Senin, 29 Oktober 2007

RE: [psikologi_transformatif] Re: Istri Memiliki Income Lebih Tinggi

Istri-istri dalam kondisi seperti ini sepertinya banyak juga ya di jkt.

Kalau istri sudah tidak mau melayani suami dengan baik dan banyak pelayanan yang tidak dilakukan lagi

seperti di saat sebelum punya banyak uang berarti sudah seharusnya surat cerai dikeluarkan.

Istri seperti ini tidak mengetahui makna dari sebuah pernikahan suci yg telah dilakukan, sekaya apapun istri

harus wajib dan taat kepada suami.

Masih banyak para wanita yang menantikan pasangan seorang suami yang bertanggung jawab dan bisa memberikan

kehidupan yang layak untuk kelurganya akan datang.

 


From: psikologi_transformatif@yahoogroups.com [mailto:psikologi_transformatif@yahoogroups.com] On Behalf Of gotholoco
Sent: Tuesday, October 30, 2007 10:21 AM
To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Subject: [psikologi_transformatif] Re: Istri Memiliki Income Lebih Tinggi

 

Panjang amat mas Goen.
Saran saya, ceraikan istrinya, suruh cari janda kaya...
ha..ha..ha.. masih buanyak janda janda....

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "goenardjoadi"
<goenardjoadi@...> wrote:
>
>
>
> Kami adalah suami istri yang keduanya bekerja untuk membiaya hidup.
> Kebetulan istri saya memiliki pendapatan yang lebih besar dari saya
> yang notabenenya adalah suaminya. Namun belakangan ini, kalau saya
> lihat dan rasa, istri saya sedikit sombong. Karena merasa bisa
> bekerja dan mendapat penghasilan sendiri, dia sudah tidak begitu
> menghiraukan hubungan suami istri dan perkawinan kita.
>
>
>
> Setiap kali bertengkar atau ada masalah, dia tidak segan-segan untuk
> minta berpisah. Dia menjadi tidak takut untuk berpisah, tidak
> seperti istri-istri lain yang sehari-harinya hanya sebagai ibu rumah
> tangga dan mendapat kehidupan dari suaminya yang bekerja.
>
>
>
> Yang saya mau tanyakan, apakah kondisi wanita sekarang ini sudah
> seperti itu. Apakah itu semua karena uang? Kalau memang begitu,
> pantas saja banyak perceraian terjadi. Apa yang harus saya lakukan,
> apakah saya harus mencari pendapatan lain agar pendapatan saya lebih
> tinggi darinya? Apakah uang sudah mengalahkan segalanya, termasuk
> jalinan perkawinan? Mohon penjelasannya.
>
>
>
> Terima kasih
>
>
>
> JAWAB: Halo Bapak X, saya coba menggunakan nama samaran, supaya
> identitas anda dapat terjamin. Disini ada 3 persoalan yang Bapak
> tanyakan,
>
> Pertanyaan pertama, apakah salah Ibu X memiliki penghasilan lebih
> daripada suami? Jawabannya tentu tidak salah, pak. Namun perlu
> ditanyakan kembali, mengapa Ibu X kok berusaha ngotot mencari
> tambahan? Apakah Bapak pernah mengecek, berapa belanja bulanan,
> apakah sesuai dengan Nafkah yang Bapak sediakan? Berapa uang masuk
> sekolah anak-anak, uang gedung, uang buku, uang bangku, uang pagar,
> uang siluman? Pernahkah Bapak berapa bulan PLN sudah menunggak?
> Pernahkan Bapak menghitung mengapa genteng masih tetap bocor,
> mengapa masih saja air banjir masuk rumah? Pernahkah Bapak
> menghitung berapa harga susu Balita? Bagaimana rasanya kalau tangal
> belum habis sedangkan Nafkah sudah habis? Pernahkah Bapak merasakan
> pengorbanan Ibu, sudah harus menuruti kesombongan laki-laki,
> sekaligus harus menyediakan roti tawar setiap hari, sedangkan Nafkah
> dari Bapak tidak cukup?
>
> Pertanyaan Bapak kedua, Mengapa istri menjadi sombong, tidak mau
> melayani sex suami, bahkan menuntut cerai? Begini Pak, cobalah
> bapak menghadapi tagihan dari Sumber Kredit, tagihan dari Citibank,
> tagihan dari PLN, dan malam-malam Bapak coba mengepel lantai bocor,
> lalu Bapak membayangkan bagaimana caranya bisa memiliki gairah sex
> di saat pinggang sudah sakit, saat kepala puyeng, saat anak-anak
> menangis merengek sepatu, bagaimana kalau ditukar, Bapak yang
> mengurusi tagihan dari Sumber Kredit, tagihan dari Citibank, tagihan
> dari PLN, dan malam-malam Bapak coba mengepel lantai bocor, supaya
> Bapak bisa menjaga perasaan Ibu, dan stamina Ibu supaya Ibu bisa
> sedikit bahagia, dan bergairah?
>
> Pertanyaan ketiga, apakah harus bercerai? Begini lho pak. Apa
> tujuan perkawinan? Mengapa Perkawinan diikat secara Ilahi? Mengapa
> kok tidak cukup seijin Mertua saja? Begini Pak, perkawinan itu
> diikat secara Ilahi, karena menghasilkan makhluk hidup baru,
> menghasilkan manusia baru, dan sebaiknya orang tua mempertanggung-
> jawabkan para makhluk hidup ini, atau bila tidak, maka berurusan
> dengan Tuhan.
>
> Karena Tuhan telah sibuk mengurusi pada anak yatim, anak terlantar,
> anak gelandangan, anak yang terbuang, dan Tuhan sungguh sibuk
> mengurusi teriakan minta tolong orang-orang yang sungguh kesulitan,
> tidak punya uang, tidak punya rejeki, teriakan istri yang suaminya
> selingkuh, teriakan istri yang suaminya ringan tangan, suka memukul.
>
> Lalu anda sekarang masih mau merepotkan Tuhan? Dengan rengekan
> anda, hanya karena Istri anda membantu mencari Nafkah? Lalu anda
> ingin menceraikan Istri anda yang sudah setengah nafas berkejaran
> dengan tagihan-tagihan PAM, PLN, Citibank?
>
> Lalu anda masih merengek kepada Tuhan mau mengorbankan masa depan
> anak-anak anda, hanya karena anda tidak mampu membuat kedamaian di
> perasaan istri anda?
>
> Setiap Relationship, selalu mengalami tahap-tahap sbb:
>
> 1. Pendekatan,
> 2. Komitmen
> 3. Bulan madu
> 4. Independent
> 5. Miserable
> 6. Interdependent
>
> Pada tahap Pendekatan, amsing-masing pihak mengalami euphoria,
> masing-masing berhidung mekar, merasa bahwa inilah pasangan hidupku
> selamanya. Pada masa Komitmen maka masing-masing merasa beruntung,
> sudah bisa menemukan jodohnya sehidup semati. Masa Bulan madu
> adalah masa paling indah, lalu diikuti oleh perasaan Independent.
>
> Kalau begini saya juga masih harus cari nafkah juga, maka lebih baik
> aku gak kawin, lebih baik aku kawin sama Bobby, atau Tukul, mengapa
> kok Istri tetangga lebih cantik? Maka timbullah pikiran bahwa tanpa
> pasanganpun kita bisa jalan sendiri.
>
> Pada masa Miserable, penderitaan ini berlanjut, dan kadung sudah
> menikah, sudah memiliki anak, lengkaplah penderitaan. Penderitaan
> ini bisa berlangsung sampai 30 tahun. Hingga tiba saatnya, masing-
> masing menyadari bahwa pasangannya tidak sejelak, tidak seburuk
> kedaaan orang lain, tidak kriminal, tidak judi, tidak mabok-mabokan,
> maka keduanya mulai saling menghargai. SALING MENGARGAI. Itulah
> tujuan akhir dari relationship, bukan kenikmatan, atau perasaan
> bahagia, bukan. Saling menghormati, saling menjaga, saling
> menghargai, saling memuji, saling bersyukur, bahwa pasangannya
> sungguh berharga, sungguh berjasa menemani kehidupan yang penuh
> rintangan ini.
>
> salam,
> Goenardjoadi
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

Best of Y! Groups

Check out the best

of what Yahoo!

Groups has to offer.

Yahoo! Groups

Wellness Spot

A resource for living

the Curves lifestyle.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: