hi mbak.....sorry telat dan singkat aja ya tuk saat ini. :)
duh mbak q ini...kan dah aq bilang:
- test menggambar itu bisa di gunakan untuk mengukur IQ
- Sekarang test itu sudah di gunakan, dulu juga sich....cuma disempurnakan (setidak tidaknya di tempat dimana test itu telah di uji kembali...mungkin kalau di Indo belum psikolog indo bisa memulainya)
- test itu bukan lagi dikhususkan seperti mbak bilang
- malah test itu memiliki kelebihan dari test IQ yang sering di gunakan (raven, is 2000 ato dat dst..), karena bisa memperlihatkan dengan jelas daya kreativitas anak. (jugabisa di tarik ke arah psiko analisi)
- cuma memang tidak sembarang psikolog juga mampu membuatnya (bdk rorschach n menggambar dalam test proiettive..
- mbak.....pemikirann
soal Pak Jusuf...sabar aja mbak, tar qta urus dengan baik lha... :) ahahahah
tomy
From: was_swas <was_swas@yahoo.
To: psikologi_transform
Sent: Sunday, November 25, 2007 11:57:16 AM
Subject: [psikologi_transfor
Wah.. ditinggal 2 hari, topik sudah berkembang ya.. hehehe... Saya mau respons komentar Mas Tomy yang terakhir dulu :)
bukanlagi digunakan hanya sebagai test proiettive.. ..saya bilang ngitungnya rumit di banding test lain (raven dst...), bukan soal tersirat, tekanan garis dst. misalnya: untuk gambar laki2 ada 73 skor, gbr perempua 71 skor, yang hrs dilihat dalam gambarnya itu...
T: gimana ga memungkinkan? sekarang itu dah ada mbak..yang memang setelah melewati banyak "cobaan" (pasti ada juga yang menyangkalnya. ...tapi test yang lainjuga begitu...apakah semuanya bersih?). kalau test itu gunanya mana lebih baik....Mmmmm belum tahu....yang jelas test itu bisa di gunakan tuk test IQ. itu kan pertanyaan mbak dulu??? (kalau saya yang mbak tanya...itu bisa saya jawab...menurut saya.... ahahahahah)
Yeee... pertanyaan saya kan kembali ke pernyataan Mas Tomy: "sekarang malah digunakan buat tes IQ" ;). Bukan apakah bisa digunakan sebagai tes IQ. Terminologi "malah digunakan" itu menunjukkan pergeseran tujuan tes :) Makanya saya tanya terus, kenapa bisa bergeser jadi tes IQ, padahal awalnya tidak di-develop untuk itu :)
Anyway.. literatur saya mungkin sudah ketinggalan jaman. Tapi kemarin sempat ngintip Sattler (1988) Assessment of Children, halaman 310 - 313, dan menemukan hal2 berikut ini. Judul besarnya adalah: Assessment of Intelligence and Infant Development with Specialized Measures, dan sebagian bahasan dalam sub-judul Draw-a-Man Test adalah sbb:
The purpose is to measure intellectual maturity â€" the ability to form concepts of an abstract character. Evaluation of the child’s drawing of the human figure serves as a way of measuring the complexity of his or her concept formation ability
Validity: Test effectively discriminates the performance of children at age level from 5 â€" 12 years. This test is a relatively poor predictor of scores on other intelligence test, however.
The DAM Test is an acceptable screening instrument for use as a nonverbal measure of cognitive ability, particularly with children from 5 â€" 12 years. It is most effective in the lower range of intelligence. There is little justification, however, for the use of the DAM as a measure of intelligence; the test should never be used for decision-making purpose. It’s popularity is related to its nonverbal nature, its adaptability to group administration, and the ease with which it can be integrated into a battery tests.
So, bukan cuma "sekarang" tes proyektif (dalam hal ini DAM) digunakan sebagai prediktor kecerdasan. Sejak jaman dulu pun sudah :) Namun.. waktu itu masih dikatakan bahwa ini adalah specialized measure. Pengukuran khusus, yang kecil justifikasinya untuk digunakan sebagai tes intelegensi kecuali dalam kondisi2 khusus :) Bahkan untuk mengukur inteligensi pun lebih untuk mengukur intellectual maturity, bukan IQ :)
Makanya, saya bertanya apa yang membuat Mas mengatakan "sekarang malah digunakan untuk tes IQ" :) Apakah memang sudah ada perkembangan baru, atau jangan2 masih yang itu2 juga, tapi Mas tidak tepat mengartikan/ menyampaikannya :)
BTW, saya kok nggak terima link yang dikirim via japri ya? Kirimnya kemana?
> T:yup.....motivnya mungkin kita hrs lihat sejarah ilmu ini. namun begitu bisa kita sebut untuk membuktikan ada cara lain untuk menghitung kemampuan (termasuk IQ), keadaan manusia selain cara lain, melihat kreativitas (yang tidak kelihatan jelas dalam test IQ yg lain), membantu psikoanalisi- klinic untuk melihat sekali-gus keadaan subyek.
Hahaha.. jadi sekedar untuk membuktikan ada cara lain ;)? Bukan terjadi pergeseran tujuan, sekarang malah digunakan sebagai tes IQ ;)? Terminologi "sekarang malah digunakan sebagai tes IQ" artinya bukan sekedar membuktikan lho, melainkan sekarang kalau pakai tes ini tujuannya lebih ke arah tes IQ ;)
Dan.. apa benar yang dilihat dari sini adalah kreativitas? Mengukur kreativitas? Kreativitas memang berkorelasi tinggi dengan kecerdasan, tapi setahu saya bukan salah satu indikator kecerdasan :). Kreativitas, setahu saya juga bukan merupakan salah satu dari 73 poin yang dihitung dalam tes gambar untuk menentukan kecerdasan :) Ini kita masih fokus pada topik awal, atau Mas Tomy sudah bergeser ke topik lain ya ;)
> (mbak....jangan jangan mbak pernah bilang sama orang kalau menggambar ini tidak bisa gunakan untuk mengukur IQ? kelihatanya. ..gimana ya.....ahahahah, ah tomy memang senang nebak aja :):):) )
Hahaha.. saya memang tidak menyarankan pada orang2 untuk menggunakan tes gambar sebagai alat untuk mengukur IQ. Alasannya karena apa yang disampaikan oleh Sattler itu :)
Kalau ternyata jaman sudah berkembang, dan memang sekarang gunanya untuk ngukur IQ, saya terbuka kok pada perubahan jaman. Tapi.. saya perlu landasan yang meyakinkan, dan itu yang belum saya dapat dari Mas Tomy.. hehehe.. Jawaban Mas Tomy masih belum dapat meyakinkan saya bahwa sekarang tes gambar merupakan pilihan tepat untuk mengukur tes IQ :)
That's why saya kejar melulu nih pendapat Mas Tomy... hehehe.. karena saya bukan tipe orang yang manggut2 pada pendapat orang lain begitu saja ;)
----
Ganti topik :)
Saya suka cara Mas Tomy merespons tulisan Pak Jusuf Sutanto :) Terutama banget bagian yang ini:
di sekolah psikologi juga sebenarnya di tuntut seseorang menjadi seorang psikolog yang mampu melihat manusia itu dalam semua seginya. tapi memang tidak semua psikolog dapat melakukan ini dengan baik. mungkin (ini mungkin, karena saya tidak kenal dalam sekolah ala ZEN) di sekolah Zen juga banyak orang yang tamat tapi apakah semua mereka itu menjadi seorang Zen yang unggul?
selalu dikembalikan ke person-nya, ke-manusia-nya. ...karena apapun ilmunya, hanyalah sebuah instrumen (alat) saja...tidak lebih
Dalam bahasa yang berbeda, saya sudah pernah mencoba menyampaikan hal yang sama pada Pak Jusuf juga :). Namun entah cara saya menyampaikan kurang pas, atau memang pada dasarnya Pak Jusuf sulit menerima bahwa psikologi itu tidak sesempit psikologi-dalam- persepsi- Pak-Jusuf- Sutanto, makanya tidak ada hasil berarti dari diskusinya :)
Ya semoga Mas Tomy bisa lebih berhasil menyampaikannya pada yang bersangkutan :) Giliran saya yang nonton ya.. HAHAHAHA.. :)
Salam,
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar