Sabtu, 15 Maret 2008

Re: Bls: [psikologi_transformatif] (Bude Ratih) Re: nama lengkap asli dan alamat gatholoco

Bude..Obay su itu yang sekarang lagi saingan sama Yuk Hilari klinten itu loooo
Masak ga tau see..


ratih ibrahim <personalgrowth@gmail.com> wrote:
kok di bawah banget ada saran saya ngobrol dengan obay su..... *maaf, siapa sih itu?*
iki opo tho yo?


 
2008/3/12 Jusuf Sutanto <jusuf_sw@yahoo.co.id>:
Pak Goen,
Silahkan mengunjungi www.jusufsutanto.com

Salam,
JS

----- Pesan Asli ----
Dari: goenardjoadi <goenardjoadi@gmail.com>
Kepada: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Terkirim: Selasa, 11 Maret, 2008 08:53:59
Topik: [psikologi_transformatif] Re: nama lengkap asli dan alamat gatholoco

yayayayya makanya kalau mau baca milis psi-trans pilih yang dari pak
Jusuf Sutanto saja, yang lain anggap iklan.

salam,
goen

--- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "gotholoco"
<gotholoco@. ..> wrote:
>
> Mas Goen, kalau Obay Subarno itu siapa?
> Saya juga nggak kenal tuh ha..ha..ha.. ha... .
>
> "buaya kok mau dikadalin, ya dimakan lah !". ha..ha.ha.
>
> Menurut saya bukan akibat dekon jarak jauh tuh, namun ini asli efek
> dari dekon terhadap pendiri dekon itu sendiri.
> Entah kenapa saya yakin itu.
>
> Akibat dekon, ternyata bisa jadi autis yah?
>
> Namun bener, jujur, milis ini kalau nggak ada Leonard Diamy Elang
> Kecil Vincent Liong ataupun Hendrik Bakrisyiah (Bokong rebus?) jadi
> nya NGGAK RAMAII.
>
> Nggak ada "case study" ha..ha..ha..
>
> Salam Nur Faqir
> gl
>
> --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "goenardjoadi"
> <goenardjoadi@ > wrote:
> >
> > ya sama-sama autis, tapi yang ini beda. Leonard ini ada di
> > Lampung, tapi reseknya sama. mungkin kena pengaruh dekon jarak
> > jauh, hahahahhaha atau penyakitnya menular.
> >
> > salam,
> > goen
> >
> >
> > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "gotholoco"
> > <gotholoco@> wrote:
> > >
> > > Ini orang kok jadi seperti moderator yah?
> > > Atau memang mantan moderator yang didepak oleh owner milis ini.
> > > ha..ha.ha.ha. "It's look like that".
> > > :)
> > > "no thanks".
> > >
> > > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "dyamiku"
> > > <dyamiku@> wrote:
> > > >
> > > > ibu ratih ibrahim dan bapak obay sobarno sebaiknya
bincang2nya
> > di
> > > > tempat yang lain aja ya!
> > > > atau mungkin buat topik baru ya bapak dan ibu.
> > > >
> > > > terimakasih :)
> > >
> >
>




Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!



Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

Yahoo! Groups

Wellness Spot

A resource for living

the Curves lifestyle.

Best of Y! Groups

Discover groups

that are the best

of their class.

.

__,_._,___

Re: [psikologi_transformatif] Re: INTERSTANDING HUMAN BEING

Hormon membebek....hehehe..iso ae
 
Ada kutipan menarik dari Batman 'The Dark Knight'. Diucapkan oleh Joker:
 
"Saya percaya apapun yang tak bisa membunuhmu, itu akan membuatmu menjadi yang asing"
 


tuhantu_hantuhan <tuhantu_hantuhan@yahoo.com> wrote:
Saya fikir, cikal-bakal stigma dan labelling itu, disebabkan cara kerja otak manusia itu sendiri. Kadar besar kecilnya kecendrungan labeling, stigma, dsb disebabkan oleh struktur *hormon* tertentu, dimana hormon ini banyak terdapat dalam otak komunitas para bebek... :-)
Stigma, tidak hanya diproduksi oleh ideologi tertentu, dan tidak terbentuk begitu saja. Serta bisa terjadi diberbagai sudut kehidupan kita.
Misalkan dalam kadar *ringan* ( cikal-bakal stigma-labelling) sebagai contoh: Sekelompok A (katakanlah kelompok A ini citizen jurnalist) memberi label kepada sekelompok B (let say, kelompok blogger) sebagai *narsis*.  Apakah blog yg sejak awal memang difungsikan sebagai *diary* lalu karena kemudian banyak orang menuliskan pengalaman-feeling-observasi pribadinya lalu -minjam term dari Audi- disederhanakan sebagai *narsis*? Tanpa menjelaskan secara detail, apa dan dimana batas yg fixed antara kebebasan mengekspressikan diri secara *sehat*, dengan yh *tidak sehat*? Ada sohib Psikolog yg bisa jelaskan point-point baku tentang hal ini?
Pelabelan *narsis* ini terjadi tentu karena kelompok A mengukur segala sesuatu berdasarkan *standard*-nya sendiri (dalam hal ini standard profesi dan/atau background akademiknya).  So, dalam dunia maya-pun kalau kita tidak hati-hati, kita bisa dengan mudah menciptakan -some kind of- new model of facism...
Be fun
TuHanTu
 
 

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "Merkurius Adhi Purwono" <adhi_p@...> wrote:
>
> Good...
>
> Manteb Bro Audifax...! Tulisan anda kali ini sangatlah jelas. Memang
> banyak sekali secara kolektif, simbol-simbol yang bisa dijadikan bahan
> sebagai stigma. Kita hidup di masyarakat Indonesia ini sepertinya
> telah terberi sangkar-sangkar stigma.
>
> Pengawasan (dari) masyarakat melekat...begitulah saya mengistilahkannya.
>
> Salam,
> Adhi Purwono.
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, audifax -
> audivacx@ wrote:
> >
> > Interstanding Human Being
> >
> >
> >
> >
> > Oleh:
> > Audifax
> > Staf Peneliti di SMART Human Re-Search & Psychological Development
> >
> >
> >
> >
> > Stigma adalah penyederhanaan terhadap proses pengenalan
> terus-menerus terhadap Liyan (Yang-Lain). Proses itu disederhanakan
> ke dalam suatu finalitas definisi. Kebaruan yang terus-menerus dari
> Liyan bukan diapresiasi sebagai keindahan melainkan ancaman yang harus
> dihentikan. Hambatan dinamika persentuhan sosial terjadi lewat stigma.
> Ketika kita mencoba mengenal Orang-Lain [Liyan] dengan pertama-tama
> mengategorikan sebagai anggota kelompok dengan stigma, seperti:
> Muslim, Kristen. Keturunan Cina, Bonek dan sebagainya, maka seperti
> dianalisis oleh Elias Canetti, selalu ada rasa takut untuk bersentuhan
> [Berührungsangst] yang mewarnai setiap fase pengenalan.
> > Sebelum saya bicara lebih jauh, ada sebuah contoh kasus menarik
> yang saya ambil dari sebuah milis alumni milik sebuah Fakultas
> Psikologi ternama di Surabaya. Bermula dari perdebatan yang saya rasa
> banyak terjadi di sejumlah fakultas dengan disiplin tertentu, yaitu
> soal marka berpakaian [menggunakan krah, bersepatu dan sejenisnya]
> lalu muncul sebuah argumen menarik dari Hari K. Lasmono, satu-satunya
> profesor di Fakultas Psikologi tersebut. Bagi saya, perdebatan tentang
> marka berpakaian itu hal yang biasa, tetapi cara Sang Profesor
> mengargumentasikan pentingnya berpakaian menggunakan krah dan sepatu
> bisa kita jadikan renungan lebih jauh untuk kita membahas mengenai
> keterbukaan terhadap pluralitas atau keterbukaan terhadap Yang-Lain.
> Simak pernyataan beliau (bold saya lakukan pada bagian penting):
> > Ruuuuaaar biasa, ini baru buah pendapat yang segar dan akomodatif,
> dan sangat bijak!!!!!!!! Apalagi keluar dari pikiran-pikiran yang
> masih muda belia! Bravooooo! Saluuuuut setinggi-tingginya kepada kaum
> muda tetapi berpikiran bijak dan tidak larut dan hanyut dengan
> pendapat yang sok hueeebat, sok paling tahu memaknai ekspresi cara
> berpakaian orang, sok pejuang HAM, apalagi mengandung fitnah
> seolah-olah ada aturan di UBAYA yang mengaitkan intelektualitas atau
> kualitas seseorang atau apalah namanya dengan cara berpakaian dan
> bersepatu. Saya cari-cari di peraturan-peraturan UBAYA sampai
> berlama-lama, koq nggak menemukan ada pimpinan UBAYA yang
> mengait-ngaitkan kedua masalah itu, lhaaa koq ada pendapat yang
> menuduh begitu? Apa itu bukan tergolong fitnah?????? Saya sebenarnya
> pengen tanya pada "pakar kemanusiaan ---entah siapa yang
> berkualifikasi atau merasa begitu:
> >
> >
> > 01.kalau ada sdr kita dari Papua sekolah di Fapsi lalu pengan
> pakai pakaian adatnya dengan koteka dan yang perempuan no-bra, apa ya
> kita biarkan???????? Apa tidak kita ajak untuk sementara memakai
> busana seperti yang lain selama di UBAYA, kemudian kalau kembali
> mengabdi di daerahnya baru memakai pakaian adatnya kembali?????
> >
> >
> > 02. Bila kita diundang makan bersama seorang sahabat yang
> menyediakan sendok dan garpu, pada hal kita biasa muluk (menyuap
> makanan ke mulut dengan telapak tangan) di rumah, apa kita ya
> demonstratif memaksa muluk di rumah sahabat itu? Demikian sebaliknya,
> kita diundang keluarga yang tak pernah memakai sendok, apa kita
> menuntut sendok dan garpu yang tak dimiliki keluarga tersebut karena
> kita "tak biasa" makan dengan muluk???????????etc.etc.
> >
> >
> > Masalahnya sebenarnya sederhana saja (seperti telah diungkapkan
> teman-teman muda di bawah): "menghormati tuan/nyonya rumah" Apa
> sesulit itukah????? Apa ilmu psikologi mengajarkan: Harus selalu
> berani menentang? Harus menunjukkan kebebasan ekspresi diri dengan
> segala cara???? Rasanya koq tidak. Tentu ada saja nanti yang bertanya:
> kalau tamu diminta menghormati aturan tuan rumah, kenapa tuan rumah
> tidak menghormati tamu, yang pakai koteka keq, yang pamer pusar keq,
> yang pakai sandal keq, yang pamer lutut keq, yang pamer ini , pamr
> itu, pokoknya yang pamer ke-aku-annya itu, itu 'kan hak asasinya, apa
> kaitannya dengan ilmu, apa kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan,
> yang penting kan batinnya, pakaian sejelek apapun yang penting 'kan
> hatinya yang putih bersih? Apa pakaian rapi berdasi menjamin hati yang
> bersih, buktinya para penjahat, para koruptor berpakaian bersih tetapi
> hatinya justru busuk dsb dsb dsb.
> >
> >
> > Kita tunggu aja, pasti akan hujan makian, olok-olok, sindiran en
> sebagainya. Demi FPsi dan UBAYA tercinta (karena aturan itu bukan dari
> dekanat tetapi dari UBAYA) saya rela koq dihujani "sampah"
> pendapat-pendapat yang (sok) pinter-pinter dan sok menggurui itu.
> >
> >
> > Maaf adik-adik bijak, agak ngalor ngidul, en saya belum mampu
> mewarisi kebijakan dan kematangan sikap dan kata-kata kalian, maklum,
> udah pikun, hehehe.i
> >
> >
> >
> > Di situ ada sesuatu yang menarik, yaitu bagaimana Hari Lasmono
> mengekstrimkan situasi dengan menghadirkan contoh yang tak ada di
> komunitas yang tengah berdebat soal marka berpakaian itu, yaitu `Orang
> Papua'. Apa salahnya orang Papua hingga ia perlu dihadirkan sebagai
> contoh yang perlu `dinormalkan' dalam masalah yang bukan urusan mereka?
> > Saya sendiri ragu jika profesor Hari K Lasmono dengan kejernihan
> etis `Cogito Ergo Sum'-nya, mau berinisiatif menggunakan koteka jika
> suatu ketika datang ke Papua. Tapi terlepas dari itu, cara
> berargumentasi dengan menghadirkan contoh `Orang Papua' [yang tentu
> saja menjadi Yang-Lain dari Kami-Yang-Sama di UBAYA] adalah sebuah
> penghadiran hirarki penampilan yang menempatkan Orang Papua pada
> posisi Yang-Lain yang tak pantas menampilkan kelainannya di hadapan `Aku'.
> > Melalui contoh kasus di atas, kita akan mencoba memahami lebih
> jauh bagaimana Yang-Sama tak memiliki keberanian untuk menyelami
> Liyan. Dalam Kami-Yang-Sama, Aku tak mengenali Liyan dalam
> singularitas sebagai Sari, Diaz, Regy, melainkan sebagai sesuatu yang
> telah Aku totalisasi dalam kesamaannya melalui stigma: Papua, Muslim,
> Kristen, Cina, dan lain-lain.
> > Stigma menghalangi singularitas untuk meng-Ada bersama dalam
> paradigma "Kita" karena dalam pengenalan berdasar stigma ada rasa
> takut bersentuhan yang diawetkan dan diperbesar hingga mencapai titik
> implikasi untuk mengekslusi Yang-Lain dari "Kami" dengan cara
> menjadikannya "Mereka". Yang terstigma lantas dianggap bukan orang
> normal karena berbeda dari `Kami yang sama'. "Mereka" memang ada di
> antara "Kami", tetapi "Mereka" bukan "Kami" dan tak akan pernah
> menjadi "Kita".
> > Goffman menjelaskan "Seorang pribadi dengan sebuah stigma, tidak
> sepenuhnya manusiawi. Dalam kondisi ini kita membuat banyak
> diskriminasi untuk mengurangi peluang hidupnya secara efektif,
> termasuk ketika kita tidak sengaja melakukan itu. Ketika kita menyusun
> sebuah teori tentang stigma, maka saat itu ada sebuah ideologi yang
> menjelaskan inferioritasnya dan yang membuktikan bahaya orang yang
> distigmatisasi itu". Lalu, Yang-Terstigma akan dilecehkan di jalan,
> menjadi objek kebencian, dianggap sebagai sumber kesalahan dan
> seterusnya. Di dalam stigma tidak hanya ditanamkan undangan untuk
> menghina, tetapi juga phobia, karena yang terstigma dipersepsi sebagai
> ancamanii.
> > Menyentuh Yang-Terstigma, bisa dianggap menodai kemurnian. Suara
> mereka tidak hanya diabaikan dan dianggap non-sense, melainkan juga
> dipandang mengancam keutuhan kolektif. Tentu saja aliran-aliran
> politis, haluan fundamentalisme agama, rasisme dan berbagai kelompok
> yang tak menghargai pluralitas, tahu persis bagaimana menggunakan
> stigma untuk menjatuhkan orang atau kelompok tertentu. Stigma lalu
> dapat menjelaskan mengapa manusia mampu membunuh sesamanya tanpa rasa
> salah, bahkan dengan rasa bangga dan ekstasis.
> > Kita sering bicara pluralitas dengan mengedepankan hal-hal besar
> dalam jargon seperti: `Bhinneka Tunggal Ika', `Bersatu kita teguh
> bercerai kita runtuh', 'Dari Sabang sampai Merauke berjajar
> pulau-pulau sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia' dan
> sejenisnya. Namun, melalui contoh kasus yang saya angkat di atas,
> tidakkah dalam sesuatu yang lebih sederhana dan keseharian sebenarnya
> banyak orang yang masih sulit memandang perbedaan yang merentang dari
> Sabang sampai Merauke? Bahkan tidakkah ironis ketika saya hadirkan
> contoh yang justru terjadi di Fakultas yang mengajarkan understanding
> human being?
> > Tidakkah di dalam kondisi ini kita perlu sebuah ruang di mana kita
> tahu sama tahu perbedaan tapi tetap bisa merasa sebagai sesama warga?
> > Tidakkah kita perlu mentransformasi psikologi yang understanding
> human being agar tidak semena meletakkan human being pada posisi under
> dari titik di mana aku standing?
> > Tidakkah pada situasi ini justru bukan understanding melainkan
> interstanding human being?
> >
> >
> >
> > Bagaimana cermatan anda?
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > iCATATAN-CATATAN
> >
> >
> >  Hari K. Lasmono; (2005); RE: [alumni_psiubaya] Sharing
> pengalaman; retrieved 10 November 2006 pukul 16.45 WIB; available at:
> http://groups.yahoo.com/group/alumni_psiubaya/message/646
> >
> > ii Frans Budi Hardiman; (2005); Memahami Negativitas—Diskursus
> tentang Massa, Teror, dan Trauma; Jakarta: Kompas; hal. 12-13
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > Tentang Penulis
> > Audifax adalah penulis dan peneliti. Dua hasil penelitiannya
> diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, yaitu Mite Harry Potter (2005,
> Jalasutra) dan Imagining Lara Croft (2006, Jalasutra). Bukunya yang
> lain adalah Semiotika Tuhan (2007, Pinus Book Publisher).
> >
> >
> > Pada April 2008 ini akan terbit buku Psikologi Tarot yang
> ditulisnya bersama Leonardo Rimba. Buku ini akan diterbitkan oleh
> Pinus Book Publisher.
> >
> >
> > Saat ini Audifax menjabat research director di SMART Human
> Re-Search & Psychological Development. Sebuah lembaga yang memiliki
> concern pada riset dan pengembangan psikologi yang mengajarkan
> pluralitas sejak usia dini. Informasi lebih lanjut, hubungi: SMART
> Human Re-Search & Psychological Development, Jl. Taman Gapura G-20
> (kompleks G-Walk) Citraland – Surabaya. Telp. (031) 7410121, Fax
> (031) 7452572, e-mail: smart.hrpd@
> >
> >
> > Audifax mengundang anda untuk mendiskusikan esei ini di milis
> Psikologi Transformatif. Jika anda memiliki concern terhadap tema
> yang ada pada esei ini, mari bergabung dengan kita yang ada di milis
> Psikologi Transformatif
> >
> >
> > Sekilas Mailing List Psikologi Transformatif
> > Mailing List Psikologi Transformatif adalah ruang diskusi yang
> didirikan oleh Audifax dan beberapa rekan yang dulunya tergabung
> dalam Komunitas Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas
> Surabaya. Saat ini milis ini telah berkembang sedemikian pesat
> sehingga menjadi milis psikologi terbesar di Indonesia. Total member
> telah melebihi 2000, sehingga wacana-wacana yang didiskusikan di
> milis inipun memiliki kekuatan diseminasi yang tak bisa dipandang
> sebelah mata. Tak ada moderasi di milis ini dan anda bebas masuk atau
> keluar sekehendak anda. Arus posting sangat deras dan berbagai wacana
> muncul di sini. Seperti sebuah jargon terkenal di psikologi "Di mana
> ada manusia, di situ psikologi bisa diterapkan" di sinilah jargon
> itu tak sekedar jargon melainkan menemukan konteksnya. Ada berbagai
> sudut pandang dalam membahas manusia, bahkan yang tak diajarkan di
> Fakultas Psikologi Indonesia.
> >
> >
> > Mailing List ini merupakan ajang berdiskusi bagi siapa saja yang
> berminat mendalami psikologi. Mailing list ini dibuka sebagai upaya
> untuk mentransformasi pemahaman psikologi dari sifatnya selama ini
> yang tekstual menuju ke sifat yang kontekstual. Anda tidak harus
> berasal dari kalangan disiplin ilmu psikologi untuk bergabung sebagai
> member dalam mailing list ini. Mailing List ini merupakan tindak
> lanjut dari simposium psikologi transformatif, melalui mailing list
> ini, diharapkan diskusi dan gagasan mengenai transformasi psikologi
> dapat terus dilanjutkan. Anggota yang telah terdaftar dalam milis ini
> antara lain adalah para pembicara dari simposium Psikologi
> Transformatif : Edy Suhardono, Cahyo Suryanto, Herry Tjahjono, Abdul
> Malik, Oka Rusmini, Jangkung Karyantoro,. Beberapa rekan lain yang
> aktif dalam milis ini adalah: Audifax, Leonardo Rimba, Nuruddin
> Asyhadie, Mang Ucup, Goenardjoadi Goenawan, Ratih Ibrahim, Sinaga
> Harez Posma, Prastowo, Prof Soehartono
> > Taat Putra, Bagus Takwin, Amalia "Lia" Ramananda, Himawijaya, Rudi
> Murtomo, Felix Lengkong, Hudoyo Hupudio, Kartono Muhammad, Helga
> Noviari, Ridwan Handoyo, Dewi Sartika, Jeni Sudarwati, FX Rudy
> Gunawan, Arie Saptaji, Radityo Djajoeri, Tengku Muhammad Dhani Iqbal,
> Anwar Holid, Elisa Koorag, Lan Fang, Lulu Syahputri, Kidyoti,
> Alexnader Gunawan, Priatna Ahmad, J. Sumardianta, Jusuf Sutanto,
> Stephanie Iriana, Yunis Kartika dan masih banyak lagi
> >
> >
> > Perhatian: Milis ini tak ada moderator yang mengatur keluar masuk
> member. Setiap member diharap bisa masuk atau keluar atas keputusan
> dan kemampuan sendiri.
> >
> >
> > Jika anda berminat untuk bergabung dengan milis Psikologi
> Transformatif, klik:
> >
> >
> > www.groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif
> >
> >
> >
> > ---------------------------------
> > Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.
> >
>


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

Best of Y! Groups

Check it out

and nominate your

group to be featured.

How-To Zone

on Yahoo! Groups

Find garden, home

& auto groups.

.

__,_._,___

Re: Bls: [psikologi_transformatif] INTERSTANDING HUMAN BEING (Jusuf Sutanto)

Maka itu kita perlu selalu mempersoalkan kembali hal-hal seperti ini.
Socrates pernah mengatakan, Hidup yang sudah tak dipersoalkan, adalah hidup yang tak layak dijalani. (Seperti juga hidup yang tak dijalani juga tak layak untuk dipersoalkan).
 
Jadi ketika saya memposting tema ini dan kita mendiskusikannya, fokusnya bukan apakah hal itu bakal terhapus sepenuhnya dari Indonsia atau dari psikologi. Tapi lebih pada bagaimana orang masih bisa melihat dan mempersoalkan hal-hal seperti itu.
 
Saya percaya ketika masih ada orang yang bisa melihat dan mempersoalkan hal-hal seperti ini, tidak mengamini seperti terjadi di milis yang kutipannya saya forward (mengamini karena yang ngomong profesor alias guru besar satu-satunya), maka peluang untuk memahami pluralitas masih ada.
 
 
 
Salam
 
 
Audifax
 
 


Jusuf Sutanto <jusuf_sw@yahoo.co.id> wrote:
Apakah ilmu psikologi akan membawa manfaat atau mudharat bagi manusia ?
Kasus yang dimunculkan artificial !
Skenarionya mengajak membahas sebuah fatamorgana ekstrem, yang tidak akan pernah terjadi dalam keseharian spt orang memaksa pakai koteka ketika bertamu dan orang yang muluk ketika diajak makan, dan diharapkan bisa merubah pandangan ke-kami-an yang tidak mampu menghargai perbedaan dengan model dekonstruksi, sebagai cara satu-satunya untuk memperkenalkan perlunya pluralisme.
Mind setnya seperti sebuah sepatu yang minta dipakai oleh obyek dengan kaki yang berbeda-beda :
kalau kakinya kebesaran, supaya obyek mau menserut kakinya ; kalau kekecilan supaya diganjel !
Lalu hasilnya ibarat orang yang tidak sabar menunggu ulat keluar dari kepompong menjadi kupu-kupu, dan meniupnya sehingga akhirnya akan lahir kupu-kupu yang sayapnya cacat !
Pemahaman pluralisme yang dihasilkan dengan proses ini akan jauh berbeda dengan konsep Anthropocosmic worldview yang melihat perbedaan sebagai saling melengkapi.

Kalau ini yang disebut psikologi, maka orang akan ragu-ragu menggunakan jasa konsultasinya :
alih-alih mendapatkan clear understanding mengenai masalah yang dihadapinya, malahan membuat semakin keruh, karena client direduksi untuk membenarkan sebuah teori.

Mengenai hal ini, Zen master Seng Tsan (606) menulis syair singkat sbb. :
" When you see everything through your personal bias,
Your view of reality is clouded ;
Truth simply as it is, but the clouded mind cannot grasp it "

Kasus ini membuat jelas latar belakang mengapa Zen semakin mendapatkan tempat dalam pendidikan psikologi !

Salam,
Jusuf Sutanto

----- Pesan Asli ----
Dari: audifax - <audivacx@yahoo.com>
Kepada: psikologi transformatif <psikologi_transformatif@yahoogroups.com>; Komunitas Labsos <r-mania@yahoogroups.com>
Terkirim: Minggu, 9 Maret, 2008 15:35:40
Topik: [psikologi_transformatif] INTERSTANDING HUMAN BEING

Interstanding Human Being


Oleh:
Audifax
Staf Peneliti di SMART Human Re-Search & Psychological Development


Stigma adalah penyederhanaan terhadap proses pengenalan terus-menerus terhadap Liyan (Yang-Lain). Proses itu disederhanakan ke dalam suatu finalitas definisi. Kebaruan yang terus-menerus dari Liyan bukan diapresiasi sebagai keindahan melainkan ancaman yang harus dihentikan. Hambatan dinamika persentuhan sosial terjadi lewat stigma. Ketika kita mencoba mengenal Orang-Lain [Liyan] dengan pertama-tama mengategorikan sebagai anggota kelompok dengan stigma, seperti: Muslim, Kristen. Keturunan Cina, Bonek dan sebagainya, maka seperti dianalisis oleh Elias Canetti, selalu ada rasa takut untuk bersentuhan [Berührungsangst] yang mewarnai setiap fase pengenalan.
Sebelum saya bicara lebih jauh, ada sebuah contoh kasus menarik yang saya ambil dari sebuah milis alumni milik sebuah Fakultas Psikologi ternama di Surabaya. Bermula dari perdebatan yang saya rasa banyak terjadi di sejumlah fakultas dengan disiplin tertentu, yaitu soal marka berpakaian [menggunakan krah, bersepatu dan sejenisnya] lalu muncul sebuah argumen menarik dari Hari K. Lasmono, satu-satunya profesor di Fakultas Psikologi tersebut. Bagi saya, perdebatan tentang marka berpakaian itu hal yang biasa, tetapi cara Sang Profesor mengargumentasikan pentingnya berpakaian menggunakan krah dan sepatu bisa kita jadikan renungan lebih jauh untuk kita membahas mengenai keterbukaan terhadap pluralitas atau keterbukaan terhadap Yang-Lain. Simak pernyataan beliau (bold saya lakukan pada bagian penting):
Ruuuuaaar biasa, ini baru buah pendapat yang segar dan akomodatif, dan sangat bijak!!!!!!! ! Apalagi keluar dari pikiran-pikiran yang masih muda belia! Bravooooo! Saluuuuut setinggi-tingginya kepada kaum muda tetapi berpikiran bijak dan tidak larut dan hanyut dengan pendapat yang sok hueeebat, sok paling tahu memaknai ekspresi cara berpakaian orang, sok pejuang HAM, apalagi mengandung fitnah seolah-olah ada aturan di UBAYA yang mengaitkan intelektualitas atau kualitas seseorang atau apalah namanya dengan cara berpakaian dan bersepatu. Saya cari-cari di peraturan-peraturan UBAYA sampai berlama-lama, koq nggak menemukan ada pimpinan UBAYA yang mengait-ngaitkan kedua masalah itu, lhaaa koq ada pendapat yang menuduh begitu? Apa itu bukan tergolong fitnah?????? Saya sebenarnya pengen tanya pada "pakar kemanusiaan ---entah siapa yang berkualifikasi atau merasa begitu:

01.kalau ada sdr kita dari Papua sekolah di Fapsi lalu pengan pakai pakaian adatnya dengan koteka dan yang perempuan no-bra, apa ya kita biarkan????? ??? Apa tidak kita ajak untuk sementara memakai busana seperti yang lain selama di UBAYA, kemudian kalau kembali mengabdi di daerahnya baru memakai pakaian adatnya kembali?????

02. Bila kita diundang makan bersama seorang sahabat yang menyediakan sendok dan garpu, pada hal kita biasa muluk (menyuap makanan ke mulut dengan telapak tangan) di rumah, apa kita ya demonstratif memaksa muluk di rumah sahabat itu? Demikian sebaliknya, kita diundang keluarga yang tak pernah memakai sendok, apa kita menuntut sendok dan garpu yang tak dimiliki keluarga tersebut karena kita "tak biasa" makan dengan muluk??????? ????etc.etc.

Masalahnya sebenarnya sederhana saja (seperti telah diungkapkan teman-teman muda di bawah): "menghormati tuan/nyonya rumah" Apa sesulit itukah????? Apa ilmu psikologi mengajarkan: Harus selalu berani menentang? Harus menunjukkan kebebasan ekspresi diri dengan segala cara???? Rasanya koq tidak. Tentu ada saja nanti yang bertanya: kalau tamu diminta menghormati aturan tuan rumah, kenapa tuan rumah tidak menghormati tamu, yang pakai koteka keq, yang pamer pusar keq, yang pakai sandal keq, yang pamer lutut keq, yang pamer ini , pamr itu, pokoknya yang pamer ke-aku-annya itu, itu 'kan hak asasinya, apa kaitannya dengan ilmu, apa kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan, yang penting kan batinnya, pakaian sejelek apapun yang penting 'kan hatinya yang putih bersih? Apa pakaian rapi berdasi menjamin hati yang bersih, buktinya para penjahat, para koruptor berpakaian bersih tetapi hatinya justru busuk dsb dsb dsb.

Kita tunggu aja, pasti akan hujan makian, olok-olok, sindiran en sebagainya. Demi FPsi dan UBAYA tercinta (karena aturan itu bukan dari dekanat tetapi dari UBAYA) saya rela koq dihujani "sampah" pendapat-pendapat yang (sok) pinter-pinter dan sok menggurui itu.

Maaf adik-adik bijak, agak ngalor ngidul, en saya belum mampu mewarisi kebijakan dan kematangan sikap dan kata-kata kalian, maklum, udah pikun, hehehe.i


Di situ ada sesuatu yang menarik, yaitu bagaimana Hari Lasmono mengekstrimkan situasi dengan menghadirkan contoh yang tak ada di komunitas yang tengah berdebat soal marka berpakaian itu, yaitu ‘Orang Papua’. Apa salahnya orang Papua hingga ia perlu dihadirkan sebagai contoh yang perlu ‘dinormalkan’ dalam masalah yang bukan urusan mereka?
Saya sendiri ragu jika profesor Hari K Lasmono dengan kejernihan etis ‘Cogito Ergo Sum’-nya, mau berinisiatif menggunakan koteka jika suatu ketika datang ke Papua. Tapi terlepas dari itu, cara berargumentasi dengan menghadirkan contoh ‘Orang Papua’ [yang tentu saja menjadi Yang-Lain dari Kami-Yang-Sama di UBAYA] adalah sebuah penghadiran hirarki penampilan yang menempatkan Orang Papua pada posisi Yang-Lain yang tak pantas menampilkan kelainannya di hadapan ‘Aku’.
Melalui contoh kasus di atas, kita akan mencoba memahami lebih jauh bagaimana Yang-Sama tak memiliki keberanian untuk menyelami Liyan. Dalam Kami-Yang-Sama, Aku tak mengenali Liyan dalam singularitas sebagai Sari, Diaz, Regy, melainkan sebagai sesuatu yang telah Aku totalisasi dalam kesamaannya melalui stigma: Papua, Muslim, Kristen, Cina, dan lain-lain.
Stigma menghalangi singularitas untuk meng-Ada bersama dalam paradigma “Kita” karena dalam pengenalan berdasar stigma ada rasa takut bersentuhan yang diawetkan dan diperbesar hingga mencapai titik implikasi untuk mengekslusi Yang-Lain dari “Kami” dengan cara menjadikannya “Mereka”. Yang terstigma lantas dianggap bukan orang normal karena berbeda dari ‘Kami yang sama’. “Mereka” memang ada di antara “Kami”, tetapi “Mereka” bukan “Kami” dan tak akan pernah menjadi “Kita”.
Goffman menjelaskan “Seorang pribadi dengan sebuah stigma, tidak sepenuhnya manusiawi. Dalam kondisi ini kita membuat banyak diskriminasi untuk mengurangi peluang hidupnya secara efektif, termasuk ketika kita tidak sengaja melakukan itu. Ketika kita menyusun sebuah teori tentang stigma, maka saat itu ada sebuah ideologi yang menjelaskan inferioritasnya dan yang membuktikan bahaya orang yang distigmatisasi itu”. Lalu, Yang-Terstigma akan dilecehkan di jalan, menjadi objek kebencian, dianggap sebagai sumber kesalahan dan seterusnya. Di dalam stigma tidak hanya ditanamkan undangan untuk menghina, tetapi juga phobia, karena yang terstigma dipersepsi sebagai ancamanii.
Menyentuh Yang-Terstigma, bisa dianggap menodai kemurnian. Suara mereka tidak hanya diabaikan dan dianggap non-sense, melainkan juga dipandang mengancam keutuhan kolektif. Tentu saja aliran-aliran politis, haluan fundamentalisme agama, rasisme dan berbagai kelompok yang tak menghargai pluralitas, tahu persis bagaimana menggunakan stigma untuk menjatuhkan orang atau kelompok tertentu. Stigma lalu dapat menjelaskan mengapa manusia mampu membunuh sesamanya tanpa rasa salah, bahkan dengan rasa bangga dan ekstasis.
Kita sering bicara pluralitas dengan mengedepankan hal-hal besar dalam jargon seperti: ‘Bhinneka Tunggal Ika’, ‘Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh’, ’Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia’ dan sejenisnya. Namun, melalui contoh kasus yang saya angkat di atas, tidakkah dalam sesuatu yang lebih sederhana dan keseharian sebenarnya banyak orang yang masih sulit memandang perbedaan yang merentang dari Sabang sampai Merauke? Bahkan tidakkah ironis ketika saya hadirkan contoh yang justru terjadi di Fakultas yang mengajarkan understanding human being?
Tidakkah di dalam kondisi ini kita perlu sebuah ruang di mana kita tahu sama tahu perbedaan tapi tetap bisa merasa sebagai sesama warga?
Tidakkah kita perlu mentransformasi psikologi yang understanding human being agar tidak semena meletakkan human being pada posisi under dari titik di mana aku standing?
Tidakkah pada situasi ini justru bukan understanding melainkan interstanding human being?


Bagaimana cermatan anda?




iCATATAN-CATATAN

Hari K. Lasmono; (2005); RE: [alumni_psiubaya] Sharing pengalaman; retrieved 10 November 2006 pukul 16.45 WIB; available at: http://groups. yahoo.com/ group/alumni_ psiubaya/ message/646
ii Frans Budi Hardiman; (2005); Memahami Negativitasâ€"Diskursu s tentang Massa, Teror, dan Trauma; Jakarta: Kompas; hal. 12-13




Tentang Penulis
Audifax adalah penulis dan peneliti. Dua hasil penelitiannya diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, yaitu Mite Harry Potter (2005, Jalasutra) dan Imagining Lara Croft (2006, Jalasutra). Bukunya yang lain adalah Semiotika Tuhan (2007, Pinus Book Publisher).

Pada April 2008 ini akan terbit buku Psikologi Tarot yang ditulisnya bersama Leonardo Rimba. Buku ini akan diterbitkan oleh Pinus Book Publisher.

Saat ini Audifax menjabat research director di SMART Human Re-Search & Psychological Development. Sebuah lembaga yang memiliki concern pada riset dan pengembangan psikologi yang mengajarkan pluralitas sejak usia dini. Informasi lebih lanjut, hubungi: SMART Human Re-Search & Psychological Development, Jl. Taman Gapura G-20 (kompleks G-Walk) Citraland â€" Surabaya. Telp. (031) 7410121, Fax (031) 7452572, e-mail: smart.hrpd@gmail. com

Audifax mengundang anda untuk mendiskusikan esei ini di milis Psikologi Transformatif. Jika anda memiliki concern terhadap tema yang ada pada esei ini, mari bergabung dengan kita yang ada di milis Psikologi Transformatif

Sekilas Mailing List Psikologi Transformatif
Mailing List Psikologi Transformatif adalah ruang diskusi yang didirikan oleh Audifax dan beberapa rekan yang dulunya tergabung dalam Komunitas Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Saat ini milis ini telah berkembang sedemikian pesat sehingga menjadi milis psikologi terbesar di Indonesia. Total member telah melebihi 2000, sehingga wacana-wacana yang didiskusikan di milis inipun memiliki kekuatan diseminasi yang tak bisa dipandang sebelah mata. Tak ada moderasi di milis ini dan anda bebas masuk atau keluar sekehendak anda. Arus posting sangat deras dan berbagai wacana muncul di sini. Seperti sebuah jargon terkenal di psikologi ”Di mana ada manusia, di situ psikologi bisa diterapkan” di sinilah jargon itu tak sekedar jargon melainkan menemukan konteksnya. Ada berbagai sudut pandang dalam membahas manusia, bahkan yang tak diajarkan di Fakultas Psikologi Indonesia.

Mailing List ini merupakan ajang berdiskusi bagi siapa saja yang berminat mendalami psikologi. Mailing list ini dibuka sebagai upaya untuk mentransformasi pemahaman psikologi dari sifatnya selama ini yang tekstual menuju ke sifat yang kontekstual. Anda tidak harus berasal dari kalangan disiplin ilmu psikologi untuk bergabung sebagai member dalam mailing list ini. Mailing List ini merupakan tindak lanjut dari simposium psikologi transformatif, melalui mailing list ini, diharapkan diskusi dan gagasan mengenai transformasi psikologi dapat terus dilanjutkan. Anggota yang telah terdaftar dalam milis ini antara lain adalah para pembicara dari simposium Psikologi Transformatif : Edy Suhardono, Cahyo Suryanto, Herry Tjahjono, Abdul Malik, Oka Rusmini, Jangkung Karyantoro,. Beberapa rekan lain yang aktif dalam milis ini adalah: Audifax, Leonardo Rimba, Nuruddin Asyhadie, Mang Ucup, Goenardjoadi Goenawan, Ratih Ibrahim, Sinaga Harez Posma, Prastowo, Prof Soehartono Taat Putra, Bagus Takwin, Amalia “Lia” Ramananda, Himawijaya, Rudi Murtomo, Felix Lengkong, Hudoyo Hupudio, Kartono Muhammad, Helga Noviari, Ridwan Handoyo, Dewi Sartika, Jeni Sudarwati, FX Rudy Gunawan, Arie Saptaji, Radityo Djajoeri, Tengku Muhammad Dhani Iqbal, Anwar Holid, Elisa Koorag, Lan Fang, Lulu Syahputri, Kidyoti, Alexnader Gunawan, Priatna Ahmad, J. Sumardianta, Jusuf Sutanto, Stephanie Iriana, Yunis Kartika dan masih banyak lagi

Perhatian: Milis ini tak ada moderator yang mengatur keluar masuk member. Setiap member diharap bisa masuk atau keluar atas keputusan dan kemampuan sendiri.

Jika anda berminat untuk bergabung dengan milis Psikologi Transformatif, klik:


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.



Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Special K Group

on Yahoo! Groups

Join the challenge

and lose weight.

All-Bran

10 Day Challenge

Join the club and

feel the benefits.

.

__,_._,___

[psikologi_transformatif] Re: Sumpah Psikologi - untuk pranita

oh iya, selain milis yang diisi oleh anak2 hukum
kalau ada tau milis psikologi lain selain
psikologi_transformatif@yahoogroups.com yang berhubungan dengan dunia
psikologi yang diikuti oleh anak2 psikolog, dosen, guru besar,
profesor riset atau (entah apalah itu namanya) pengajar2 psikolog saya
juga dikasih tau ya!

aku tunggu di sound_level_meter@rock.com ya!
(email yang ini gak ikut milis apa2. pasti kubaca)

salam :)

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "dyamiku"
<dyamiku@...> wrote:
>
> ya. terimakasih ya atas perhatiannya.
> informasinya saya tunggu di email saya yang lain ya!
> yang ini: sound_level_meter@...
>
>
> salam,
>
> saya.
>
>
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pranita halim
> <pranitahalim@> wrote:
> >
> > dear dyamiku...
> >
> > sori nieh baru bales..
> > hehehe sepertinya memang belum ada yang balas...
> > Tanya Ken-Napa...???!!!
> > soal milis hukum diriku tak tahu...
> > mungkin ntar kalo udah tanya2 temen anak hukum tak kasih tau deh...
> >
> > Thanks.
> > -Nita-
> >
> > ----- Original Message ----
> > From: dyamiku <dyamiku@>
> > To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
> > Sent: Thursday, February 28, 2008 1:54:26 AM
> > Subject: [psikologi_transformatif] Re: Sumpah Psikologi - untuk
pranita
> >
> > pertanyaan aku dan kamu tentang dunia psikologi
> belum ada yang jawab ya!
> > hah...
> >
> > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "imeldyamike3ku"
> > <imeldyamike3ku@ ...> wrote:
> > >
> > > btw, ini milis kategorinya College and University
> > > mmm... kalau kau tau milisnya anak2 fakultas hukum, kasih tau
aku ya!
> > > aku ada mau tanya tuh, dengan mereka
> > > soal pasal 55 dan 56 KUHPidana
> > >
> > > seorang temanku pernah berkata kalau pasal tsb adalah pasal yang
> > > gila dan digunakan untuk menjerat.
> > >
> > > mungkin ini ada kaitannya dentang pertanyaanmu yang ini "ada sangsi
> > > hukumnya?"
> > > aku tuh pengen tau langsung dari orang yang benar2 mempelajarinya.
> > >
> > > ok, itu saja pranita
> > > kalau bisa, emailmu di cc ke sound_level_ meter@ juga ya!
> > >
> > >
> > > salam, saya.
> > >
> > >
> > > ps: jangan terlalu dekat dengan saya
> > > untuk keterangan lebih lanjut silahkan hubungi
> > > hamiludd2kwah@ ...
> > >
> > > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "dyamiku"
> > > <dyamiku@> wrote:
> > > >
> > > > pranita, check this latest update
> > > > http://groups. yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/
> message/39520
> > > >
> > > > sepertinya ada orang yang berkompeten untuk menjawab pertanyaan2
> > > itu.
> > > > fuiihh...
> > > > :)
> > > >
> > > >
> > > > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, "dyamiku"
> > > > <dyamiku@> wrote:
> > > > >
> > > > > saya tidak dapat menjawabnya. saya bukan psikolog.
> > > > > (berharap saja ada member psikolog2 psik-trans menjawab
> > > pertanyaan
> > > > kita)
> > > > > oh iya, kamu bisa tau siapa saja psikolog di milis
psik-trans di
> > > > topik
> > > > > ini:
> > > > http://groups. yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/
> message/39489
> > > > >
> > > > > jangan lupa diisi juga ya!
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > > terimakasih
> > > > >
> > > > >
> > > > > --- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, pranita halim
> > > > > <pranitahalim@ > wrote:
> > > > > >
> > > > > > saya juga baru tahu ada yah sumpah macam ini untuk psikolog?
> > > > > > ini berlaku beneran ga niwh? atau cuma buat kekangan moral
> > > ajah?
> > > > > > ada sangsi hukumnya?
> > > > > >
> > > > > >
> > > > > > ----- Original Message ----
> > > > > > From: Elang Kecil <imeldyamike3ku@ >
> > > > > > To: psikologi_transform atif@yahoogroups .com; rulam_ahmadi@
> > > > > > Sent: Monday, February 25, 2008 10:13:32 AM
> > > > > > Subject: [psikologi_transfor matif] Sumpah Psikologi
> > > > > >
> > > > > > baru saja tadi aku melihat-lihat situs himpsi. situs
> > > > > > tersebut kudapatkan dari mencari di google. wah... ada
> > > > > > yang menarik di situs tersebut. di ujung kiri website
> > > > > > tersebut. yup, namanya "Sumpah Psikologi". yup, i just
> > > > > > know it. wow... hah... sudah beberapa tahun mengikuti
> > > > > > mailing list yang berhubungan dengan psikologi, baru
> > > > > > kali ini aku mengetahui ada hal tersebut. (am I the
> > > > > > one and only???)
> > > > > > ada yang menarik dari postingan tersebut, mmm...
> > > > > > mengapa diulang sampai empat kali ya?
> > > > > > hmmm.... kepada siapa ya aku harus bertanya?
> > > > > >
> > > > > > http://himpsijaya. org/sumpah- psikologi/
> > > > > >
> > > > > > Sumpah Psikologi
> > > > > >
> > > > > > Lafal Sumpah Psikologi
> > > > > > Demi Tuhan saya berjanji, bahwa:
> > > > > >
> > > > > > Saya akan membaktikan ilmu saya sesuai martabat dan
> > > > > > tradisi
> > > > > > luhur profesi saya sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan menjaga martabat dan tradisi luhur profesi
> > > > > > saya
> > > > > > sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan melaksanakan pekerjaan saya dengan
> > > > > > memperhatikan
> > > > > > perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan
> > > > > > masyarakat sesuai
> > > > > > norma dan kaidah yang berlaku,
> > > > > > Saya akan menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang saya
> > > > > > ketahui
> > > > > > karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
> > > > > > psikolog,
> > > > > > Saya akan berupaya sungguh-sunggu untuk tidak
> > > > > > terpengaruh oleh
> > > > > > pertimbangan yang bersifat keberpihakan berdasarkan
> > > > > > alasan
> > > > > > tertentu dalam menjalankan profesi saya, seperti
> > > > > > keagamaan,
> > > > > > kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, kedudukan
> > > > > > sosial ata
> > > > > > kemampuan ekonomi, dalam menunaikan kewajiban terhadap
> > > > > > klien,
> > > > > > Saya tidak akan memanfaatkan pengetahuan saya selaku
> > > > > > psikolog
> > > > > > untuk sesuatu yang bertentangan dengan etika
> > > > > > psikologi,
> > > > > > Saya akan mentaati dan mengamalkan kode etik psikologi
> > > > > > Indonesia,
> > > > > >
> > > > > > Saya akan bersikap saling menghormati dengan sejawat
> > > > > > saya,
> > > > > >
> > > > > > Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sunggu dan
> > > > > > dengan
> > > > > > mempertaruhkan kehormatan diri saya.
> > > > > > Saya ikrarkan
> > > > > >
> > > > > > Lafal Sumpah Psikologi
> > > > > > Demi Tuhan saya berjanji, bahwa:
> > > > > >
> > > > > > Saya akan membaktikan ilmu saya sesuai martabat dan
> > > > > > tradisi
> > > > > > luhur profesi saya sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan menjaga martabat dan tradisi luhur profesi
> > > > > > saya
> > > > > > sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan melaksanakan pekerjaan saya dengan
> > > > > > memperhatikan
> > > > > > perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan
> > > > > > masyarakat sesuai
> > > > > > norma dan kaidah yang berlaku,
> > > > > > Saya akan menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang saya
> > > > > > ketahui
> > > > > > karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
> > > > > > psikolog,
> > > > > > Saya akan berupaya sungguh-sunggu untuk tidak
> > > > > > terpengaruh oleh
> > > > > > pertimbangan yang bersifat keberpihakan berdasarkan
> > > > > > alasan
> > > > > > tertentu dalam menjalankan profesi saya, seperti
> > > > > > keagamaan,
> > > > > > kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, kedudukan
> > > > > > sosial ata
> > > > > > kemampuan ekonomi, dalam menunaikan kewajiban terhadap
> > > > > > klien,
> > > > > > Saya tidak akan memanfaatkan pengetahuan saya selaku
> > > > > > psikolog
> > > > > > untuk sesuatu yang bertentangan dengan etika
> > > > > > psikologi,
> > > > > > Saya akan mentaati dan mengamalkan kode etik psikologi
> > > > > > Indonesia,
> > > > > >
> > > > > > Saya akan bersikap saling menghormati dengan sejawat
> > > > > > saya,
> > > > > >
> > > > > > Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sunggu dan
> > > > > > dengan
> > > > > > mempertaruhkan kehormatan diri saya.
> > > > > > Saya ikrarkan
> > > > > >
> > > > > > Lafal Sumpah Psikologi
> > > > > > Demi Tuhan saya berjanji, bahwa:
> > > > > >
> > > > > > Saya akan membaktikan ilmu saya sesuai martabat dan
> > > > > > tradisi
> > > > > > luhur profesi saya sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan menjaga martabat dan tradisi luhur profesi
> > > > > > saya
> > > > > > sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan melaksanakan pekerjaan saya dengan
> > > > > > memperhatikan
> > > > > > perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan
> > > > > > masyarakat sesuai
> > > > > > norma dan kaidah yang berlaku,
> > > > > > Saya akan menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang saya
> > > > > > ketahui
> > > > > > karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
> > > > > > psikolog,
> > > > > > Saya akan berupaya sungguh-sunggu untuk tidak
> > > > > > terpengaruh oleh
> > > > > > pertimbangan yang bersifat keberpihakan berdasarkan
> > > > > > alasan
> > > > > > tertentu dalam menjalankan profesi saya, seperti
> > > > > > keagamaan,
> > > > > > kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, kedudukan
> > > > > > sosial ata
> > > > > > kemampuan ekonomi, dalam menunaikan kewajiban terhadap
> > > > > > klien,
> > > > > > Saya tidak akan memanfaatkan pengetahuan saya selaku
> > > > > > psikolog
> > > > > > untuk sesuatu yang bertentangan dengan etika
> > > > > > psikologi,
> > > > > > Saya akan mentaati dan mengamalkan kode etik psikologi
> > > > > > Indonesia,
> > > > > >
> > > > > > Saya akan bersikap saling menghormati dengan sejawat
> > > > > > saya,
> > > > > >
> > > > > > Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sunggu dan
> > > > > > dengan
> > > > > > mempertaruhkan kehormatan diri saya.
> > > > > > Saya ikrarkan
> > > > > >
> > > > > > Lafal Sumpah Psikologi
> > > > > > Demi Tuhan saya berjanji, bahwa:
> > > > > >
> > > > > > Saya akan membaktikan ilmu saya sesuai martabat dan
> > > > > > tradisi
> > > > > > luhur profesi saya sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan menjaga martabat dan tradisi luhur profesi
> > > > > > saya
> > > > > > sebagai psikolog,
> > > > > > Saya akan melaksanakan pekerjaan saya dengan
> > > > > > memperhatikan
> > > > > > perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan
> > > > > > masyarakat sesuai
> > > > > > norma dan kaidah yang berlaku,
> > > > > > Saya akan menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang saya
> > > > > > ketahui
> > > > > > karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
> > > > > > psikolog,
> > > > > > Saya akan berupaya sungguh-sunggu untuk tidak
> > > > > > terpengaruh oleh
> > > > > > pertimbangan yang bersifat keberpihakan berdasarkan
> > > > > > alasan
> > > > > > tertentu dalam menjalankan profesi saya, seperti
> > > > > > keagamaan,
> > > > > > kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, kedudukan
> > > > > > sosial ata
> > > > > > kemampuan ekonomi, dalam menunaikan kewajiban terhadap
> > > > > > klien,
> > > > > > Saya tidak akan memanfaatkan pengetahuan saya selaku
> > > > > > psikolog
> > > > > > untuk sesuatu yang bertentangan dengan etika
> > > > > > psikologi,
> > > > > > Saya akan mentaati dan mengamalkan kode etik psikologi
> > > > > > Indonesia,
> > > > > >
> > > > > > Saya akan bersikap saling menghormati dengan sejawat
> > > > > > saya,
> > > > > >
> > > > > > Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sunggu dan
> > > > > > dengan
> > > > > > mempertaruhkan kehormatan diri saya.
> > > > > > Saya ikrarkan
> > > > > >
> > > > > > ____________ _________ _________ _________ _________
_________
> > > _
> > > > > > Be a better friend, newshound, and
> > > > > > know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. http://mobile.
> > > > > yahoo.com/ ;_ylt=Ahu06i62sR 8HDtDypao8Wcj9tA cJ
> > > > > >
> > > > > >
> > > > > >
> > > > > >
> > > > > >
> > > > > >
> > > > >
> > > >
> > > ____________ _________ _________ _________ _________ _________ _
> > > > ____________ ___
> > > > > > Be a better friend, newshound, and
> > > > > > know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.
> > > > > http://mobile. yahoo.com/ ;_ylt=Ahu06i62sR 8HDtDypao8Wcj9tA cJ
> > > > > >
> > > > >
> > > >
> > >
> >
> >
> >
> >
> > <!--
> >
> > #ygrp-mkp{
> > border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:14px
> 0px;padding:0px 14px;}
> > #ygrp-mkp hr{
> > border:1px solid #d8d8d8;}
> > #ygrp-mkp #hd{
> >
>
color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:bold;line-height:122%;margin:10px
> 0px;}
> > #ygrp-mkp #ads{
> > margin-bottom:10px;}
> > #ygrp-mkp .ad{
> > padding:0 0;}
> > #ygrp-mkp .ad a{
> > color:#0000ff;text-decoration:none;}
> > -->
> >
> > <!--
> >
> > #ygrp-sponsor #ygrp-lc{
> > font-family:Arial;}
> > #ygrp-sponsor #ygrp-lc #hd{
> > margin:10px 0px;font-weight:bold;font-size:78%;line-height:122%;}
> > #ygrp-sponsor #ygrp-lc .ad{
> > margin-bottom:10px;padding:0 0;}
> > -->
> >
> > <!--
> >
> > #ygrp-mlmsg {font-size:13px;font-family:arial, helvetica, clean,
> sans-serif;}
> > #ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}
> > #ygrp-mlmsg select, input, textarea {font:99% arial, helvetica,
> clean, sans-serif;}
> > #ygrp-mlmsg pre, code {font:115% monospace;}
> > #ygrp-mlmsg * {line-height:1.22em;}
> > #ygrp-text{
> > font-family:Georgia;
> > }
> > #ygrp-text p{
> > margin:0 0 1em 0;}
> > #ygrp-tpmsgs{
> > font-family:Arial;
> > clear:both;}
> > #ygrp-vitnav{
> > padding-top:10px;font-family:Verdana;font-size:77%;margin:0;}
> > #ygrp-vitnav a{
> > padding:0 1px;}
> > #ygrp-actbar{
> > clear:both;margin:25px
> 0;white-space:nowrap;color:#666;text-align:right;}
> > #ygrp-actbar .left{
> > float:left;white-space:nowrap;}
> > .bld{font-weight:bold;}
> > #ygrp-grft{
> > font-family:Verdana;font-size:77%;padding:15px 0;}
> > #ygrp-ft{
> > font-family:verdana;font-size:77%;border-top:1px solid #666;
> > padding:5px 0;
> > }
> > #ygrp-mlmsg #logo{
> > padding-bottom:10px;}
> >
> > #ygrp-vital{
> > background-color:#e0ecee;margin-bottom:20px;padding:2px 0 8px 8px;}
> > #ygrp-vital #vithd{
> >
>
font-size:77%;font-family:Verdana;font-weight:bold;color:#333;text-transform:uppercase;}
> > #ygrp-vital ul{
> > padding:0;margin:2px 0;}
> > #ygrp-vital ul li{
> > list-style-type:none;clear:both;border:1px solid #e0ecee;
> > }
> > #ygrp-vital ul li .ct{
> >
>
font-weight:bold;color:#ff7900;float:right;width:2em;text-align:right;padding-right:.5em;}
> > #ygrp-vital ul li .cat{
> > font-weight:bold;}
> > #ygrp-vital a{
> > text-decoration:none;}
> >
> > #ygrp-vital a:hover{
> > text-decoration:underline;}
> >
> > #ygrp-sponsor #hd{
> > color:#999;font-size:77%;}
> > #ygrp-sponsor #ov{
> > padding:6px 13px;background-color:#e0ecee;margin-bottom:20px;}
> > #ygrp-sponsor #ov ul{
> > padding:0 0 0 8px;margin:0;}
> > #ygrp-sponsor #ov li{
> > list-style-type:square;padding:6px 0;font-size:77%;}
> > #ygrp-sponsor #ov li a{
> > text-decoration:none;font-size:130%;}
> > #ygrp-sponsor #nc{
> > background-color:#eee;margin-bottom:20px;padding:0 8px;}
> > #ygrp-sponsor .ad{
> > padding:8px 0;}
> > #ygrp-sponsor .ad #hd1{
> >
>
font-family:Arial;font-weight:bold;color:#628c2a;font-size:100%;line-height:122%;}
> > #ygrp-sponsor .ad a{
> > text-decoration:none;}
> > #ygrp-sponsor .ad a:hover{
> > text-decoration:underline;}
> > #ygrp-sponsor .ad p{
> > margin:0;}
> > o{font-size:0;}
> > .MsoNormal{
> > margin:0 0 0 0;}
> > #ygrp-text tt{
> > font-size:120%;}
> > blockquote{margin:0 0 0 4px;}
> > .replbq{margin:4;}
> > -->
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
>
__________________________________________________________
> > Never miss a thing. Make Yahoo your home page.
> > http://www.yahoo.com/r/hs
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

Yahoo! Groups

Special K Challenge

Join others who

are losing pounds.

Do-It-Yourselfers

on Yahoo! Groups

How-to ideas,

projects and more.

.

__,_._,___