Selasa, 15 Januari 2008

[psikologi_transformatif] Re: Kompatiogi dan Kehendak Bebas

"Tolhas P. Siregar" <tolhas@mail.com> wrote:

Terima kasih atas undangan acara dekon-kompatiologi
yang lalu. Menyesal sekali saya tidak dapat hadir
karena berbagai kesibukan

Sebenarnya ingin sekali saya hadir menjadi pengamat
pada acara tersebut karena berkaitan dengan tema yang
akan saya bicarakan disini yaitu kehendak bebas
berkaitan dengan sudut pandang yang Bung Vincent
tulis.

Dengan sudut pandang keyakinan-kepercayan, menurut
saya sulit ada tempat bagi kehendak bebas. Jelas ada
determinasi dogma, ajaran dalam sudut pandang ini.
Walaupun masih memungkinkan adanya kehendak bebas
setelah melewati tahap syariat, hakikat dan mencapai
tahap hakikat dan makrifat.

Pada sudut pandang teknis-mekanistis kehendak bebas
mendapat tempatnya. Dengan metode/ sudut pandang ini,
tidak ada determinasi dogma atau ajaran. Pemahaman
didapat langsung melalui pengalaman tapa aturan atau
birokrasi yang berbelit-belit.

Vincent Liong answer:

Kehendak bebas memiliki kontrol yaitu sebab akibat
langsung atau tidak langsung dari suatu pilihan
kehendak bebas yang berlaku saat itu saja. Musim
berganti musim, musim dingin, musim semi, musim panas,
musim gugur hingga kembali ke musim dingin; entah
pilihan bebas atau cara adaptasi yang dipilih oleh
tiap makhluk hidup dalam tiap musim mempengaruhi
pilihan bebas tiap makhluk hidup. Pola perubahan alam
yang cukup berulang membuat pilihan-pilihan individual
itu tampak sebagai pilihan dari mayoritas populasi
makluk hidup, lalu orang bikin teori tentang hokum
alam.

Baik teori dogma maupun kehendak bebas berhadapan
dengan hal ini. Perbadaannya; dogma berbicara
seolah-olah sudah mengetahui dan memahami semuanya
sedangkan kehendak bebas bicara tentang proses belajar
alamiah dari tiap pengalaman dengan pilihan dan
konsekwensi dari masing-masing pilihan.

"Tolhas P. Siregar" <tolhas@mail.com> wrote:

Tapi ada satu hal yang "mengerikan". Dengan metode
kompatiologi seakan tidak ada "arah". Seperti Bung
Vincent tulis mengenai grounded theory, tidak ada
kerangka penelitian, semua berlangsung tahap demi
tahap. Tidak ada arah yang jelas bagi perkembangan
teori dimasa yang akan datang.

Sedangkan sudut pandang keyakinan-kepercayaan
berdasarkan dogma ajaran yang sudah menjadi tradisi
berabad-abad. Waktu telah membuktikan bahwa dogma ini
masih eksis dan dapat bertahan. Saya berpendapat
bertahan dalam rentang waktu panjang tidak membuktikan
bahwa dogma ajaran itu benar. Masalah "bertahan" dan
"kebenaran" adalah dua hal berbeda.

Vincent Liong answer:

Eksistensi suatu dogma juga beradaptasi dengan pilihan
bebas yang ada yaitu paket-paket konsekwensi yang ada
di kehidupan sehari-hari. Tidak ada dogma yang tetap
tanpa perlubahan sepanjang jalan.

Bicara tentang grounded theory tetap ada suatu pola
yang konsisten sejak awal saya menulis sebagai penulis
di SMP hingga saat ini. Perbedaan antara grounded
theory dengan penelitian dengan system dogma adalah:
Grounded theory membenturkan data yang mempengaruhi
pola penelitian selanjutnya dengan data kebutuhan
sehari-hari yang actual bukan asumsi awal dan asumsi
dari teori lain yang ditulis oleh orang sebelumnya
sehingga mengabaikan data-data keadaan actual yang
baru yang belum tentu sama dengan data lama.

Bung Tolhas P. Siregar dari awal mengunakan dokterin
anti kompatiologi sebagai asumsi awal yang 100%
menentukan sitesis akhir. Jadi tujuan penelitian bung
Tolhas P. Siregar adalah menyalahkan kompatiologi lalu
memberi hukuman kepada penelitinya. Ini adalah pola
yang berbahaya dari penelitian yang sifatnya dogmatis
karena asumsi awal apapun akan dicari celahnya agar
menjadi benar dan asumsi yang sejak awal dipersalahkan
akan dicari celahnya agar menjadi salah dengan
kacamata kuda saja.

"Tolhas P. Siregar" <tolhas@mail.com> wrote:

Kompatiologi dengan mudah terlihat seperti bohemian
(seperti ditulis Andi Ferdiansyah), liar, tidak punya
aturan dsb. Bagi saya ini tidak masalah, kebenaran
bisa muncul dengan "wajah" apapun.

Saya tidak berbicara tentang sudut pandang yang ke-3.
Terus terang saya bingung bagaimana dua sudut pandang
ini dapat dikatakan dari sumber yang sama.

Vincent Liong answer:

Ada satu hal yang bung Tolhas P. Siregar sengaja
abaikan sejak awal. Membahas seorang manusia misalnya
Andi Ferdiansyah mau tidak mau akan berbeda dengan
Juswan Setyawan, Ondo Untung, Cornelia Istiani,
Vincent Liong, dlsb. Dalam pertumbuhan seorang manusia
yang tentunya membutuhkan waktu hitungan tahun,
puluhan tahun bukan hari atau bulan harus
diperhitungkan titik start si manusia san titik
finishnya. Dalam kasus Andy Ferdiansyah dia start
kira-kira setengah tahun lalu (Juli 2007) dengan
kondisi sebagai bohemian, seniman ala IKJ. Pada awal
tahun 2008 ini dia sampai pada posisi sebagai orang
yang jenuh pada dunia seniman dan mulai belajar pada
dunia kerja seperti orang kebanyakan.

Apakah bisa kita bicara pendidikan dogmatis bahwa
dalam setengah tahun seorang seperti Andy Ferdiansyah
di tahun 2007 tiba-tiba berubah menjadi seorang
politikus setingkat anggota DPR?

Pak Tolhas P. Siregar kalau mau menjatuhkan dengan
rasionalisasi pakai cara yang pinteran dikit dunk :) .

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Rabu, 16 Januari 2008

Email sebelumnya...
Note: forwarded message attached.

Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Yahoo! Groups

Self Improvement

Find support & keep

New Year's goals.

Move More

on Yahoo! Groups

This is your life

not a phys-ed class.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: