Kamis, 18 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Re: Pemetaan (Range and Scale),,Pada Sistem Pengobatan Komplementer

SEBERAPA MAMPU PARA TERDEKON MENERIMA "INFORMASI SEMIOTIK" DAN
BAGAIMANA MENGUJI BAHWA "INFORMASI YANG DITERIMA BENAR", BUKAN
PROYEKSI DARI PENDEKON?

Ini sebagai bahan renungan dan perbaikan kompatiologi:

hoeget wijaya: pas aku ke jakarta
hoeget wijaya: ikutan dekon
hoeget wijaya: malamnya diare berat saya
hoeget wijaya: lha wong teh model2 di suruh minum
hoeget wijaya: ngga iso makan enak krn mencret sampe besoknya
hoeget wijaya: hahahhahahha
hoeget wijaya: iyo
hoeget wijaya: buat saya ngga masuk akal iku
hoeget wijaya: mosok teh di campur
hoeget wijaya: trus feeling pengen rasa apa
hoeget wijaya: situasi apa
hoeget wijaya: ada yg lebih penting lagi pak
hoeget wijaya: pas saya dekon kan dg salah ayah boss saya
hoeget wijaya: you know what
hoeget wijaya: without medical check first
hoeget wijaya: even just asking
hoeget wijaya: padahal sang ayah punya diabetes
hoeget wijaya: pas minum bermacam macam teh
hoeget wijaya: mata nya langsung merah dan mengantung
hoeget wijaya: saya langsung sms ke boss saya
hoeget wijaya: ngantung pak
hoeget wijaya: spt bengkak
hoeget wijaya: dan merah
hoeget wijaya: saya sendiri edan edanan pas dekok iku
hoeget wijaya: tak campur yg asem dan manis
hoeget wijaya: krn iseng saja
hoeget wijaya: cuman pas melihat ayah nya boss aku spt itu
hoeget wijaya: panik juga saya
hoeget wijaya: lha klo setelah dekon trus bablas
hoeget wijaya: ?
hoeget wijaya: krn gula nya tdk terkontrol

pabrik_t
"aku yang mengaku-aku"

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Vincent Liong
<vincentliong@...> wrote:
>
> Note: forwarded message attached.
>
>
> Send instant messages to your online friends
http://au.messenger.yahoo.com
> >
> >
> > Pemetaan (Range and Scale)
> >
> > Pada Sistem Pengobatan Komplementer
> >
> >
> >
> > Istilah Pengobatan Komplementer diperkenalkan oleh biarawan Bruder
> > Yanuar Husada, SS.CC. (d/h Jan Heuts) seorang herbalis, tepatnya
> > "complementary healer" yang memakai media obat-obatan herbal
khususnya
> > dedaunan (folium). Pada tanggal 9 September 2007 beliau merayakan 50
> > tahun hidup membiara. Sekaligus dirayakan 25 tahun pengobatan
> > komplementer dan 5 tahun terakhir dalam naungan suatu lembaga yaitu
> > Yayasan Yanuar Husada.
> >
> >
> >
> > Komplementer maksudnya bersifat melengkapi. Dengan demikian ia tidak
> > memposisikan metode pengobatannya sebagai sisi lawan daripada sistem
> > pengobatan Barat. Namun demikian tetap saja sifat pengobatannya ialah
> > holistik (menyeluruh) dan subyektif. Holistik : dalam arti hal itu
> > tidak hanya berkaitan dengan matra fisik pasien, tetapi juga matra
> > psikis dan spiritualnya. Subyektif : merujuk pada makna bahwa
> > pengobatan itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata subyek tersebut
pada
> > waktu tertentu dan bukan berlaku untuk semua pasien pada sembarang
> > waktu lainnya.
> >
> > Subyektif : juga berarti pengobatan itu mulai dari infomasi semiotik
> > yang disampaikan oleh fisik pasien itu sendiri tentang kekurangan
atau
> > disfungsi yang dialaminya. Karena berangkat dari informasi semiotik
> > dari tubuh pasien itu sendiri maka dari seorang penyembuh
komplementer
> > seperti bruder Yan mutlak dibutuhkan suatu kepekaan intuisi yang
mampu
> > menerima, membaca, serta menafsirkan informasi semiotik tersebut.
> >
> >
> >
> > Saat seorang pasien datang dengan keluhan simtomatis tertentu maka
> > penyembuh segera mencoba menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya yang
> > memberikan informasi semiotik tertentu. Dari kisah bapak Andri
> > Kristian pernah datang kepada bruder Yan datang satu keluarga dengan
> > anak bayi yang sakit-sakitan terus dan tidak bisa tidur tenang.
Kepada
> > orang tua bayi tersebut alih-alih diberi resep ternyata hanya satu
> > kalimat pada kertas resep yang berbunyi: "Terlalu banyak warna merah
> > di sekitar tempat tidur ." 1)
> >
> > Dengan mengubah tata warna di kamar bayi tersebut maka "penyakit"
aneh
> > itupun sembuh. Mana mungkin pada pengobatan medis hal seperti itu
> > dapat terjadi. Kepada bayi tersebut mungkin malah akan diberikan obat
> > penenang supaya ia dapat tidur. Jika terjadi demikian, maka kepada
> > bayi tersebut telah diberikan "racun" yang sebenarnya sama sekali
> > tidak dibutuhkan oleh tubuh si bayi.
> >
> >
> >
> > Teori dasar yang dianut oleh penyembuh komplementer ini ialah bahwa
> > "... semua yang ada, yang hidup dan berkembang mengeluarkan getaran".
> > 2) Getaran ini dapat dideteksi oleh mereka yang memiliki kepekaan
khusus.
> >
> > Menurut fisika kuantum tentu penjelasan ini tidak keliru. Setiap
benda
> > apapun memiliki sel dan inti sel sub-atomik. Di dalam inti sel itu
> > terdapat getaran dan bukan massa (disebut sebagai non-mass neutrino)
> > 3). Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> > tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
Informasi
> > yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat ditangkap dan
> > dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan khusus. Memang
> > ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun tidak "mampu
> > memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka yang mampu
> > merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu menafsirkan
> > makna semiotikanya. Juga karena untuk keperluan itu tidak diperlukan
> > pertama-tama "kecerdasan rasional" (otak kiri) melainkan jenis
> > kecerdasan yang lain yaitu "kecerdasan intuitif" (otak kanan) yang
> > sifatnya lebih reseptif; daripada aktif mencari solusi sintesis dari
> > pertarungan data tesis dan antitesis. Itulah sebabnya mengapa para
> > shaman 4) sudah sejak dari zaman dahulu kala mampu memahami makna
> > semiotik seperti itu walaupun perkembangan kecerdasan rasional sama
> > sekali masih belum memadai.
> >
> > Ketrampilan ini disebut "radiestesi" yang berasal dari dua kata.
> > Yaitu, radio yanga artinya "sinar" (rays) atau "getaran" dan
"estesia"
> > artinya "merasakan". Seorang "radiesteet" mampu menerima dan
merasakan
> > getaran yang dipancarkan oleh suatu benda atau makhluk hidup.
> >
> >
> >
> > Dalam rangka penyembuhan maka kemampuan untuk mendeteksi disfungsi
> > atau defisiensi pada organ merupakan syarat mutlak. Seorang dokter
> > memiliki alat stethoscope untuk "mendengar" detak jantung, udara di
> > paru-paru atau udara di lambung. "Mendengar" mulainya detak jantung
> > pada saat jantung menguncup (sistolik) dan hilangnya detak jantung
> > pada saat jantung mengendur (diastolik). Dari situ dokter menentukan
> > kondisi seseorang pada skala detak jantung seseorang antara range
> > angka tertinggi dan angka terendah (umpamanya dari 220 maksimal
sampai
> > 50 minimal). Misalnya seorang pasien berada pada skala 150 -- 100
yang
> > artinya ia mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.
> > Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> > langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
tubuh
> > pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 -- 110 dan karena
> > itu ia terkena hipertensi. Pada zaman dahulu mana mungkin seorang
> > shaman mempunyai alat yang namanya stethoscope? Tentu saja tidak.
> > Namun ia mampu pula mengamati "aura" merah muka pasiennya,
menonjolnya
> > nadi di pelipis dsb. Maka iapun mungkin akan memberikan daun "kumis
> > kucing" yang bersifat diuretik (bersifat melancarkan kencing) kepada
> > pasiennya sehingga tekanan darahnya menurun. Dari mana datangnya
> > "kearifan lokal" (local genius) seperti itu? Tentunya dari kemampuan
> > membaca informasi semiotika baik dari tubuh pasien itu sendiri maupun
> > dari daun obat. Kemudian dibaca juga kesesuaian/ keserasian tubuh
> > pasien dengan jenis ramuan tertentu. Tidak selamanya keduanya
> > kompatibel. Ada jenis obat yang sama-sama mempunyai unsur terapeutik
> > yang sejalan namun belum tentu tepat untuk pasien tertentu. Dalam hal
> > ini ternyata para dokterpun melakukan terapi secara "trial and
> > error". Bila pasien tidak cocok dengan jenis preparat tertentu maka
> > pada kunjungan berikutnya obatnya diganti. Sayangnya juga tanpa
> > kepastian akan kesesuaian antara obat pengganti tersebut dengan
pasien
> > yang bersangkutan. Pihak pabrikan di Indonesia belum ada -- setahu
> > penulis -- yang pernah melakukan "absorbability test" preparat yang
> > dikeluarkan pabriknya. Belum tentu obat-obat yang diketemukan di
> > negara Barat pasti sesuai untuk digunakan untuk pasien orang lokal di
> > sini karena perbedaan lingkungan, keunikan etnik, iklim dsb. Selain
> > itu pabrikan lokal juga tidak pernah melakukan "post marketing test"
> > yaitu dengan mengambil sampel secara random di sembarang Apotik atau
> > Toko Obat yang menjual produknya dan kemudian menguji ulang khasiat
> > obat tersebut. Kebanyakan pabrik hanya merasa perlu menyesuaikan cara
> > produksi obatnya sesuai ketentuan DepKes (CPOB). Di luar itu segala
> > test lainnya dianggap sebagai pemborosan uang saja. Jarang ada yang
> > peduli apakah obatnya memang dapat diserap atau tidak oleh para
> > pemakai obat mereka. Pabrik obat adalah instusi komersial.
> >
> >
> >
> > Cara menentukan bagian tubuh mana yang membutuhkan perhatian
dilakukan
> > dengan menentukan range organ-organ tubuh manusia dengan skala 1
> > sampai 10, umpamanya. Dalam range itu skala 1 ialah sistem peredaran
> > darah, 2 sistem pernapasan, 3 sistem syaraf, 4 sistem pencernaan dan
> > ekskresi, 6 sistem reproduksi, 7 sistem filtrasi, 8 sistem hormon, 9
> > sistem otot, kulit dan tulang, 10 sistem lain-lainnya. Skala ini
> > ditentukan berbeda-beda (artinya tidak harus sama) antara seorang
> > penyembuh dengan lainnya.
> >
> > Sebelum memasuki sistem range dan skala ini terlebih dulu ditentukan
> > apakah tubuh mendapat gangguan skala 1 sifatnya internal atau skala 2
> > yaitu eksternal. Gangguan seperti "terlalu banyak warna merah" di
atas
> > sifatnya termasuk skala 2. Sehingga tubuh tidak memerlukan pengobatan
> > apapun kecuali "pengaturan kembali" atau harmonisasi warna (colour
> > healing) di kamar bayi tersebut. Umpamanya dengan dominasi warna biru
> > muda yang sejuk sebagai pengganti warna merah. Namun tidak selalu
> > harus demikian. Bagi anak-anak yang penakut dan tidak bisa tidur
> > nyenyak karena takut hantu dan sebagainya, justru diperlukan dominasi
> > warna merah di sana.
> >
> > Setelah diketemukan sistem organ mana yang membutuhkan penanganan
> > selanjutnya dibuat range yang baru. Misalnya dalam sistem pernapasan
> > ditentukan range dan skala tersendiri. Mulai dari skala 1 hidung, 2
> > tenggorokan, 3 trachea dan bronchioli, 4 paru-paru kiri, 5 paru-paru
> > kanan, dengan variasi 4a 4b, 5a 5b untuk paru-paru bagian atas dan
> > bawah, dst. Pembuatan skala dapat diteruskan seperlunya misalnya
> > apakah gangguan itu 1 sifatnya internal atau 2 sifatnya eksternal.
> > Paru-paru luka infeksi (tuberculosis) berbeda dengan paru-paru
> > kemasukan gas beracun, nikotin, terserang kanker, tumor atau jamur.
> >
> >
> >
> > Tahap selanjutnya ialah menentukan obat yang sesuai dengan kebutuhan
> > tubuh pasien tersebut. Misalnya untuk indikasi penyakit tertentu
> > terdapat 10 variasi preparat. Maka dicari kesesuaian preparat mana
> > dengan kebutuhan pasien pada saat itu. Kemudian ditentukan dosis
> > pemakaiannya. Dibuat range antara 1 hari sampai 40 hari misalnya.
> > Sehingga obat dapat disediakan untuk jangka waktu yang tepat dan
tidak
> > ada yang terbuang. Bahkan seorang penyembuh komplementer dapat
> > "membaca" apakah pasien akan menghabiskan obatnya atau berhenti
> > setengah jalan. Biasanya penyembuh menolak memberikan obat kepada
> > pasien yang "dibaca" tidak akan menghabiskan obat sepanjang masa
> > terapinya. Ia dinilai tidak sungguh-sungguh berniat utnuk sembuh.
Juga
> > ditentukan skala 1 untuk obat kering dalam kapsul atau bubuk, dan
> > skala 2 untuk obat cair yang harus diseduh dengan air panas (rebusan).
> >
> >
> >
> > Dalam pengobatan komplementer masalah "absorbability" obat sangat
> > penting. Mereka yakin bahwa ada semacam "katup-katup" pada dinding
> > usus manusia yang terbuka dan tertutup secara siklikal pada jam-jam
> > tertentu. Maka beberapa obat diberikan selang beberapa saat sebelum
> > makan atau sesudah makan, atau sebelum tidur. Maka mereka membutuhkan
> > informasi semiotik dari tubuh pasien yaitu pada jam-jam berapa
> > tubuhnya akan mampu menyerap ramuan. Di luar jam-jam tersebut maka
> > ramuan itu akan "menumpang lewat" saja dan keluar melalui sistem
buang
> > air besar atau kecil. Untuk itu ditentukan range 1 untuk siang yaitu
> > jam 6.00 pagi sampai jam 6.00 sore dan range 2 yaitu selewat jam 6.00
> > sore sampai 12.00 malam.
> >
> > Dalam masing-masing range ditetapkan skala per jam atau mendetail per
> > menit. Misalnya 15 menit sebelum atau 15 menit sesudah makan.
> >
> > Dalam pengobatan medis hanya ditentukan bahwa obat harus diminum 1
> > sampai 4 kali dalam sehari dan tidak ditentukan jamnya. Sebelum atau
> > sesudah makan tanpa disebutkan berapa menitnya. Mengapa? Karena
mereka
> > tidak mengenal sistem range dan skala seperti itu.
> >
> >
> >
> > Dalam sistem "dekon kompatiologi" penyembuhan komplementer sama
sekali
> > tidak membutuhkan obat sesungguhnya seperti obat paten atau obat
jamu.
> > Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> > menyeimbangan kembali defisiensi tertentu. Misalnya, pasien dengan
> > gangguan maag dilambangkan dengan kelebihan "acid" atau rasa asam.
> > Maka diberikan konternya yaitu perlambang rasa manis atau kalau mau
> > ilmiah "lambang antasid" seperti "sedikit" cairan atau bubuk
> > polisyloxan dsb. Partikel sub-atomik hanya memerlukan "informasi"
> > (baru) atau "memori" (informasi lama) tentang obat tertentu. Ia
> > sesungguhnya tidak membutuhkan obat dalam pengertian fisik yang
> > mutlak. Oleh karena itu kerap kali cukup diberi dengan "air putih"
> > yang dimasukkan afirmasi "memori" atau "informasi" yang dibutuhkan
> > termasuk juga sugestinya.
> >
> >
> >
> > Dengan demikian maka ilmu kedokteran Barat tidak dapat disamakan
> > dengan pengobatan alternatif manapun. Maka memang tepatlah dikatakan
> > bahwa pengobatan alternatif itu sifatnya komplementer. Saling mengisi
> > sifatnya. Apa yang dapat dilakukan oleh kedokteran medis misalnya
> > memberi zat aktif, infusi dan injeksi tidak dapat dan tidak boleh
> > dilakukan oleh pengobatan komplementer. Sebaliknya, apa yang dapat
> > dilakukan oleh penyembuhan komplementer banyak yang tidak mampu
> > dilakukan oleh ilmu medis Barat. Umpamanya kemampuan untuk membaca
> > secara intuitif sinyal semiotik yang dipancarkan oleh tubuh pasien
itu
> > sendiri, terutama bila pasien tersebut tidak dapat atau kehilangan
> > kemampuan berkomunikasi secara verbal. Misalnya, bagaimana mendengar
> > keluhan simtomatik dari seorang bayi, seorang bisu tuli, seorang
> > setengah waras, seorang yang pingsan, seorang autis, seorang yang
> > mengidap amnesia atau "dementia mentis", pikun dsb? Keduanya
> > dibutuhkan tetapi tetap saja metode penyembuhan komplementer sifatnya
> > lebih klasik (sudah eksis sejak zaman purba) dan lebih terjangkau
oleh
> > rakyat kecil terutama di daerah terpencil.
> >
> >
> >
> > Jakarta, 18 Oktober 2007.
> >
> > Cum misericordia et compassione,
> >
> > Mang Iyus
> >
> > Rujukan:
> >
> > 1) "Tugasku Adalah Panggilanku", Buku Kenangan Perayaan 50 th hidup
> > membiara, edisi khusus, hlm. 101,102.
> >
> > 2) ibid. hlm.37.
> >
> > 3) Nigel Hawkes, Neutrino Discovery Could Solve Massive Cosmological
> > Riddle, News America Digital Publishing, June 5, 1958.
> >
> > 4) Core Shamanisme, Wikipedia,
http://en.wikipedia.org/wiki/Core_Shamanism
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Quick file sharing

Send up to 1GB of

files in an IM.

Yahoo! Groups

Cat Zone

Connect w/ others

who love cats.

Yahoo! Groups

Real Food Group

Share recipes

and favorite meals.

.

__,_._,___

[psikologi_transformatif] Re: TENTANG ORISINALITAS (WARNA) PRO TUHANTU, GOTHO, AUDI

syukurlah haute..
ternyata sampeyan tidak buta warna..
he...

salam,
edy
pekalongan

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "hautesurveilance"
<hautesurveilance@...> wrote:
>
> Sebenarnya aku sudah nulis semalam, tapi ketika diposting kok lenyap
> tak berbekas. Soale nulis untuk tuhantu_hantuhan kali ye?
>
> - Bagi Goethe hanya ada 2 warna primer: kuning dan biru
>
> - Fotografi awal punya 3 warna primer: Oranye, Hijau, Violet.
>
> - Warna primer bukanlah properti fundamental dari cahaya namun lebih
> berkaitan dengan respon fisiologis mata pada cahaya.
>
> - Pada dasarnya cahaya adalah spektrum tak berujung dari panjang
> gelombang yang bisa dideteksi oleh mata manusia, sebuah ruang rangsang
> dimensional tak terbatas, namun mata manusia normalnya hanya berisi
> tiga tipe reseptor warna yang disebut sel "cone". Respon pertama
> kebanyakan pada panjang gelombang yang panjang, memuncak pada warna
> kuning. Tipe respon kedua, kebanyakan pada cahaya dari panjang
> gelombang menengah, memuncak pada warna hijau. Tipe ketiga merespon
> panjang gelombang pendek, yaitu warna violet atau "merah" menurut
> Tuhantu_Hantuhan.
>
> - KESIMPULAN: WARNA PRIMER ITU ARBITRER, TIDAK ABSOLUT.
>
> - Sungguh kebetulan sebelum diskusi ini, Pabrik_t, Adyat, Audi, Anwar,
> dan Jeni berkoferensi (konferensi ini sesungguhya aku yang memulai
> tapi harus kutinggalkan karena urusan pekerjaan) tentang "hyle"
> Husserl, dalam sebuah pertanyaan besar, "Adakah yang disebut kualitas
> dalam dirinya sendiri pada suatu benda? Sehingga persepsi adalah
> sebuah dialektika antara pikiran manusia dan kualitas-kualitas benda
> tersebut?"
>
> - Pabrik, dengan mendasarkan doxa bahwa partikel terkecil kehidupan
> lahir dan mati pada saat yang bersamaan dan bahwa 99,99% adalah ruang
> hampa, maka "hyle" tidak ada. "Hyle" tak lebih dari konvensi-konvensi
> yang disuntikan ke suatu benda, dinaturalisasi, sehingga terasa
> sebagai sesuatu yang sudah dari sononya, absolut. Dalam kesempatan itu
> pula pabrik memberikan 2 contoh menarik yang diambil dari How to Know
> God Dheepak: menonton film sambil menaiki kereta yang berjalan cepat,
> sehingga penonton dapat menangkap jeda-jeda gelap di antara
> gambar-gambar, serta bagaimana siput/keong tak mampu melihat
> perpindahan manusia dari titik A ke titik B, sehingga ia melihat si
> manusia itu menghilang dan tiba-tiba berada di titik B.
>
> - AYO DILANJUTKAN, INI MENARIK!
>
>
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "tuhantu_hantuhan"
> <tuhantu_hantuhan@> wrote:
> >
> >
> > Hehehe diskusi tentang orisinal, dll... Kalau aku sih, kita sederhanai
> > dulu: Original, New, Unique itu adalah term-term yg tidak sama.
> >
> > 1. Original (Asli):
> >
> > Misale, merah adalah warna yang ORISINIL. Kenapa? Karena merah adalah
> > warna yang tidak bisa lagi diurai kedalam warna-warna lainnya (Bukan
> > proses cut & fill, tidak seperti warna ungu dalam contoh sebelumnya.)
> > Karena sifatnya yang orisinil inilah maka merah menjadi salah satu
(dari
> > tiga macam warna) yg mendapatkan predikat ½PRIME COLOUR½.
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Real Food Group

Share recipes

and favorite meals

w/ Real Food lovers.

Athletic Edge

A Yahoo! Group

to connect w/ others

about fitness goals.

.

__,_._,___

[psikologi_transformatif] CSFTS : Belajar Naik Sepeda

Belajar Naik Sepeda

Liburan lebaran memang paling asyik bermain-main dengan keponakan di halaman rumah. Seperti saat ini aku menemani bermain dua orang keponakan Yesta dan Tasha. Yesta (4th)  ingin belajar naik sepeda dengan kakak sepupunya Tasha (9th).

Dua sepeda mini sudah dikeluarkan dari dalam rumah, mereka mengendarai masing-masing sepedanya. Pertama kali mencoba naik sepeda mini Yesta berulang kali harus menjejakkan ke dua kakinya ke atas tanah, tapi lantaran keinginannya yang kuat agar bisa mengendarai sepeda, sedikit demi sedikit menjadi lancar. Sepeda melaju dan terhenti kembali.

Anak-anak memang memiliki hasrat mencontoh kakaknya, melihat Tasya sudah mahir bersepeda Yestapun mencontohnya, dia yakin kalau dia mampu berbuat serupa dengan kakaknya.
Beberapa kali dia harus terjatuh, bahkan kendaraannya bertubrukan dengan sepeda kakaknya karena medan lapangan tempat berlatih tidaklah  luas,  jadi mereka berputar-putar saja di depan halaman rumah.

Kembali sepeda terhenti mendadak rupanya Yesta belum mampu mengontrol rem. Setelah  terjatuh dan sepedanya masuk ke rimbunan pepohonan baru Yesta mulai tersadar bahwa dia memang belum bisa mengendarai.

Sambil mencoba kembali, dia memperhatikan kakaknya mengontrol setir, menjaga keseimbangan dan akhirnya Yestapun BISA mengendarai sepeda. Upaya Yesta, berlatih kembali membuahkan hasil, sekarang dirinya sudah terampil bersepeda, proses pembelajaranpun selesai. Beberapa jam telah berlalu, Yesta kini yakin bahwa dirinya sudah mampu mengendarai sepeda.

Derai tawanya menandakan bahwa dia sudah bisa, dan dia memamerkan kebolehannya kepadaku.
Betul apa yang dikatakan Al Quran, �Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali dirinya mau merubahnya�.

-o0o-

Dari gambaran belajar naik sepeda di atas,  merupakan cermin bagaimana kita bisa merubah suatu keinginan menjadi pencapaian 'realitas'. Jika sesuatu mungkin bagi seseorang, maka hal itu mungkin bagi yang lainnya. Dengan catatan, mau belajar, punya semangat tinggi, menunjukkan komitmen untuk tetap berusaha dalam situasi apapun. Aku bertanggung jawab atas pemikiranku.Tidak ada kegagalan, yang ada hanya umpan balik yang kurang tepat. Kegagalan yang dilalui bahkan membuatnya lebih tangguh.

Menurut pepatah China : Kesuksesan datang dari keputusan yang baik -> Keputusan yang baik datang dari penilaian yang tepat -> Penilaian yang tepat diperoleh dari pengalaman -> pengalaman didapat dari penilaian yang buruk.

Yang baik adalah maju terus -> ambil resiko -> Evaluasi -> Selaraskan. Tidak ada kegagalan, hanya umpan balik yang tidak tepat. Selebihnya pasrahkan diri keHadirat Illahi Robbi, agar bekenan merestui usahanya. Jadi kita ini lari dari satu takdir ke takdir yang lain, demikian menurut Imam Ali bin Abi Thalib.

Selamat berjuang merubah nasibmu! Bisnis itu seperti kita belajar  naik sepeda, terkadang untuk melaju kita harus jatuh bangun pada saat belajar mengendarainya.

Salam,
Http://ferrydjajaprana.multiply.com


__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Groups

Endurance Zone

A Yahoo! Group

for better endurance.

Popular Y! Groups

Is your group one?

Check it out and

see.

Health & Fitness

on Yahoo! Groups

Useful info for the

health conscious.

.

__,_._,___

[psikologi_transformatif] Re: (Nanya semiotik itu apa?)Pemetaan (Range and Scale),,

renny,
semiotika itu menurut saya sejenis software penerjemah kode kode
tertentu yang dipasang di pikiran. gunanya untuk memahami pesan di
balik kode kode (sinar ,huruf, gambar, bunyi,dll) jenisnya juga macam
macam.

kalau software yang terpasang diotak saya ini , model Java seri 5.

kalau anda tertarik "java seri 5 " milik saya bisa didownload kalau
and amaen ke pekalongan.

kalau mang iyus pakai model dan seri berapa ,tanya aja langsung ke
orangnya. seri berapa mang ?

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "renny.sinata"
<renny.sinata@...> wrote:
>
> Perkenalkan, saya Renny. Saya kuliah di Fakultas Psikologi
> Universitas Surabaya, semester 3. Sudah tiga bulan saya jadi member
> milis ini. Banyak istilah yang saya enggak ngerti. Kayak
> istilah "semiotik" di tulisan Mang Iyus ini.
>
> Renny bingung dengan penggunaan kata "semiotik". Apa yang 'semiotik'
> ini sama dengan 'simptomatik'?
>
> Oya ini kalimat2 yg ada kata 'semiotik' yang saya ngga ngerti
> maksudnya. Bisa minta tolong dijelaskan?
>
>
> ...infomasi semiotik yang disampaikan oleh fisik pasien
> menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya yang memberikan informasi
> semiotik tertentu.
>
> ....Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
> Informasi yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat
> ditangkap dan dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan
> khusus.
>
> ...Memang ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun
> tidak "mampu memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka
> yang mampu merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu
> menafsirkan makna semiotikanya.
>
> ....Itulah sebabnya mengapa para shaman 4) sudah sejak dari zaman
> dahulu kala mampu memahami makna semiotik seperti itu walaupun
> perkembangan kecerdasan rasional sama sekali masih belum memadai.
>
> ....Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
> tubuh pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 – 110
>
> ...Tentunya dari kemampuan membaca informasi semiotika baik dari
> tubuh pasien itu sendiri maupun dari daun obat.
>
> ....Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> menyeimbangan kembali defisiensi tertentu
>
> ....Sebaliknya, apa yang dapat dilakukan oleh penyembuhan
> komplementer banyak yang tidak mampu dilakukan oleh ilmu medis Barat.
> Umpamanya kemampuan untuk membaca secara intuitif sinyal semiotik
> yang dipancarkan oleh tubuh pasien itu sendiri, terutama bila pasien
> tersebut tidak dapat atau kehilangan kemampuan berkomunikasi secara
> verbal
>
>
>
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Vincent Liong
> <vincentliong@> wrote:
> >
> > Note: forwarded message attached.
> >
> >
> > Send instant messages to your online friends
> http://au.messenger.yahoo.com
> > >
> > >
> > > Pemetaan (Range and Scale)
> > >
> > > Pada Sistem Pengobatan Komplementer
> > >
> > >
> > >
> > > Istilah Pengobatan Komplementer diperkenalkan oleh biarawan
> Bruder
> > > Yanuar Husada, SS.CC. (d/h Jan Heuts) seorang herbalis, tepatnya
> > > "complementary healer" yang memakai media obat-obatan herbal
> khususnya
> > > dedaunan (folium). Pada tanggal 9 September 2007 beliau merayakan
> 50
> > > tahun hidup membiara. Sekaligus dirayakan 25 tahun pengobatan
> > > komplementer dan 5 tahun terakhir dalam naungan suatu lembaga
> yaitu
> > > Yayasan Yanuar Husada.
> > >
> > >
> > >
> > > Komplementer maksudnya bersifat melengkapi. Dengan demikian ia
> tidak
> > > memposisikan metode pengobatannya sebagai sisi lawan daripada
> sistem
> > > pengobatan Barat. Namun demikian tetap saja sifat pengobatannya
> ialah
> > > holistik (menyeluruh) dan subyektif. Holistik : dalam arti hal
> itu
> > > tidak hanya berkaitan dengan matra fisik pasien, tetapi juga
> matra
> > > psikis dan spiritualnya. Subyektif : merujuk pada makna bahwa
> > > pengobatan itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata subyek tersebut
> pada
> > > waktu tertentu dan bukan berlaku untuk semua pasien pada
> sembarang
> > > waktu lainnya.
> > >
> > > Subyektif : juga berarti pengobatan itu mulai dari infomasi
> semiotik
> > > yang disampaikan oleh fisik pasien itu sendiri tentang kekurangan
> atau
> > > disfungsi yang dialaminya. Karena berangkat dari informasi
> semiotik
> > > dari tubuh pasien itu sendiri maka dari seorang penyembuh
> komplementer
> > > seperti bruder Yan mutlak dibutuhkan suatu kepekaan intuisi yang
> mampu
> > > menerima, membaca, serta menafsirkan informasi semiotik tersebut.
> > >
> > >
> > >
> > > Saat seorang pasien datang dengan keluhan simtomatis tertentu
> maka
> > > penyembuh segera mencoba menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya
> yang
> > > memberikan informasi semiotik tertentu. Dari kisah bapak Andri
> > > Kristian pernah datang kepada bruder Yan datang satu keluarga
> dengan
> > > anak bayi yang sakit-sakitan terus dan tidak bisa tidur tenang.
> Kepada
> > > orang tua bayi tersebut alih-alih diberi resep ternyata hanya
> satu
> > > kalimat pada kertas resep yang berbunyi: "Terlalu banyak warna
> merah
> > > di sekitar tempat tidur ." 1)
> > >
> > > Dengan mengubah tata warna di kamar bayi tersebut maka "penyakit"
> aneh
> > > itupun sembuh. Mana mungkin pada pengobatan medis hal seperti itu
> > > dapat terjadi. Kepada bayi tersebut mungkin malah akan diberikan
> obat
> > > penenang supaya ia dapat tidur. Jika terjadi demikian, maka
> kepada
> > > bayi tersebut telah diberikan "racun" yang sebenarnya sama sekali
> > > tidak dibutuhkan oleh tubuh si bayi.
> > >
> > >
> > >
> > > Teori dasar yang dianut oleh penyembuh komplementer ini ialah
> bahwa
> > > "... semua yang ada, yang hidup dan berkembang mengeluarkan
> getaran".
> > > 2) Getaran ini dapat dideteksi oleh mereka yang memiliki kepekaan
> khusus.
> > >
> > > Menurut fisika kuantum tentu penjelasan ini tidak keliru. Setiap
> benda
> > > apapun memiliki sel dan inti sel sub-atomik. Di dalam inti sel
> itu
> > > terdapat getaran dan bukan massa (disebut sebagai non-mass
> neutrino)
> > > 3). Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> > > tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
> Informasi
> > > yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat ditangkap
> dan
> > > dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan khusus.
> Memang
> > > ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun tidak "mampu
> > > memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka yang mampu
> > > merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu
> menafsirkan
> > > makna semiotikanya. Juga karena untuk keperluan itu tidak
> diperlukan
> > > pertama-tama "kecerdasan rasional" (otak kiri) melainkan jenis
> > > kecerdasan yang lain yaitu "kecerdasan intuitif" (otak kanan)
> yang
> > > sifatnya lebih reseptif; daripada aktif mencari solusi sintesis
> dari
> > > pertarungan data tesis dan antitesis. Itulah sebabnya mengapa
> para
> > > shaman 4) sudah sejak dari zaman dahulu kala mampu memahami makna
> > > semiotik seperti itu walaupun perkembangan kecerdasan rasional
> sama
> > > sekali masih belum memadai.
> > >
> > > Ketrampilan ini disebut "radiestesi" yang berasal dari dua kata.
> > > Yaitu, radio yanga artinya "sinar" (rays) atau "getaran"
> dan "estesia"
> > > artinya "merasakan". Seorang "radiesteet" mampu menerima dan
> merasakan
> > > getaran yang dipancarkan oleh suatu benda atau makhluk hidup.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam rangka penyembuhan maka kemampuan untuk mendeteksi
> disfungsi
> > > atau defisiensi pada organ merupakan syarat mutlak. Seorang
> dokter
> > > memiliki alat stethoscope untuk "mendengar" detak jantung, udara
> di
> > > paru-paru atau udara di lambung. "Mendengar" mulainya detak
> jantung
> > > pada saat jantung menguncup (sistolik) dan hilangnya detak
> jantung
> > > pada saat jantung mengendur (diastolik). Dari situ dokter
> menentukan
> > > kondisi seseorang pada skala detak jantung seseorang antara range
> > > angka tertinggi dan angka terendah (umpamanya dari 220 maksimal
> sampai
> > > 50 minimal). Misalnya seorang pasien berada pada skala 150 -- 100
> yang
> > > artinya ia mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah
> tinggi.
> > > Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> > > langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
> tubuh
> > > pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 -- 110 dan
> karena
> > > itu ia terkena hipertensi. Pada zaman dahulu mana mungkin seorang
> > > shaman mempunyai alat yang namanya stethoscope? Tentu saja tidak.
> > > Namun ia mampu pula mengamati "aura" merah muka pasiennya,
> menonjolnya
> > > nadi di pelipis dsb. Maka iapun mungkin akan memberikan
> daun "kumis
> > > kucing" yang bersifat diuretik (bersifat melancarkan kencing)
> kepada
> > > pasiennya sehingga tekanan darahnya menurun. Dari mana datangnya
> > > "kearifan lokal" (local genius) seperti itu? Tentunya dari
> kemampuan
> > > membaca informasi semiotika baik dari tubuh pasien itu sendiri
> maupun
> > > dari daun obat. Kemudian dibaca juga kesesuaian/ keserasian tubuh
> > > pasien dengan jenis ramuan tertentu. Tidak selamanya keduanya
> > > kompatibel. Ada jenis obat yang sama-sama mempunyai unsur
> terapeutik
> > > yang sejalan namun belum tentu tepat untuk pasien tertentu. Dalam
> hal
> > > ini ternyata para dokterpun melakukan terapi secara "trial and
> > > error". Bila pasien tidak cocok dengan jenis preparat tertentu
> maka
> > > pada kunjungan berikutnya obatnya diganti. Sayangnya juga tanpa
> > > kepastian akan kesesuaian antara obat pengganti tersebut dengan
> pasien
> > > yang bersangkutan. Pihak pabrikan di Indonesia belum ada --
> setahu
> > > penulis -- yang pernah melakukan "absorbability test" preparat
> yang
> > > dikeluarkan pabriknya. Belum tentu obat-obat yang diketemukan di
> > > negara Barat pasti sesuai untuk digunakan untuk pasien orang
> lokal di
> > > sini karena perbedaan lingkungan, keunikan etnik, iklim dsb.
> Selain
> > > itu pabrikan lokal juga tidak pernah melakukan "post marketing
> test"
> > > yaitu dengan mengambil sampel secara random di sembarang Apotik
> atau
> > > Toko Obat yang menjual produknya dan kemudian menguji ulang
> khasiat
> > > obat tersebut. Kebanyakan pabrik hanya merasa perlu menyesuaikan
> cara
> > > produksi obatnya sesuai ketentuan DepKes (CPOB). Di luar itu
> segala
> > > test lainnya dianggap sebagai pemborosan uang saja. Jarang ada
> yang
> > > peduli apakah obatnya memang dapat diserap atau tidak oleh para
> > > pemakai obat mereka. Pabrik obat adalah instusi komersial.
> > >
> > >
> > >
> > > Cara menentukan bagian tubuh mana yang membutuhkan perhatian
> dilakukan
> > > dengan menentukan range organ-organ tubuh manusia dengan skala 1
> > > sampai 10, umpamanya. Dalam range itu skala 1 ialah sistem
> peredaran
> > > darah, 2 sistem pernapasan, 3 sistem syaraf, 4 sistem pencernaan
> dan
> > > ekskresi, 6 sistem reproduksi, 7 sistem filtrasi, 8 sistem
> hormon, 9
> > > sistem otot, kulit dan tulang, 10 sistem lain-lainnya. Skala ini
> > > ditentukan berbeda-beda (artinya tidak harus sama) antara seorang
> > > penyembuh dengan lainnya.
> > >
> > > Sebelum memasuki sistem range dan skala ini terlebih dulu
> ditentukan
> > > apakah tubuh mendapat gangguan skala 1 sifatnya internal atau
> skala 2
> > > yaitu eksternal. Gangguan seperti "terlalu banyak warna merah" di
> atas
> > > sifatnya termasuk skala 2. Sehingga tubuh tidak memerlukan
> pengobatan
> > > apapun kecuali "pengaturan kembali" atau harmonisasi warna
> (colour
> > > healing) di kamar bayi tersebut. Umpamanya dengan dominasi warna
> biru
> > > muda yang sejuk sebagai pengganti warna merah. Namun tidak selalu
> > > harus demikian. Bagi anak-anak yang penakut dan tidak bisa tidur
> > > nyenyak karena takut hantu dan sebagainya, justru diperlukan
> dominasi
> > > warna merah di sana.
> > >
> > > Setelah diketemukan sistem organ mana yang membutuhkan penanganan
> > > selanjutnya dibuat range yang baru. Misalnya dalam sistem
> pernapasan
> > > ditentukan range dan skala tersendiri. Mulai dari skala 1 hidung,
> 2
> > > tenggorokan, 3 trachea dan bronchioli, 4 paru-paru kiri, 5 paru-
> paru
> > > kanan, dengan variasi 4a 4b, 5a 5b untuk paru-paru bagian atas
> dan
> > > bawah, dst. Pembuatan skala dapat diteruskan seperlunya misalnya
> > > apakah gangguan itu 1 sifatnya internal atau 2 sifatnya
> eksternal.
> > > Paru-paru luka infeksi (tuberculosis) berbeda dengan paru-paru
> > > kemasukan gas beracun, nikotin, terserang kanker, tumor atau
> jamur.
> > >
> > >
> > >
> > > Tahap selanjutnya ialah menentukan obat yang sesuai dengan
> kebutuhan
> > > tubuh pasien tersebut. Misalnya untuk indikasi penyakit tertentu
> > > terdapat 10 variasi preparat. Maka dicari kesesuaian preparat
> mana
> > > dengan kebutuhan pasien pada saat itu. Kemudian ditentukan dosis
> > > pemakaiannya. Dibuat range antara 1 hari sampai 40 hari misalnya.
> > > Sehingga obat dapat disediakan untuk jangka waktu yang tepat dan
> tidak
> > > ada yang terbuang. Bahkan seorang penyembuh komplementer dapat
> > > "membaca" apakah pasien akan menghabiskan obatnya atau berhenti
> > > setengah jalan. Biasanya penyembuh menolak memberikan obat kepada
> > > pasien yang "dibaca" tidak akan menghabiskan obat sepanjang masa
> > > terapinya. Ia dinilai tidak sungguh-sungguh berniat utnuk sembuh.
> Juga
> > > ditentukan skala 1 untuk obat kering dalam kapsul atau bubuk, dan
> > > skala 2 untuk obat cair yang harus diseduh dengan air panas
> (rebusan).
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam pengobatan komplementer masalah "absorbability" obat sangat
> > > penting. Mereka yakin bahwa ada semacam "katup-katup" pada
> dinding
> > > usus manusia yang terbuka dan tertutup secara siklikal pada jam-
> jam
> > > tertentu. Maka beberapa obat diberikan selang beberapa saat
> sebelum
> > > makan atau sesudah makan, atau sebelum tidur. Maka mereka
> membutuhkan
> > > informasi semiotik dari tubuh pasien yaitu pada jam-jam berapa
> > > tubuhnya akan mampu menyerap ramuan. Di luar jam-jam tersebut
> maka
> > > ramuan itu akan "menumpang lewat" saja dan keluar melalui sistem
> buang
> > > air besar atau kecil. Untuk itu ditentukan range 1 untuk siang
> yaitu
> > > jam 6.00 pagi sampai jam 6.00 sore dan range 2 yaitu selewat jam
> 6.00
> > > sore sampai 12.00 malam.
> > >
> > > Dalam masing-masing range ditetapkan skala per jam atau mendetail
> per
> > > menit. Misalnya 15 menit sebelum atau 15 menit sesudah makan.
> > >
> > > Dalam pengobatan medis hanya ditentukan bahwa obat harus diminum
> 1
> > > sampai 4 kali dalam sehari dan tidak ditentukan jamnya. Sebelum
> atau
> > > sesudah makan tanpa disebutkan berapa menitnya. Mengapa? Karena
> mereka
> > > tidak mengenal sistem range dan skala seperti itu.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam sistem "dekon kompatiologi" penyembuhan komplementer sama
> sekali
> > > tidak membutuhkan obat sesungguhnya seperti obat paten atau obat
> jamu.
> > > Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> > > menyeimbangan kembali defisiensi tertentu. Misalnya, pasien
> dengan
> > > gangguan maag dilambangkan dengan kelebihan "acid" atau rasa
> asam.
> > > Maka diberikan konternya yaitu perlambang rasa manis atau kalau
> mau
> > > ilmiah "lambang antasid" seperti "sedikit" cairan atau bubuk
> > > polisyloxan dsb. Partikel sub-atomik hanya memerlukan "informasi"
> > > (baru) atau "memori" (informasi lama) tentang obat tertentu. Ia
> > > sesungguhnya tidak membutuhkan obat dalam pengertian fisik yang
> > > mutlak. Oleh karena itu kerap kali cukup diberi dengan "air
> putih"
> > > yang dimasukkan afirmasi "memori" atau "informasi" yang
> dibutuhkan
> > > termasuk juga sugestinya.
> > >
> > >
> > >
> > > Dengan demikian maka ilmu kedokteran Barat tidak dapat disamakan
> > > dengan pengobatan alternatif manapun. Maka memang tepatlah
> dikatakan
> > > bahwa pengobatan alternatif itu sifatnya komplementer. Saling
> mengisi
> > > sifatnya. Apa yang dapat dilakukan oleh kedokteran medis misalnya
> > > memberi zat aktif, infusi dan injeksi tidak dapat dan tidak boleh
> > > dilakukan oleh pengobatan komplementer. Sebaliknya, apa yang
> dapat
> > > dilakukan oleh penyembuhan komplementer banyak yang tidak mampu
> > > dilakukan oleh ilmu medis Barat. Umpamanya kemampuan untuk
> membaca
> > > secara intuitif sinyal semiotik yang dipancarkan oleh tubuh
> pasien itu
> > > sendiri, terutama bila pasien tersebut tidak dapat atau
> kehilangan
> > > kemampuan berkomunikasi secara verbal. Misalnya, bagaimana
> mendengar
> > > keluhan simtomatik dari seorang bayi, seorang bisu tuli, seorang
> > > setengah waras, seorang yang pingsan, seorang autis, seorang yang
> > > mengidap amnesia atau "dementia mentis", pikun dsb? Keduanya
> > > dibutuhkan tetapi tetap saja metode penyembuhan komplementer
> sifatnya
> > > lebih klasik (sudah eksis sejak zaman purba) dan lebih terjangkau
> oleh
> > > rakyat kecil terutama di daerah terpencil.
> > >
> > >
> > >
> > > Jakarta, 18 Oktober 2007.
> > >
> > > Cum misericordia et compassione,
> > >
> > > Mang Iyus
> > >
> > > Rujukan:
> > >
> > > 1) "Tugasku Adalah Panggilanku", Buku Kenangan Perayaan 50 th
> hidup
> > > membiara, edisi khusus, hlm. 101,102.
> > >
> > > 2) ibid. hlm.37.
> > >
> > > 3) Nigel Hawkes, Neutrino Discovery Could Solve Massive
> Cosmological
> > > Riddle, News America Digital Publishing, June 5, 1958.
> > >
> > > 4) Core Shamanisme, Wikipedia,
> http://en.wikipedia.org/wiki/Core_Shamanism
> > >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Shedding Pounds

on Yahoo! Groups

Read sucess stories

& share your own.

Dog Zone

on Yahoo! Groups

Join a Group

all about dogs.

Official Samsung

Yahoo! Group for

supporting your

HDTVs and devices.

.

__,_._,___

[psikologi_transformatif] Re: (Nanya semiotik itu apa?)Pemetaan (Range and Scale),,

renny,
semiotika itu menurut saya sejenis software penerjemah kode kode
tertentu yang dipasang di pikiran. gunanya untuk memahami pesan di
balik kode kode (sinar ,huruf, gambar, bunyi,dll) jenisnya juga macam
macam.

kalau software yang terpasang diotak saya ini , model Java seri 5.

kalau anda tertarik "java seri 5 " milik saya bisa didownload kalau
and amaen ke pekalongan.

kalau mang iyus pakai model dan seri berapa ,tanya aja langsung ke
orangnya. seri berapa mang ?

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "renny.sinata"
<renny.sinata@...> wrote:
>
> Perkenalkan, saya Renny. Saya kuliah di Fakultas Psikologi
> Universitas Surabaya, semester 3. Sudah tiga bulan saya jadi member
> milis ini. Banyak istilah yang saya enggak ngerti. Kayak
> istilah "semiotik" di tulisan Mang Iyus ini.
>
> Renny bingung dengan penggunaan kata "semiotik". Apa yang 'semiotik'
> ini sama dengan 'simptomatik'?
>
> Oya ini kalimat2 yg ada kata 'semiotik' yang saya ngga ngerti
> maksudnya. Bisa minta tolong dijelaskan?
>
>
> ...infomasi semiotik yang disampaikan oleh fisik pasien
> menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya yang memberikan informasi
> semiotik tertentu.
>
> ....Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
> Informasi yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat
> ditangkap dan dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan
> khusus.
>
> ...Memang ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun
> tidak "mampu memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka
> yang mampu merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu
> menafsirkan makna semiotikanya.
>
> ....Itulah sebabnya mengapa para shaman 4) sudah sejak dari zaman
> dahulu kala mampu memahami makna semiotik seperti itu walaupun
> perkembangan kecerdasan rasional sama sekali masih belum memadai.
>
> ....Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
> tubuh pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 – 110
>
> ...Tentunya dari kemampuan membaca informasi semiotika baik dari
> tubuh pasien itu sendiri maupun dari daun obat.
>
> ....Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> menyeimbangan kembali defisiensi tertentu
>
> ....Sebaliknya, apa yang dapat dilakukan oleh penyembuhan
> komplementer banyak yang tidak mampu dilakukan oleh ilmu medis Barat.
> Umpamanya kemampuan untuk membaca secara intuitif sinyal semiotik
> yang dipancarkan oleh tubuh pasien itu sendiri, terutama bila pasien
> tersebut tidak dapat atau kehilangan kemampuan berkomunikasi secara
> verbal
>
>
>
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Vincent Liong
> <vincentliong@> wrote:
> >
> > Note: forwarded message attached.
> >
> >
> > Send instant messages to your online friends
> http://au.messenger.yahoo.com
> > >
> > >
> > > Pemetaan (Range and Scale)
> > >
> > > Pada Sistem Pengobatan Komplementer
> > >
> > >
> > >
> > > Istilah Pengobatan Komplementer diperkenalkan oleh biarawan
> Bruder
> > > Yanuar Husada, SS.CC. (d/h Jan Heuts) seorang herbalis, tepatnya
> > > "complementary healer" yang memakai media obat-obatan herbal
> khususnya
> > > dedaunan (folium). Pada tanggal 9 September 2007 beliau merayakan
> 50
> > > tahun hidup membiara. Sekaligus dirayakan 25 tahun pengobatan
> > > komplementer dan 5 tahun terakhir dalam naungan suatu lembaga
> yaitu
> > > Yayasan Yanuar Husada.
> > >
> > >
> > >
> > > Komplementer maksudnya bersifat melengkapi. Dengan demikian ia
> tidak
> > > memposisikan metode pengobatannya sebagai sisi lawan daripada
> sistem
> > > pengobatan Barat. Namun demikian tetap saja sifat pengobatannya
> ialah
> > > holistik (menyeluruh) dan subyektif. Holistik : dalam arti hal
> itu
> > > tidak hanya berkaitan dengan matra fisik pasien, tetapi juga
> matra
> > > psikis dan spiritualnya. Subyektif : merujuk pada makna bahwa
> > > pengobatan itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata subyek tersebut
> pada
> > > waktu tertentu dan bukan berlaku untuk semua pasien pada
> sembarang
> > > waktu lainnya.
> > >
> > > Subyektif : juga berarti pengobatan itu mulai dari infomasi
> semiotik
> > > yang disampaikan oleh fisik pasien itu sendiri tentang kekurangan
> atau
> > > disfungsi yang dialaminya. Karena berangkat dari informasi
> semiotik
> > > dari tubuh pasien itu sendiri maka dari seorang penyembuh
> komplementer
> > > seperti bruder Yan mutlak dibutuhkan suatu kepekaan intuisi yang
> mampu
> > > menerima, membaca, serta menafsirkan informasi semiotik tersebut.
> > >
> > >
> > >
> > > Saat seorang pasien datang dengan keluhan simtomatis tertentu
> maka
> > > penyembuh segera mencoba menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya
> yang
> > > memberikan informasi semiotik tertentu. Dari kisah bapak Andri
> > > Kristian pernah datang kepada bruder Yan datang satu keluarga
> dengan
> > > anak bayi yang sakit-sakitan terus dan tidak bisa tidur tenang.
> Kepada
> > > orang tua bayi tersebut alih-alih diberi resep ternyata hanya
> satu
> > > kalimat pada kertas resep yang berbunyi: "Terlalu banyak warna
> merah
> > > di sekitar tempat tidur ." 1)
> > >
> > > Dengan mengubah tata warna di kamar bayi tersebut maka "penyakit"
> aneh
> > > itupun sembuh. Mana mungkin pada pengobatan medis hal seperti itu
> > > dapat terjadi. Kepada bayi tersebut mungkin malah akan diberikan
> obat
> > > penenang supaya ia dapat tidur. Jika terjadi demikian, maka
> kepada
> > > bayi tersebut telah diberikan "racun" yang sebenarnya sama sekali
> > > tidak dibutuhkan oleh tubuh si bayi.
> > >
> > >
> > >
> > > Teori dasar yang dianut oleh penyembuh komplementer ini ialah
> bahwa
> > > "... semua yang ada, yang hidup dan berkembang mengeluarkan
> getaran".
> > > 2) Getaran ini dapat dideteksi oleh mereka yang memiliki kepekaan
> khusus.
> > >
> > > Menurut fisika kuantum tentu penjelasan ini tidak keliru. Setiap
> benda
> > > apapun memiliki sel dan inti sel sub-atomik. Di dalam inti sel
> itu
> > > terdapat getaran dan bukan massa (disebut sebagai non-mass
> neutrino)
> > > 3). Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> > > tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
> Informasi
> > > yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat ditangkap
> dan
> > > dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan khusus.
> Memang
> > > ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun tidak "mampu
> > > memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka yang mampu
> > > merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu
> menafsirkan
> > > makna semiotikanya. Juga karena untuk keperluan itu tidak
> diperlukan
> > > pertama-tama "kecerdasan rasional" (otak kiri) melainkan jenis
> > > kecerdasan yang lain yaitu "kecerdasan intuitif" (otak kanan)
> yang
> > > sifatnya lebih reseptif; daripada aktif mencari solusi sintesis
> dari
> > > pertarungan data tesis dan antitesis. Itulah sebabnya mengapa
> para
> > > shaman 4) sudah sejak dari zaman dahulu kala mampu memahami makna
> > > semiotik seperti itu walaupun perkembangan kecerdasan rasional
> sama
> > > sekali masih belum memadai.
> > >
> > > Ketrampilan ini disebut "radiestesi" yang berasal dari dua kata.
> > > Yaitu, radio yanga artinya "sinar" (rays) atau "getaran"
> dan "estesia"
> > > artinya "merasakan". Seorang "radiesteet" mampu menerima dan
> merasakan
> > > getaran yang dipancarkan oleh suatu benda atau makhluk hidup.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam rangka penyembuhan maka kemampuan untuk mendeteksi
> disfungsi
> > > atau defisiensi pada organ merupakan syarat mutlak. Seorang
> dokter
> > > memiliki alat stethoscope untuk "mendengar" detak jantung, udara
> di
> > > paru-paru atau udara di lambung. "Mendengar" mulainya detak
> jantung
> > > pada saat jantung menguncup (sistolik) dan hilangnya detak
> jantung
> > > pada saat jantung mengendur (diastolik). Dari situ dokter
> menentukan
> > > kondisi seseorang pada skala detak jantung seseorang antara range
> > > angka tertinggi dan angka terendah (umpamanya dari 220 maksimal
> sampai
> > > 50 minimal). Misalnya seorang pasien berada pada skala 150 -- 100
> yang
> > > artinya ia mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah
> tinggi.
> > > Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> > > langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
> tubuh
> > > pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 -- 110 dan
> karena
> > > itu ia terkena hipertensi. Pada zaman dahulu mana mungkin seorang
> > > shaman mempunyai alat yang namanya stethoscope? Tentu saja tidak.
> > > Namun ia mampu pula mengamati "aura" merah muka pasiennya,
> menonjolnya
> > > nadi di pelipis dsb. Maka iapun mungkin akan memberikan
> daun "kumis
> > > kucing" yang bersifat diuretik (bersifat melancarkan kencing)
> kepada
> > > pasiennya sehingga tekanan darahnya menurun. Dari mana datangnya
> > > "kearifan lokal" (local genius) seperti itu? Tentunya dari
> kemampuan
> > > membaca informasi semiotika baik dari tubuh pasien itu sendiri
> maupun
> > > dari daun obat. Kemudian dibaca juga kesesuaian/ keserasian tubuh
> > > pasien dengan jenis ramuan tertentu. Tidak selamanya keduanya
> > > kompatibel. Ada jenis obat yang sama-sama mempunyai unsur
> terapeutik
> > > yang sejalan namun belum tentu tepat untuk pasien tertentu. Dalam
> hal
> > > ini ternyata para dokterpun melakukan terapi secara "trial and
> > > error". Bila pasien tidak cocok dengan jenis preparat tertentu
> maka
> > > pada kunjungan berikutnya obatnya diganti. Sayangnya juga tanpa
> > > kepastian akan kesesuaian antara obat pengganti tersebut dengan
> pasien
> > > yang bersangkutan. Pihak pabrikan di Indonesia belum ada --
> setahu
> > > penulis -- yang pernah melakukan "absorbability test" preparat
> yang
> > > dikeluarkan pabriknya. Belum tentu obat-obat yang diketemukan di
> > > negara Barat pasti sesuai untuk digunakan untuk pasien orang
> lokal di
> > > sini karena perbedaan lingkungan, keunikan etnik, iklim dsb.
> Selain
> > > itu pabrikan lokal juga tidak pernah melakukan "post marketing
> test"
> > > yaitu dengan mengambil sampel secara random di sembarang Apotik
> atau
> > > Toko Obat yang menjual produknya dan kemudian menguji ulang
> khasiat
> > > obat tersebut. Kebanyakan pabrik hanya merasa perlu menyesuaikan
> cara
> > > produksi obatnya sesuai ketentuan DepKes (CPOB). Di luar itu
> segala
> > > test lainnya dianggap sebagai pemborosan uang saja. Jarang ada
> yang
> > > peduli apakah obatnya memang dapat diserap atau tidak oleh para
> > > pemakai obat mereka. Pabrik obat adalah instusi komersial.
> > >
> > >
> > >
> > > Cara menentukan bagian tubuh mana yang membutuhkan perhatian
> dilakukan
> > > dengan menentukan range organ-organ tubuh manusia dengan skala 1
> > > sampai 10, umpamanya. Dalam range itu skala 1 ialah sistem
> peredaran
> > > darah, 2 sistem pernapasan, 3 sistem syaraf, 4 sistem pencernaan
> dan
> > > ekskresi, 6 sistem reproduksi, 7 sistem filtrasi, 8 sistem
> hormon, 9
> > > sistem otot, kulit dan tulang, 10 sistem lain-lainnya. Skala ini
> > > ditentukan berbeda-beda (artinya tidak harus sama) antara seorang
> > > penyembuh dengan lainnya.
> > >
> > > Sebelum memasuki sistem range dan skala ini terlebih dulu
> ditentukan
> > > apakah tubuh mendapat gangguan skala 1 sifatnya internal atau
> skala 2
> > > yaitu eksternal. Gangguan seperti "terlalu banyak warna merah" di
> atas
> > > sifatnya termasuk skala 2. Sehingga tubuh tidak memerlukan
> pengobatan
> > > apapun kecuali "pengaturan kembali" atau harmonisasi warna
> (colour
> > > healing) di kamar bayi tersebut. Umpamanya dengan dominasi warna
> biru
> > > muda yang sejuk sebagai pengganti warna merah. Namun tidak selalu
> > > harus demikian. Bagi anak-anak yang penakut dan tidak bisa tidur
> > > nyenyak karena takut hantu dan sebagainya, justru diperlukan
> dominasi
> > > warna merah di sana.
> > >
> > > Setelah diketemukan sistem organ mana yang membutuhkan penanganan
> > > selanjutnya dibuat range yang baru. Misalnya dalam sistem
> pernapasan
> > > ditentukan range dan skala tersendiri. Mulai dari skala 1 hidung,
> 2
> > > tenggorokan, 3 trachea dan bronchioli, 4 paru-paru kiri, 5 paru-
> paru
> > > kanan, dengan variasi 4a 4b, 5a 5b untuk paru-paru bagian atas
> dan
> > > bawah, dst. Pembuatan skala dapat diteruskan seperlunya misalnya
> > > apakah gangguan itu 1 sifatnya internal atau 2 sifatnya
> eksternal.
> > > Paru-paru luka infeksi (tuberculosis) berbeda dengan paru-paru
> > > kemasukan gas beracun, nikotin, terserang kanker, tumor atau
> jamur.
> > >
> > >
> > >
> > > Tahap selanjutnya ialah menentukan obat yang sesuai dengan
> kebutuhan
> > > tubuh pasien tersebut. Misalnya untuk indikasi penyakit tertentu
> > > terdapat 10 variasi preparat. Maka dicari kesesuaian preparat
> mana
> > > dengan kebutuhan pasien pada saat itu. Kemudian ditentukan dosis
> > > pemakaiannya. Dibuat range antara 1 hari sampai 40 hari misalnya.
> > > Sehingga obat dapat disediakan untuk jangka waktu yang tepat dan
> tidak
> > > ada yang terbuang. Bahkan seorang penyembuh komplementer dapat
> > > "membaca" apakah pasien akan menghabiskan obatnya atau berhenti
> > > setengah jalan. Biasanya penyembuh menolak memberikan obat kepada
> > > pasien yang "dibaca" tidak akan menghabiskan obat sepanjang masa
> > > terapinya. Ia dinilai tidak sungguh-sungguh berniat utnuk sembuh.
> Juga
> > > ditentukan skala 1 untuk obat kering dalam kapsul atau bubuk, dan
> > > skala 2 untuk obat cair yang harus diseduh dengan air panas
> (rebusan).
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam pengobatan komplementer masalah "absorbability" obat sangat
> > > penting. Mereka yakin bahwa ada semacam "katup-katup" pada
> dinding
> > > usus manusia yang terbuka dan tertutup secara siklikal pada jam-
> jam
> > > tertentu. Maka beberapa obat diberikan selang beberapa saat
> sebelum
> > > makan atau sesudah makan, atau sebelum tidur. Maka mereka
> membutuhkan
> > > informasi semiotik dari tubuh pasien yaitu pada jam-jam berapa
> > > tubuhnya akan mampu menyerap ramuan. Di luar jam-jam tersebut
> maka
> > > ramuan itu akan "menumpang lewat" saja dan keluar melalui sistem
> buang
> > > air besar atau kecil. Untuk itu ditentukan range 1 untuk siang
> yaitu
> > > jam 6.00 pagi sampai jam 6.00 sore dan range 2 yaitu selewat jam
> 6.00
> > > sore sampai 12.00 malam.
> > >
> > > Dalam masing-masing range ditetapkan skala per jam atau mendetail
> per
> > > menit. Misalnya 15 menit sebelum atau 15 menit sesudah makan.
> > >
> > > Dalam pengobatan medis hanya ditentukan bahwa obat harus diminum
> 1
> > > sampai 4 kali dalam sehari dan tidak ditentukan jamnya. Sebelum
> atau
> > > sesudah makan tanpa disebutkan berapa menitnya. Mengapa? Karena
> mereka
> > > tidak mengenal sistem range dan skala seperti itu.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam sistem "dekon kompatiologi" penyembuhan komplementer sama
> sekali
> > > tidak membutuhkan obat sesungguhnya seperti obat paten atau obat
> jamu.
> > > Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> > > menyeimbangan kembali defisiensi tertentu. Misalnya, pasien
> dengan
> > > gangguan maag dilambangkan dengan kelebihan "acid" atau rasa
> asam.
> > > Maka diberikan konternya yaitu perlambang rasa manis atau kalau
> mau
> > > ilmiah "lambang antasid" seperti "sedikit" cairan atau bubuk
> > > polisyloxan dsb. Partikel sub-atomik hanya memerlukan "informasi"
> > > (baru) atau "memori" (informasi lama) tentang obat tertentu. Ia
> > > sesungguhnya tidak membutuhkan obat dalam pengertian fisik yang
> > > mutlak. Oleh karena itu kerap kali cukup diberi dengan "air
> putih"
> > > yang dimasukkan afirmasi "memori" atau "informasi" yang
> dibutuhkan
> > > termasuk juga sugestinya.
> > >
> > >
> > >
> > > Dengan demikian maka ilmu kedokteran Barat tidak dapat disamakan
> > > dengan pengobatan alternatif manapun. Maka memang tepatlah
> dikatakan
> > > bahwa pengobatan alternatif itu sifatnya komplementer. Saling
> mengisi
> > > sifatnya. Apa yang dapat dilakukan oleh kedokteran medis misalnya
> > > memberi zat aktif, infusi dan injeksi tidak dapat dan tidak boleh
> > > dilakukan oleh pengobatan komplementer. Sebaliknya, apa yang
> dapat
> > > dilakukan oleh penyembuhan komplementer banyak yang tidak mampu
> > > dilakukan oleh ilmu medis Barat. Umpamanya kemampuan untuk
> membaca
> > > secara intuitif sinyal semiotik yang dipancarkan oleh tubuh
> pasien itu
> > > sendiri, terutama bila pasien tersebut tidak dapat atau
> kehilangan
> > > kemampuan berkomunikasi secara verbal. Misalnya, bagaimana
> mendengar
> > > keluhan simtomatik dari seorang bayi, seorang bisu tuli, seorang
> > > setengah waras, seorang yang pingsan, seorang autis, seorang yang
> > > mengidap amnesia atau "dementia mentis", pikun dsb? Keduanya
> > > dibutuhkan tetapi tetap saja metode penyembuhan komplementer
> sifatnya
> > > lebih klasik (sudah eksis sejak zaman purba) dan lebih terjangkau
> oleh
> > > rakyat kecil terutama di daerah terpencil.
> > >
> > >
> > >
> > > Jakarta, 18 Oktober 2007.
> > >
> > > Cum misericordia et compassione,
> > >
> > > Mang Iyus
> > >
> > > Rujukan:
> > >
> > > 1) "Tugasku Adalah Panggilanku", Buku Kenangan Perayaan 50 th
> hidup
> > > membiara, edisi khusus, hlm. 101,102.
> > >
> > > 2) ibid. hlm.37.
> > >
> > > 3) Nigel Hawkes, Neutrino Discovery Could Solve Massive
> Cosmological
> > > Riddle, News America Digital Publishing, June 5, 1958.
> > >
> > > 4) Core Shamanisme, Wikipedia,
> http://en.wikipedia.org/wiki/Core_Shamanism
> > >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Yahoo! Groups

Be a Better Planet

Share with others

Help the Planet.

Endurance Zone

A Fitness Group

about overall

better endurance.

.

__,_._,___