Sabtu, 20 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Re: [vincentliong] Fwd: Re: Pemetaan (Range and Scale) sudah diralat

--- In vincentliong@yahoogroups.com, tinta negatif
<tinta_negatif@...> wrote:

hei justru disitulah letak manusiawinya...
kita menerima informasi dan dari informasi
itulah kita bertindak.

kita tidak bisa menahan atau menerima informasi
semau kita..

coba anda dikondisikan di sebuah halte yang sedang
turun hujan lebat.

orang berdatangan dari berbagai macam golongan
ada yang naik motor.. tunggu bus
dan lain-lain

anda diam. dan semua orang mulai bicara.. anda mendengar
semua orang berkomentar.. anda tidak bisa menyuruh mereka
diam karena kamu tidak ingin menunggu hujan dalam berisik
dalam keluh-mengeluh..

bung siapa pun nama anda]

anda sepertinya banyak mengeluh...
sini biar saya dekon...
biar anda mengerti apa yang yang anda keluhkan

"Ini sebagai bahan renungan dan perbaikan diri anda.."

kalau tahu diabetes yaa jangan minum yang manis.. gitu
aja enggak bisa ngomong

payah!

TEGAS DONG BOS!


aditya65_p <aditya65_p@...> wrote: ---
In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "pabrik_t"
<pabrik_t@> wrote:

RALAT:
SEBERAPA MAMPU PARA PENDEKON MENERIMA "INFORMASI SEMIOTIK" DAN
BAGAIMANA MENGUJI BAHWA "INFORMASI YANG DITERIMA BENAR", BUKAN
PROYEKSI DARI PENDEKON?

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "pabrik_t"
<pabrik_t@> wrote:
>
> SEBERAPA MAMPU PARA TERDEKON MENERIMA "INFORMASI SEMIOTIK" DAN
> BAGAIMANA MENGUJI BAHWA "INFORMASI YANG DITERIMA BENAR", BUKAN
> PROYEKSI DARI PENDEKON?
>
> Ini sebagai bahan renungan dan perbaikan kompatiologi:
>
> hoeget wijaya: pas aku ke jakarta
> hoeget wijaya: ikutan dekon
> hoeget wijaya: malamnya diare berat saya
> hoeget wijaya: lha wong teh model2 di suruh minum
> hoeget wijaya: ngga iso makan enak krn mencret sampe besoknya
> hoeget wijaya: hahahhahahha
> hoeget wijaya: iyo
> hoeget wijaya: buat saya ngga masuk akal iku
> hoeget wijaya: mosok teh di campur
> hoeget wijaya: trus feeling pengen rasa apa
> hoeget wijaya: situasi apa
> hoeget wijaya: ada yg lebih penting lagi pak
> hoeget wijaya: pas saya dekon kan dg salah ayah boss saya
> hoeget wijaya: you know what
> hoeget wijaya: without medical check first
> hoeget wijaya: even just asking
> hoeget wijaya: padahal sang ayah punya diabetes
> hoeget wijaya: pas minum bermacam macam teh
> hoeget wijaya: mata nya langsung merah dan mengantung
> hoeget wijaya: saya langsung sms ke boss saya
> hoeget wijaya: ngantung pak
> hoeget wijaya: spt bengkak
> hoeget wijaya: dan merah
> hoeget wijaya: saya sendiri edan edanan pas dekok iku
> hoeget wijaya: tak campur yg asem dan manis
> hoeget wijaya: krn iseng saja
> hoeget wijaya: cuman pas melihat ayah nya boss aku spt itu
> hoeget wijaya: panik juga saya
> hoeget wijaya: lha klo setelah dekon trus bablas
> hoeget wijaya: ?
> hoeget wijaya: krn gula nya tdk terkontrol
>
> pabrik_t
> "aku yang mengaku-aku"
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Vincent Liong
> <vincentliong@> wrote:
> >
> > Note: forwarded message attached.
> >
> >
> > Send instant messages to your online friends
> http://au.messenger.yahoo.com
> > >
> > >
> > > Pemetaan (Range and Scale)
> > >
> > > Pada Sistem Pengobatan Komplementer
> > >
> > >
> > >
> > > Istilah Pengobatan Komplementer diperkenalkan oleh biarawan
Bruder
> > > Yanuar Husada, SS.CC. (d/h Jan Heuts) seorang herbalis,
tepatnya
> > > "complementary healer" yang memakai media obat-obatan herbal
> khususnya
> > > dedaunan (folium). Pada tanggal 9 September 2007 beliau
merayakan 50
> > > tahun hidup membiara. Sekaligus dirayakan 25 tahun pengobatan
> > > komplementer dan 5 tahun terakhir dalam naungan suatu lembaga
yaitu
> > > Yayasan Yanuar Husada.
> > >
> > >
> > >
> > > Komplementer maksudnya bersifat melengkapi. Dengan demikian ia
tidak
> > > memposisikan metode pengobatannya sebagai sisi lawan daripada
sistem
> > > pengobatan Barat. Namun demikian tetap saja sifat
pengobatannya
ialah
> > > holistik (menyeluruh) dan subyektif. Holistik : dalam arti
hal
itu
> > > tidak hanya berkaitan dengan matra fisik pasien, tetapi juga
matra
> > > psikis dan spiritualnya. Subyektif : merujuk pada makna bahwa
> > > pengobatan itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata subyek
tersebut
> pada
> > > waktu tertentu dan bukan berlaku untuk semua pasien pada
sembarang
> > > waktu lainnya.
> > >
> > > Subyektif : juga berarti pengobatan itu mulai dari infomasi
semiotik
> > > yang disampaikan oleh fisik pasien itu sendiri tentang
kekurangan
> atau
> > > disfungsi yang dialaminya. Karena berangkat dari informasi
semiotik
> > > dari tubuh pasien itu sendiri maka dari seorang penyembuh
> komplementer
> > > seperti bruder Yan mutlak dibutuhkan suatu kepekaan intuisi
yang
> mampu
> > > menerima, membaca, serta menafsirkan informasi semiotik
tersebut.
> > >
> > >
> > >
> > > Saat seorang pasien datang dengan keluhan simtomatis tertentu
maka
> > > penyembuh segera mencoba menangkap sinyal-sinyal dari
tubuhnya
yang
> > > memberikan informasi semiotik tertentu. Dari kisah bapak
Andri
> > > Kristian pernah datang kepada bruder Yan datang satu keluarga
dengan
> > > anak bayi yang sakit-sakitan terus dan tidak bisa tidur
tenang.
> Kepada
> > > orang tua bayi tersebut alih-alih diberi resep ternyata hanya
satu
> > > kalimat pada kertas resep yang berbunyi: "Terlalu banyak warna
merah
> > > di sekitar tempat tidur ." 1)
> > >
> > > Dengan mengubah tata warna di kamar bayi tersebut
maka "penyakit"
> aneh
> > > itupun sembuh. Mana mungkin pada pengobatan medis hal seperti
itu
> > > dapat terjadi. Kepada bayi tersebut mungkin malah akan
diberikan
obat
> > > penenang supaya ia dapat tidur. Jika terjadi demikian, maka
kepada
> > > bayi tersebut telah diberikan "racun" yang sebenarnya sama
sekali
> > > tidak dibutuhkan oleh tubuh si bayi.
> > >
> > >
> > >
> > > Teori dasar yang dianut oleh penyembuh komplementer ini ialah
bahwa
> > > "... semua yang ada, yang hidup dan berkembang mengeluarkan
getaran".
> > > 2) Getaran ini dapat dideteksi oleh mereka yang memiliki
kepekaan
> khusus.
> > >
> > > Menurut fisika kuantum tentu penjelasan ini tidak keliru.
Setiap
> benda
> > > apapun memiliki sel dan inti sel sub-atomik. Di dalam inti
sel
itu
> > > terdapat getaran dan bukan massa (disebut sebagai non-mass
neutrino)
> > > 3). Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang
lebih
> > > tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
> Informasi
> > > yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat
ditangkap
dan
> > > dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan khusus.
Memang
> > > ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun
tidak "mampu
> > > memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka yang
mampu
> > > merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu
menafsirkan
> > > makna semiotikanya. Juga karena untuk keperluan itu tidak
diperlukan
> > > pertama-tama "kecerdasan rasional" (otak kiri) melainkan
jenis
> > > kecerdasan yang lain yaitu "kecerdasan intuitif" (otak kanan)
yang
> > > sifatnya lebih reseptif; daripada aktif mencari solusi
sintesis
dari
> > > pertarungan data tesis dan antitesis. Itulah sebabnya mengapa
para
> > > shaman 4) sudah sejak dari zaman dahulu kala mampu memahami
makna
> > > semiotik seperti itu walaupun perkembangan kecerdasan
rasional
sama
> > > sekali masih belum memadai.
> > >
> > > Ketrampilan ini disebut "radiestesi" yang berasal dari dua
kata.
> > > Yaitu, radio yanga artinya "sinar" (rays) atau "getaran" dan
> "estesia"
> > > artinya "merasakan". Seorang "radiesteet" mampu menerima dan
> merasakan
> > > getaran yang dipancarkan oleh suatu benda atau makhluk hidup.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam rangka penyembuhan maka kemampuan untuk mendeteksi
disfungsi
> > > atau defisiensi pada organ merupakan syarat mutlak. Seorang
dokter
> > > memiliki alat stethoscope untuk "mendengar" detak jantung,
udara di
> > > paru-paru atau udara di lambung. "Mendengar" mulainya detak
jantung
> > > pada saat jantung menguncup (sistolik) dan hilangnya detak
jantung
> > > pada saat jantung mengendur (diastolik). Dari situ dokter
menentukan
> > > kondisi seseorang pada skala detak jantung seseorang antara
range
> > > angka tertinggi dan angka terendah (umpamanya dari 220
maksimal
> sampai
> > > 50 minimal). Misalnya seorang pasien berada pada skala 150 --
100
> yang
> > > artinya ia mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
> > > Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat
stethoscope
> > > langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan
oleh
> tubuh
> > > pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 -- 110 dan
karena
> > > itu ia terkena hipertensi. Pada zaman dahulu mana mungkin
seorang
> > > shaman mempunyai alat yang namanya stethoscope? Tentu saja
tidak.
> > > Namun ia mampu pula mengamati "aura" merah muka pasiennya,
> menonjolnya
> > > nadi di pelipis dsb. Maka iapun mungkin akan memberikan
daun "kumis
> > > kucing" yang bersifat diuretik (bersifat melancarkan kencing)
kepada
> > > pasiennya sehingga tekanan darahnya menurun. Dari mana
datangnya
> > > "kearifan lokal" (local genius) seperti itu? Tentunya dari
kemampuan
> > > membaca informasi semiotika baik dari tubuh pasien itu sendiri
maupun
> > > dari daun obat. Kemudian dibaca juga kesesuaian/ keserasian
tubuh
> > > pasien dengan jenis ramuan tertentu. Tidak selamanya keduanya
> > > kompatibel. Ada jenis obat yang sama-sama mempunyai unsur
terapeutik
> > > yang sejalan namun belum tentu tepat untuk pasien tertentu.
Dalam hal
> > > ini ternyata para dokterpun melakukan terapi secara "trial
and
> > > error". Bila pasien tidak cocok dengan jenis preparat
tertentu
maka
> > > pada kunjungan berikutnya obatnya diganti. Sayangnya juga
tanpa
> > > kepastian akan kesesuaian antara obat pengganti tersebut
dengan
> pasien
> > > yang bersangkutan. Pihak pabrikan di Indonesia belum ada --
setahu
> > > penulis -- yang pernah melakukan "absorbability test"
preparat
yang
> > > dikeluarkan pabriknya. Belum tentu obat-obat yang diketemukan
di
> > > negara Barat pasti sesuai untuk digunakan untuk pasien orang
lokal di
> > > sini karena perbedaan lingkungan, keunikan etnik, iklim dsb.
Selain
> > > itu pabrikan lokal juga tidak pernah melakukan "post marketing
test"
> > > yaitu dengan mengambil sampel secara random di sembarang
Apotik
atau
> > > Toko Obat yang menjual produknya dan kemudian menguji ulang
khasiat
> > > obat tersebut. Kebanyakan pabrik hanya merasa perlu
menyesuaikan
cara
> > > produksi obatnya sesuai ketentuan DepKes (CPOB). Di luar itu
segala
> > > test lainnya dianggap sebagai pemborosan uang saja. Jarang
ada
yang
> > > peduli apakah obatnya memang dapat diserap atau tidak oleh
para
> > > pemakai obat mereka. Pabrik obat adalah instusi komersial.
> > >
> > >
> > >
> > > Cara menentukan bagian tubuh mana yang membutuhkan perhatian
> dilakukan
> > > dengan menentukan range organ-organ tubuh manusia dengan
skala
1
> > > sampai 10, umpamanya. Dalam range itu skala 1 ialah sistem
peredaran
> > > darah, 2 sistem pernapasan, 3 sistem syaraf, 4 sistem
pencernaan
dan
> > > ekskresi, 6 sistem reproduksi, 7 sistem filtrasi, 8 sistem
hormon, 9
> > > sistem otot, kulit dan tulang, 10 sistem lain-lainnya. Skala
ini
> > > ditentukan berbeda-beda (artinya tidak harus sama) antara
seorang
> > > penyembuh dengan lainnya.
> > >
> > > Sebelum memasuki sistem range dan skala ini terlebih dulu
ditentukan
> > > apakah tubuh mendapat gangguan skala 1 sifatnya internal atau
skala 2
> > > yaitu eksternal. Gangguan seperti "terlalu banyak warna
merah"
di
> atas
> > > sifatnya termasuk skala 2. Sehingga tubuh tidak memerlukan
pengobatan
> > > apapun kecuali "pengaturan kembali" atau harmonisasi warna
(colour
> > > healing) di kamar bayi tersebut. Umpamanya dengan dominasi
warna
biru
> > > muda yang sejuk sebagai pengganti warna merah. Namun tidak
selalu
> > > harus demikian. Bagi anak-anak yang penakut dan tidak bisa
tidur
> > > nyenyak karena takut hantu dan sebagainya, justru diperlukan
dominasi
> > > warna merah di sana.
> > >
> > > Setelah diketemukan sistem organ mana yang membutuhkan
penanganan
> > > selanjutnya dibuat range yang baru. Misalnya dalam sistem
pernapasan
> > > ditentukan range dan skala tersendiri. Mulai dari skala 1
hidung, 2
> > > tenggorokan, 3 trachea dan bronchioli, 4 paru-paru kiri, 5
paru-paru
> > > kanan, dengan variasi 4a 4b, 5a 5b untuk paru-paru bagian
atas
dan
> > > bawah, dst. Pembuatan skala dapat diteruskan seperlunya
misalnya
> > > apakah gangguan itu 1 sifatnya internal atau 2 sifatnya
eksternal.
> > > Paru-paru luka infeksi (tuberculosis) berbeda dengan paru-
paru
> > > kemasukan gas beracun, nikotin, terserang kanker, tumor atau
jamur.
> > >
> > >
> > >
> > > Tahap selanjutnya ialah menentukan obat yang sesuai dengan
kebutuhan
> > > tubuh pasien tersebut. Misalnya untuk indikasi penyakit
tertentu
> > > terdapat 10 variasi preparat. Maka dicari kesesuaian preparat
mana
> > > dengan kebutuhan pasien pada saat itu. Kemudian ditentukan
dosis
> > > pemakaiannya. Dibuat range antara 1 hari sampai 40 hari
misalnya.
> > > Sehingga obat dapat disediakan untuk jangka waktu yang tepat
dan
> tidak
> > > ada yang terbuang. Bahkan seorang penyembuh komplementer
dapat
> > > "membaca" apakah pasien akan menghabiskan obatnya atau
berhenti
> > > setengah jalan. Biasanya penyembuh menolak memberikan obat
kepada
> > > pasien yang "dibaca" tidak akan menghabiskan obat sepanjang
masa
> > > terapinya. Ia dinilai tidak sungguh-sungguh berniat utnuk
sembuh.
> Juga
> > > ditentukan skala 1 untuk obat kering dalam kapsul atau bubuk,
dan
> > > skala 2 untuk obat cair yang harus diseduh dengan air panas
(rebusan).
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam pengobatan komplementer masalah "absorbability" obat
sangat
> > > penting. Mereka yakin bahwa ada semacam "katup-katup" pada
dinding
> > > usus manusia yang terbuka dan tertutup secara siklikal pada
jam-jam
> > > tertentu. Maka beberapa obat diberikan selang beberapa saat
sebelum
> > > makan atau sesudah makan, atau sebelum tidur. Maka mereka
membutuhkan
> > > informasi semiotik dari tubuh pasien yaitu pada jam-jam
berapa
> > > tubuhnya akan mampu menyerap ramuan. Di luar jam-jam tersebut
maka
> > > ramuan itu akan "menumpang lewat" saja dan keluar melalui
sistem
> buang
> > > air besar atau kecil. Untuk itu ditentukan range 1 untuk siang
yaitu
> > > jam 6.00 pagi sampai jam 6.00 sore dan range 2 yaitu selewat
jam
6.00
> > > sore sampai 12.00 malam.
> > >
> > > Dalam masing-masing range ditetapkan skala per jam atau
mendetail per
> > > menit. Misalnya 15 menit sebelum atau 15 menit sesudah makan.
> > >
> > > Dalam pengobatan medis hanya ditentukan bahwa obat harus
diminum 1
> > > sampai 4 kali dalam sehari dan tidak ditentukan jamnya.
Sebelum
atau
> > > sesudah makan tanpa disebutkan berapa menitnya. Mengapa?
Karena
> mereka
> > > tidak mengenal sistem range dan skala seperti itu.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam sistem "dekon kompatiologi" penyembuhan komplementer
sama
> sekali
> > > tidak membutuhkan obat sesungguhnya seperti obat paten atau
obat
> jamu.
> > > Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik
untuk
> > > menyeimbangan kembali defisiensi tertentu. Misalnya, pasien
dengan
> > > gangguan maag dilambangkan dengan kelebihan "acid" atau rasa
asam.
> > > Maka diberikan konternya yaitu perlambang rasa manis atau
kalau mau
> > > ilmiah "lambang antasid" seperti "sedikit" cairan atau bubuk
> > > polisyloxan dsb. Partikel sub-atomik hanya
memerlukan "informasi"
> > > (baru) atau "memori" (informasi lama) tentang obat tertentu.
Ia
> > > sesungguhnya tidak membutuhkan obat dalam pengertian fisik
yang
> > > mutlak. Oleh karena itu kerap kali cukup diberi dengan "air
putih"
> > > yang dimasukkan afirmasi "memori" atau "informasi" yang
dibutuhkan
> > > termasuk juga sugestinya.
> > >
> > >
> > >
> > > Dengan demikian maka ilmu kedokteran Barat tidak dapat
disamakan
> > > dengan pengobatan alternatif manapun. Maka memang tepatlah
dikatakan
> > > bahwa pengobatan alternatif itu sifatnya komplementer. Saling
mengisi
> > > sifatnya. Apa yang dapat dilakukan oleh kedokteran medis
misalnya
> > > memberi zat aktif, infusi dan injeksi tidak dapat dan tidak
boleh
> > > dilakukan oleh pengobatan komplementer. Sebaliknya, apa yang
dapat
> > > dilakukan oleh penyembuhan komplementer banyak yang tidak
mampu
> > > dilakukan oleh ilmu medis Barat. Umpamanya kemampuan untuk
membaca
> > > secara intuitif sinyal semiotik yang dipancarkan oleh tubuh
pasien
> itu
> > > sendiri, terutama bila pasien tersebut tidak dapat atau
kehilangan
> > > kemampuan berkomunikasi secara verbal. Misalnya, bagaimana
mendengar
> > > keluhan simtomatik dari seorang bayi, seorang bisu tuli,
seorang
> > > setengah waras, seorang yang pingsan, seorang autis, seorang
yang
> > > mengidap amnesia atau "dementia mentis", pikun dsb? Keduanya
> > > dibutuhkan tetapi tetap saja metode penyembuhan komplementer
sifatnya
> > > lebih klasik (sudah eksis sejak zaman purba) dan lebih
terjangkau
> oleh
> > > rakyat kecil terutama di daerah terpencil.
> > >
> > >
> > >
> > > Jakarta, 18 Oktober 2007.
> > >
> > > Cum misericordia et compassione,
> > >
> > > Mang Iyus
> > >
> > > Rujukan:
> > >
> > > 1) "Tugasku Adalah Panggilanku", Buku Kenangan Perayaan 50 th
hidup
> > > membiara, edisi khusus, hlm. 101,102.
> > >
> > > 2) ibid. hlm.37.
> > >
> > > 3) Nigel Hawkes, Neutrino Discovery Could Solve Massive
Cosmological
> > > Riddle, News America Digital Publishing, June 5, 1958.
> > >
> > > 4) Core Shamanisme, Wikipedia,
> http://en.wikipedia.org/wiki/Core_Shamanism
> > >
> >
>

--- End forwarded message ---





__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

--- End forwarded message ---

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Endurance Zone

A Yahoo! Group

Learn how to

increase endurance.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Special K Challenge

on Yahoo! Groups

Find shape-up

tips and tools.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: