Minggu, 09 Maret 2008

[psikologi_transformatif] Tylla Tak Jelekkan Bangsa, Mahasiswa Tak Minati Pancasila

Silakan dicermati isi dua artikel terpisah berikut.

Silakan bila ada tanggapan, dsb. Terimakasih.

Salam,
Juneman

------
http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.03.04.02121113
Mahasiswa Tak Minati Pancasila
Selasa, 4 Maret 2008 | 02:12 WIB

Jakarta, Kompas - Melemahnya kekuatan Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa juga terjadi kepada kelompok mahasiswa. Kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (3/3).

Mengutip survei yang dilakukan aktivis gerakan nasionalis pada 2006, sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup.

"Hanya 4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara," katanya.

Penelitian itu dilakukan di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya. Perguruan-perguruan tinggi tersebut selama ini dikenal sebagai basis gerakan politik di Indonesia.

Danial menilai survei tersebut menunjukkan kondisi riil di perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Kondisi ini menunjukkan semakin rendahnya semangat nasionalisme di kalangan generasi penerus bangsa.

"Banyak generasi muda yang lupa isi harfiah Pancasila. Apalagi mengerti Pancasila secara maknawi?" lanjutnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menambahkan, nilai Pancasila yang digali para pendiri bangsa masih sangat relevan dengan kondisi kekinian. Sikap alergi sebagian anak bangsa dengan Pancasila dapat menjadi pemicu disintegrasi bangsa. (MZW)

------

Wawancara
Tylla Subijantoro: Saya Tidak Menjelekkan Bangsa

TYLLA Subijantoro, mahasiswi S-2 ilmu hukum Universitas New Delhi,
India, tiba-tiba mencuri perhatian. Pertanyaan Tylla kepada Presiden
Yudhoyono konon membuat SBY marah. "Saat berdialog dengan masyarakat
Indonesia di India, ada warga yang sejak mulai bicara sampai selesai
menjelek-jelekkan negeri kita dan memuji luar negeri. Saya
menyesalkan," kata SBY di Tanah Air.

Apa yang ditanyakan Tylla kepada SBY pada pertemuan 23 November lalu
itu? Berikut petikan perbincangan Tylla dengan Basfin Siregar dari Gatra:

Benarkah Anda menjelek-jelekkan bangsa sendiri?
Saya tidak terima dibilang menjelek-jelekkan bangsa! Yang saya
jelek-jelekkan itu pemerintah. Saya membandingkan kebijakan
Pemerintah India dengan SBY. Saya lihat Pemerintah India memberi
subsidi gede banget untuk pendidikan. Adalah salah pemerintah kalau
pendidikan di Indonesia makin nggak terjangkau!

Berapa uang kuliah Anda di India?
Untuk program S-2 dua tahun, saya cuma bayar US$ 600, sekitar Rp 6
juta. Itu sudah all-in, sudah admission fee dan tuition fee. Tinggal
mikir biaya hidup. Dan biaya hidup di Delhi sama dengan di Jakarta.
Uang US$ 600 itu pun karena saya foreigner yang bayar lebih mahal.
Soalnya, duit saya itu dipakai buat subsidi warga India asli. Kalau
orang India yang kuliah, setahun bayarnya cuma 700 rupee, sekitar Rp 40.000.

Bagaimana dibandingkan dengan biaya di Indonesia?
Tahun lalu, saya mendaftar program notariat. Untuk semester pertama
saja habis Rp 50 juta.

Anda kaget ketika SBY marah?
Sebenarnya SBY marah bukan karena pertanyaan saya. Melainkan karena
waktu SBY ngasih penjelasan, eh, saya malah bisik-bisik ke teman.
Saya bilang, ''Ah, SBY mau ngomong apa, nyatanya anaknya disekolahin
ke luar negeri juga. Berarti dia setuju pendidikan di luar negeri bagus.''

Reaksi SBY bagaimana?
SBY sepertinya menganggap saya anak yang kaget. Baru sekali sekolah
di luar negeri, kok, sudah sombong banget. Soalnya, SBY bilang bahwa
dia sudah sembilan kali sekolah di luar negeri, dan pendidikan di
Indonesia nggak jelek. Tapi kenyataannya, di ranking dunia,
pendidikan Indonesia kan nggak masuk?

Ketika dibentak, reaksi Anda sendiri bagaimana?
Saya senyum aja, terus diem nunduk-nunduk, manggut-manggut minta
maaf. Terus saya perhatikan lagi. Tapi saya bisik ke teman itu cuma
beberapa detik aja kok. Sepanjang sebelumnya saya juga memperhatikan
penjelasan SBY.

Seperti apa jawaban SBY waktu menjawab pertanyaan Anda?
Ya pokoknya pemerintah sudah bekerja, bahwa pendidikan di Indonesia
tidak jelek. Pendidikan di luar negeri ada yang bagus, tapi ada juga
yang lebih jelek dibanding di Indonesia. Begitu. Terus waktu menjawab
soal buku-buku murah, SBY bilang kalau pemerintah juga sudah
menyiapkan content (materi) untuk buku-buku SD, bagaimana agar bisa
kepake untuk sekian generasi. Teknis begitu. Itu kan nggak nyambung
dengan apa yang saya sampaikan.

Seperti apa subsidi pendidikan di India?
Di sini, buku murah luar biasa, bahkan buku-buku impor karena
pemerintah memberi subsidi kertas! Selain itu pemerintah juga bikin
kerja sama dengan penerbit-penerbit gede kayak Penguin Books agar
buku-buku mereka bisa dicetak di India, jadi bisa dijual lebih murah.
Buku-buku kuliah saya, kalau dikonversi ke rupiah, paling mahal cuma
Rp 10.000. Kalau di Indonesia, saya bisa keluar sampai Rp 2,5 juta
untuk beli buku saja. Dan karena subsidi kertas itu, harga langganan
koran juga murah. Saya itu langganan satu koran, satu majalah berita
semacam Gatra, dan satu majalah wanita. Nah, untuk langganan tiga
media itu, sebulannya saya cuma bayar 110 rupee, atau sekitar Rp
22.000. Selain itu di India, pelajar dapat fasilitas kartu abonemen
yang harganya cuma 50 rupee, atau sekitar Rp 10.000, yang berlaku
selama empat bulan. Dengan kartu pas itu, selama empat bulan kita
bisa gratis naik bis pemerintah jurusan apa aja. Mau
keliling-keliling Delhi juga boleh. Meski bisnya bobrok, tapi nyaman.
Berhentinya juga cuma di halte. Kartu abonemen itu selain untuk
pelajar, juga dikasih untuk pegawai negeri, tentara, orang jompo dan
physically disabled (orang cacat). Itu untuk transportasi.

Tidak takut dianggap melebih-lebihkan India?
Lho, justru karena saya cinta bangsa Indonesia, saya ingin pemerintah
belajar kepada India. Orang Indonesia itu pintar-pintar. Tapi,
soalnya, pemerintah tidak bisa memfasilitasi pendidikan murah. Para
insinyur di India mampu bersaing untuk masuk di Microsoft. Sedangkan
di Indonesia hanya beberapa orang saja yang beruntung. Maka tolonglah
pemerintah bikin agar pendidikan itu affordable.

Tapi, pendidikan di Indonesia kan ada juga bagusnya?
Kalau mau jujur, infrastrukturnya lebih bagus. Di kampus sudah ada
lift, whiteboard, pakai OHP. Kalau di sini enggak. Naik dari lantai I
ke lantai IV masih manual, masih pakai kapur tulis, terus nggak ada
AC. Tapi, kalau kualitas content-nya, kita kurang.

Kalau pengajarnya bagaimana?
Kalau di India enaknya, dosen-dosen itu bisa dihubungi kapan saja.
Kayak Amartya Sen, peraih nobel, kalau mahasiswanya minta diskusi
private session, masih dilayanin. Nggak susah. Bahkan presidennya
sendiri, Abdul Kalam, dia juga mengajar, dan masih bisa ditelepon!
Saya pernah bareng mahasiswanya makan malam bareng Abdul Kalam. Saya
lihat Abdul Kalam itu dikritik mahasiswanya yang orang India,
ditunjuk-tunjuk gitu, dia nggak marah kok. Masih santai aja.

Setelah pertemuan dengan SBY itu, apakah Anda ditegur, misalnya oleh
orang KBRI?
Ah, nggak. Orang KBRI itu asyik-asyik. Yang ribut itu justru pegawai
negeri (dari Indonesia) yang tugas belajar ke India. Mereka pada
marah. Dibilangnya saya itu anak itik yang baru keluar dari induknya,
kaget. Padahal saya kan juga bukan baru pertama kali ke luar negeri.
Sebelumnya saya kan juga sempat ikut summer course atau homestay
gitu. Tapi kan nggak kompatibel kalau membandingkan Indonesia dengan
negara-negara maju. Makanya dibandingin dengan India.

forum.wintersat.com/science-n-art/ 1711-tylla-subijantoro-saya-tidak-menjelekkan-bangsa.html


Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/join

(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:psikologi_transformatif-digest@yahoogroups.com
mailto:psikologi_transformatif-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
psikologi_transformatif-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:

http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: