Jumat, 14 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Re: Fw: Kolom IBRAHIM ISA - - KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME

perdebatan sebab akibat dari kolonialisme bermuara pada pertanyaan: siapa sekarang yg menikmati kemerdekaan nkri, dan berapa juta rakyat indonesia yg hidupnya di bawah standard normal?
 
hl

Trikoyo <trikoyo@telkom.net> wrote:
From: "Trikoyo" <trikoyo@telkom.net>
To: "heri latief" <herilatief@yahoo.com>,
"BISAI" <annakarenina@quicknet.nl>
Subject: Re: {Spam?} [HKSIS] Re: [sastra_tki] Fw: Kolom IBRAHIM ISA - <YANTI MIRDAYANTI> - KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME
Date: Sun, 16 Dec 2007 04:54:52 +0700

Maaf, aku gak ngerti cara kirim ke yang lain-lain jadi hanya kukirim ke Bung BISAI  dan bung Heri Latief yang aku tahu alamatnya dan tahu caranya. Aku gak tahu cara pakai komputer. Aku cuma ngawur dan kompouterku ini baru rewel dan masih dalm keadaan direparasi. alamat bung Ibrahim Isa juga hilang di komputer ini. Mungkin pergi naik haji di musim haji tahun ni. Bung Isa kirim mail dong. Komputerku hilang data2nya. Kalau bung kirim kan saya bisa catat alamatnya. Aku gak tahu cara cari data yang ngungsi. Silakan ketawain, aku memag gak tahu.  Dasar kakek jompo tolol aja kotak-katik pakai komputer. Maaf,
 
---------------------------------------------------------------------
 
Kakek Jompo :  Komentar???????????
 
Jam 03.00 WIB dini hari. Aku terbangun dari tidur nyenyakku.
Langsung aku ke kamar mandi peru membuang hajat kecil. Sesudah kembali ke kamar sumpekku ini kunyalakan komputer. Kubuka mail dan kudapati ada mail yang masuk. Cuma satu dari  BISAI dengan judul  Komentar : BISAI. 
 
Kubaca dua kalimat dalam baris pertama yang berbunyi "Reaksi yang sangat logis dari bung Sunny. Kolonialisme tentu saja jelek, itu jelas bagi setiap orang.."
 
Tentu saja aku membaca lanjutannya sampai selesai. Komentar itu tepat dan bagus.
 
Lalu kubaca baris pertama apa yang ditulis SUNNY berbunyi sbb.:
 
Kolonialisme tetap saja kolonialisme bukan berita baru, anak kecil di SD  yang baca koran pun tahu,
 
Kubaca lagi terus ke bawah dan ada kolom Ibrahim Isa yang mengomentari tulisan Yanti Mirdayanti juga tentang kolonialisme.
 
Aku terpaksa berhenti menulis. Aku ingin menanyakan kepada anak-anak SMP, SMA, juga anak-anak SD apa komentar mereka tentang "kolonialisme". Sebab di depan rumahku anak-anak selalu berolah raga.
 
--------
 
Ketika kutanyakan kepada beberapa orang anak, ternyata mereka memang ngerti arti kata "kolonialisme" yang menurut mereka - penjajahan, ratusan tahun dijajah Belanda dan sekarang sudah merdeka - .
 
Ketika kutanyakan bagaimana pendapat mereka tentang pedagang kaki lima, pedagang kecil, penduduk yang tinggal di daerah kumuh  yang diobrak abrik kamtip, tentang kenaikan bbm,  tentang langkanya minyak tanah dan kenaikan harga yang terus menerus setiap hari, apa jawab mereka : "gak tahu, itu urusan pemerintah".
 
Dan apa kesimpulanku?
 
Suharto dan orde barunya sudah berhasil membodohkan rakyat kita.  Jadi kalau menganggap anak SD yang baca koran pun tahu tentang "kolonialisme" itu bukan anak SD di negeri ini, tapi anak SD di Jepang, Eropa dan negeri-negeri lain, bukan negeriku Indonesia tercinta ini.
 
Aku sudah kakek-kakek 81 tahun, tak bisa berbuat banyak untuk negeri ini.
Bangkitlah yang masih muda-muda, rubahlah keadaan negeri ini. Pendidikan putra  putri negeri ini sangat penting.
 
Kalau soal penindasan  yang paling elementer saja gak ngerti bagaimana kita mau meningkatkan kesejahteraan di negeriu ini. Tak usah jauh-jauh bicara tentang melenyapkan kemiskinan.  Tangeh lamun. Sebaiknya kita tak usah jadi pungguk yang rindukan bulan, bukan? Perjuangan harus diumulai dari nol.  Oooo kakek, kakek jompo, mbok gak usah mikir yang jauh jauh. Sejak 1965 kita sudah jungkel ke dasar paling bawah dan harus bangkit.  Kita harus mulai  lagi menyanyikan lagi.
 
Di timur matahari mulai bercahya,
Bangkit dan berdiri kawan semua.
Marilah mengatur barisan kita,
Seluruh pemuda Indonesia.  
 
Tangerang, 15 Desember 2007.
 
---------------------------------------------   
 
----- Original Message -----
From: BISAI
Sent: Saturday, December 15, 2007 1:07 AM
Subject: Re: {Spam?} [HKSIS] Re: [sastra_tki] Fw: Kolom IBRAHIM ISA - <YANTI MIRDAYANTI> - KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME

Komentar: BISAI
 
Reaksi yang sangat logis dari bung Sunny. Kolonialisme tentu saja jelek, itu jelas bagi setiap orang. Tapi fasisme Suharto dalam hitungan bulanan saja bisa menyembelih tiga juta rakyat Indonesia yang tidak berdosa dan algojonya tidak dihukum, bahkan menghukum orang lain dan akan dapat uang triliunan rupiah  hasil mendenda orang lain yang mengungkapkan korupsinya dan hasil malingnya. Soalnya apakah tepat  sekarang ini membangkitkan nasionalisme untuk secara sadar atau tidak sadar melupakan sejarah lautan darah kepala  rakyat  yang dipotong Suharto dalam peristiwa G30S(uharto). Nasionalisme tidak berdaya dan bertekuk lutut di hadapan kekejaman Suharto dan Orba-nya dan bahkan hingga sekarang Nasionalisme yang kembali membesar seperti gajah bengkak itu tidak juga tahan uji dalam menghadapi gelombang dan tsunami korupsi dan turut bermain dalam kekuasaan sambil juga makan minum duit sepuas mungkin. Dengan tidak bermaksud mereduksi  kekekaman dan penindasan kolonialisme, tapi selama berkuasa 350 tahun di Indomesia, dia tidak menyembelih begitu banyak kepala rakyat seperti yang disembelih Suharto: 3 juta manusia tanpa hukunman, korupsi bermilyar milyard dollar tanpa hukuman, menhanhanrukan ekonomi  dan memiskinkan lebih dari 200 juta manusia Indonesia tanpa hukuman, menyebarkan budaya korupsi dan penghancuran demokrasi tanpa hukuman. Siapakah yang patut dijadikan pahlawan sekarang ini, bila Suharto dan keturunan Orbanya masih tetap menghisap dan menidas rakyat Indonesia, tetap berkuasa dan merajalela. Bila ada pahlawan, cumalah pahlawan korupsi yang pembidas undang-undang dan kebal hukum. Pemimpin nasional ternyata tidak lulus dalam ujian sejarah dan hanya mewariskan penyerahan, ketidak berdayaan serta penghianatan terhadap teman seperjuangan.Menyorong-nyorongkan nasionalisme di saat Suharto dan keturunan Orba masih berkuasa, hanya akan mengalihkan perlawana rakyat terhadap Suhartoisme dan ketururnan Orbanya dan cumalah penipuan dan penghinatan terhadap rakyat. Obral kata-kata sudah melebihi inflasi verbal yang sudah tak mungkin lagi dicerna oleh massa rakyat yang ingin kejelasan siapa musuh mereka dan siapa kawan mereka. Sifat banci politik membikin muak semua orang dan membosankan siapa saja.
BISAI.
 
 
----- Original Message -----
From: Sunny
Sent: Friday, December 14, 2007 4:36 PM
Subject: {Spam?} [HKSIS] Re: [sastra_tki] Fw: Kolom IBRAHIM ISA - <YANTI MIRDAYANTI> - KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME

Kolonialisme tetap saja kolonialisme bukan berita baru, anak kecil di SD  yang baca koran pun tahu, yang celaka ialah  banyak orang lupa bahwa yang dimerdekakan dari cenkraman kolonial bertindak seperti kolonilal dan malah lebih buruk dari kaum kolonial, sebagai contoh pemerintah NKRI. Lihat saja perlakuan terhadap tahan politik teristimewa apa yang dilakukan pada tahun 1965/1966 dan perlakuan terhadap ratusan ribu tahan politik. Lihat saja perlakuan TNI tidak banyak bedanya dengan tentara kolonial.
 
 
----- Original Message -----
From: HKSIS
To: HKSIS-G
Sent: Friday, December 14, 2007 3:21 PM
Subject: [sastra_tki] Fw: Kolom IBRAHIM ISA - <YANTI MIRDAYANTI> - KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME

 
----- Original Message -----
From: isa
To: HKSIS
Sent: Friday, December 14, 2007 9:09 PM
Subject: Kolom IBRAHIM ISA - <YANTI MIRDAYANTI> - KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME

*Kolom IBRAHIM ISA*

*----------------------------*

*Jum'at, 14 Desember 2007*



*<YANTI MIRDAYANTI>*

*KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME*

Belum lama di ruangan ini dipublikasikan artikel tentang, dubes Belanda
di Indonesia NIKOLAS VAN DAM, yang memberikan ceramah di Pesantren
Darusalam Gontor <Ponorogo, Jawa Timur>. Beberapa pembaca memberikan taggapannya. Di antaranya dari seorang sarjana muda Indonesia, bernama YANTI MIRDAYANTI. Yanti diperkenalkan kepadaku beberapa tahun yang lalu, oleh seorang kawan, pada kesempatan memperingati 'Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945', di Wisma Duta, di Wassenaar, Holland.



Yanti Mirdayanti tergolong kaum muda Indonesia. Dewasa ini ia mengajar (
jadi dosen) pada sebuah Universitas di Bonn, Jerman. Dari tanggapan
Yanti Mirdayanti, dapat dilihat bahwa sarjana Indonesia tergolong kaum
muda, yang sekarang ini bekerja di Bonn, Jerman, memiliki pengetahuan
dan sikap mengenai kolonialisme, khususnya kolonialisme Belanda, yang
jernih dan benar.



Sikap dan pandangan seperti yang diuraikan Yanti Mirdayanti, yang jernih
dan teguh mengenai kolonialisme, mengenai sejarah bangsa kita, adalah
pandangan yang merupakan dasar dan arah bagi pencerahan fikiran dan
kemajuan bangsa. Suatu sikap dan pandangan kebangsaan yang selalu
diajarkan salah seorang pejuang unggul kemerdekaan dan bapak nasion
Indonesia, BUNG KARNO. Supaya kita semua, dengan tepat mengenal sejarah bangsa sendiri, memiliki pandangan BEBAS MANDIRI, BERDIRI DI ATAS KAKI SENDIRI, dan BERPKRIPADIAN INDONESIA.



Khusus mengenai masalah sejarah bagi bangsa ini, teristimewa bagi kaum
mudanya, amat mendesak dimilikinya pengetahuan dan sikap yang jernih.
Mengenal sejarah bangsa sendiri, mengenai sejarah hubungan internasional
yang jernih dan tepat, yang bertolak dari kepentingan dasar bangsa
Indonesia, akan memperteguh dan memajukan pandangan dan pendirian kaum muda, terhadap masalah-masalah seperti kesadaran berbangsa, identitas nasion Indonesia dan patriotisme.



Terlebih lagi pentingnya ditegakkanya pandangan tsb, mengingat selama
periode rezim Orba, fakta-fakta, konsepsi dan pemahaman mengenai masalah sejarah bangsa, sudah begitu dijungkirbalikkan, dibengkak-bengkokkan, sehingga membenamkan sampai ke dasarnya keberanian dan kemampuan untuk dengan bebas berfikir sendiri, untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan sendiri. Pada periode Orba, kaum muda kita dijejali dengan konsepsi dan pandangan yang mutlak membenarkan sikap, pandangan dan politik penguasa. Bahwa kebenaran dan keadilan adalah milik penguasa semata.



* * *



Untuk selanjutnya tulisan-tulisan berikutnya dari Yanti Mirdayanti,
termasuk yang menyangkut masalah internasional, seperti masalah SELAT
MALAKA, dan SEKITAR PRESIDEN RUSIA PUTIN, akan dimuat di ruangan ini
pada waktu mendatang.



Mari ikuti tanggapan YANTI MIRDAYANTI, mengenai kolonialisme Belanda:



KOLONIALISME TETAPLAH KOLONIALISME



Apa pun alasannya,kolonialisme tetaplah kolonialisme. Tidak ada
keuntungannya untuk negara yang dijajah. Kalau umpamanya Belanda
meninggalkan 'warisan' jalan-jalan raya atau beberapa hal yang waktu itu
dibangun dengan berbekal teknologi Eropa, toh mereka membangunnya juga
demi kelancaran proses perekonomian mereka di negara jajahan. Buruh
bangunan yang dipakai untuk membuat jalan-jalan juga rakyat Indonesia,
dan mereka kuli tak diupah.

Hitler di Jerman juga mendirikan jalan-jalan tol (Autobahn) yang
besar-besar dan mulus itu tokh tujuan utamanya demi kelancaran lalu
lintas transportasi militernya.

Kalau dulu Belanda berkunjung ke Indonesia demi kebaikan hati, maka
tidak mungkin mereka mengangkut dan memperdagangkan rempah-rempah hasil bumi Nusantara oleh mereka sendiri secara monopoli (dalam bentuk VOC). Tidak mungkin pula mereka tingal di Indoeneia sampai 350 tahun. Pasti betah orang-orang Belanda dulu di Nusantara yang gemah ripah loh jinawi, hijau, makmur buminya. Alamnya begitu ramah dan iklimnya yang hangat terus, tidak seperti di negara mereka yang ada musim dinginnya.
Masyarakat tradisional Nusantara juga begitu ramahnya terhadap tamu
pendatang. Terlalu ramah, saya kira. Semuanya adalah syurga untuk kaum
Eropa dan telah disalahgunakan oleh kaum kolonial Belanda dalam bentuk:
penjajahan.



Jaman modern ini juga sama. Imperialisme tetap saja imperialisme. AS
menyerang Irak dengan dalih menegakkan demokrasi. Sekarang masih
berkuasa secara militer di Afghanistan dengan dalih terorisme, Taliban,
Al-Qaida, etc. Tokh hasilnya masih tetap kehancuran bagi warga civil di
sana.



Nah, baru-baru ini Bush dipermalukan oleh hasil laporan Dinas Rahasia AS
sendiri yang mengumumkan bahwa Iran ternyata tidak memiliki atom nuklir.

Apakah tujuan laporan itu sendiri untuk menyelamatkan Bush di penghujung masa jabatannya atau bertujuan untuk menghindarkan perang AS-Iran, ataukah ada tujuan politis lainnya. 'Ntah lah.

Jadi, yang jelas, dalih apa pun tidak bisa diterima kalau suatu negara
menjadi tuan raja di negara lain.



Kolonialisme tetap kolonialisme. Belanda dulu di Indonesia adalah tamu
tak diundang yang telah datang dengan perahu kosong mereka ke Nusantara.
Kemudian tinggal lama di bumi Nusantara ini sambil mengisi penuh perahu
mereka. Bulak-balik Indonesia-Eropa sebagai bandar dagang dengan menjual hasil bumi Nusantara ini. Keuntungan hasil penjualan adalah untuk negara Belanda sendiri, bukan untuk kemakmuran rakyat Nusantara.

Salam dari Bonn,

Yanti Mirdayanti -













.





sastra-pembebasan@yahoogroups.com
milisgrup opini alternatif

http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/
penerbit buku sejarah alternatif

http://progind.net/
kolektif info coup d'etat 65: kebenaran untuk keadilan


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Reconnect with

college alumni.

Fitness Edge

on Yahoo! Groups

Learn how to

increase endurance.

Food Lovers

Real Food Group

on Yahoo! Groups

find out more.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: