Rabu, 07 November 2007

[psikologi_transformatif] East way of thinking vs East wisdom (Re: Latar Belakang Knowledge Management)

Hmm.. udah panjang :)

Sejujurnya yang kemarin saya tuliskan itu kesimpulan saya sendiri sih, nggak ada teorinya.. HAHAHA.. Tapi, in way, saya rasa tanggapan Bang Harez dan Mas Wolker masih sejalan.

SHP: Walaupun pada dasarnya tidak tepat 100 persen bahwa "barat untuk analisas dan berorientasi pemecahan masalah" sedangkan "timur untuk pembentukan watak/karakter" , saya setuju pendapatmu. Dalam diskusi-diskusi saya dengan almarhum Pak Slamet, dengan manis dan harmonis beliau memadukan keduanya.

Selain prinsip "the right man on the right  place" sebagaimana yang pernah aku tuliskan, "Pembinaan Watak Adalah > Tugas Utama Pendidikan" adalah tema lain yang sering dikemukakannya. Dalam hal inilah, berbagai "falsafah timur" cukup banyak berperan. Sesuai dengan latar belakangnya, pak Slamet banyak mempergunakan "falsafah Jawa". :)

Ya, saya juga nggak sepenuhnya puas dengan rangkuman saya kemarin kok.. HAHAHAHA.. Tapi kira2 maksud saya seperti itu. Falsafah "Timur" (bukan hanya Cina, India, Jepang) lebih banyak ke pembentukan karakter. Sekali karakter terbentuk, maka itu terlihat dalam cara berpikir dan bertindak; seperti yang sudah diuraikan Mas Wolker dengan bahasa yang lebih baik di bawah ini:

WK: Cara berpikir tercermin dalam obrolan, kata-kata yang terucap, cara mengambil keputusan, dalam karya-karya, dalam 'kata-kata mutiara' dan peribahasa, dst.

Adalah tugas Cendekiawan, Filsuf, Ilmuwan merumuskan 'cara berpikir', bukan mengumpulkan dalam suatu keranjang secara sporadik 'kata-kata', peribahasa, karya-karya. Inilah yang dimaksud : bukan kata-kata mutiara 'timur', bukan 'kearifan timur', bukan 'karya-karya timur' per se (as such)  yang secara denotatif atau fisikal kita gendong atau kita sorong-sorongkan. Tapi Cara atau metode berpikirnya !

Cuma, menurut saya pribadi agak sulit untuk mengajarkan cara/metode berpikir timur. Cara berpikir timur itu sebenernya seperti apa sih ya? Saya sendiri bingung kalau disuruh menjelaskan. Sebab, menurut saya, falsafah2 timur itu banyak bermain di ranah rasa, bukan kognitif, sehingga agak susah ditransfer pada orang yang belum/tidak punya rasa yang sama. Apalagi kalau dalam kelas besar/jumlah murid massal.

Saya pribadi berpikir bahwa falsafah barat lebih mudah untuk ditransferkan secara bersamaan pada sekelompok orang, selama kelompok tersebut punya kemampuan kognitif cukup.

Cara mentransfer/membentuk cara berpikir timur ya mungkin dengan berbagi cerita dan nasihat. Namun.. cerita dan nasihat itu tujuannya lebih untuk membentuk karakter, lebih supaya si pendengar menarik insight-nya sendiri. Jadi agak nggak pas kalau secara harafiah untuk kasus nyata ini diberikan cerita kearifan yang ini, seolah2 keduanya adalah parity.

Saya ambil contoh cerita "Kakek Bodo Memindahkan Gunung" dari Pak Jusuf. Sebagai cerita, saya bisa mengambil moral bahwa jangan sampai kita putus asa, karena apa pun yang kelihatannya sia2 mungkin tidak sia2. Orang lain bisa mengambil moral yang lain sebagai insightnya. Namun, ini tidak banyak gunanya ketika diberikan sebagai [misalnya] saran untuk melakukan perubahan pada masyarakat. Mengapa? Masyarakat adalah sesuatu yang dinamis, berkembang. Masyarakat tidak seperti gunung, yang walaupun besar namun tidak tumbuh. Si Kakek Bodo dan keturunannya bisa jadi behasil memindahkan gunung sekian puluh tahun kemudian, namun.. apakah hal yang setara bisa diaplikasikan pada mengubah masyarakat? Untuk setiap perubahan yang kita lakukan, masyarakat tumbuh beberapa kali lipat. Kita akan selalu left behind, karena yang kita hadapi berkembang.

Diperlukan pengolahan lebih mendalam untuk suatu falsafah timur. Dan mungkin di situ letaknya falsafah barat yang lebih pragmatis.

BTW, saya nulis gini makin jelas atau makin njelimet sih? HAHAHAHA..

Nyolek Pak Jusuf dikit aaah :)

Buku saya dijual di Fakultas Psikologi UI, gedung baru lantai 1.  Kalau buku saya tidak tertib dalam berpikir, mana mungkin Yudi Latif dan Pak Sarlito mau kasih Kata Pengantar !

Mungkin, Pak, kalau saya sih akan membalik pertanyaan: apakah karena Pak Ito dan Pak Yudi mau kasih kata pengantar, maka buku Bapak tertib dalam berpikir ;)?

HAHAHAHA.. Bercanda ya, Pak :). Maksud saya gini:  buku Bapak pastilah berisi sesuatu yang bagus, seperti tulisan2 Bapak selama ini. Bagus untuk para pembacanya mendapatkan insight dan [semoga] menjadi lebih bijak. Namun.. belum tentu buku yang bagus ini berisi pemikiran yang luar biasa. After all, sesuatu yang bagus itu belum tentu sesuatu yang tertib berpikir. Tertib merasa juga bisa :) Dan saya rasa kekuatan tulisan2 Bapak sih di situ: pada memberikan "nasihat" supaya orang bisa belajar lebih bijak. Malah menjadi agak nggak tepat ketika Bapak memaksakan memberikan nasihat "praktis" pada kasus2 aktual, karena kekuatan Bapak bukan di situ. Untuk kasus aktual, sering nasihat Bapak kurang tertib alur berpikirnya :) 

Tapi ini pendapat saya pribadi lho, Pak :) Saya tetap suka baca tulisan2 Bapak, dan melihatnya sebagai sebentuk "chicken soup of the soul" :)

Salam,

PS: Mas Wolker mau ntraktir ya? Hehehe.. Mau-mau aja dooong :). Tapi dua minggu ini kayaknya nggak mungkin bergerak deh :) Masih kejar tayang nih ;)

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Reconnect with

college alumni.

Yahoo! Groups

Endurance Zone

A Yahoo! Group

for better endurance.

Yahoo! Groups

Health & Fitness

Find and share

weight loss tips.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: