Senin, 01 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Balasan: Ave Maria--donny

Selamat siang mas Manekke,
 
Saya juga senang diskusi bisa berjalan seperti ini.
Peace and blessings to you and yours.
 
Yesus memang Tuhan atau tepatnya Tuan karena kalau di terjemahan bahasa Inggris (mis NIV) kata "Tuhan" itu dari kata Lord, greeknya Kurios. Allah menjadikan Yesus sebagai Tuhan, sebagai Tuan (Lord).
 
Maaf, kutipan ayat ini untuk menunjukkan saja, (bukan utk perang ayat), kita bisa lihat penggunaan kata Allah dan Tuhan (atau God dan Lord) disaat yang bersamaan :
 --------------------------------------
http://www.biblegateway.com/
Acts 2:36 (NIV)
Copyright © 1973, 1978, 1984 by International Bible Society
 
 36"Therefore let all Israel be assured of this: God has made this Jesus, whom you crucified, both Lord and Christ."
-----------------------
2 Corinthians 1:3 (NIV)
Copyright © 1973, 1978, 1984 by International Bible Society
 
The God of All Comfort
 
3Praise be to the God and Father of our Lord Jesus Christ, the Father of compassion and the God of all comfort,
------------------------------
 
Lord, Tuan, Pemimpin.
 
Yesus katakan apa yang diajarkannya, apa-apa yang disampaikannya adalah apa-apa yang didengarnya dari Allah, dari BapaNya , bukan hanya what to say-nya tapi juga  how to say -nya, sehingga dalam pemahaman saya, menuhankan Yesus, atau men-tuankan Yesus itu sama dengan men-tuankan Allah. Yesus mengajarkan kasih karena Allah mengajar Dia/memberitahukan Dia demikian. Allah bicara dan bertindak melalui Yesus, AnakNya.
 
Di bagian lain Yesus katakan Dia tidak bisa berbuat apa-apa dari diriNya sendiri. Pekerjaannya adalah pekerjaan Bapa yang terjadi melalui Dia (heal the sick, cleanse the leppers, raise the dead, expell demons)
 
Dia adalah pemimpin yang memimpin berdasarkan kuasa yang diterimaNya dari BapaNya dari AllahNya.
 
Kristus, Christ.
 
Christ, annointed, literalnya pouring one's head with oil as a sign of Divine approval.  Dia dipilih AllahNya untuk melakukan karya Allah, karya penyelamatan Allah (Yoh 3:16).
 
Melalui Yesus, Allah menyatakan diriNya, menyatakan His True nature yakni menyelamatkan. God saves. Melalui Yesus, Allah menyatakan motifnya yakni mencari dan menyelamatkan yang hilang (orang berdosa), Yoh 3:16. Memberi kehidupan yang kekal dan berkelimpahan pada pendosa yang mau berbalik arah (repent, repare, berbalik 180 derajat).
 
Allah tidak menghendaki kematian (spiritual) manusia.  Pendosa sudah binasa atau berada dalam kebinasaan dengan terpisah dari Allah yang adalah kehidupan itu sendiri. Analoginya sama dengan orang yang menolak untuk bernafas (nafas=hidup). Tanpa diapa-apain pun orang yang menolak bernafas akan mati dengan sendirinya.
 
Perihal hakekat atau esensi :
 
Allah dan Yesus adalah sehakekat, se-esensi.
Seperti halnya saya dan anak fisikal saya, tubuh fisik kami se-esensi, sama-sama tubuh fisik manusia,  tapi saya ya saya, anak saya ya anak saya. Secara fisikal saya adalah bapak dari anak saya, tapi secara roh hanya ada satu Bapa, yakni Allah, Bapa yang disurga. Secara roh,  saya dan anak saya sama statusnya, sama-sama anak. 
 
Allah adalah Roh (Yoh 4:24), Yesus adalah Roh (Yoh 1:1, Fil 2:6) dan manusia adalah roh (roh nya saya kasih huruf kecil) utk memudahkan saja. Saya dan mas Manekke adalah roh yang sementara ini berada dalam tubuh fisik/memiliki tubuh fisik.
 
Tentunya, yang sehakekatlah yang bisa menyatu, yang bisa 'ngumpul. (Lihat Yoh 14:23).
 
Roh menyatu dengan roh.
 
Yesus memberi perumpamaan pengantin laki-laki dan perempuan. Dia dan manusia yang mengasihiNya. Analogi itu menggambarkan kesamaan esensi, dan ketika kita sambungkan dengan statement Yesus : "The Father and I are one", maka kita semua (manusia yg mau percaya) akan bisa kembali berkumpul dengan Allah, karena kita se-esensi (lihat perumpamaan anak yang hilang). Lihat juga Kej 1:26.
 
Dan ketika sudah menyatu... well, sebagaimana yang Yesus katakan : Bapa telah memberiNya segala kuasa di bumi dan di surga (Mat 28).
 
Perihal Polytheisme
 
Akan benar menjadi polytheisme yakni kalau Yesus  tidak bilang : "The Father is Greater than I", ketika Yesus tidak bilang "AllahKu" kepada Maria Magdalena,  ketika Yesus tidak berteriak di kayu salib : AllahKu, AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku".  
 
Namun Yesus mengatakan "The Father is greater than I", dan kepada Maria Magdalena dia katakan : "AllahKu".
 
Artinya pegikut Yesus  bukan polytheist. Allah itu Esa.
 
Apakah semua manusia adalah Allah sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu anggota milis ini ? ya tidak lah. Allah Esa. Manusia itu anak-anak Allah. Kalaupun mau "ditolerir" maka manusia adalah "Allah", pake tanda kutip. :-)
 
Memahaminya seperti yang saya lakukan sbb :
Allah menolong, ketika ada manusia yang menolong manusia lainnya maka si manusia yang menolong itu bisa dilihat sebagai Allah, walau in reality dia bukan Allah.  Manusia adalah "Allah".
 
Kenapa mesti ada Yesus segala sih ?
 
Lah ini iman, bagi saya, deskripsi Allah yang saya imani adalah deskripsi yang saya lihat dari pengajaran dan tindakan Yesus Kristus. Allah yang hanya memberkati manusia. Allah yang tidak mengutuk manusia, Allah yang tidak parsial, loves all even sinners, Allah yang tidak membinasakan manusia berdosa tapi malah hendak menyelamatkan manusia.
 
Hal ini membuat mereka (Allah dan Yesus :-)) jadi satu paket. Dan menyatukan mereka 'ndak mesti membuat saya menyamakan Yesus sebagai Allah.
 
Saya menghubungi Allah, berdoa pada Allah yakni Allah yang saya kenal dan sembah melalui Yesus Kristus.
 
Shalom,
Donny KN
 


pradita@telus.net wrote:
Saya sangat senang membaca paparan Mas Donny yang jernih dan lugas. Perbedaan
tafsir antara saya dan Anda, meski tak terhapuskan, dapat didiskusikan dengan
perspektif yang jelas dari masing-masing pihak. Juga tak ada apriori antipati,
apalagai label-label seperti "asbun" segala. Inilah gunanya milis bagi saya.
Kita bisa tukar pikiran dan saling memperkaya. Sayang ada yang berilusi bahwa
milis ini cuma untuk mengutarakan pendapat diri sendiri, dan ketika direspond
orang lain, langsung ngamuk dan melakukan labeling pada orang itu.

Para pengikut Kristus pada masa-masa awal Kristianitas, seperti Paulus dan
Petrus, kerap menyebut Yesus sebagai Tuhan. Ini bisa dengan mudah dijumpai
dalam surat-surat Paulus kepada pelbagai jemaat dan juga dalam kisah-kisah para
rasul (sengaja saya tak mau kutipkan ayat-ayat untuk mencegah jangan sampai
terjadi perang ayat yang sempat dikomplain beberapa miliser sebelumnya). Jika
Yesus yang disebut Tuhan ini tidak identik dengan Allah, maka tak ada
kemungkinan lain kecuali menyimpulkan bahwa Kristianitas adalah politeistik,
bukan monoteistik seperti klaim resmi selama ini.

Dogma Trinitas bukan monopoli gereja Katolik, tetapi juga dianut oleh kaum
Protestan mainstream, seperti Lutheran dan Presbyterian. Dogma ini menekankan
ketiritunggalan hakikat Allah, yang secara literal terkesan politeistik tapi
secara esensi adalah monoteistik. Itu sebabnya saya masih belum bisa menerima
bahwa iman Kristiani tidak berpijak pada keyakinan bahwa Yesus adalah Tuhan,
dan dengan demikian, ia adalah unsur Ilahi.

Kita punya perbedaan pandang secara cukup mendasar, tapi jika sudut pandang Mas
Donny yang dipakai, maka saya bisa mengerti kenapa ada pembedaan antara Yesus
sebagai Yesus dan Allah sebagai Allah. Sementara bagi saya, Yesus adalah
pemanusiaan yang Ilahi, atau kadang disebut sebagai anthropomorfisasi yang
Ilahi.

Terima kasih atas kesediaan Mas Donny untuk nimbrung dan memperkaya diskusi
yang nyaris bubar sebelum sempat berkembang ini, gara-gara si pencetus terlalu
mabuk untuk bisa melakukan follow up dengan cara sejernih Anda.

manneke

Quoting don kenow <donkenow@yahoo.co.id>:

> Selamat siang mas Manekke,
>
> Kalau kata "kristen" diartikan sebagai pengikut Yesus (bukan mengacu pada
> agama, agama kristen) maka salah satu contoh kristen tersebut ya saya :-).
> Kristen lainnya adalah beberapa teman saya di Amerika, yang tergabung di
> First Century Christian, alamatnya di 5603 Holton Ln. Temple Hills, MD.
>
> Contoh lainnya adalah apostle Petrus dkk, Santo Petrus dkk, murid2 awal,
> first century christians. :-)
>
> Di Indonesia saya belum pernah ketemu yang persis sama. Tadinya saya pikir
> GKRI Diaspora, ternyata tidak. Sepertinya Kemah Abraham-nya Pdt. Yusuf Rony
> begitu, tapi belum jelas juga, saya belum ketemu lagi sama dia sejak dia
> pisah dari GKRI Diaspora.
>
> Saya bukan pengikut Arius, JW, Advent atau Unitarian. Ada perbedaan2 yang
> signifikan antara iman saya dengan mereka, bisa saya jelaskan, tapi bisa
> kepanjangan, kalo minat per Japri saja.
>
> Perihal ayat2, saya sudah melakukan studi yang lumayan komprehensif, sudah
> juga berdiskusi dengan beberapa orang. Terakhir dengan pendeta Joas
> Adiprasetya (sekarang lagi kuliah lagi di Boston). Diskusi di milis ApiK
> malah sampe "berdarah-darah" :-(.
>
> Yesus bukan Allah, Yesus ya Yesus, Anak Allah. Allah ya Allah, AllahNya
> Yesus, Yesus menyapaNya dengan "Abba", "Bapa".
>
> Yesus memang bisa "dipandang" sebagai Allah walau bukan Allah itu sendiri
> yakni melalui apa yang dilakukannya, melalui ketaatan dan kesubordinatannya
> yang sempurna (unik, monogene = one of a kind, Yoh 3:16). Allah ngomong A,
> Yesus ngomong A. Allah melakukan A Yesus melakukan A. Begini saya memaknai
> perkataan Tomas yang berkata : "Tuhanku, Allahku", "my Lord, my God".
>
> Bagi saya, menyembah Yesus (Mat 28:17) tidak berarti menduakan Allah
> (melanggar keesaan Allah/Tauhid) kalau kita memahami secara utuh apa makna
> menyembah. Menyembah adalah menyerahkan diri pada yang disembah.
>
> Yesus yang diserahi diri oleh pengikutNya tidak mengharap kemuliaan dari
> manusia, Dia hanya mengharap kemuliaan dari BapaNya, dari Allahnya.
>
> Yesus menyerahkan dirinya secara sempurna pada AllahNya, taat sampai
> akhirnya mati (secara fisikal) di kayu salib. Yesus di dalam Bapa/Allah
> sehingga orang-orang yang menyerahkan diri mereka pada Yesus akan 'terikut'
> ketarik pada Allah. Yesus katakan dimana Dia berada, disitu juga pengikutNya
> akan berada, spirit unification, Pengantin Pria dan Pengantin Perempuan,
> Pokok dan carangnya. Allah--Yesus---manusia. Kembali menyatu seperti
> sediakala, lihat Yoh 14:23.
>
> The law of attraction, The law of Love, Love. Saya mengasihi mas Manekke,
> mas Manekke mengasihi anak-anak mas Manekke maka kita akan 'ngumpul. Love
> unites, kasih menyatukan. Analoginya kurang lebih begitu.
>
> Lalu mengapa tidak langsung saja menyerahkan diri pada Allah ? mengapa
> perlu Yesus ? ya bisa saja kalo mau menyerahkan diri langsung pada Allah,
> yang perlu direnungkan dan ditanyakan lebih lanjut adalah deskripsi Allah
> yang akan diserahi diri. Bagaimanakah deskripsi Allah tersebut ? ini jadi PR
> masing-masing pejalan.
>
> Salam,
> Donny KN
>
>
>
>
>
>
> pradita@telus.net wrote:
> Kristen mana yang tidak mengakui Yesus sebagai Allah? Bisa
> dicritakan dikit?
> Yang saya tahu, Yehova Witnesses mengidentikkan Yesus dengan malaikat
> Michael,
> dan bukan dengan Allah. Tapi, Yehova Witnesses menyebut agama mereka dengan
> nama itu, dan pengikutnya disebut witness. Mereka tak pernah pakai label
> Kristen. Jadi, kalau ada denominasi Kristen lain yang tak mengimani Yesus
> sebagai Tuhan, saya minta infonya.
>
> Mengenai ayat-ayat Kitab Suci, sebaiknya kutipannya kontekstual dan tak
> secuil-
> secuil. Juga di cross-reference dengan ayat-ayat lain dengan rujukan serupa.
>
> Dan, last but not least, perlu pula dipertimbangkan tegangan antara dimensi
> literal dan figuratifnya.
>
> manneke
>
> Quoting don kenow <donkenow@yahoo.co.id>:
>
> > Selamat pagi,
> >
> > Nimbrung ya...
> >
> > -------------
> > pradita@telus.net wrote:
> > Pertanyaan saya: jadi di mana persoalannya? Di mana bedanya? Bukankah iman
> > Kristiani (tak peduli apapun denominasinya) mengidentikkan Yesus dan
> Allah,
> > meskipun metafora yang dipakai adalah Putra dan Bapa? Jadi, apa keliru
> jika
> > "dogma" Katolik yang diberi label "believe system" oleh Leo Rimba itu
> > mengatakan bahwa Maria bunda Allah?
> > ---------------
> >
> > DKN :
> > Tidak semua iman kristiani menganut iman : Yesus = Allah.
> > Yang tertulis di Yoh 20:17, Yesus berkata pada Maria Magdalena :
> "...kepada
> > AllahKu dan Allahmu". Atau lihat 2 Kor 1:3.
> >
> > Sehingga ada sebagian murid2 Yesus yang tidak menganut doktrin Trinitas
> > yang dibuat oleh bishop Athanasius sekitar tahun 362 M.
> >
> > Salam,
> > Donny KN.
> >
> >
> > ---------------------------------
> > Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo!
> > Answers
>
>
>
>
>
>
> ---------------------------------
> Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo!
> Answers



Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Quick file sharing

Send up to 1GB of

files in an IM.

Fashion Groups

on Yahoo! Groups

A great place to

connect and share.

Yahoo! Groups

Get info and support

on Samsung HDTVs

and devices.

.

__,_._,___

[psikologi_transformatif] Re: Balasan: Pro. Harez, Ching Hai ?


--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, don kenow <donkenow@...> wrote:
>
>
> DKN:
> > Jadi menurut saya, kalau suatu saat didatangi Yesus, (atau utusan Yesus) ya tinggal tanya aja : "eh kamu beneran Yesus Kristus ya ?" :-). Se-simple itu. :-) dan Dia sendiri toh juga 'nyuruh untuk menguji tiap roh. Mengujinya gimana ? salah satunya bisa gunakan kriteria2 sebagaimana yang di list sama Paulus di Gal. 5 :22-23.
> >
>
> harez:
> Setahu saya Gal 5:22-23 bukan menguji roh, melainkan buah-buah orang yang telah dipenuhi Roh Kudus. Pengujian roh bukan dengan melihat buah-buahnya. Seseorang yang belum memiliki buah-buah Roh mengindikasikan bahwa hidupnya belum dipimpin oleh Roh Kudus (tidak identik dengan adanya roh jahat).
>
>
>
> DKN (new) :
>
> Yesus bilang : from their fruits you will recognize them (Mat 7:16).
>
> Gal 5:22-23, the fruits : Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kesekelemahlembutan, penguasaan diri.
>
> Allah adalah Roh (Yoh 4:24). Roh Kudus adalah Roh dari Allah. Kalau ada roh yang mengaku dari Allah maka roh tsb memiliki tanda-tanda sebagaimana di list di Gal 5 tersebut.
>
> Manusia adalah roh. Saya dan Harez adalah roh yang sedang berada dalam tubuh fisik. Kalau saya mo tahu/menguji/mengenali harez saya lihat dari buah2nya, Gal 5 tsb.
>


harez:
Ha....ha....ha...., tampaknya pemahaman terhadap pengujian roh yang kita maksud berbeda Don.

Matius 7:16 dikemukakan Yesus dalam konteks "pengajaran sesat dan mengenali nabi palsu", bukan dalam konteks "pengujian Roh". Dan itu bukan "menguji" (dokimazo) tapi "mengenal" (epiginosko) pengajar sesat (nabi palsu). Supaya lebih jelas, mungkin Donny bisa baca dalam bahasa aslinya.  :)

Pengujian (dokimazo) roh antara lain adanya di 1 Yohanes 4.

Segitu dulu ya Don ... moga-moga bermanfaat.


salam,
harez


__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Real Food Group

Share recipes,

restaurant ratings

and favorite meals.

Yoga Resources

on Yahoo! Groups

Take the stress

out of your life.

Fitness Challenge

on Yahoo! Groups

Get in shape w/the

Special K Challenge.

.

__,_._,___

RE: [psikologi_transformatif] Re: Apakah SURGA dan NERAKA benar-benar ada? - HPS: Iblis, Jin, dan Malaikat

Surga dan neraka itu di utaranya kutub utara…..selatannya kutub selatan…he…he….

 

Salam,

Anwar

Yak opo kabare mas Goen?

 


From: psikologi_transformatif@yahoogroups.com [mailto:psikologi_transformatif@yahoogroups.com] On Behalf Of goenardjoadi
Sent: Tuesday, October 02, 2007 12:03 PM
To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Subject: [psikologi_transformatif] Re: Apakah SURGA dan NERAKA benar-benar ada? - HPS: Iblis, Jin, dan Malaikat

 

adanya surga itu karena neraka, siapa bilang itu 2 tempat? itu satu
tempat, menyatu.

salam,
goen

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "nalaratih"
<nalaratih@...> wrote:
>
> mas as as ini....
> mana enak cuma surga thok....
> semua jadi puitikus nanti...heheheee
>
>
> smile with me
> Nala
> *yang masih suka neraka dikit*
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, as as
> <as2004as_as@> wrote:
> >
> > Kalau di aku, Rez
> > Adanya surga thok
> > Tak ada nerakanya
> > Lagi pula, cukup untuk semua orang
> >
> > Ayooooooo
> > Bergabunglah ama akuuuuuuuuuuu
> >
> > sinagahp <sinagahp@> wrote:
> > Namanya "surga dunia" atau "surga di dunia" Mas Goen ? :)
> >
> > salam,
> > harez
> >
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "goenardjoadi"
> > <goenardjoadi@> wrote:
> > >
> > > Namun, akhirnya saya "gatel" juga untuk ikutan komentar dalam
> topik :
> > > Benarkah Negeri AKHIRAT Tidak Kekal?.....Apakah SURGA dan
NERAKA
> > > benar-benar ada?
> > >
> > > GG: Surga itu dianggap banyak orang sebagai dunia setelah
kita
> mati,
> > > saya mengerti mengapa persepsinya jadi begitu, karena sewaktu
> kita
> > > mati maka body kita menjadi tidak significant, jadi tinggal
jiwa
> > > kita. maka sebenarnya surga itu adalah dunia jiwa kita.
> > >
> > > nah, bagi yang telah memiliki jati diri, atau istilahnya telah
> > > mendewasakan jiwanya, dengan banyak memberi makan jiwanya,
maka
> > > kehidupan jiwanya pun sudah ada di surga. jadi surga itu
adalah
> > > sekarang, kehidupan kekal itu sekarang, kehidupan penuh
damai,
> penuh
> > > berkat, bebas hambatan, berkelimpahan rejeki, dan pahala.
> > >
> > > masalahnya adalah kemana kita mencari surga itu? surga bagi
> jiwa
> > > kita?
> > >
> > > untuk itu sebelumnya kita harus paham mengenai perilaku
jiwa.
> jiwa
> > > itu sifatnya [softwarenya] adalah menolong jiwa-jiwa lainnya.
> > >
> > > oleh karena itu ketika Mother Theresa menolong jiwa-jiwa yang
> > > sekarat, ternyata jiwa-jiwa itu tidak butuh banyak hal,
paling
> butuh
> > > dekapan, kasih, dan perhatian, sehingga ketika sekarat
jiwanya
> tidak
> > > melaknat Tuhan.
> > >
> > > banyak orang lain yang mencari surga lewat jalan menolong
mayat-
> > > mayat korban tabrak lari,
> > >
> > > menurut saya, menemukan surga adalah dengan menolong orang
lain
> > > dengan membangkitkan hidupnya, menyelamatkan orang lain
supaya
> mampu
> > > menemukan jati dirinya, itu jauh lebih mulia secara dunia
> akherat.
> > >
> > > kalau ditanya ini ada di ayat mana? di ayat goen 1.0
> > >
> > > salam,
> > > goen
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "sinagahp"
> > > sinagahp@ wrote:
> > > >
> > > >
> > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "swastinika"
> > > > <swastinika@> wrote:
> > > > >
> > > > > Nggak apa2 kok Bang. Memang dasarnya saya juga dari sana
> kok ;).
> > > Cuma
> > > > > yang di-link yang sudah berbentuk artikel.. hehehe..,
> karena saya
> > > > > menghindari mengutip ayat2 untuk diskusi dengan teman
yang
> bukan
> > > > muslim.
> > > > > Nggak enak aja.. belum tentu semua orang senang
dikutipkan
> ayat2
> > > bukan
> > > > > dari kitab sucinya :)
> > > > >
> > > >
> > > > harez:
> > > >
> > > > Wajar aja Swas kalau kamu punya perasaan nggak enak.
Diskusi
> soal
> > > agama
> > > > memang topik yang sensitif, baik antar agama maupun se
agama.
> Aku
> > > juga
> > > > pernah merasa begitu. Bahkan kalau jujur, faktor yang turut
> menjadi
> > > > penyebab mengapa aku sempat "non aktif" di milis ini selama
> > > beberapa
> > > > waktu, selain faktor kesibukan ya faktor "nggak enak" itu.
> Jujur
> > > saja,
> > > > tadinya saya cenderung menghindari diskusi yang terkait
dengan
> > > agama,
> > > > teologis dan sejenisnya. Bukan saya tidak suka, tapi saya
> pikir di
> > > milis
> > > > ini bukan itu fokus utamanya. Dalam diskusi-diskusi aawal
> dengan
> > > Mang
> > > > Iyus, saya sudah menyatakan hal itu.
> > > >
> > > > Namun, akhirnya saya "gatel" juga untuk ikutan komentar
dalam
> > > topik :
> > > > Benarkah Negeri AKHIRAT Tidak Kekal?.....Apakah SURGA dan
> NERAKA
> > > > benar-benar ada?
> > > >
> > > > yang dikirim oleh Wuryanano Raden
> > > >
> > >
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17181
> > > >
> > >
>
<http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17181>
> > > >
> > > > terutama melihat ketidaknyaman yang dirasakan oleh rekan-
rekan
> > > > (khususnya yang Muslim), apalagi setelah Wuryanano Raden
> > > mengeluarkan
> > > > ayat-ayat Quran
> > > >
> > >
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17197
> > > >
> > >
>
<http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17197>
> > > >
> > > > yang saya rasa seakan-akan semakin memojokkan rekan-rekan
yang
> > > Muslim.
> > > > Karena itulah kemudian, saya ikutan nimbrung dengan
> mengemukakan
> > > hal-hal
> > > > yang saya ketahui.
> > > >
> > >
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17206
> > > >
> > >
>
<http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17206>
> > > >
> > > > Kemudian, dengan sadar saya mengajukan
pertanyaan "Dimanakah
> Tuhan
> > > > Ketika IA Belum Mencipta?". Pesan yang ingin saya sampaikan
> > > sebenarnya
> > > > cuma satu, "Pemahaman Manusia Terhadap Tuhan Sangat
Terbatas,
> > > manusia
> > > > memiliki banyak keterbatasan untuk memahami IA yang tak
> terbatas".
> > > >
> > > > Tapi responsnya kan sangat beragam. Salah satu tanggapan
yang
> saya
> > > rasa
> > > > adalah respons tidak langsung adalah artikel yang dikirim
Pak
> > > Hudoyo
> > > > yang berjudul "Penginjilan yang tidak sehat!" di:
> > > >
> > >
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17241
> > > >
> > >
>
<http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/17241>
> > > >
> > > > Ha...ha...ha... wah ini sudah nyerempet-nyerempet hal yang
> ingin
> > > saya
> > > > hindari...:) Bisa mucul topik "Penginjilan yang tidak
sehat
> atau
> > > > PemBudhaan yang tidak sehat". Itulah yang kemudian menjadi
> > > precipitating
> > > > factor, akhirnya saya non aktif dulu, karena kerjaanku
numpuk,
> > > keasyikan
> > > > berdiskusi kan menyita waktu dan perhatian juga (seperti
kata
> Mas
> > > Goen).
> > > >
> > > > Ikutan diskusi lagi gara-gara ada yang mengundang secara
> personal
> > > tapi
> > > > dimasukkan ke milis.
> > > >
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22339
> > > > <http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22339>
> > > >
> > > > Seetelah saya pelajari ternyata ada beberapa perkembangan
> baru,
> > > kemudian
> > > > saya secara perlahan mencoba mulai ikut terlibat lagi.
> > > >
> > > > Jadi .... ya wajar saja kalau kamu merasa nggak
enak/sungkan.
> Tapi,
> > > > berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya, kalau
> diskusi/dialog
> > > dengan
> > > > rasa saling menghormati, maka ia bukan saja sekedar dapat
> menjadi
> > > > diskusi yang "tidak meng-uenegg-kan", bahkan bisa menjadi
> suatu
> > > > diskusi/dialog yang "mencerahkan" dan "menyejukkan". Saya
> berharap
> > > > diskusi/dialog kita ini dapat menjadi diskusi/dialog yang
> demikian.
> > > >
> > > > Swas:
> > > > > Betul, kalau dilihat kata per kata, ayat per ayat, memang
> ayat2
> > > Al
> > > > Quran
> > > > > itu banyak yang [seolah2] bertentangan. Maka dari itu saya
> > > sendiri
> > > > > menghindari pengutipan ayat, khawatir justru misleading.
Itu
> > > juga yang
> > > > > sering saya himbau dari teman2 sesama muslim (paling
tidak
> dulu
> > > > himbauan
> > > > > ini pernah saya ajukan pada Hendrik Bakrie ;)) untuk tidak
> > > sepotong2
> > > > > mengutip dan memaknai ayat.
> > > > >
> > > >
> > > > harez:
> > > > Ha....ha....ha.... Hendrik Bakrie adalah termasuk salah
satu
> member
> > > > milis ini yang paling saya hargai. Dengan gaya urakan,
> serampangan,
> > > > impulsif, konyol .... dsb, sejauh yang saya lihat dia tidak
> punya
> > > > "kepentingan apapun" selain berusaha "membagikan apa yang
ia
> yakini
> > > > sebagai sesuatu yang baik dan benar". Kalau orang mau
percaya
> > > silahkan,
> > > > kalau tidak ya abaikan saja. Yang mangkel mungkin banyak
sih.
> > > Tetapi,
> > > > apa dia jual jasa .... ? Apa dia mendapatkan
uang/keuntungan
> dari
> > > apa
> > > > yang dia lakukan itu? Apa ada orang yang pernah merasa
tertipu
> > > olehnya
> > > > .... ? Apa ada orang stress gara-gara dia ....? (Eh...,
kalau
> yang
> > > ini
> > > > malah Mas As As kayanya yang pernah stress (enggak enak
> hati)).
> > > > He....he....he.... pokoknya Hendrik Bakrie "top" di mata
> saya ... !
> > > >
> > > > Swas:
> > > > > Back to topic.. :)
> > > > > ....
> > > > > Yang saya tangkap dari segala tafsir ini adalah: dalam
masa
> > > manusia
> > > > > belum diciptakan, yang ada hanya alam roh saja. Secara
> gampang
> > > disebut
> > > > > sebagai "malaikat", yang diciptakan dari cahaya. Tapi..
> selain
> > > > malaikat
> > > > > "standard", ada juga malaikat "limited edition" yang
dibuat
> dari
> > > > "sumber
> > > > > cahaya", yaitu api atau nyala api. "Malaikat dari sumber
> cahaya"
> > > > inilah
> > > > > yang punya kemampuan lebih dari "malaikat2 standard".
> > > >
> > > > harez:
> > > > Koq kaya mobil saja, pake "limited edition" segala ... :)
> > > >
> > > > Swas:
> > > > > Itu yang menurut saya menjelaskan mengapa ketika ada
> perintah
> > > terhadap
> > > > > malaikat, lantas seluruh malaikat bersujud, sementara
iblis
> > > menolak
> > > > dan
> > > > > muncul kalimat "dia adalah dari golongan jin, maka..".
> Mungkin
> > > kalimat
> > > > > ini setara dengan kalimat seperti ini (ketika Timor Leste
> masih
> > > jadi
> > > > > bagian dari RI), "Seluruh bangsa Indonesia menyanyikan
lagu
> > > kebangsaan
> > > > > Indonesia Raya ketika diperintahkan, kecuali si X. Si X
ini
> > > berasal
> > > > dari
> > > > > Pulau Timor bagian timur, maka.. ".
> > > > >
> > > >
> > > > harez:
> > > > Saya menggarisbawahi uraianmu pada paragraf terakhir.
> Sepenangkapan
> > > > saya, selintas kamu ingin menyatakan bahwa "gaya tutur"
> atau "gaya
> > > > penyampaian" perlu diperhatikan. Menurut saya, ini justru
> salah
> > > satu hal
> > > > penting yang perlu diperhatikan.
> > > >
> > > > Sebagai contoh saya ambil salah satu ayat saja. Jika kita
> simak QS
> > > Al
> > > > Baqarah 2:34 (mohon perhatikan kata illa) :
> > > > "Wa-ith qulna lilmala-ikati osjudoo li-adama fasajadoo illa
> > > ibleesa aba
> > > > waistakbara..."
> > > >
> > > > Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
> > > Malaikat:"Sujudlah kamu
> > > > kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan
> dan
> > > takabur
> > > > ..."
> > > > Sejauh pengetahuan saya, makna asli kata "illa"
> adalah "kecuali".
> > > Kata
> > > > ini umumnya dipakai dalam arti istisna (pengecualian) dan
> terkadang
> > > > dipakai juga dalam arti istisna munqatthi, yang
pemahamannya
> adalah
> > > > pengecualian yang terpisah (terpotong). Artinya sesuatu yang
> > > > dikecualikan itu tidak harus sama jenisnya dengan sesuatu
yang
> > > > disebutkan pertama.
> > > >
> > > > Contohnya, perkataan "jaal-qaumu illa himaran", artinya
adalah
> > > > "orang-orang telah datang, terkecuali himar". Padahal orang
> dan
> > > himar
> > > > (sejenis keledai) adalah dua jenis makhluk yang berlainan.
> > > Kejadian ini
> > > > (dengan perkataan tersebut) sering ditemui dalam kisah
ketika
> > > seseorang
> > > > atau sekelompok orang sedang menunggu rombongan dagang.
> Rombongan
> > > > orangnya sudah sampai, tapi rombongan keledainya (ya
pastinya
> > > dikawal
> > > > juga oleh orang) belum sampai.
> > > >
> > > > Barangkali bisa digambarkan dalam suatu peperangan, komandan
> > > berteriak
> > > > "bertiarap ...". Semuanya bertiarap, kecuali si Broni.
Dalam
> hal
> > > ini,
> > > > Broni misalnya adalah anjing atau binatang apa keq (kuda),
> atau
> > > yang
> > > > lainnya...
> > > >
> > > > Bukankah begitu Swas?
> > > >
> > > > Pemahaman denagn memperhatikan gaya tutur ini, tampaknya
> justru
> > > menarik
> > > > untuk diperhatikan bukan?
> > > >
> > > > Mudah-mudahan dapat lebih memperjelas dan bermanfaat.
> > > >
> > > > salam,
> > > > harez
> > > >
> > >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > ---------------------------------
> > Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel
> today!
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Yahoo! Groups

Real Food Group

Share recipes

and favorite meals.

Fitness Edge

A Yahoo! Group

about sharing fitness

and endurance goals.

.

__,_._,___

Re: [psikologi_transformatif] Bhikkhu berdemo? -- Re: Magabudhi gelar pujabhatti untuk masyarakat Myanmar

hahahahah....hahahahah......hahahahhaha..... karl marx (sang nabi ateis) mengajarkan bahwa pada dasarnya "ekonomi" adalah penentu dalam setiap perubahan sosial... ada apa mengapa para biksu berdemo ketika pemerintah junta militer menaikkan harga minyak...?? apakah kemiskinan masyrakat telah mengurangi jumlah makanan para biksu di kuil...??? ataukah mungkin masyarakat dan junta militer sudah tidak bisa lagi membelikan para biksu jubah baru...????

hahhhahahaha....hahahaha....hahahah.... ternyata para biksu juga telah mendapatkan "kesadaran" yg lain yg berbeda dengan kesadaran sidharta gautama sang budha... yaitu kesadaran untuk "berpolitik" dan pentingnya membangun kasta biksu... mungkin ingin mengikuti sang dalai lama yg berkeliling disetiap negara demi kemerdekaan tibet dan timbulnya kebencian negara lain terhadap cina dan upaya yg melahirkan sebuah pemerintahan atas wilayah yg dipinpim oleh para biksu (tibet)...

seharusnya para biksu nyammar kalau ingin welas asih atau tidak melanggar sila jangan setengah2... welas asih lah dengan junta militer atau dengan pendukung junta militer... atau janganlah melanggar sila (moral) kepada junta militer...

upaya untuk monalak dan menghilangkan kasta (starata sosial) didalam masyarakat adalah upaya yg sia-sia... sadar atau tidak sadar para biksu telah membangun kasta tersindiri yaitu kasta para biksu yg melawan kasta ksatria (junta militer).....

jika politik dan ekonomi adalah sesuatu yg harus ada dan mustahil untuk dihilangkan dan memberikan dampak besar bagi kehidupan manusia... lalu mengapa yg tertinggi (yesus dan sidharta) tidak mengajarkan bahkan cenderung untuk untuk tidak ber-politik dan ber-ekonomi...????

jika politik dan ekonomi adalah sesuatu yg menjadi "fitrah" dalam diri manusia lalu apakah agama yg tidak memberikan pengtahuan (aturan yg jelas) tentang itu adalah yg terbaik...????

adalah sebuah keanehan saat yesus mengatakan kepada yg lain bahwa dirinya adalah "yg dijanjikan" seperti dalam kitab2 kaum yahudi tetapi melaksanakan sesuatu yg justru bertentangan dengan kitab2 tersebut (monotheisme yg bertentangan dengan trinitas, pemerintahan daud dan solomon yg bertentangan dengan  "kerajaan saya bukan disini" dan perlawanan musa terhadap firaun yg bertentangan dengan "jika kamu ditampar pipi kanan maka berikan pipi kirimu")..
dan seperti halnya sidharta yg meninggalkan politik dan kasta kesatria tetapi malah dalai lama dan para biksu nyammar justru berpolitik dan menjadi pemimpin dan pendukung demo...

"islam adalah agama fitrah manusia" (alquran)

"jika islam adalah penyerahan diri kepada tuhan ( dalam politik,ekonomi,seni,dll) maka kita harus menjadi islam"
                                (perkataan goethe yg dikutip oleh annemarie schimmel)...

jika kamu menganggap tidak bisa menemukan yg sempurna lalu mengapa tidak mencari yg lebih baik...???
dan mengapa mencari yg baik jika kamu bisa mendapatkan yg lebih baik...???

Hudoyo Hupudio <hudoyo@cbn.net.id> wrote:

At 11:22 PM 10/1/2007, Ngestoe Rahardjo wrote:

>Saudaraku yang budiman ...
>
>Sehubungan dengan 'tragedi' di Myanmar belakangan ini, saya malah
>bertanya-tanya dalam hati begini:
>
>- Mengapa para bhikkhu mau terjebak dalam kemelut politik dan
>kekuasaan yang --dimanapun di muka bumi ini-- tak pernah benar-benar bebas
>dari tindak kekerasan, intimidasi, penindasan dan yang sejenisnya itu?
>- Bagaimana peran Sangha disana sehubungan dengan keterlibatan
>anggotanya di wilayah yang sarat akan ambisi itu?
>
>Menurut pandangan saya, ketika seseorang memutuskan untuk jadi bhikkhu pun
>bhikkhuni, ybs. telah juga memutuskan untuk menarik diri dari kehidupan
>duniawi, dari kehidupan profan dan sekuler, walaupunpun bukan berarti lantas
>jadi anti-sosial.
>
>- Gerakan 'lintas wilayah' manapun mengundang resiko tambahan. Itu
>kita sadari. Tapi ...tapi ....yang membuat saya adalah, kenapa itu bisa
>menjadi pilihan dari para bhikkhu/bhikkhuni muda itu, dimana seolah-olah
>para sesepuh Sangha malah merestuinya?
>
>Saya jadi teringat sebuah kisah begini:
>Seorang Mentri dititahkan oleh rajanya untuk meminta nasehat kepada
>Sankaracarya mengatasi carut-marutnya negri itu.
>
>Nasehat Sankara sederhana saja; beliau kurang-lebih berkata: "Bila setiap
>eksponen masyarakat menempatkan dirinya sesuai bidang profesinya dan
>fungsinya masing-masing dengan baik, niscaya negri akan baik-baik saja".
>Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa menerangi setiap gerak-langkah kita.
>Semoga Saudara-saudari kita disana secepatnya menemukan apa yang
>didambakannya.
>
>Sadhu,
>NR.
====================
HUDOYO:

Maha-Rsi Bisma adalah sesepuh Hastinapura yang sudah makan asam-garam kehidupan dan membaktikan sisa hidup pada usia tuanya guna mencapai kesempurnaan batin di pertapaan Talkanda. Namun ketika dalam perang Bharatayuda, eksistensi bangsanya, bangsa Kuru, terancam oleh serbuan Pandawa dengan senapati Rsi Seta dan kedua adiknya dari negeri Wirata--yang bukan darah Bharata--maka tak urung Maha-Rsi Bisma turun tangan menjadi senapati perang Kurawa sehingga mengorbankan nyawanya sendiri. (Baca tentang Bhisma di Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Bhisma)

Para bhiksu Buddha di Tiongkok pada zaman dahulu, untuk mempertahankan eksistensi Buddha Dharma terhadap kekuatan-kekuatan yang ingin menghapuskannya dari bumi Tiongkok, terpaksa harus belajar silat, yang terkenal sampai sekarang: Siauw Liem Sie. (Baca tentang "Shaolin Monastery" di Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Shaolin_Monastery)

Ada ksatria yang berjiwa pandita/brahmana (ksatria-pinandita)--contoh: Maha-Rsi Bisma--dan ada brahmana/pandita yang berjiwa ksatria (pandita-sinatriya)--contoh: Parasurama (Rama Bargawa); tidak bisa ditarik garis pemisah yang tegas di antara keduanya, seperti kasta di India. (Baca tentang Parasurama Barghava di Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Parashurama)

Saya melihat, apa yang dilakukan oleh para bhikkhu Theravada di Burma itu sesuai dengan Sumpah Bodhisattva Mahayana, yakni mengorbankan diri demi welas asih terhadap dunia. Salah satu dari Sumpah Tambahan Bodhisattva adalah: "Tidak menghindari perbuatan salah (pelanggaran sila) ketika cinta dan welas asih terhadap sesama mengharuskannya." (Lihat di bawah ini)

Salam,
Hudoyo

Lihat: http://www.berzinarchives.com/web/en/archives/practice_material/vows/bodhisattva/secondary_bodhisattva_pledges.html

(4) Not committing a destructive action when love and compassion call for it

Occasionally, certain extreme situations arise in which the welfare of others is seriously jeopardized and there is no alternative left to prevent a tragedy other than committing one of the seven destructive physical or verbal actions. These seven are taking a life, taking what has not been given to us, indulging in inappropriate sexual behavior, lying, speaking divisively, using harsh and cruel language, or chattering meaninglessly. If we commit such an action without any disturbing emotion at the time, such as anger, desire, or naivety about cause and effect, but are motivated only by the wish to prevent others' suffering - being totally willing to accept on ourselves whatever negative consequences may come, even hellish pain - we do not damage our far-reaching ethical self-discipline. In fact, we build up a tremendous amount of positive force that speeds us on our spiritual paths.

Refusing to commit these destructive actions when necessity demands is at fault, however, only if we have taken and keep purely bodhisattva vows. Our reticence to exchange our happiness for the welfare of others hampers our perfection of the ethical self-discipline to help others always. There is no fault if we have only superficial compassion and do not keep bodhisattva vows or train in the conduct outlined by them. We realize that since our compassion is weak and unstable, the resulting suffering we would experience from our destructive actions might easily cause us to begrudge bodhisattva conduct. We might even give up the path of working to help others. Like the injunction that bodhisattvas on lower stages of development only damage themselves and their abilities to help others if they attempt practices of bodhisattvas on higher stages - such as feeding their flesh to a hungry tigress - it is better for us to remain cautious and hold back.

Since there may be confusion about what circumstances call for such bodhisattva action, let us look at examples taken from the commentary literature. Please keep in mind that these are last resort actions when all other means fail to alleviate or prevent others' suffering. As a budding bodhisattva, we are willing to take the life of someone about to commit a mass murder. We have no hesitation in confiscating medicines intended for relief efforts in a war-torn country that someone has taken to sell on the black market, or taking away a charity's funds from an administrator who is squandering or mismanaging them. We are willing, if male, to with another's wife - or with an unmarried woman whose parents forbid it, or with any other inappropriate partner - when the woman has the strong wish to develop bodhichitta but is overwhelmed with desire for sex with us and who, if she were to die not having had sex with us, would carry the grudge as an instinct into future lives. As a result, she would be extremely hostile toward bodhisattvas and the bodhisattva path.

Bodhisattvas' willingness to engage in inappropriate when all else fails to help prevent someone from developing an extremely negative attitude toward the spiritual path of altruism raises an important point for married couples on the bodhisattva path to consider. Sometimes a couple becomes involved in Dharma and one of them, for instance the woman, wishing to be celibate, stops sexual relations with her husband when he is not of the same mind. He still has attachment to sex and takes her decision as a personal rejection. Sometimes the wife's fanaticism and lack of sensitivity drives her husband to blame his frustration and unhappiness on the Dharma. He leaves the marriage and turns his back on Buddhism with bitter resentment. If there is no other way to avoid his hostile reaction toward the spiritual path and the woman is keeping bodhisattva vows, she would do well to evaluate her compassion to determine if it is strong enough to allow her to have occasional sex with her husband without serious harm to her ability to help others. This is very relevant in terms of the tantric vows concerning chaste behavior.

As budding bodhisattvas, we are willing to lie when it saves others' lives or prevents others from being tortured and maimed. We have no hesitation to speak divisively to separate our children from a wrong crowd of friends - or disciples from misleading teachers - who are exerting negative influences on them and encouraging harmful attitudes and behavior. We do not refrain from using harsh language to rouse our children from negative ways, like not doing their homework, when they will not listen to reason. And when others, interested in Buddhism, are totally addicted to chattering, drinking, partying, singing, dancing, or telling off-color jokes or stories of violence, we are willing to join in if refusal would make these persons feel that bodhisattvas, and Buddhists in general, never have fun and that the spiritual path is not for them.



Catch up on fall's hot new shows on Yahoo! TV. Watch previews, get listings, and more!

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Quick file sharing

Send up to 1GB of

files in an IM.

Popular Y! Groups

Is your group one?

Check it out and

see.

Yahoo! Groups

Going Green

Share your passion

for the planet.

.

__,_._,___

Hal: [psikologi_transformatif] Bhikkhu berdemo? -- Re: Magabudhi gelar pujabhatti untuk masyarakat Myanmar

Dalam dialog Zen antara Guru dan Murid mengenai kebahagiaan - kebebasan dan etos kerja, memang merupakan Tri Tunggal yang tdk bisa dipisahkan.Karena itulah maka ada lagu tersohor Born Free, yang lyriknya sbb. :
Born Free, as free as the wind blow -
As free as the grass grow -
Born free to follow your heart.


Buku I Ching dan Tao Te Ching barangkali bisa menjelaskan hal ini yaitu :
Kehidupan in terus berubah seperti siang berganti malan, musim berganti, air laut pasang dan surut dan sebagainya dari beginningless past menuju endless future.
Setiap kali ada pertemuan, misalnya ikatan perkawinan, maka suatu saat pasti akan ada perpisahan karena salah satunya pasti akan meninggal dulu. Dikatakan " soon in the first meeting, there is also future separation "
Karena itu orang bijak zaman dahulu menasehati supaya kita jangan terlalu gembira pada saat pertemuan karena suatu saat akan ada perpisahan.
Juga jangan terlalu sedih ketika terjadi perpisahan, karena itulah Jalan Alam !
Mereka yang salah mempersepsikan dan mencoba bertahan, akan jebol.

Yunta di Myanmar juga tidak terkecuali akan mengalami hal yang sama, waktunya bisa ditunda, tapi tidak bisa dihindarkan akan datang.
Kitab I Ching adalah satu-satunya kita yang memberitahukan tentang hukum - hukum perubahan ini sebagai akibat interaksi antara unsur YIN dan YANG.
Tercatat ada 64 konfigurasi dan dua titik yang penting yaitu : Titik Balik / Fu No. 24 dan Damai / T'ai No. 11.
Lebih lanjut bisa dibaca dalam buku " Kearifan Timur Dalam Etos Kerja dan Seni Memimpin ", Penerbit Buku Kompas.
======
Dalam kisah silat biasanya selalu diawali dengan kawanan penjahat yang mencoba menghabisi musuhnya sampai ke akar-akarnya. Ketika proses pembantaian itu sedang berlangsung, kebetulan lewat seorang pendeta yang sedang berkelana untuk memperdalam pemahamannya tentang Jalan / Tao. Dialah yang menyelamatkan seorang bayi yang nyaris dihabisi, dan kemudian dibawa ke gunung atau kuil Shaolin dan dididik sehingga menjadi pendekar.
Karena selain diajar ilmu silat juga kearifan yang tinggi, maka akhirnya dia sendiri yang bisa memutus karma saling membunuh sehingga tercapailah damai di dunia.
Banyak orang yang tidak memahami intisari kisahnya sehingga melihat ceritera silat dari sisi kekerasannya saja dan tidak tahu bahwa klimaks nya justeru di endingnya.
Kekerasan yang dipertontonkan sebenarnya menggambarkan kenyataan hidup saat ini seperti yang bisa kita sakiskan sehari-hari, hanya bentuknya tidak menggunakan senjata, tapi dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Orang bisa membunuh dengan kata-kata dan juga peraturan

Semoga bermanfaat,
Jusuf Sutanto



----- Pesan Asli ----
Dari: Hudoyo Hupudio <hudoyo@cbn.net.id>
Terkirim: Selasa, 2 Oktober, 2007 4:55:28
Topik: [psikologi_transformatif] Bhikkhu berdemo? -- Re: Magabudhi gelar pujabhatti untuk masyarakat Myanmar

At 11:22 PM 10/1/2007, Ngestoe Rahardjo wrote:

>Saudaraku yang budiman ...
>
>Sehubungan dengan 'tragedi' di Myanmar belakangan ini, saya malah
>bertanya-tanya dalam hati begini:
>
>- Mengapa para bhikkhu mau terjebak dalam kemelut politik dan
>kekuasaan yang --dimanapun di muka bumi ini-- tak pernah benar-benar bebas
>dari tindak kekerasan, intimidasi, penindasan dan yang sejenisnya itu?
>- Bagaimana peran Sangha disana sehubungan dengan keterlibatan
>anggotanya di wilayah yang sarat akan ambisi itu?
>
>Menurut pandangan saya, ketika seseorang memutuskan untuk jadi bhikkhu pun
>bhikkhuni, ybs. telah juga memutuskan untuk menarik diri dari kehidupan
>duniawi, dari kehidupan profan dan sekuler, walaupunpun bukan berarti lantas
>jadi anti-sosial.
>
>- Gerakan 'lintas wilayah' manapun mengundang resiko tambahan. Itu
>kita sadari. Tapi ...tapi ....yang membuat saya adalah, kenapa itu bisa
>menjadi pilihan dari para bhikkhu/bhikkhuni muda itu, dimana seolah-olah
>para sesepuh Sangha malah merestuinya?
>
>Saya jadi teringat sebuah kisah begini:
>Seorang Mentri dititahkan oleh rajanya untuk meminta nasehat kepada
>Sankaracarya mengatasi carut-marutnya negri itu.
>
>Nasehat Sankara sederhana saja; beliau kurang-lebih berkata: "Bila setiap
>eksponen masyarakat menempatkan dirinya sesuai bidang profesinya dan
>fungsinya masing-masing dengan baik, niscaya negri akan baik-baik saja".
>Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa menerangi setiap gerak-langkah kita.
>Semoga Saudara-saudari kita disana secepatnya menemukan apa yang
>didambakannya.
>
>Sadhu,
>NR.
============ ========
HUDOYO:

Maha-Rsi Bisma adalah sesepuh Hastinapura yang sudah makan asam-garam kehidupan dan membaktikan sisa hidup pada usia tuanya guna mencapai kesempurnaan batin di pertapaan Talkanda. Namun ketika dalam perang Bharatayuda, eksistensi bangsanya, bangsa Kuru, terancam oleh serbuan Pandawa dengan senapati Rsi Seta dan kedua adiknya dari negeri Wirata--yang bukan darah Bharata--maka tak urung Maha-Rsi Bisma turun tangan menjadi senapati perang Kurawa sehingga mengorbankan nyawanya sendiri. (Baca tentang Bhisma di Wikipedia, http://en.wikipedia .org/wiki/ Bhisma)

Para bhiksu Buddha di Tiongkok pada zaman dahulu, untuk mempertahankan eksistensi Buddha Dharma terhadap kekuatan-kekuatan yang ingin menghapuskannya dari bumi Tiongkok, terpaksa harus belajar silat, yang terkenal sampai sekarang: Siauw Liem Sie. (Baca tentang "Shaolin Monastery" di Wikipedia, http://en.wikipedia .org/wiki/ Shaolin_Monaster y)

Ada ksatria yang berjiwa pandita/brahmana (ksatria-pinandita) --contoh: Maha-Rsi Bisma--dan ada brahmana/pandita yang berjiwa ksatria (pandita-sinatriya) --contoh: Parasurama (Rama Bargawa); tidak bisa ditarik garis pemisah yang tegas di antara keduanya, seperti kasta di India. (Baca tentang Parasurama Barghava di Wikipedia, http://en.wikipedia .org/wiki/ Parashurama)

Saya melihat, apa yang dilakukan oleh para bhikkhu Theravada di Burma itu sesuai dengan Sumpah Bodhisattva Mahayana, yakni mengorbankan diri demi welas asih terhadap dunia. Salah satu dari Sumpah Tambahan Bodhisattva adalah: "Tidak menghindari perbuatan salah (pelanggaran sila) ketika cinta dan welas asih terhadap sesama mengharuskannya. " (Lihat di bawah ini)

Salam,
Hudoyo

Lihat: http://www.berzinar chives.com/ web/en/archives/ practice_ material/ vows/bodhisattva /secondary_ bodhisattva_ pledges.html

(4) Not committing a destructive action when love and compassion call for it

Occasionally, certain extreme situations arise in which the welfare of others is seriously jeopardized and there is no alternative left to prevent a tragedy other than committing one of the seven destructive physical or verbal actions. These seven are taking a life, taking what has not been given to us, indulging in inappropriate sexual behavior, lying, speaking divisively, using harsh and cruel language, or chattering meaninglessly. If we commit such an action without any disturbing emotion at the time, such as anger, desire, or naivety about cause and effect, but are motivated only by the wish to prevent others' suffering - being totally willing to accept on ourselves whatever negative consequences may come, even hellish pain - we do not damage our far-reaching ethical self-discipline. In fact, we build up a tremendous amount of positive force that speeds us on our spiritual paths.

Refusing to commit these destructive actions when necessity demands is at fault, however, only if we have taken and keep purely bodhisattva vows. Our reticence to exchange our happiness for the welfare of others hampers our perfection of the ethical self-discipline to help others always. There is no fault if we have only superficial compassion and do not keep bodhisattva vows or train in the conduct outlined by them. We realize that since our compassion is weak and unstable, the resulting suffering we would experience from our destructive actions might easily cause us to begrudge bodhisattva conduct. We might even give up the path of working to help others. Like the injunction that bodhisattvas on lower stages of development only damage themselves and their abilities to help others if they attempt practices of bodhisattvas on higher stages - such as feeding their flesh to a hungry tigress - it is better for us to remain cautious and hold back.

Since there may be confusion about what circumstances call for such bodhisattva action, let us look at examples taken from the commentary literature. Please keep in mind that these are last resort actions when all other means fail to alleviate or prevent others' suffering. As a budding bodhisattva, we are willing to take the life of someone about to commit a mass murder. We have no hesitation in confiscating medicines intended for relief efforts in a war-torn country that someone has taken to sell on the black market, or taking away a charity's funds from an administrator who is squandering or mismanaging them. We are willing, if male, to with another's wife - or with an unmarried woman whose parents forbid it, or with any other inappropriate partner - when the woman has the strong wish to develop bodhichitta but is overwhelmed with desire for sex with us and who, if she were to die not having had sex with us, would carry the grudge as an instinct into future lives. As a result, she would be extremely hostile toward bodhisattvas and the bodhisattva path.

Bodhisattvas' willingness to engage in inappropriate when all else fails to help prevent someone from developing an extremely negative attitude toward the spiritual path of altruism raises an important point for married couples on the bodhisattva path to consider. Sometimes a couple becomes involved in Dharma and one of them, for instance the woman, wishing to be celibate, stops sexual relations with her husband when he is not of the same mind. He still has attachment to sex and takes her decision as a personal rejection. Sometimes the wife's fanaticism and lack of sensitivity drives her husband to blame his frustration and unhappiness on the Dharma. He leaves the marriage and turns his back on Buddhism with bitter resentment. If there is no other way to avoid his hostile reaction toward the spiritual path and the woman is keeping bodhisattva vows, she would do well to evaluate her compassion to determine if it is strong enough to allow her to have occasional sex with her husband without serious harm to her ability to help others. This is very relevant in terms of the tantric vows concerning chaste behavior.

As budding bodhisattvas, we are willing to lie when it saves others' lives or prevents others from being tortured and maimed. We have no hesitation to speak divisively to separate our children from a wrong crowd of friends - or disciples from misleading teachers - who are exerting negative influences on them and encouraging harmful attitudes and behavior. We do not refrain from using harsh language to rouse our children from negative ways, like not doing their homework, when they will not listen to reason. And when others, interested in Buddhism, are totally addicted to chattering, drinking, partying, singing, dancing, or telling off-color jokes or stories of violence, we are willing to join in if refusal would make these persons feel that bodhisattvas, and Buddhists in general, never have fun and that the spiritual path is not for them.




Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Cat Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about cats.

Y! Messenger

Instant hello

Chat over IM with

group members.

Green Groups

on Yahoo! Groups

share your passion

for the planet.

.

__,_._,___