Jumat, 19 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Re: (Nanya semiotik itu apa?)Pemetaan (Range and Scale),,

COBA MANG INGUS, DIJELASKAN APA ITU "INFORMASI SEMIOTIK", BAGAIMANA IA
DIKEMBANGKAN DARI SEMIOTIKA PEIRCEAN. NANTI KALAU SALAH KUKOREKSI,
KALAU BENAR KUBIJI SATUS!

ADA YANG MAU TARUHAN, MANG IYUS BISA MENJELASKAN APA TIDAK? BAGAIMANA
PAK 3G (GOD OF THE GAMBLER GOENARDJADI)?

HO HO HO

pabrik_t
"aku yang mengaku-Aku"

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "renny.sinata"
<renny.sinata@...> wrote:
>
> Perkenalkan, saya Renny. Saya kuliah di Fakultas Psikologi
> Universitas Surabaya, semester 3. Sudah tiga bulan saya jadi member
> milis ini. Banyak istilah yang saya enggak ngerti. Kayak
> istilah "semiotik" di tulisan Mang Iyus ini.
>
> Renny bingung dengan penggunaan kata "semiotik". Apa yang 'semiotik'
> ini sama dengan 'simptomatik'?
>
> Oya ini kalimat2 yg ada kata 'semiotik' yang saya ngga ngerti
> maksudnya. Bisa minta tolong dijelaskan?
>
>
> ...infomasi semiotik yang disampaikan oleh fisik pasien
> menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya yang memberikan informasi
> semiotik tertentu.
>
> ....Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
> Informasi yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat
> ditangkap dan dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan
> khusus.
>
> ...Memang ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun
> tidak "mampu memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka
> yang mampu merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu
> menafsirkan makna semiotikanya.
>
> ....Itulah sebabnya mengapa para shaman 4) sudah sejak dari zaman
> dahulu kala mampu memahami makna semiotik seperti itu walaupun
> perkembangan kecerdasan rasional sama sekali masih belum memadai.
>
> ....Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
> tubuh pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 – 110
>
> ...Tentunya dari kemampuan membaca informasi semiotika baik dari
> tubuh pasien itu sendiri maupun dari daun obat.
>
> ....Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> menyeimbangan kembali defisiensi tertentu
>
> ....Sebaliknya, apa yang dapat dilakukan oleh penyembuhan
> komplementer banyak yang tidak mampu dilakukan oleh ilmu medis Barat.
> Umpamanya kemampuan untuk membaca secara intuitif sinyal semiotik
> yang dipancarkan oleh tubuh pasien itu sendiri, terutama bila pasien
> tersebut tidak dapat atau kehilangan kemampuan berkomunikasi secara
> verbal
>
>
>
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Vincent Liong
> <vincentliong@> wrote:
> >
> > Note: forwarded message attached.
> >
> >
> > Send instant messages to your online friends
> http://au.messenger.yahoo.com
> > >
> > >
> > > Pemetaan (Range and Scale)
> > >
> > > Pada Sistem Pengobatan Komplementer
> > >
> > >
> > >
> > > Istilah Pengobatan Komplementer diperkenalkan oleh biarawan
> Bruder
> > > Yanuar Husada, SS.CC. (d/h Jan Heuts) seorang herbalis, tepatnya
> > > "complementary healer" yang memakai media obat-obatan herbal
> khususnya
> > > dedaunan (folium). Pada tanggal 9 September 2007 beliau merayakan
> 50
> > > tahun hidup membiara. Sekaligus dirayakan 25 tahun pengobatan
> > > komplementer dan 5 tahun terakhir dalam naungan suatu lembaga
> yaitu
> > > Yayasan Yanuar Husada.
> > >
> > >
> > >
> > > Komplementer maksudnya bersifat melengkapi. Dengan demikian ia
> tidak
> > > memposisikan metode pengobatannya sebagai sisi lawan daripada
> sistem
> > > pengobatan Barat. Namun demikian tetap saja sifat pengobatannya
> ialah
> > > holistik (menyeluruh) dan subyektif. Holistik : dalam arti hal
> itu
> > > tidak hanya berkaitan dengan matra fisik pasien, tetapi juga
> matra
> > > psikis dan spiritualnya. Subyektif : merujuk pada makna bahwa
> > > pengobatan itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata subyek tersebut
> pada
> > > waktu tertentu dan bukan berlaku untuk semua pasien pada
> sembarang
> > > waktu lainnya.
> > >
> > > Subyektif : juga berarti pengobatan itu mulai dari infomasi
> semiotik
> > > yang disampaikan oleh fisik pasien itu sendiri tentang kekurangan
> atau
> > > disfungsi yang dialaminya. Karena berangkat dari informasi
> semiotik
> > > dari tubuh pasien itu sendiri maka dari seorang penyembuh
> komplementer
> > > seperti bruder Yan mutlak dibutuhkan suatu kepekaan intuisi yang
> mampu
> > > menerima, membaca, serta menafsirkan informasi semiotik tersebut.
> > >
> > >
> > >
> > > Saat seorang pasien datang dengan keluhan simtomatis tertentu
> maka
> > > penyembuh segera mencoba menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya
> yang
> > > memberikan informasi semiotik tertentu. Dari kisah bapak Andri
> > > Kristian pernah datang kepada bruder Yan datang satu keluarga
> dengan
> > > anak bayi yang sakit-sakitan terus dan tidak bisa tidur tenang.
> Kepada
> > > orang tua bayi tersebut alih-alih diberi resep ternyata hanya
> satu
> > > kalimat pada kertas resep yang berbunyi: "Terlalu banyak warna
> merah
> > > di sekitar tempat tidur ." 1)
> > >
> > > Dengan mengubah tata warna di kamar bayi tersebut maka "penyakit"
> aneh
> > > itupun sembuh. Mana mungkin pada pengobatan medis hal seperti itu
> > > dapat terjadi. Kepada bayi tersebut mungkin malah akan diberikan
> obat
> > > penenang supaya ia dapat tidur. Jika terjadi demikian, maka
> kepada
> > > bayi tersebut telah diberikan "racun" yang sebenarnya sama sekali
> > > tidak dibutuhkan oleh tubuh si bayi.
> > >
> > >
> > >
> > > Teori dasar yang dianut oleh penyembuh komplementer ini ialah
> bahwa
> > > "... semua yang ada, yang hidup dan berkembang mengeluarkan
> getaran".
> > > 2) Getaran ini dapat dideteksi oleh mereka yang memiliki kepekaan
> khusus.
> > >
> > > Menurut fisika kuantum tentu penjelasan ini tidak keliru. Setiap
> benda
> > > apapun memiliki sel dan inti sel sub-atomik. Di dalam inti sel
> itu
> > > terdapat getaran dan bukan massa (disebut sebagai non-mass
> neutrino)
> > > 3). Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> > > tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
> Informasi
> > > yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat ditangkap
> dan
> > > dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan khusus.
> Memang
> > > ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun tidak "mampu
> > > memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka yang mampu
> > > merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu
> menafsirkan
> > > makna semiotikanya. Juga karena untuk keperluan itu tidak
> diperlukan
> > > pertama-tama "kecerdasan rasional" (otak kiri) melainkan jenis
> > > kecerdasan yang lain yaitu "kecerdasan intuitif" (otak kanan)
> yang
> > > sifatnya lebih reseptif; daripada aktif mencari solusi sintesis
> dari
> > > pertarungan data tesis dan antitesis. Itulah sebabnya mengapa
> para
> > > shaman 4) sudah sejak dari zaman dahulu kala mampu memahami makna
> > > semiotik seperti itu walaupun perkembangan kecerdasan rasional
> sama
> > > sekali masih belum memadai.
> > >
> > > Ketrampilan ini disebut "radiestesi" yang berasal dari dua kata.
> > > Yaitu, radio yanga artinya "sinar" (rays) atau "getaran"
> dan "estesia"
> > > artinya "merasakan". Seorang "radiesteet" mampu menerima dan
> merasakan
> > > getaran yang dipancarkan oleh suatu benda atau makhluk hidup.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam rangka penyembuhan maka kemampuan untuk mendeteksi
> disfungsi
> > > atau defisiensi pada organ merupakan syarat mutlak. Seorang
> dokter
> > > memiliki alat stethoscope untuk "mendengar" detak jantung, udara
> di
> > > paru-paru atau udara di lambung. "Mendengar" mulainya detak
> jantung
> > > pada saat jantung menguncup (sistolik) dan hilangnya detak
> jantung
> > > pada saat jantung mengendur (diastolik). Dari situ dokter
> menentukan
> > > kondisi seseorang pada skala detak jantung seseorang antara range
> > > angka tertinggi dan angka terendah (umpamanya dari 220 maksimal
> sampai
> > > 50 minimal). Misalnya seorang pasien berada pada skala 150 -- 100
> yang
> > > artinya ia mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah
> tinggi.
> > > Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> > > langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
> tubuh
> > > pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 -- 110 dan
> karena
> > > itu ia terkena hipertensi. Pada zaman dahulu mana mungkin seorang
> > > shaman mempunyai alat yang namanya stethoscope? Tentu saja tidak.
> > > Namun ia mampu pula mengamati "aura" merah muka pasiennya,
> menonjolnya
> > > nadi di pelipis dsb. Maka iapun mungkin akan memberikan
> daun "kumis
> > > kucing" yang bersifat diuretik (bersifat melancarkan kencing)
> kepada
> > > pasiennya sehingga tekanan darahnya menurun. Dari mana datangnya
> > > "kearifan lokal" (local genius) seperti itu? Tentunya dari
> kemampuan
> > > membaca informasi semiotika baik dari tubuh pasien itu sendiri
> maupun
> > > dari daun obat. Kemudian dibaca juga kesesuaian/ keserasian tubuh
> > > pasien dengan jenis ramuan tertentu. Tidak selamanya keduanya
> > > kompatibel. Ada jenis obat yang sama-sama mempunyai unsur
> terapeutik
> > > yang sejalan namun belum tentu tepat untuk pasien tertentu. Dalam
> hal
> > > ini ternyata para dokterpun melakukan terapi secara "trial and
> > > error". Bila pasien tidak cocok dengan jenis preparat tertentu
> maka
> > > pada kunjungan berikutnya obatnya diganti. Sayangnya juga tanpa
> > > kepastian akan kesesuaian antara obat pengganti tersebut dengan
> pasien
> > > yang bersangkutan. Pihak pabrikan di Indonesia belum ada --
> setahu
> > > penulis -- yang pernah melakukan "absorbability test" preparat
> yang
> > > dikeluarkan pabriknya. Belum tentu obat-obat yang diketemukan di
> > > negara Barat pasti sesuai untuk digunakan untuk pasien orang
> lokal di
> > > sini karena perbedaan lingkungan, keunikan etnik, iklim dsb.
> Selain
> > > itu pabrikan lokal juga tidak pernah melakukan "post marketing
> test"
> > > yaitu dengan mengambil sampel secara random di sembarang Apotik
> atau
> > > Toko Obat yang menjual produknya dan kemudian menguji ulang
> khasiat
> > > obat tersebut. Kebanyakan pabrik hanya merasa perlu menyesuaikan
> cara
> > > produksi obatnya sesuai ketentuan DepKes (CPOB). Di luar itu
> segala
> > > test lainnya dianggap sebagai pemborosan uang saja. Jarang ada
> yang
> > > peduli apakah obatnya memang dapat diserap atau tidak oleh para
> > > pemakai obat mereka. Pabrik obat adalah instusi komersial.
> > >
> > >
> > >
> > > Cara menentukan bagian tubuh mana yang membutuhkan perhatian
> dilakukan
> > > dengan menentukan range organ-organ tubuh manusia dengan skala 1
> > > sampai 10, umpamanya. Dalam range itu skala 1 ialah sistem
> peredaran
> > > darah, 2 sistem pernapasan, 3 sistem syaraf, 4 sistem pencernaan
> dan
> > > ekskresi, 6 sistem reproduksi, 7 sistem filtrasi, 8 sistem
> hormon, 9
> > > sistem otot, kulit dan tulang, 10 sistem lain-lainnya. Skala ini
> > > ditentukan berbeda-beda (artinya tidak harus sama) antara seorang
> > > penyembuh dengan lainnya.
> > >
> > > Sebelum memasuki sistem range dan skala ini terlebih dulu
> ditentukan
> > > apakah tubuh mendapat gangguan skala 1 sifatnya internal atau
> skala 2
> > > yaitu eksternal. Gangguan seperti "terlalu banyak warna merah" di
> atas
> > > sifatnya termasuk skala 2. Sehingga tubuh tidak memerlukan
> pengobatan
> > > apapun kecuali "pengaturan kembali" atau harmonisasi warna
> (colour
> > > healing) di kamar bayi tersebut. Umpamanya dengan dominasi warna
> biru
> > > muda yang sejuk sebagai pengganti warna merah. Namun tidak selalu
> > > harus demikian. Bagi anak-anak yang penakut dan tidak bisa tidur
> > > nyenyak karena takut hantu dan sebagainya, justru diperlukan
> dominasi
> > > warna merah di sana.
> > >
> > > Setelah diketemukan sistem organ mana yang membutuhkan penanganan
> > > selanjutnya dibuat range yang baru. Misalnya dalam sistem
> pernapasan
> > > ditentukan range dan skala tersendiri. Mulai dari skala 1 hidung,
> 2
> > > tenggorokan, 3 trachea dan bronchioli, 4 paru-paru kiri, 5 paru-
> paru
> > > kanan, dengan variasi 4a 4b, 5a 5b untuk paru-paru bagian atas
> dan
> > > bawah, dst. Pembuatan skala dapat diteruskan seperlunya misalnya
> > > apakah gangguan itu 1 sifatnya internal atau 2 sifatnya
> eksternal.
> > > Paru-paru luka infeksi (tuberculosis) berbeda dengan paru-paru
> > > kemasukan gas beracun, nikotin, terserang kanker, tumor atau
> jamur.
> > >
> > >
> > >
> > > Tahap selanjutnya ialah menentukan obat yang sesuai dengan
> kebutuhan
> > > tubuh pasien tersebut. Misalnya untuk indikasi penyakit tertentu
> > > terdapat 10 variasi preparat. Maka dicari kesesuaian preparat
> mana
> > > dengan kebutuhan pasien pada saat itu. Kemudian ditentukan dosis
> > > pemakaiannya. Dibuat range antara 1 hari sampai 40 hari misalnya.
> > > Sehingga obat dapat disediakan untuk jangka waktu yang tepat dan
> tidak
> > > ada yang terbuang. Bahkan seorang penyembuh komplementer dapat
> > > "membaca" apakah pasien akan menghabiskan obatnya atau berhenti
> > > setengah jalan. Biasanya penyembuh menolak memberikan obat kepada
> > > pasien yang "dibaca" tidak akan menghabiskan obat sepanjang masa
> > > terapinya. Ia dinilai tidak sungguh-sungguh berniat utnuk sembuh.
> Juga
> > > ditentukan skala 1 untuk obat kering dalam kapsul atau bubuk, dan
> > > skala 2 untuk obat cair yang harus diseduh dengan air panas
> (rebusan).
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam pengobatan komplementer masalah "absorbability" obat sangat
> > > penting. Mereka yakin bahwa ada semacam "katup-katup" pada
> dinding
> > > usus manusia yang terbuka dan tertutup secara siklikal pada jam-
> jam
> > > tertentu. Maka beberapa obat diberikan selang beberapa saat
> sebelum
> > > makan atau sesudah makan, atau sebelum tidur. Maka mereka
> membutuhkan
> > > informasi semiotik dari tubuh pasien yaitu pada jam-jam berapa
> > > tubuhnya akan mampu menyerap ramuan. Di luar jam-jam tersebut
> maka
> > > ramuan itu akan "menumpang lewat" saja dan keluar melalui sistem
> buang
> > > air besar atau kecil. Untuk itu ditentukan range 1 untuk siang
> yaitu
> > > jam 6.00 pagi sampai jam 6.00 sore dan range 2 yaitu selewat jam
> 6.00
> > > sore sampai 12.00 malam.
> > >
> > > Dalam masing-masing range ditetapkan skala per jam atau mendetail
> per
> > > menit. Misalnya 15 menit sebelum atau 15 menit sesudah makan.
> > >
> > > Dalam pengobatan medis hanya ditentukan bahwa obat harus diminum
> 1
> > > sampai 4 kali dalam sehari dan tidak ditentukan jamnya. Sebelum
> atau
> > > sesudah makan tanpa disebutkan berapa menitnya. Mengapa? Karena
> mereka
> > > tidak mengenal sistem range dan skala seperti itu.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam sistem "dekon kompatiologi" penyembuhan komplementer sama
> sekali
> > > tidak membutuhkan obat sesungguhnya seperti obat paten atau obat
> jamu.
> > > Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> > > menyeimbangan kembali defisiensi tertentu. Misalnya, pasien
> dengan
> > > gangguan maag dilambangkan dengan kelebihan "acid" atau rasa
> asam.
> > > Maka diberikan konternya yaitu perlambang rasa manis atau kalau
> mau
> > > ilmiah "lambang antasid" seperti "sedikit" cairan atau bubuk
> > > polisyloxan dsb. Partikel sub-atomik hanya memerlukan "informasi"
> > > (baru) atau "memori" (informasi lama) tentang obat tertentu. Ia
> > > sesungguhnya tidak membutuhkan obat dalam pengertian fisik yang
> > > mutlak. Oleh karena itu kerap kali cukup diberi dengan "air
> putih"
> > > yang dimasukkan afirmasi "memori" atau "informasi" yang
> dibutuhkan
> > > termasuk juga sugestinya.
> > >
> > >
> > >
> > > Dengan demikian maka ilmu kedokteran Barat tidak dapat disamakan
> > > dengan pengobatan alternatif manapun. Maka memang tepatlah
> dikatakan
> > > bahwa pengobatan alternatif itu sifatnya komplementer. Saling
> mengisi
> > > sifatnya. Apa yang dapat dilakukan oleh kedokteran medis misalnya
> > > memberi zat aktif, infusi dan injeksi tidak dapat dan tidak boleh
> > > dilakukan oleh pengobatan komplementer. Sebaliknya, apa yang
> dapat
> > > dilakukan oleh penyembuhan komplementer banyak yang tidak mampu
> > > dilakukan oleh ilmu medis Barat. Umpamanya kemampuan untuk
> membaca
> > > secara intuitif sinyal semiotik yang dipancarkan oleh tubuh
> pasien itu
> > > sendiri, terutama bila pasien tersebut tidak dapat atau
> kehilangan
> > > kemampuan berkomunikasi secara verbal. Misalnya, bagaimana
> mendengar
> > > keluhan simtomatik dari seorang bayi, seorang bisu tuli, seorang
> > > setengah waras, seorang yang pingsan, seorang autis, seorang yang
> > > mengidap amnesia atau "dementia mentis", pikun dsb? Keduanya
> > > dibutuhkan tetapi tetap saja metode penyembuhan komplementer
> sifatnya
> > > lebih klasik (sudah eksis sejak zaman purba) dan lebih terjangkau
> oleh
> > > rakyat kecil terutama di daerah terpencil.
> > >
> > >
> > >
> > > Jakarta, 18 Oktober 2007.
> > >
> > > Cum misericordia et compassione,
> > >
> > > Mang Iyus
> > >
> > > Rujukan:
> > >
> > > 1) "Tugasku Adalah Panggilanku", Buku Kenangan Perayaan 50 th
> hidup
> > > membiara, edisi khusus, hlm. 101,102.
> > >
> > > 2) ibid. hlm.37.
> > >
> > > 3) Nigel Hawkes, Neutrino Discovery Could Solve Massive
> Cosmological
> > > Riddle, News America Digital Publishing, June 5, 1958.
> > >
> > > 4) Core Shamanisme, Wikipedia,
> http://en.wikipedia.org/wiki/Core_Shamanism
> > >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Instant hello

Chat in real-time

with your friends.

Health & Fitness

on Yahoo! Groups

Useful info for the

health conscious.

Green Groups

on Yahoo! Groups

share your passion

for the planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: