpikir. Aku bilang, KITA ADA, SELALU ADA, dan
itu despite the fact kita berpikir atau tidak. We are the IT behind
INTUITIONS. Well, we could call it SPIRIT, anyway you like as long
as you could hold the meaning. The understanding that it is
something behind ALL FACADES. Behind all things moving in the
OUTWARD and even INWARD. Itu Shiva Nataraja, dan itu SIMBOL dari
diri kita yang LEBIH ASLI. Yang lebih dekat ke The Source of All.
Udah ya, bay bay !!
Leo
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar