Selasa, 28 Agustus 2007

[psikologi_transformatif] Re: FENOMENOLOGI KISAH DARI SIRIKIT SYAH


Bravo

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, audifax -
<audivacx@...> wrote:
>
> Fenomenologi Kisah dari Sirikit Syah
>
>
>
> Oleh:
> Audifax
> Penulis buku "Mite Harry Potter" (2005) dan "Imagining Lara
Croft" (2006)
>
>
> Ketika membaca kisah-kisah dalam kumpulan cerpen "Sensasi
Selebriti", saya seolah diajak untuk berfenomenologi. Fenomenologi
muncul sebagai bentuk ketakpuasan pada kecenderungan manusia untuk
mengonstruksi (sosial) apapun yang dilihatnya, sehingga realitas tak
menampakkan diri apa adanya. Konstruksi itupun tak jarang dimuati
anggapan atau tafsiran sehingga realitas itu menjadi terpasung dalam
bangunan benar-salah, pantas-tidak pantas, boleh-tidak boleh dan
seterusnya. Dalam fenomenologi dihadirkan sebuah pendekatan
deskriptif murni, bukan normatif. Pendekatan inilah yang dalam amatan
saya, juga dihadirkan oleh Sirikit Syah dalam `Sensasi Selebriti'.
>
>
> Secara sederhana, fenomenologi bisa kita pahami sebagai ilmu
(logos) tentang hal-hal yang menampakkan diri (phainomenon).
Phainomenon adalah kata dalam bahasa Yunani yang berakar pada kata
phainesthai atau'yang menampakkan diri'. Apa yang menampakkan diri?
Bisa macam-macam: perasaan, benda, peristiwa, tubuh, pikiran,
lembaga, dsb. Segala yang menampakkan diri itu disebut fenomen.
Dalam `Sensasi Selebriti', fenomen itu ada dalam 13 cerita pendek
yang bertutur tentang hati seorang laki-laki, pembelaan terhadap
poligami, perslingkuhan hingga potret buram kebebasan pers.
>
>
> Berfenomenologi, bersikap sebagai pemula
> Apa maksudnya berfenomenologi? Berfenomenologi pada dasarnya
adalah ajakan untuk bersikap sebagai pemula. Pemula yang bagaimana?
Pemula yang `tidak merasa sudah selalu melihat' dan merasa apa yang
sudah selalu terlihat memang seharusnya terlihat seperti itu. Titik
pembahasan fenomenologi terletak pada persoalan ketika melihat
sesuatu, kita seringkali sudah yakin dengan tafsir taken-for-granted
atas apa yang terlihat, misalnya ketika melihat fenomen poligami atau
perselingkuhan. Lalu, kitapun menempatkan realitas itu dalam
konstruksi benar-salah, boleh-tidak boleh, pantas-tidak pantas, dst
dan kehilangan esensi realitas yang sebenarnya. Pada titik inilah
fenonenologi bukan mau membaca dalam konstruksi sosial melainkan
mencoba membiarkan menampak asal-usul dari realitas yang menampak.
>
>
> Bersikap sebagai pemula, berarti dengan rendah hati meragukan
konstruksi yang kita buat atas suau realita. Seperti ketika saya
membaca kisah berjudul: "Dia ingin dimadu", "Hati Lelaki", "Lelaki
dari Masa Lalu"; pada kisah itu pembaca diajak untuk membaca
deskripsi realita dan bukan mengonstruksi realita itu dengan
label: `Menyeleweng', `Dosa', `Mengumbar Nafsu' dan sejenisnya.
Melalui deskripsi itulah pembaca diajak untuk menyadari bahwa di luar
konstruksi sosial atas realita, terdapat hal yang sejatinya
manusiawi. Hal yang manusiawi inilah yang jika kita renungkan kerap
terpinggirkan ketika realitas tak dibiarkan menampak apa adanya. Di
sinilah diperlukan kebijakan untuk bersikap sebagai pemula.
>
>
> Membiarkan `Ada' menampak
> Menampaknya fenomen ini juga sempat dibahas Martin Heidegger
sebagai upaya membiarkan `Ada' menampak pada diri `Ada' itu sendiri.
Artinya, kita tak memaksakan penafsiran-penafsiran begitu saja,
melainkan membuka diri, membiarkan `Ada' terlihat (Sehenlassen). Pada
titik ini, cara berpikir sejatinya juga dipersoalkan, karena ciri
utama berpikir adalah penciutan pluralitas `Ada' di antara manusia
menjadi sebatas `Aku-bersama-diriku'. Ketika `Aku-tengah-Berpikir'
(Ego Cogito), maka saat itu juga `Aku' memisahkan diri dari orang,
benda, dan peristiwa di sekitarku dan masuk dalam orang, benda, dan
peristiwa yang sebatas ada dalam pikiranku.
>
>
> Titik di mana `Aku-tengah-Berpikir' inilah yang mesti disertai
keterbukaan pada kemungkinan `Ada'-nya yang lain dari yang bisa
kupikirkan. Kemawasan bahwa bagaimana `Aku-Berpikir' tak lepas dari
konstruksi yang kumiliki sebagai hasil pembelajaran di masa lalu.
Dengan fenomenologi, kita diingatkan bahwa kita juga leluasa membolak-
balik semua konstruksi ketertiban sehari-hari sehingga bisa
kuhadirkan masa lalu yang sudah lenyap sekaligus bisa kuimajinasikan
kemungkinan dari masa depan yang belum ada.
>
>
> Pengalaman `Aku-Berpikir' (The Thinking Ego) inilah yang agaknya
coba dieksplorasi dalam fenomenologi kisah demi kisah di
buku `Sensasi Selebriti'. Sirikit mengajak pembaca untuk keluar
dari `Aku-Berpikir' yang terbatas dan menyentuh the never neverland
alias dunia yang tak kita alami sebatas konstruksi sosial, seperti
tampak dalam kisah "Hadiah" dan "Perempuan Suamiku". Di sinilah
kegiatan berpikir mengikutsertakan dunia yang menampak dalam kisah
tetapi dengan terlebih dulu menanggalkan materialitas konstruksi,
lalu barulah memunculkan kembali penampakan realitas itu dalam
ingatan serta menatanya secara leluasa dalam imajinasi kita sebagai
pembaca.
>
>
> Secara umum, kisah-kisah dalam `Sensasi Selebriti' ini bertutur
mengenai peristiwa yang bisa terjadi pada siapa saja dan di mana
saja. Namun, peristiwa-peristiwa itu juga yang kerapkali
kemenampakkannya selalu terjerat dalam konstruksi sosial atas
realita. Ketika anda membaca `Sensasi Selebriti' dengan menggunakan
konstruksi sosial anda, bisa jadi andapun akan terjebak untuk
membenarkan-menyalahkan entah tokoh dalam cerita atau malahan
penulisnya. Namun, ketika pembacaan itu dilakukan dengan
berfenomenologi, maka akan ditemukan menampaknya kemungkinan yang
lain dari apa yang selama ini diterima secara taken-for-granted. Baik
membaca dengan konstruksi sosial ataupun berfenomenologi, keduanyapun
adalah pilihan bebas pembaca, tak ada benar-salah atau mana yang
lebih baik, namun pilihan andalah yang menampakkan siapa anda
sebenarnya.
>
>
> Bagi anda yang berminat mendiskusikan esei ini, saya mengundang
anda bergabung di milis Psikologi Transformatif. Klik:
www.groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif
>
>
>
> Sekilas Mailing List Psikologi Transformatif
> Mailing List Psikologi Transformatif adalah ruang diskusi yang
didirikan oleh Audifax dan beberapa rekan yang dulunya tergabung
dalam Komunitas Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya. Saat ini milis ini telah berkembang sedemikian pesat
sehingga menjadi milis psikologi terbesar di Indonesia. Total member
telah melebihi 1900, sehingga wacana-wacana yang didiskusikan di
milis inipun memiliki kekuatan diseminasi yang tak bisa dipandang
sebelah mata. Tak ada moderasi di milis ini dan anda bebas masuk atau
keluar sekehendak anda. Arus posting sangat deras dan berbagai wacana
muncul di sini. Seperti sebuah jargon terkenal di psikologi "Di mana
ada manusia, di situ psikologi bisa diterapkan" di sinilah jargon
itu tak sekedar jargon melainkan menemukan konteksnya. Ada berbagai
sudut pandang dalam membahas manusia, bahkan yang tak diajarkan di
Fakultas Psikologi Indonesia.
>
>
> Mailing List ini merupakan ajang berdiskusi bagi siapa saja yang
berminat mendalami psikologi. Mailing list ini dibuka sebagai upaya
untuk mentransformasi pemahaman psikologi dari sifatnya selama ini
yang tekstual menuju ke sifat yang kontekstual. Anda tidak harus
berasal dari kalangan disiplin ilmu psikologi untuk bergabung sebagai
member dalam mailing list ini. Mailing List ini merupakan tindak
lanjut dari simposium psikologi transformatif, melalui mailing list
ini, diharapkan diskusi dan gagasan mengenai transformasi psikologi
dapat terus dilanjutkan. Anggota yang telah terdaftar dalam milis ini
antara lain adalah para pembicara dari simposium Psikologi
Transformatif : Edy Suhardono, Cahyo Suryanto, Herry Tjahjono, Abdul
Malik, Oka Rusmini, Jangkung Karyantoro,. Beberapa rekan lain yang
aktif dalam milis ini adalah: Audifax, Leonardo Rimba, Mang Ucup,
Goenardjoadi Goenawan, Prastowo, Prof Soehartono Taat Putra, Bagus
Takwin, Amalia "Lia" Ramananda, Himawijaya, Rudi
> Murtomo, Felix Lengkong, Kartono Muhammad, Ridwan Handoyo, Dewi
Sartika, Jeni Sudarwati, FX Rudy Gunawan, Arie Saptaji, Radityo
Djajoeri, Tengku Muhammad Dhani Iqbal, Anwar Holid, Elisa Koorag,
Kidyoti, Priatna Ahmad, J. Sumardianta, Jusuf Sutanto, Stephanie
Iriana, Yunis Kartika, Ratih Ibrahim, Sartono Mukadis, Nurudin
Asyhadie
>
>
>
>
> Jika anda ingin bergabung namun tidak ingin inbox e-mail anda
dipenuhi oleh posting message (yang sangat padat, rata-rata 2500
perbulan), anda bisa men-setting no e-mail dan menyaksikan bagaimana
tragedi ini berlangsung via message archive di web Psikologi
Transformatif.
>
>
> Caranya:
>
> Gunakan ID yahoo
>
> Join dengan milis Psikologi Transformatif di:
www.groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif
>
> Klik "join" yang ada di web Psikologi Transformatif
>
> Pada pilihan menu, pilih web only
>
> setiap kali anda ingin melihat apa yang terjadi di milis
Psikologi Transformatif, anda tinggal ketik: www.yahoogroups.com,
lalu masuk dengan ID dan password Yahoo anda
>
> Di pojok kiri anda dapat melihat daftar milis yang anda
ikuti, pilih milis Psikologi Transformatif
>
> Jika anda sudah masuk ke web induk milis Psikologi
Transformatif, pilih menu message.
>
> Selamat menikmati suguhan di message archive
>
>
>
> ---------------------------------
> Be a better Globetrotter. Get better travel answers from someone
who knows.
> Yahoo! Answers - Check it out.
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Instant smiles

Share photos while

you IM friends.

Dog Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about dogs.

Yahoo! Groups

Special K Challenge

Learn how others are

shedding the pounds.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: