Kamis, 25 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Media Cetak; Ujung Tombak Asa Masyarakat dalam Layanan Publik

Media Cetak; Ujung Tombak Asa Masyarakat dalam Layanan Publik
By Monde-Monde.....;)

Bila anda mengalami pelayanan public yang mengecewakan, apa yang akan
anda lakukan? Tentu, ada banyak alternatif, di antaranya; mengkritik
secara langsung secara asertif, memprotes dengan menegangkan urat
syaraf, melaporkan kepada manajemen, meninggalkan tempat kejadian
perkara dengan mengomel, memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan
jasa tersebut, … masih ada lagi; menuliskan kejadian berikut data
lengkap sebagai bukti di kolom suara pembaca surat kabar nasional.

"Tulis saja di koran nasional, pasti deh dapat tanggapan," kurang
lebih kalimat tersebut telah menjadi mantra sakti bagi sebagian
masyarakat, terutama di kota besar dan masyarakat yang memiliki
apresiasi tinggi terhadap budaya tulis. Media publik menjadi ajang
pencarian keadilan yang dipercayai kekuatannya.

Ada beberapa hal yang ingin penulis bedah dalam kasus atau fenomena di
atas. Suatu fenomena yang tidak lagi asing. Kita bisa dengan mudah
menemukan berbagai macam pengaduan, mulai dari pelayanan mesin ATM
yang tidak berfungsi baik, pelayanan parkir di pusat perbelanjaan,
pelayanan rumah sakit, pelayanan kartu kredit, dan banyak lagi.

Ajang apresiasi/ kesadaran masyarakat?

Hal yang menggembirakan dari fenomena tersebut adalah apresiasi
masyarakat kita terhadap media cetak. Masyarakat memiliki tempat
penyaluran yang bisa memuaskan, setidaknya jika dibandingkan dengan
melapor pada infrastruktur hukum. Dengan menulis kepada media cetak,
kasus yang diajukan gamblang tersaji bagi pihak penggugat dan
tergugat. Bukti pun tidak diabaikan, mereka akan mencantumkan berbagai
data pendukung seperti bukti pembayaran, tanggal kejadian, alamat
kantor cabang tempat kejadian, bahkan waktu serta nama subjek yang
memberikan pelayanan tidak menyenangkan, misalnya. Identitas pun
secara lengkap dan resmi akan dicantumkan, beberapa ada yang tidak
ditampilkan tetapi disimpan oleh redaksi.

Terkandung pula kesungguhan dan kemauan masyarakat untuk menghargai
dan mengikuti proses, tidak hasil instan. Menulis dan menceritakan
kejadian tidak menyenangka di Surat/ Suara Pembaca jelas tidak sama
dengan bergosip atau curhat. Mereka mempertaruhkan nama baik mereka
dengan mengirimkan identitas diri yang jelas. Mereka juga harus mampu
menunjukkan bukti-bukti yang jelas, kalau pun tidak disebut lengkap.

Kesabaran dan apresiasi terhadap proses pun diuji. Meskipun anda
begitu ingin kasus anda segera ditanggapi, atau setidaknya tampil
untuk memberi peringatan pada khalayak umum, anda bukan satu-satunya
yang melakukan hal tersebut. Maka tindakan ini bukan langkah gegabah
melainkan satu bukti anda sebagai warga yang beradab, meski diliputi
kekecewaan.

Motivasi

Mungkin ada satu yang hampir bisa dipastikan mengapa surat-surat itu
terus mengalir, terlebih dengan semakin canggih teknologi informasi
dan komunikasi meringkas waktu dan ruang. Kekecewaan. Kekecewaan
mendorong orang berduyun-duyun mengumpulkan bukti, membuat salinan
bukti, scan bukti, menulis surat, menulis email, lalu mengirimkannya
beserta identitas diri mereka.

Masih ada hal lain yang bisa kita telusuri;
- memberi pelajaran pada suatu institusi baik pemerintah maupun swasta
- berbagi pengalaman pada pembaca yang berarti sesama warga masyarakat
agar tidak mengalami kejadian (kekecewaan) serupa
- sebagai langkah `akhir' dari proses komplain yang telah dilakukan
secara langsung pada institusi

Sejauh ini, yang terselip adalah, benarkah institusi baru akan
bergerak ketika namanya terpampang dalam deretan keluhan di Surat/
Suara Pembaca?

Selanjutnya; Mengapa?

Ketidakpedulian dan atau Tidak Sensitif?

Bila hipotesa di atas benar, bahwa institusi akan lebih cepat
memberikan perhatian terhadap keluhan konsumen, ketika konsumen
melaporkan dalam media cetak. Maka, banyaknya demonstrasi yang sering
merembet pada aksi anarkis bisa mendapatkan kesamaan penjelasan.

Akan hadir deretan pertanyaan terhadap diri kita sendiri sebagai
bangsa, negara, masyarakat yang masih mengaku memiliki budaya
kolektif, dengan beribu jabaran indah yang menyertai.

- Apakah lebih memilih ditegur di depan umum, daripada secara internal?
- Apakah memilih menegur di depan umum, daripada secara internal?
- Apakah tidak mendatangkan nama buruk yang ke depannya akan
menurunkan citra, terlebih bila hal itu terpampang di media cetak
nasional?

(Budaya) Mempermalukan

Beberapa dari kita mungkin pernah mendengar beberapa jenis hukuman ada
di masyarakat yang tujuannya membuat pelaku kesalahan menjadi malu.
Harapannya adalah rasa malu itu akan menyadarkan pelaku untuk kemudian
sadar dan tidak mengulangi kembali di lain waktu. Sebut saja; mengarak
pasangan bahkan tanpa pakaian keliling desa, menyuruh orang untuk
menampar pipinya sendiri di muka umum, mungkin anda bisa menambahkan lagi.

Benarkah tujuan dari hukuman itu tercapai?
Benarkah kesadaran dan interospeksi tumbuh setelah hukuman dipermalukan?

Pernahkah anda mendengar curahan hati teman yang kurang lebih bernada,
"Aku bersedia dimarahi oleh bos, tapi tolong tidak di depan
orang-orang, aku kan malu.."
Pernahkah anda melihat orangtua memarahi buah hatinya sendiri di depan
umum?

Malu, itu yang pasti hadir.
Menyadari kesalahan?
Interospeksi?

Sepertinya harus terlebih dahulu direnungkan oleh yang memiliki posisi
sebagai pemimpin, sebagai bos, sebagai orangtua. Apakah kita mau
dipermalukan?

Suara Pembaca – Demonstrasi

Kisah yang kita baca di halaman surat kabar itu tidak hadir dengan
sendirinya. Tidak muncul dengan penuh senyum, tidak pula dalam
sekejap. Perusahaan memiliki resiko mendapatkan nama buruk dan malu
oleh keluhan di media tersebut. Konsumen pun harus melakukan `protes'
yang lebih menguras tenaga.

Bandingkan jika keluhan konsumen mendapatkan penyaluran dan proses
yang layak di tempat atau institusi yang dikeluhkan. Proses yang tidak
berbelit, hanya menyajikan janji dan permainan lempar konsumen ke satu
operator ke operator lainnya. Bukankah kedua belah pihak menyalurkan
energi secara positif dan mendapatkan keuntungan ke depan?

Bila dengan berbisik orang telah menoleh, teriakan pun menjadi sumbang
dan hanya membuang energi. Namun, yang masih banyak kita saksikan
adalah teriakan-teriakan di jalan hingga media cetak. Sayangnya..
teriakan itu pun belum mampu membuat mereka yang di atas menoleh
barang satu detik yang berarti.

Salam.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Real Food Group

Share recipes,

restaurant ratings

and favorite meals.

Best of Y! Groups

Check it out

and nominate your

group to be featured.

Fitness Challenge

on Yahoo! Groups

Get in shape w/the

Special K Challenge.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: