Selasa, 23 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Re: Yuk kita rame2 menghancurkan Vincent Liong (Asumsi = Sintesis)

Note: Email saya kali ini ditujukan untuk melanjutkan
pembahasan Ilmiah sesuai pesanan anda sekaligus
menjawab email B. Sudjanto sebagai sebuah contoh kasus
yang berhubungan dengan hal tsb. Email ini juga
diharapkan memberikan reasoning atas segala usaha
"Kill and Destroy Kim Il Sen" yang berlangsung di
maillist psikologi_transformatif dengan segala usaha
dan pengorbanan secara radikal, fanatik, bahkan rela
berjibaku sampai habis-habisan tanpa reasoning yang
jelas.

Sebelum membahas secara lebih mendetail dengan contoh
kasus mengenai masalah "Ilmiah sesuai pesanan anda"
pertama-tama saya membahas dulu secara urut proses
metodologi penelitian ilmiah yang sekaligus empiris
(kwantitative) yang perlahan-lahan contoh praktikalnya
bergerak ke semakin subjective / costumize
(kwalitative), dan konsekwensinya terhadap ketepatan
dan kejernihan kerja metodologi penelitian ilmiah di
setiap jenis penerapan metodologi penelitian.

Metodologi Penelitian Ilmiah pada awalnya lahir dari
dunia ilmu tekhnik yang memiliki object penderita
berupa mesin atau alat yang bersifat benda mati. Sifat
dari benda mati adalah keterbatasan pilihan
sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak memiliki
kehendak bebas bila dibandingkan dengan kegiatan
pemerosesan informasi (berpikir) pada manusia dan
hewan (sebagai subject yang individual) sehingga
bersifat sangat empiris.

Selanjutnya metodologi penelitian ilmiah juga masih
bisa dilebarkan lagi ke dunia kedokteran dimana kerja
hubungan sebab-akibat pada tubuh fisik manusia, hewan
dan tumbuhan bersifat tekhnis dan mekanis.
Keterbatasan pilihan sebab-akibat atau bisa dikatakan
tidak memiliki kehendak bebas bila dibandingkan dengan
kegiatan pemerosesan informasi (berpikir) pada manusia
dan hewan (sebagai subject yang individual) sehingga
bersifat cukup empiris, tetapi tidak se-empiris pada
penerapan ilmiah di benda mati sebab pada manusia,
hewan dan tumbuhan masih terjadi evolusi dan adaptasi
secara non-sadar.

Selanjutnya metodologi penelitian diterapkan kembali
ke bidang yang jauh lebih subjective lagi yaitu
pemerosesan infromasi atau kegiatan berpikir manusia
dan hewan. Dalam penerapan di kegiatan berpikir
manusia dan hewan khususnya ilmupengetahuan sosial
masalah timbul karena pada pemikiran manusia dan hewan
kegiatan evolusi adaptasi secara sadar terjadi pada
kegiatan berpikir manusia sehingga ada kehendak bebas
yang sifatnya sangat individual; ada asumsi,
kepentingan, sudutpandang, keyakinan, dlsb yang
membuat hubungan sebab-akibat tidak terbatasi bersifat
tekhnis saja; Tetapi menjadi lebih tidak empiris
karena adanya kondisi terhipnotis oleh argumen, teori,
asumsi, kepentingan, sudutpandang. Metodologi
penelitian ilmiah berubah fungsi sebagai alat bantu
yang dapat bekerja bersamaan dengan metodologi
penelitian empiris menjadi sekedar alat untuk
menghipnotis diri sendiri lebih dalam pada asumsi,
kepentingan, sudutpandang, keyakinan, dlsb yang sudah
ada sebelum bahkan sebelum kegiatan penelitian
direncanakan.

Oleh karena itu radikalisme, fanatisme,
fundamentalisme yang tidak memiliki hubungan
sebab-akibat yang jelas runtutan-nya datang dari kaum
berpendidikan ilmiah sosial bukan dari oknum-oknum
tidak berpendidikan. Apapun input yang disugestikan
secara sadar tidak sadar menjadi ilmiah. Tidak ada
bedanya lagi antara ilmu sosial ilmiah dengan agama,
metafisika dan spiritual yang murni bersifat keyakinan
tanpa perlu ada bukti kongkrit.

Ketika seseorang mengatakan sesuatu adalah baik atau
buruk maka hal itu tidak perlu terjadi dan tidak perlu
ada bukti di masa lalu masa kini dan masa yang akan
datang, yang penting pengkondisian saat
menghipnotisnya cukup dramatis; misalnya Leonardo
Rimba mengatakan hal tsb dengan membawa hal-hal yang
bersifat ketuhanan, spiritual yang tinggi, dlsb maka
sudah masuk dalam logika ilmiah.

Jadi ada dua hal yang penting di sini dalam melakukan
penghipnotisan atas suatu keyakinan adalah sbb:
*Yang berinisiatif pertama kali menanamkan asumsi
secara dramatis akan menjadi keyakinan bahkan akan
dikuatkan dengan dianggap ilmiah setelah si individu
diajak berpetualang dengan pola jalan cerita logika
sesuai penghipnotis di ranah pikiran tanpa perlu bukti
fisikal / di dunia nyata, atau bukti palsu bisa dibuat
belakangan sesuai kebutuhan saja.
* Yang paling dramatis, paling heboh, paling tinggi,
paling benar bahasanya seperti misalnya dengan membawa
hal-hal ketuhanan, intuisi, dlsb akan dianggap secara
ilmiah benar adanya.

"Asumsi = Sintesis" karena ada jalan cerita yang jelas
dari asumsi sampai ke sintesis yang mampu membuat
pikiran anda meyakini tanpa perlu ada bukti kongkrit
di dunia nyata atas hal tsb, bahkan bisa tampak
seperti jalan cerita yang sangat ilmiah.

Nah pada kasus B.Sudjanto, terjadi loncatan yang tidak
disadari dari penelitian ilmiah pada latarbelakang
pendidikan tekhnologi industri yang berkaitan dengan
mesin yang adalah benda mati, lalu diasosiasikan
secara linear ke penelitian ilmiah ala ilmupengetahuan
sosial. Ini adalah hal umum yang terjadi pada jaman
ini dimana radikalisme sesaat tanpa disadari bisa
dipancing dengan mudah untuk timbul di kalangan orang
berpendidikan entah itu ilmu yang bersifat tekhnis
(berhubungan dengan benda mati), ilmu kedokteran dan
ilmu social, tetapi sulit dilakukan kepada kalangan
pedagang dan orang-orang yang berada di lingkungan
praktikal sehari-hari tanpa embel-embel kasta
keyakinan jabatan, ijasah, ilmiah, dlsb.

Efek sampingnya misalnya dalam kasus B.Sudjanto adalah
timbul suatu radikalisme, fundamentalisme dan
fanatisme untuk melihat pribadi seorang Vincent Liong
dari sisi yang diperkenalkan oleh Leonardo Rimba saja.
Jadi seperti seseorang yang sedang menyukai Honda Jazz
Biru akan terbawa untuk melihat begitu banyak Honda
Jazz Biru di jalan dibanding mobil yang lain yang
tidak terlalu diperhatikan. Sugesti dengan model
dramatisasi membuat orang menjadi berkacamata kuda
atau bahkan buta.

Vincent Liong sebagai praktisi kompatiologi mengalami
kesulitan untuk membela diri, karena bila Vincent
Liong membela diri dengan cara yang sama dengan
Leonardo Rimba, yaitu dengan mendramatisasi cerita
yang tidak kalah heboh dan ideal-nya misalnya dengan
menjanjikan hal-hal yang amat ideal atau bersifat
keTuhanan, maka Vincent Liong melanggar komitment
dasar kompatiologi yaitu tidak menjanjikan sesuatu
yang bersifat ketuhanan, serba tinggi, serba ideal,
dlsb. Pengajar kompatiologi selalu berusaha menjawab
pertanyaan dengan bersifat tekhnis karena hasil dari
sesuatu yang sifatnya ilmu sosial sangat tergantung
dari pilihan bebas pelaku atau pengguna-nya sendiri.
Bagi Vincent Liong ini masalah moral kejujuran sebagai
ilmuan saja.

"Pengalaman sehari-hari menghasilkan peta hubungan
sebab-akibat,
Peta hubungan sebab-akibat dikonsepkan polanya maka
menghasilkan teori,
Teori di-tarikat-kan atau dilakonkan,
Menghasilkan perjalanan menuju kebenaran mutlak
(Tuhan)."

Perjalanan spiritual yang dimulai dari teori tentang
kebenaran yang sangat amat ideal beresiko terjadinya
kepecahan mental pada si pelaku, karena tidak adanya
relasi antara pengalaman pribadi dengan teori yang
dianggap benar. Pada banyak kasus menghasilkan dua
sisi sifat yang amat berbeda antara yang diucapkan
dengan yang dilakonkan. Keterpecahan ini membuat murid
tidak akan pernah mencapai gurunya, karena teori yang
ditanamkan sekedar sugesti atau hipnotis pada pikiran
saja atas titik ekstrim yang satu terhadap titik
ekstrim yang berlawanan yang dianggap ideal tetapi
tidak akan pernah tercapai. Dari situ tercipta
ketergantungan yang terus-menerus kepada guru atas
dasar perasaan tidak aman. Maka dari itu antara satu
aliran ilmu jenis ini dengan aliran ilmu jenis ini
yang lain saling bertengkar untuk berebut massa yang
bisa dibodohi untuk percaya dan terkunci atas dasar
perasaan tidak aman tsb.

Perjalanan spiritual yang dimulai dari kegiatan
menghargai pengalaman sehari-hari, dilanjutkan secara
mandiri dan independent memetakan hubungan sebab
akibatnya, tanpa perlu diarahkan, diceramahi teorinya
akan menemukan teori yang cocok sendiri. Teori ini
begitu jelas hubungannya dengan diri sendiri hingga
tanpa perlu ada yang membimbing dan mengajari akan
terarahkan di jalurnya hingga menemukan kebenaran
mutlak yang cocok dengan dirinya sendiri, sehingga
tidak ada lagi ketergantungan akan peran sang guru.
Tugas seorang guru hanya mempersiapkan dasarnya,
urusan masing-masing individu untuk menjalani
perjalanannya sendiri untuk mencapai kesempurnaan yang
cocok dengan dirinya sendiri. Maka dari itu
kompatiologi tidak pernah mengarahkan orang ke
kebenaran yang bukanlah hasil temuannya sendiri,
biarlah mereka membuat teori dan menjalaninya hingga
puas menemukannya, kompatiologi hanya mempersiapkan
dasar yaitu kemampuan pengukuran subjective untuk
membaca data.

Nah sdr B.Sudjanto silahkan diperhatikan kembali
nasehat sahabat anda Margaret Widyanti yang telah
beberapa kali berpesan pada anda untuk tidak terbawa
oleh orang-orang yang berkepentingan sehingga
berpura-pura di depan anda dengan membuat dramatisasi
jarak guru murid yang terlalu jelas, menjadi orang
yang terlalu ideal dibanding diri anda yang terlalu
kurang ideal dalam konsep non-egaliter mereka.
Memangnya ada manusia dewa hidup di dunia ini?!

Semoga beruntung…

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2007

Email sebelumnya...
e-link:
http://groups.google.com/group/Komunikasi_Empati/msg/24a552c702c63732

Benediktus Sudjanto wrote:

Vincent,

Saya ngajak kamu dan mas Leo itu sebagai pribadi,
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan saya.

Soal uang dalam perjalanan kita tempo hari juga bukan
masalah bagi saya, kan saya yang menanggung hampir
semua biaya termasuk kamu naik kuda di Tawangmangu.

Saya tak bingung dan tak perlu bertanya soal
kompatiologi, kan sebagai pengamat saya juga mengikuti
sambil lalu. Kan kamu yang menerangkan sendiri dan
minta bantuan mas Leo menerangkan. Kamu minta masukan,
yang kamu Kamu dan mas Leo malah berkomentar kesaya,
kalau kamu bagian urusan instinct (bawah) dan mas Leo
intuition (atas) dan mendaulat saya di bagian
"tengah-2" bagian balancing.

Saya kok dikatakan "membentak-bentak seminggu penuh",
apa itu benar dalam kenyataan? Saya memang pernah
dengan keras mengatakan ke kamu, kalau kamu itu
menjalankan kejahatan karena menjual sesuatu yang tak
jelas manfaatnya dan mendapatkan uang. Kamu promosi
sesuatu ke saya yang saya tahu tak ada manfaatnya,
secara terus menerus, menerangkan secara
berulang-ulang tanpa diminta, menafikan masukan orang
dan merasa
terpojok sendiri walau tak ada yang memojokkan. Kalau
saya sampai marah itu berarti saya simpati ke kamu,
karena merasa bahwa kamu masih muda, kekeliruan yang
sudah dialami, bisa diperbaiki dengan rendah hati, eh
malah sekarang lebih sombong dari yang mampu saya
bayangkan untuk seorang manusia. Kalau tak perduli,
kan kamu bisa saya usir, atau saya diam saja,
meninggalkan pembicaraan yang "percumtakbergun" alias
percuma
tak berguna. Paling tidak kamu itu harusnya memiliki
sopan santu manusia biasa dalam berkomunikasi, saya
rasa sudah cukup. Sebagai penyandang sendiri "penemu"
kompatiologi, yang ada kata "empati" nya, saya hanya
bisa bilang "wah-wah kok begitu".
Bayangkan, orang yang kamu dekon dan membayar, kamu
katakan beberapa kali lewat mulutmu sendiri bahwa kamu
ingin menjadikan mereka "seperti blackie, anjing gua
di rumah". Paling tidak kamu berbelas kasihlah dengan
mereka yang mau menjadi kelinci/anjing cobaanmu dengan
membayar uang dan waktu dengan segala keluguan,
kesopanan, pengharapan, keperluan mereka yang entah
apa jenis persisnya. Entah, harus bagaimana lagi saya
mesti berkomentar, apa ya ada gunanya secara positif
kalau saya berkomentar lagi, kalau waktu lebih
seminggu kita bersama kamu katakan bahwa saya
membentak-bentak kamu?
Setelah sharing berdua dengan saya di penghujung malam
masuk pagi waktu di Solo, dengan kejujuranmu dan
hampir tangismu dan empatiku kekamu serta rencana
baikmu untuk dengan rendah hati memperbaiki untuk
dirimu sendiri, lalu kamu menafsirkan bahwa aku hanya
dituliskan sebagai yang membentak-bentakmu selama
seminggu. So what gitu loh!
Yah, bagiku tak apa-2, karena aku tak punya
kepentingan apa-2 denganmu, hanya empatiku bagi sesama
yang kebetulan salah satunya kamu yang sempat lewat
dalam sebagian waktu hidupku, dan kalau itu membuat
kamu bahagia dengan gaya dan kata-2 mu, ya teruskan
saja apa yang kamu anggap baik bagimu. Begitu saja ya,
sudah cukup.

B Sudjanto

Email sebelumnya...
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22917
--- In vincentliong@yahoogroups.com, "vincentliong"
<vincentliong@yahoo.co.nz> wrote:

Mas Leo, inget ngak mas Leo saat elo ngajak gw ke Solo
bersama B.Sudjanto yang direkturnya pabrik lensa
Policore anak perusahaan Djarum di Karawang. Saat itu
gw bilang kalau gw lagi tidak siap uang dan mas Leo
aturkan agar dalam 5-6 jam kita dijemput di rumah gw,
kata mas Leo tidak perlu bawa uang.

Ketika awal mas Leo memperkenalkan ulang saya ke B.
Sudjanto yang dulu juga murid kundalini saya dan pak
Ngurah Ardika cuma sungkan karena bingung sama
perkembangan penelitian saya yang terlalu cepat, maka
nanya ke mas Leo.

Mas Leo ngomong persis sama dengan kalimat-kalimat mas
Leo di bawah ini. Ini yang membuat gw dibentak-bentak
seminggu penuh oleh B.Sudjanto gara-gara kalau gw
bilang ya maka mas Leo tekankan artinya tidak lalu
kalau gw bilang tidak kata mas leo ya lama-lama gw
bingung sendiri. Lalu mas Leo juga bilang tentang saya
yang binatang banget.

Saat itu belum sekalipun saya tegur mas Leo dengan
halus maupun kasar dan kalau ditegur secara halus
tambah jadi dan menambah penjelasan membingungkan
semacam ini dengan dihubungkan dengan intuisi dan
hal-hal keTuhanan dimana saya yang dikatakan jadi
setannya.

Mas Leo masih ingat tidak ?
Tulisan di bawah ini hanya mengulang kalimat yang dulu
khan ? Sama lho kalimat-kalimatnya, hanya dulu mas
ngomong ini ke B. Sudjanto di depan saya, dan saat ini
mas Leo ngomong ke maillist, hanya itu bedanya...

Saat itu saya setress jadi kalau makan sampai
beol-beol sebagai pelarian, karena saya tidak bisa
kontrol. B. Sudjantomas Leo panasi bahwa Jin saya yang
makan dan juga soal keburukan prilaku saya. Depan mata
saya lho mas Leo, saat itu.

Lalu siapa yang berani menemani mas Leo sekarang ?
Serem atuh resiko dijadikan umpan ikan :) Saya
seumur-umur tidak jadikan mas Leo umpan ikan lho,
inget itu mas Leo.

Ditemani itu mahal mas Leo... Ya jadi umpan buat
mancing ikan ?!

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Senin 22 Oktober 2007

Email sebelumnya...
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33111
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com,
"leonardo_rimba" <leonardo_rimba@yahoo.com> wrote:

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com,
Timbangan Balance <timbang.balance@> wrote:
> Karena Audifax dan Leonardo Rimba adalah mantan
> pendukung Kompatiologi dan teman dari Vincent Liong

Hmmm,... perlu saya LURUSKAN disini bahwa saya adalah
seorang PRAKTISI KOMUNIKASI EMPATI. Komunikasi yang
EMPATIK adalah SPESIALISASI saya. I am VERY MUCH
EMPATHETIC, saya bisa langsung baca apa yang ada di
diri rekan komunikasi saya.

Kompatiologi seperti dipraktekkan oleh Vincent Liong
adalah suatu PARODI dari Komunikasi yang empatik.
SUATU PARODI. Suatu BANYOLAN, suatu LAWAKAN.
Komunikasi yang dipraktekkan oleh Vincent Liong itu
adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK. Total
kebalikannya ?
Kok bisa ? Ya bisa saja, namanya kan banyolan.
Lawakan. Parodi.

Jadi, kalau anda memiliki PENGERTIAN tentang
KOMUNIKASI YANG EMPATIK, anda akan otomatis mengerti
tentang KOMPATIOLOGI. Kompatiologi itu adalah
KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK walaupun
sesumbar sebagai ILMU PEMECAH RAHASIA ALAM SEMESTA
dalam komunikasi menggunakan empati. Hmmm hmmm
hmmm.... Astagfirullah
alazzim Astagfirullah alazzim (nyebut 100 x
dianjurkan)...

Itu komentar saya. Saya _bukan_ pendukung
Kompatiologi. Nama saya dicantumkan dalam IKLAN2
Kompatiologi _tanpa_ ijin saya. Saya biarkan saja. Kan
saya ini BAIK HATI. Hmmm hmmm hmmm...

Hasil dari Kompatiologi Vincent Liong itu apa ? Aduh,
liat aja ndiri deh. Malu komentarinnya,... aku udah
cukup banyak comment. Kalo aku bukain RAHASIA yang
SEMUA ORANG SUDAH TAHU itu, ntar jadinya gak lucu
lagi. Sedangkan, bukankah kelucuan itu yang selama ini
dicari, hmmm hmmm hmmm...

Kompatiologi kan cuma nama saja. Bisa dinamakan
GULALOLOGI. Bisa dinamakan TIPATIPULOGI... Intinya,
dengan nama itu Vincent Liong INGIN BELAJAR bagaimana
caranya berkomunikasi dengan empati. Tetapi caranya
kan SERBA TERBALIK. Wong dia yang mao belajar kok
nulisnya
en ngomongnya DIA YANG MAO NGAJARIN ?

Segalanya itu SERBA TERBALIK.

Untuk mengerti Vincent Liong, SEGALANYA ITU HARUS
DIBALIK. Kalau dia bilang dia TAHU RAHASIA ALAM
SEMESTA, artinya itu KEBALIKANNYA.

Kalau dia bilang dia "diinjak-injak", arti sebenarnya
ya KEBALIKANNYA.

Kalo dia bilang dia punya "nurani", artinya ya
kebalikannya.

Kalo dia bilang dia itu "ilmiah", ya artinya
kebalikannya.

SEMUA SERBA KEBALIKAN.

Untuk mengerti Vincent Liong, segala ucapan dia itu
HARUS DIBALIK. Itu kunci dari THE PUZZLE.

Vincent itu main TEKA-TEKI. Kunci pemecahannya cuma
satu saja, DIBALIK SAJA. Kalau anda balik apa yang
dituliskannya, maka ANDA AKAN MENGERTI APA YANG
DIMAKSUDNYA.

Itu saja komentar saya saat ini. Hmmm hmmm hmmm. Udah
ya, jangan tanya2 lagi ya, TANYA LANGSUNG SAMA
ORANGNYA AJA.

Kalo dijawab, jawabannya DIBALIK AJA. That's THE REAL
ANSWER.

Leo

Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Best of Y! Groups

Check it out

and nominate your

group to be featured.

HDTV Support

on Yahoo! Groups

Help with Samsung

HDTVs and devices

Yahoo! Groups

Find Green Groups

Share with others

Help the Planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: