Kamis, 08 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: TO PEE OR NOT TO PEE (By. SeksPeare) deductive reasoning

Asyik juga chatting dengan Anda ditengah-tengah kesibukan...

Lanjutin obrolan warkopnya nih, hehe...

Alexander: Disini anda melakukan Generalisasi yang berlebihan, keadaan di  Indonesia yang (memang) mempunyai mentalitas proyek tidak seluruhnya bisa diterapkan pada kalangan Akademisi apalagi di seluruh dunia. Ilmu Sosial lebih mudah dipelintir karena memang sifatnya yang kurang terukur sehingga mudah dimanipulasi.

Tuhantu: Yah, emang kesannya ada generalisasi disitu... Tentunya, yang saya maksud adalah akademisi yg motivated oleh status-simbol-simbol itu berdasarkan institusinya sendiri-sendiri... Sepertinya mereka tak mampu berfikir diluar dari kerangkeng three musketeers, tersebut... Thats what I meant.

So, supaya tidak terjadi generalisir, sebutkan satu saja contoh dari Anda karakter akademisi yg tidak demikian itu. Saya paling hanya bisa sebut sangat sedikiiiittttttt nama: Arief Budiman dan Fadjroel Rachman?

Alexander: Jika apa yang anda katakan sebagai agama adalah "believe system", saya sependapat dengan anda. Tetapi saya rasa agama (yang benar?) itu lebih dari sekedar believe system thok.

Tuhantu: Gimana pendapat Anda dengan statement berikut: Ekonomi adalah Agama Terbenar? ... Hahaha... Beberapa tahun lalu, ada lembaran-lembaran satire saya yg beredar di warung-warung kopi di kota saya (gratis!) salah satunya ada satire berjudul: Ekonomi adalah Agama yg Tertua & Terkuat.

Boleh-boleh aja ada yang mengaku dekat dengan tuhannya, dengan segala permainan katanya, ayat-ayatnya, contoh nabi-nabinya... Pertanyaan saya: Mampukah orang tersebut melakukan sesuatu (berdasarkan profesinya atau diluar profesinya) TANPA BAYARAN?... Nah, menurut Anda, gimana?

Alexander: Bila berbicara secara ideal, sains itu berbicara untuk mencocokkan apa yang ada di dunia nyata (yang berarti sensory experiences) dengan dunia konseptual yang dikembangkan oleh rasio manusia. Sains digunakan oleh manusia untuk memprediksikan masa depan berdasarkan Pola-pola yang dikenali tersebut.

Tuhantu: Jika mempertimbangkan ke-ideal-an kalimat diatas, menurut Anda, Planologi, Psikologi, Sosiology (terlepas dari apakah itu sains atau bukan, toh ilmu-ilmu itu menggunakan term logy juga bukan?) berarti telah GAGAL? (Kegagalan yg saya maksud adalah untuk konteks Kota Jakarta) Gimana menurut Anda?...

Perhatikan kalimat Anda, yakni: untuk memprediksi...

Saya hubungkan dengan salah satu tulisan saya di forum yg lain, sbb:

ILLUSTRATION: March 22, 2007 I wrote in three main mailing lists of Indonesia, where I was making fun of the city of Jakarta. With 70% of it..s citizen living under poverty, it is simply that Jakarta is a very straight and simple example of the failure development of a modern city.

Currently -not even one year after those messages- I noticed there are huge amount of seminars, kongres, articles, essays, or even simple chit chat about city and public space. In September 2007, just like being electrically shocked, bunch of Architects in Jakarta held a seminar with a tophic of Public Space and social aspects of a city.

Almost like a big joke for me, that those main group and Assosiation of Architects in Indonesia were just about to talk the city where they are existed for decade, and they dont realize what have been happening under their noses... I wrote this joke (with Indonesian language) into one of my blog: http://warkop-institute.blogspot.com

QUESTION: Why after more than 30 years, almost nobody, I repeat, NOBODY asking about The Master Plan of Jakarta City? Where are those Professors of Planology? Where are those thinkers? What they have been doing for the past view years? The Capital City of Indonesia is currently almost NO MORE PUBLIC and GREEN SPACE! Despite all the main INTELLECTUAL and MEDIA INSTITUTIONS are centralized there.

Tuhantu: Nah, gimana tuh...  Kok institusi-institusi keilmuan dan intellectual di Jakarta tidak dapat memprediksi sendiri kota yg mereka diami selama bertahun-tahun?... Kepada Bung Alexander yg hobby mencermati Cara Berfikir, saya ingin bertanya, bagaimana cara berfikir yg demikian itu?...

Demikian dulu sementara obrolan warung kopi ini, hehehe...

Be Fun

Tuhantu

http://hole-spirit.blogspot.com

 

Jika apa yang anda katakan sebagai agama adalah "believe system",
> saya sependapat dengan anda. Tetapi saya rasa agama (yang benar?) itu
> lebih dari sekedar believe system thok.

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "Alexander" <alexanderkhoe@...> wrote:
>
> Dear
>
> thanks again for your qoestions
>
> >
> > Alexander: Perhatikan kalimat selanjutnya dari Anton, yang dimaksud
> > berhubungan
> > dengan agama tradisional dimana manusia sebenarnya telah menciptakan
> > pola-pola tertentu berdasarkan pengamalaman hidup sehari-hari dan
> > relasinya satu dengan yang lain....
> >
> > Tuhantu: Justru itu, mengapa bagi sebagian besar orang, ternyata
> tidak
> > mudah?... Toh, pola-pola itu telah tersedia secara GRATIS?... Hanya
> > dalam Industri Pendidikan saja, pola-pola itu TIDAK menjadi gratis,
> > alias mbuayar... Jika Dire Strait bersadba dalam surah ½Money for
> > Nothing½ sebagai sindiran atas penyanyi - penyanyi MTV, maka
> bukankah
> > lagu yg sama bisa kita nyanyikan kepada Industri Pendidikan kita?...
> > Anyway, bukankah sangat menarik, jika setiap manusia punya ½agama½
> > yg dianutnya dan dibuatnya sendiri, sesuai dengan manfaat,
> efektifitas
> > dan keperluannya masing-masing?...
> ----------------------------------------
> Alexander:
> Tidak semua orang bisa melihat Pola tersebut. Pendidikan (yang BAIK)
> memberikan alat dasar untuk mengenali pola ini. Inti dari pendidikan
> yang baik adalah akronim 3 R ('rite, 'riting and 'rithmetics) dan 2 P
> (purpose and Programming). Ini adalah kemampuan dasar yang tidak
> serta merta manusia dapat menguasainya, minimal perlu orang tua yang
> membimbing melalui pendidikan dasar ini. Industri Pendidikan
> sebenarnya tidak selalu berhubungan dengan Pendidikan yang baik ini.
>
> Jika apa yang anda katakan sebagai agama adalah "believe system",
> saya sependapat dengan anda. Tetapi saya rasa agama (yang benar?) itu
> lebih dari sekedar believe system thok.
>
>
>
>
> > Alexander: ini terjadi secara otomatis dengan menggunakan penalaran
> > induktif (Inductive reasoning is the easy side of
> > our thinking style). Dalam bernalar induktif ini, kita tidak
> dibebani
> > untuk mempertanggungjawabkan pola-pola yang kita kenali.
> >
> > Tuhantu: Bukankah apa yang Anda katakan di atas (khususnya yg saya
> > pertebal) PERSIS seperti para akademisi (khususnya sosial dan
> budaya)
> > memperlakukan masyarakat diluar institusinya sebagai ½OBJEK½
> > sekaligus ½PROYEK½ bukan?...
> ------------------------------------
> Alexander:
> Disini anda melakukan Generalisasi yang berlebihan, keadaan di
> Indonesia yang (memang) mempunyai mentalitas proyek tidak seluruhnya
> bisa diterapkan pada kalangan Akademisi apalagi di seluruh dunia.
> Ilmu Sosial lebih mudah dipelintir karena memang sifatnya yang kurang
> terukur sehingga mudah dimanipulasi.
>
> Bila berbicara secara ideal, sains itu berbicara untuk mencocokkan
> apa yang ada di dunia nyata (yang berarti sensory experiences) dengan
> dunia konseptual yang dikembangkan oleh rasio manusia. Sains
> digunakan oleh manusia untuk memprediksikan masa depan berdasarkan
> Pola-pola yang dikenali tersebut.
>
>
> >
> > Alexander: Kemudian pola yang dikenali oleh satu atau beberapa orang
> > menyebar dengan cepat ke dalam komunitasnya dengan berbagai macam
> media
> > seperti mitos, gosip etc....
> >
> > Tuhantu: Saya ada dua pertanyaan:
> >
> > 1. Apa komentar Anda tentang tulisan dan film tentang ½The
> > Secret½?...
> --------------
> Saya spendapat dengan Pak Hudoyo tentang hal ini, buka saja posting
> beliau. Kurang lebih buku dan film ini, hanya menyebarkan meme purba
> yaitu kerakusan manusia.
>
> >
> > 2. Apa komentar Anda tentang ilmu ½Planologi½ dan fenomena
> > sosial-kemasyarakatan kota Jakarta?...
> --------------
> ndak tahu, saya tidak punya basis pengetahuan tentang hal ini.
> Sekarang anda yang mempunyai pengetahuan tentang bidang ini apa
> pendapatnya???
>
> >
> > Alexander: Pola-pola seperti ini telah terakumulasi dalam suatu
> budaya
> > tertentu DAN secara otomatis akan membentuk suatu
> > Pandangan Hidup tertentu, yang bisa disebut juga "agama
> tradisional".
> >
> > Tuhantu: Bagaimana pandangan anda tentang point-point yg ada dalam
> > Pancasila?... Kemaren saya iseng-iseng mampir ke rumah Om Gugel,
> disana
> > ketemu Om Anton yang bilang begini:
> >
> > The Five Commandments of Catism are: (1) Don't run, if you can walk.
> > (2) Don't walk, if you can stand. (3) Don't stand, if you can
> > sit. (4) Don't sit, if you can lie down, and (5) Don't stay
> > awake, if you can take a nap.
> >
> > Kalau nggak salah, tulisan tersebut mirip atau sama dengan apa yang
> Anda
> > kutip, sebelumnya. Nah, sekarang bandingkan kelima ½Five
> Commandement
> > of Catism½ di atas dengan point-point yg ada dalam
> > ½Pancasila½...
> -------------------------
> Alexander:
> Kelima sila dalam Catism bisa dirangkum menjadi satu prinsip
> yaitu "selalu menggunakan energi terendah dalam menghadapi segala
> sesuatu", saya pikir ini adalah pola yang dikenali dari hukum alam.
> Kalau Pancasila sendiri, saya tidak akan berkomentar panjang lebar
> karena jelas sila pertama saja sudah merupakan pola buatan manusia
> yang sebenarnya 'import'.
>
>
> itu dulu saja, saya harus mengerjakan yang lain
>
> salam,
> alexander
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Endurance Zone

A Yahoo! Group

Learn how to

increase endurance.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: