Sabtu, 27 Oktober 2007

Re: [psikologi_transformatif] Re: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto - Bagian 2

Mbak Swas,

Saya berangkat dari tuntutan publik saat sekarang ini.
Sedangkan anda melihat dari betapa sulitnya  mendidik mahasiswa psikologi dengan input SMU yang sdh demikian.
Kalau standarnya ditinggikan, maka takut pada kabur ; kalau standarnya que sera-sera ya tentu ada konsekuensinya.
Pareto anda dengan saya berbeda, tapi karena saya rasa sepakat mau menyelesaikan persoalan bangsa ini, mengankat martabatnya di tengah pergaulan bangsa, maka di sinilah landasan untuk kerjasama, sehingga kita tidak perlu ikut2 an main timpuk2an.

FW Taylor (1856-1915) bapak Scientific Management menempatkan manusia sebagai sub-ordinate dari mesin sehingga menimbulkan revolusi sosial sehingga tahun 1948  lahir Universal Declaration of Human Rights.
Posisi manusia dalam industri harus diurus oleh bagian Personalia yang biasanya SH.
Kemudian meningkat menjadi HRD dan sekarang Human Capital Development sejalan dengan proses globalisasi.

Tapi kalau manager produksi, pemasaran, utility, keuangan mempunyai Job Spec yang jelas sehingga prestasinya bisa diukur, maka kepala HCD ini masih serba kabur : apakah mengurus sistem penggajian, membuat KKB, mengorganisir training dsb sudah cukup untuk menilai kinerjanya ? Inilah yang sampai saat ini belum jelas. Sementara itu taken for granted posisi ini hrs dipimpin oleh psikolog.
Informasi berikut ini barangkali bisa dipakai untuk menjelaskan  tugas HCD :

" Awal agustus saya hadir dalam pengukuhan profesor ahli rheumatik di  Salemba.  Pada  pidato penutupannya memberikan pesan  pada rekan sejawat dan yang sedang menempuh studi spesialisasi dengan metafor menarik sbb. :
Ada seorang anak muda yang rajin sekali mencari ilmu pengetahuan, sebut saja namanya Fulan.
Ia belajar pada satu guru terkenal sudah berjalan dua tahun. Pada suatu pagi, gurunya berkata : " Fulan, coba ambilkan buku yang ada di dekat jendela ! ". Ia menjawab : " Guru, jendela yang mana ?". Sang guru marah dan berkata : " kau ini sdh dua tahun di sini kok jendela saja tidak tahu !". Fulan menjawab : " Guru saya kesini kan untuk mempelajari ilmu guru, bukan untuk melihat yang lain-lain !". Gurunya kontan marah dan berkata : " Kamu boleh pulang besok karena sudah lulus "
======
Dunia telah berkembang semakin interdepeden, mengglobal, kait mengkait antara kehidupan yang satu dengan yang lainnya, sedangkan cara kita mengetahui masalah (the way we know things) melalui ilmu pengetahuan menjadi semakin terfragmentasi, terpilah-pilah, terkotak-kotak dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang semakin sempit, meski dengan alasan yang bisa difahami, yaitu supaya semakin efektif. Karena itu setiap disiplin tidak akan bisa memahami, apalagi memecahkan realitas hidup, malahan seringkali menjadi tawanan (prisoner) dari apa yang dipelajarinya, bukannya menjadi seorang true master yang mempunyai kebebasan penuh dalam menggunakannya. (VISI BARU KEHIDUPAN. Penerbit PPM )

Inilah mutu lulusan perguruan tinggi kita. Masalah belum terasa ketika dia bekerja di perusahaan kecil /menengah dimana pemiliknya ikut aktif sehari-hari. Tapi menjadi masalah serius bagi perusahaan besar yang punya cabang dimana-mana.
Alih2 mensukseskan program perusahaan, yang terjadi direksinya malah sibuk mengurus orang berkelahi.
Terjadilah office politics yang saling menjegal.
Pertanyaannya dapatkah pimpinan HCD yang psikolog itu mengatasi soal ini ?
Pendidikan yang bagaimana yang diperlukan untuk menghasilkan pimpinan HCD yang cakap ?
=======
Karena the show must go on, maka dengan segala kendala yang ada di fakultas, bagaimana para staf pengajarnya mengantisipasi tantangan ini  ?

(Bersambung )

Salam,
Jusuf Sutanto

----- Pesan Asli ----
Dari: was_swas <was_swas@yahoo.com>
Kepada: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 27 Oktober, 2007 4:34:17
Topik: [psikologi_transformatif] Re: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto - Bagian 2

Terima kasih atas sharingnya, Pak. Saya sambung ya:

Saya garis bawahi tulisan Bapak: "namun hanya bisa dijawab oleh mereka yang mau terus menerus belajar"

Inilah kenyataan dalam sistem pendidikan dasar kita, pelajar dibiasakan mencatat dan menghafal. Akibatnya, harapan mereka ketika kuliah pun adalah mencatat and menghafal. Jika kita menggunakan pendekatan lain, misalnya seperti yang Bapak contohkan, maka saya yakin yang mau berusaha dan berhasil adalah mereka2 yang mau terus menerus belajar ;-).

Sisanya? Lebih besar kemungkinan untuk berhenti dan cari fakultas lain saja daripada mendapatkan pencerahan :) Alasannya? Kuliah kok nggak jelas tujuannya apa :)

Apa yang Bapak jabarkan itu bukan hal baru. Saya tahu ada beberapa dosen di fakultas psikologi (rata2 dosen muda berusia kurang dari 40thn) yang melakukannya. Simulasi seperti yang Bapak jabarkan itu sudah diterapkan belasan thn lalu oleh beberapa dosen. Kajian pop-culture seperti yang Bapak ajukan itu sudah muncul sejak belasan tahun lalu. Media email, milis, bahkan blog dan Y!M sudah digunakan beberapa dosen muda untuk sarana mengajar, konsultasi, dan memberikan bimbingan :)

Hasilnya? Hanya mereka yang mau belajar yang antusias mengikuti program seperti ini. Di fakultas tersebut, cukup berimbang jumlah mahasiswa yang kemudian memilih dosen lain (untuk mata kuliah yang sama) yang menggunakan pendekatan konservatif. Itu karena mereka punya pilihan dosen lain. Kalau mereka tidak punya pilihan dosen lain, seberapa besar probabilitasnya mereka tidak memilih fakultas lain? Fakultas yang bisa menjawab dengan lebih gamblang tentang: jika lulus, dapat ijazah, bisa melamar kerja sebagai apa?

Ini yang saya katakan pada Bapak: mungkin Bapak sangat mengerti tentang minyak, tapi ketika bicara tentang air, tampak bahwa Bapak belum selesai menggali sumur ;)

Saya rasa sungguh terlambat jika cara seperti ini baru diterapkan di perguruan tinggi. Lebih tidak efektif lagi ketika hanya diterapkan di bidang tertentu. Didikan seperti ini harusnya diterapkan pada tingkat pendidikan dasar, sehingga ketika seseorang masuk ke lingkungan universitas dia tidak akan terjebak menjadi sekedar "kolektor ilmu". Karena cara berpikirnya sudah berkembang dan siap untuk mau terus belajar tidak dibatasi jumlah tatap muka di kelas saja ;)

Dan benarkah dengan internet kita bisa mengarahkan mahasiswa bahwa "kita tidak dibatasi oleh besaran SKS, karena dengan adanya internet, kita bisa komunikasi tujuh hari seminggu dan 24 jam sehari dikurangi waktu tidur saja" ;)? Apakah semua mahasiswa mampu membayar internet 7x24 jam seminggu ;)? Jika mahasiswa dan dosen punya anggaran/fasilitas internet gratis seperti beberapa universitas di luar Indonesia sih iya :) Tapi untuk situasi Indonesia sekarang ini, apa yang Bapak katakan ini masih di awang2. Boro2 membayar akses internet 7x24 jam seminggu.. lha wong yang mau bayar kuliah saja sering terbentur masalah biaya ;).

Workshop intensif sih boleh2 saja :) Namun untuk sampai pada workshop seperti itu, mungkin sebaiknya dimulai dengan pemikiran yang lebih matang terlebih dahulu :)

>

Mengasah manusia dengan manusia boleh2 saja. Tapi mengasah manusia tanpa membekalinya dengan persiapan sama dengan menyuruhnya bunuh diri :) Benar2 misi survival of the fittest saja :)

Apakah membaca buku tebal tidak ada gunanya? Sebelumnya kita sudah sepakat, bukan, bahwa yang utama adalah mengerti keseluruhan, bukan menghafal ayat, namun ayat harus juga dibaca untuk mengerti keseluruhan. Naah.. fungsi membaca buku tebal ini seperti membaca ayat. Itu modal/persiapannya untuk "mengasah" diri dengan manusia lain. Kalau kemudian seseorang memilih berhenti pada sekedar membaca buku tebal saja, tidak menggunakannya sebagai senjata untuk saling mengasah dengan manusia lain, ya kalau saya bilang sih itu pilihan sendiri. Bukan salah pendidikan di perguruan tinggi :) Setidaknya, kesalahan mungkin lebih banyak di parenting style atau gaya pendidikan formal dasarnya :)

Salam,




Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Groups

Endurance Zone

Communities for

increased fitness.

HDTV Support

on Yahoo! Groups

Help with Samsung

HDTVs and devices

Best of Y! Groups

Check out the best

of what Yahoo!

Groups has to offer.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: