Kamis, 15 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: “Ilmiah” sesuai pesanan anda ?!

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/34862
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@... wrote:

Ini kan cara pikir yang mencampur-adukkan antara metode penelitian
ilmiah dengan integritas pribadi penggunanya. Kalo penggunanya gak
betul jangan kambing hitamkan alatnya. Sama aja dengan Kompatiologi
kan? Kalo kompatiolognya bejat, Vincent kan juga gak rela
Kompatiologinya yang diobok-obok? Yang penting, Vincent, belajarlah
untuk berpikir tanpa bias. Pemikiran Anda di bawah ini kan dipengaruhi
oleh pengalaman negatif Anda dengan sekolahan. Maka, bunyinya ya jadi
kaya gini. Tapi, tidakkah dengan demikian Anda bisa lihat sendiri pada
diri Anda bagaimana "kepentingan" bisa menyelusup masuk ke logika
pemikiran? Nah, yang beginianlah yang mesti dicegah, bukan metodenya
yang disalahin.

manneke

Vincent Liong answer:

Sdr Manneke, ini tidak ada hubungannya dengan kompatiologi atau
kekecewaan saya pada dunia pendidikan resmi.

Pointnya adalah:
Metodologi penelitian ilmiah mengalami perubahan dari ilmu tekhnik ke
ilmu kedokteran lalu ke ilmu sosial. Pada ilmu tekhnik posisi praktisi
dan teoritisi lebih menyatu, lalu bergerak ke kedokteran hingga ke
ilmu sosial posisi praktisi dan teoritisi semakin terpisah.

Silahkan baca email di bawah ini:

==========
Subject: Re: Yuk kita rame2 menghancurkan Vincent Liong (Asumsi =
Sintesis)
From: Vincent Liong
DDT: Wed Oct 24, 2007 3:05 am
e-link: http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/2775

Note: Email saya kali ini ditujukan untuk melanjutkan pembahasan
Ilmiah sesuai pesanan anda sekaligus menjawab email B. Sudjanto
sebagai sebuah contoh kasus yang berhubungan dengan hal tsb. Email ini
juga diharapkan memberikan reasoning atas segala usaha "Kill and
Destroy Kim Il Sen" yang berlangsung di maillist
psikologi_transformatif dengan segala usaha dan pengorbanan secara
radikal, fanatik, bahkan rela berjibaku sampai habis-habisan tanpa
reasoning yang jelas.

Sebelum membahas secara lebih mendetail dengan contoh kasus mengenai
masalah "Ilmiah sesuai pesanan anda" pertama-tama saya membahas dulu
secara urut proses metodologi penelitian ilmiah yang sekaligus empiris
(kwantitative) yang perlahan-lahan contoh praktikalnya bergerak ke
semakin subjective / costumize (kwalitative), dan konsekwensinya
terhadap ketepatan dan kejernihan kerja metodologi penelitian ilmiah
di setiap jenis penerapan metodologi penelitian.

Metodologi Penelitian Ilmiah pada awalnya lahir dari dunia ilmu
tekhnik yang memiliki object penderita berupa mesin atau alat yang
bersifat benda mati. Sifat dari benda mati adalah keterbatasan pilihan
sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak memiliki kehendak bebas bila
dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan informasi (berpikir) pada
manusia dan hewan (sebagai subject yang individual) sehingga bersifat
sangat empiris.

Selanjutnya metodologi penelitian ilmiah juga masih bisa dilebarkan
lagi ke dunia kedokteran dimana kerja hubungan sebab-akibat pada tubuh
fisik manusia, hewan dan tumbuhan bersifat tekhnis dan mekanis.
Keterbatasan pilihan sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak memiliki
kehendak bebas bila dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan informasi
(berpikir) pada manusia dan hewan (sebagai subject yang individual)
sehingga bersifat cukup empiris, tetapi tidak se-empiris pada
penerapan ilmiah di benda mati sebab pada manusia, hewan dan tumbuhan
masih terjadi evolusi dan adaptasi secara non-sadar.

Selanjutnya metodologi penelitian diterapkan kembali ke bidang yang
jauh lebih subjective lagi yaitu pemerosesan infromasi atau kegiatan
berpikir manusia dan hewan. Dalam penerapan di kegiatan berpikir
manusia dan hewan khususnya ilmupengetahuan sosial masalah timbul
karena pada pemikiran manusia dan hewan kegiatan evolusi adaptasi
secara sadar terjadi pada kegiatan berpikir manusia sehingga ada
kehendak bebas yang sifatnya sangat individual; ada asumsi,
kepentingan, sudutpandang, keyakinan, dlsb yang membuat hubungan
sebab-akibat tidak terbatasi bersifat tekhnis saja; Tetapi menjadi
lebih tidak empiris karena adanya kondisi terhipnotis oleh argumen,
teori, asumsi, kepentingan, sudutpandang. Metodologi penelitian ilmiah
berubah fungsi sebagai alat bantu yang dapat bekerja bersamaan dengan
metodologi penelitian empiris menjadi sekedar alat untuk menghipnotis
diri sendiri lebih dalam pada asumsi, kepentingan, sudutpandang,
keyakinan, dlsb yang sudah ada sebelum bahkan sebelum kegiatan
penelitian direncanakan.

Oleh karena itu radikalisme, fanatisme, fundamentalisme yang tidak
memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas runtutan-nya datang dari
kaum berpendidikan ilmiah sosial bukan dari oknum-oknum tidak
berpendidikan. Apapun input yang disugestikan secara sadar tidak sadar
menjadi ilmiah. Tidak ada bedanya lagi antara ilmu sosial ilmiah
dengan agama, metafisika dan spiritual yang murni bersifat keyakinan
tanpa perlu ada bukti kongkrit.

Ketika seseorang mengatakan sesuatu adalah baik atau buruk maka hal
itu tidak perlu terjadi dan tidak perlu ada bukti di masa lalu masa
kini dan masa yang akan datang, yang penting pengkondisian saat
menghipnotisnya cukup dramatis; misalnya Leonardo Rimba mengatakan hal
tsb dengan membawa hal-hal yang bersifat ketuhanan, spiritual yang
tinggi, dlsb maka sudah masuk dalam logika ilmiah.

Jadi ada dua hal yang penting di sini dalam melakukan penghipnotisan
atas suatu keyakinan adalah sbb:
*Yang berinisiatif pertama kali menanamkan asumsi secara dramatis akan
menjadi keyakinan bahkan akan dikuatkan dengan dianggap ilmiah setelah
si individu diajak berpetualang dengan pola jalan cerita logika sesuai
penghipnotis di ranah pikiran tanpa perlu bukti fisikal / di dunia
nyata, atau bukti palsu bisa dibuat belakangan sesuai kebutuhan saja.
* Yang paling dramatis, paling heboh, paling tinggi, paling benar
bahasanya seperti misalnya dengan membawa hal-hal ketuhanan, intuisi,
dlsb akan dianggap secara ilmiah benar adanya.

"Asumsi = Sintesis" karena ada jalan cerita yang jelas dari asumsi
sampai ke sintesis yang mampu membuat pikiran anda meyakini tanpa
perlu ada bukti kongkrit di dunia nyata atas hal tsb, bahkan bisa
tampak seperti jalan cerita yang sangat ilmiah.

Nah pada kasus B.Sudjanto, terjadi loncatan yang tidak disadari dari
penelitian ilmiah pada latarbelakang pendidikan tekhnologi industri
yang berkaitan dengan mesin yang adalah benda mati, lalu diasosiasikan
secara linear ke penelitian ilmiah ala ilmupengetahuan sosial. Ini
adalah hal umum yang terjadi pada jaman ini dimana radikalisme sesaat
tanpa disadari bisa dipancing dengan mudah untuk timbul di kalangan
orang berpendidikan entah itu ilmu yang bersifat tekhnis (berhubungan
dengan benda mati), ilmu kedokteran dan ilmu social, tetapi sulit
dilakukan kepada kalangan pedagang dan orang-orang yang berada di
lingkungan praktikal sehari-hari tanpa embel-embel kasta keyakinan
jabatan, ijasah, ilmiah, dlsb.

Efek sampingnya misalnya dalam kasus B.Sudjanto adalah timbul suatu
radikalisme, fundamentalisme dan fanatisme untuk melihat pribadi
seorang Vincent Liong dari sisi yang diperkenalkan oleh Leonardo Rimba
saja. Jadi seperti seseorang yang sedang menyukai Honda Jazz Biru akan
terbawa untuk melihat begitu banyak Honda Jazz Biru di jalan dibanding
mobil yang lain yang tidak terlalu diperhatikan. Sugesti dengan model
dramatisasi membuat orang menjadi berkacamata kuda atau bahkan buta.

Vincent Liong sebagai praktisi kompatiologi mengalami kesulitan untuk
membela diri, karena bila Vincent Liong membela diri dengan cara yang
sama dengan Leonardo Rimba, yaitu dengan mendramatisasi cerita yang
tidak kalah heboh dan ideal-nya misalnya dengan menjanjikan hal-hal
yang amat ideal atau bersifat keTuhanan, maka Vincent Liong melanggar
komitment dasar kompatiologi yaitu tidak menjanjikan sesuatu yang
bersifat ketuhanan, serba tinggi, serba ideal, dlsb. Pengajar
kompatiologi selalu berusaha menjawab pertanyaan dengan bersifat
tekhnis karena hasil dari sesuatu yang sifatnya ilmu sosial sangat
tergantung dari pilihan bebas pelaku atau pengguna-nya sendiri. Bagi
Vincent Liong ini masalah moral kejujuran sebagai ilmuan saja.

"Pengalaman sehari-hari menghasilkan peta hubungan sebab-akibat,
Peta hubungan sebab-akibat dikonsepkan polanya maka menghasilkan teori,
Teori di-tarikat-kan atau dilakonkan,
Menghasilkan perjalanan menuju kebenaran mutlak (Tuhan)."

Perjalanan spiritual yang dimulai dari teori tentang kebenaran yang
sangat amat ideal beresiko terjadinya kepecahan mental pada si pelaku,
karena tidak adanya relasi antara pengalaman pribadi dengan teori yang
dianggap benar. Pada banyak kasus menghasilkan dua sisi sifat yang
amat berbeda antara yang diucapkan dengan yang dilakonkan.
Keterpecahan ini membuat murid tidak akan pernah mencapai gurunya,
karena teori yang ditanamkan sekedar sugesti atau hipnotis pada
pikiran saja atas titik ekstrim yang satu terhadap titik ekstrim yang
berlawanan yang dianggap ideal tetapi tidak akan pernah tercapai. Dari
situ tercipta ketergantungan yang terus-menerus kepada guru atas dasar
perasaan tidak aman. Maka dari itu antara satu aliran ilmu jenis ini
dengan aliran ilmu jenis ini yang lain saling bertengkar untuk berebut
massa yang bisa dibodohi untuk percaya dan terkunci atas dasar
perasaan tidak aman tsb.

Perjalanan spiritual yang dimulai dari kegiatan menghargai pengalaman
sehari-hari, dilanjutkan secara mandiri dan independent memetakan
hubungan sebab akibatnya, tanpa perlu diarahkan, diceramahi teorinya
akan menemukan teori yang cocok sendiri. Teori ini begitu jelas
hubungannya dengan diri sendiri hingga tanpa perlu ada yang membimbing
dan mengajari akan terarahkan di jalurnya hingga menemukan kebenaran
mutlak yang cocok dengan dirinya sendiri, sehingga tidak ada lagi
ketergantungan akan peran sang guru. Tugas seorang guru hanya
mempersiapkan dasarnya, urusan masing-masing individu untuk menjalani
perjalanannya sendiri untuk mencapai kesempurnaan yang cocok dengan
dirinya sendiri. Maka dari itu kompatiologi tidak pernah mengarahkan
orang ke kebenaran yang bukanlah hasil temuannya sendiri, biarlah
mereka membuat teori dan menjalaninya hingga puas menemukannya,
kompatiologi hanya mempersiapkan dasar yaitu kemampuan pengukuran
subjective untuk membaca data.

Nah sdr B.Sudjanto silahkan diperhatikan kembali nasehat sahabat anda
Margaret Widyanti yang telah beberapa kali berpesan pada anda untuk
tidak terbawa oleh orang-orang yang berkepentingan sehingga
berpura-pura di depan anda dengan membuat dramatisasi jarak guru murid
yang terlalu jelas, menjadi orang yang terlalu ideal dibanding diri
anda yang terlalu kurang ideal dalam konsep non-egaliter mereka.
Memangnya ada manusia dewa hidup di dunia ini?!

Semoga beruntung…

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2007

Email sebelumnya...
e-link:
http://groups.google.com/group/Komunikasi_Empati/msg/24a552c702c63732
Benediktus Sudjanto wrote:

Vincent,

Saya ngajak kamu dan mas Leo itu sebagai pribadi, tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan saya.

Soal uang dalam perjalanan kita tempo hari juga bukan masalah bagi
saya, kan saya yang menanggung hampir semua biaya termasuk kamu naik
kuda di Tawangmangu.

Saya tak bingung dan tak perlu bertanya soal kompatiologi, kan sebagai
pengamat saya juga mengikuti sambil lalu. Kan kamu yang menerangkan
sendiri dan minta bantuan mas Leo menerangkan. Kamu minta masukan,
yang kamu Kamu dan mas Leo malah berkomentar kesaya, kalau kamu bagian
urusan instinct (bawah) dan mas Leo intuition (atas) dan mendaulat
saya di bagian "tengah-2" bagian balancing.

Saya kok dikatakan "membentak-bentak seminggu penuh", apa itu benar
dalam kenyataan? Saya memang pernah dengan keras mengatakan ke kamu,
kalau kamu itu menjalankan kejahatan karena menjual sesuatu yang tak
jelas manfaatnya dan mendapatkan uang. Kamu promosi sesuatu ke saya
yang saya tahu tak ada manfaatnya, secara terus menerus, menerangkan
secara berulang-ulang tanpa diminta, menafikan masukan orang dan
merasa terpojok sendiri walau tak ada yang memojokkan. Kalau saya
sampai marah itu berarti saya simpati ke kamu, karena merasa bahwa
kamu masih muda, kekeliruan yang sudah dialami, bisa diperbaiki dengan
rendah hati, eh malah sekarang lebih sombong dari yang mampu saya
bayangkan untuk seorang manusia. Kalau tak perduli, kan kamu bisa saya
usir, atau saya diam saja, meninggalkan pembicaraan yang
"percumtakbergun" alias percuma tak berguna. Paling tidak kamu itu
harusnya memiliki sopan santu manusia biasa dalam berkomunikasi, saya
rasa sudah cukup. Sebagai penyandang sendiri "penemu" kompatiologi,
yang ada kata "empati" nya, saya hanya bisa bilang "wah-wah kok begitu".
Bayangkan, orang yang kamu dekon dan membayar, kamu katakan beberapa
kali lewat mulutmu sendiri bahwa kamu ingin menjadikan mereka "seperti
blackie, anjing gua di rumah". Paling tidak kamu berbelas kasihlah
dengan mereka yang mau menjadi kelinci/anjing cobaanmu dengan membayar
uang dan waktu dengan segala keluguan, kesopanan, pengharapan,
keperluan mereka yang entah apa jenis persisnya. Entah, harus
bagaimana lagi saya mesti berkomentar, apa ya ada gunanya secara
positif kalau saya berkomentar lagi, kalau waktu lebih seminggu kita
bersama kamu katakan bahwa saya membentak-bentak kamu?
Setelah sharing berdua dengan saya di penghujung malam masuk pagi
waktu di Solo, dengan kejujuranmu dan hampir tangismu dan empatiku
kekamu serta rencana baikmu untuk dengan rendah hati memperbaiki untuk
dirimu sendiri, lalu kamu menafsirkan bahwa aku hanya dituliskan
sebagai yang membentak-bentakmu selama seminggu. So what gitu loh!
Yah, bagiku tak apa-2, karena aku tak punya kepentingan apa-2
denganmu, hanya empatiku bagi sesama yang kebetulan salah satunya kamu
yang sempat lewat dalam sebagian waktu hidupku, dan kalau itu membuat
kamu bahagia dengan gaya dan kata-2 mu, ya teruskan saja apa yang kamu
anggap baik bagimu. Begitu saja ya, sudah cukup.

B Sudjanto

Email sebelumnya...
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22917
--- In vincentliong@yahoogroups.com, "vincentliong"
<vincentliong@yahoo.co.nz> wrote:

Mas Leo, inget ngak mas Leo saat elo ngajak gw ke Solo bersama
B.Sudjanto yang direkturnya pabrik lensa Policore anak perusahaan
Djarum di Karawang. Saat itu gw bilang kalau gw lagi tidak siap uang
dan mas Leo aturkan agar dalam 5-6 jam kita dijemput di rumah gw, kata
mas Leo tidak perlu bawa uang.

Ketika awal mas Leo memperkenalkan ulang saya ke B. Sudjanto yang dulu
juga murid kundalini saya dan pak Ngurah Ardika cuma sungkan karena
bingung sama perkembangan penelitian saya yang terlalu cepat, maka
nanya ke mas Leo.

Mas Leo ngomong persis sama dengan kalimat-kalimat mas Leo di bawah
ini. Ini yang membuat gw dibentak-bentak seminggu penuh oleh
B.Sudjanto gara-gara kalau gw bilang ya maka mas Leo tekankan artinya
tidak lalu kalau gw bilang tidak kata mas leo ya lama-lama gw bingung
sendiri. Lalu mas Leo juga bilang tentang saya yang binatang banget.

Saat itu belum sekalipun saya tegur mas Leo dengan halus maupun kasar
dan kalau ditegur secara halus tambah jadi dan menambah penjelasan
membingungkan semacam ini dengan dihubungkan dengan intuisi dan
hal-hal keTuhanan dimana saya yang dikatakan jadi setannya.

Mas Leo masih ingat tidak ?
Tulisan di bawah ini hanya mengulang kalimat yang dulu khan ? Sama lho
kalimat-kalimatnya, hanya dulu mas ngomong ini ke B. Sudjanto di depan
saya, dan saat ini mas Leo ngomong ke maillist, hanya itu bedanya...

Saat itu saya setress jadi kalau makan sampai beol-beol sebagai
pelarian, karena saya tidak bisa kontrol. B. Sudjantomas Leo panasi
bahwa Jin saya yang makan dan juga soal keburukan prilaku saya. Depan
mata saya lho mas Leo, saat itu.

Lalu siapa yang berani menemani mas Leo sekarang ? Serem atuh resiko
dijadikan umpan ikan :) Saya seumur-umur tidak jadikan mas Leo umpan
ikan lho, inget itu mas Leo.

Ditemani itu mahal mas Leo... Ya jadi umpan buat mancing ikan ?!

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Senin 22 Oktober 2007

Email sebelumnya...
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33111
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "leonardo_rimba"
<leonardo_rimba@yahoo.com> wrote:

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Timbangan Balance
<timbang.balance@> wrote:
> Karena Audifax dan Leonardo Rimba adalah mantan
> pendukung Kompatiologi dan teman dari Vincent Liong

Hmmm,... perlu saya LURUSKAN disini bahwa saya adalah seorang PRAKTISI
KOMUNIKASI EMPATI. Komunikasi yang EMPATIK adalah SPESIALISASI saya. I
am VERY MUCH EMPATHETIC, saya bisa langsung baca apa yang ada di diri
rekan komunikasi saya.

Kompatiologi seperti dipraktekkan oleh Vincent Liong adalah suatu
PARODI dari Komunikasi yang empatik. SUATU PARODI. Suatu BANYOLAN,
suatu LAWAKAN. Komunikasi yang dipraktekkan oleh Vincent Liong itu
adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK. Total kebalikannya ?
Kok bisa ? Ya bisa saja, namanya kan banyolan. Lawakan. Parodi.

Jadi, kalau anda memiliki PENGERTIAN tentang KOMUNIKASI YANG EMPATIK,
anda akan otomatis mengerti tentang KOMPATIOLOGI. Kompatiologi itu
adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK walaupun sesumbar
sebagai ILMU PEMECAH RAHASIA ALAM SEMESTA dalam komunikasi menggunakan
empati. Hmmm hmmm hmmm.... Astagfirullah
alazzim Astagfirullah alazzim (nyebut 100 x dianjurkan)...

Itu komentar saya. Saya _bukan_ pendukung Kompatiologi. Nama saya
dicantumkan dalam IKLAN2 Kompatiologi _tanpa_ ijin saya. Saya biarkan
saja. Kan saya ini BAIK HATI. Hmmm hmmm hmmm...

Hasil dari Kompatiologi Vincent Liong itu apa ? Aduh, liat aja ndiri
deh. Malu komentarinnya,... aku udah cukup banyak comment. Kalo aku
bukain RAHASIA yang SEMUA ORANG SUDAH TAHU itu, ntar jadinya gak lucu
lagi. Sedangkan, bukankah kelucuan itu yang selama ini dicari, hmmm
hmmm hmmm...

Kompatiologi kan cuma nama saja. Bisa dinamakan GULALOLOGI. Bisa
dinamakan TIPATIPULOGI... Intinya, dengan nama itu Vincent Liong INGIN
BELAJAR bagaimana caranya berkomunikasi dengan empati. Tetapi caranya
kan SERBA TERBALIK. Wong dia yang mao belajar kok nulisnya
en ngomongnya DIA YANG MAO NGAJARIN ?

Segalanya itu SERBA TERBALIK.

Untuk mengerti Vincent Liong, SEGALANYA ITU HARUS DIBALIK. Kalau dia
bilang dia TAHU RAHASIA ALAM SEMESTA, artinya itu KEBALIKANNYA.

Kalau dia bilang dia "diinjak-injak", arti sebenarnya ya KEBALIKANNYA.

Kalo dia bilang dia punya "nurani", artinya ya kebalikannya.

Kalo dia bilang dia itu "ilmiah", ya artinya kebalikannya.

SEMUA SERBA KEBALIKAN.

Untuk mengerti Vincent Liong, segala ucapan dia itu HARUS DIBALIK. Itu
kunci dari THE PUZZLE.

Vincent itu main TEKA-TEKI. Kunci pemecahannya cuma satu saja, DIBALIK
SAJA. Kalau anda balik apa yang dituliskannya, maka ANDA AKAN MENGERTI
APA YANG DIMAKSUDNYA.

Itu saja komentar saya saat ini. Hmmm hmmm hmmm. Udah ya, jangan
tanya2 lagi ya, TANYA LANGSUNG SAMA ORANGNYA AJA.

Kalo dijawab, jawabannya DIBALIK AJA. That's THE REAL ANSWER.

Leo

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Y! Messenger

Send pics quick

Share photos while

you IM friends.

10 pairs of tickets

a day from Yahoo!

Fly home for the

Holidays for free.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: