Rabu, 07 November 2007

was was dear - Re: [psikologi_transformatif] Attn: Don Kenow, Adhi P, Monde (was Re: Psikolog Spesialis)

*menatap maya dengan pandangan takjub sambil berkata kepada diri sendiri : yaelah Mayaaaaaa............ masih begitu baiknya kamu ya?*
 
begini,
mengapa obrolan tentang negative reinforcement ini bisa melantur kemana-mana adalah lantaran yang menyahutimu tidak paham tentang meaning of negative reinforcement, tapi tetap ngotot bicara...
dan memang ada alasan beyond pemaparannya.
apakah itu?
memaksakan pembenaran tentang tokoh yang diyakininya perlu dibela olehnya...
sehingga,
pemaparanmu yang begitu netral, obyektif dan ilmiah pun diinterpretasikan secara keliru.
 
mungkin.... *sambil berfikir keras*
kesesatan fikir itu menular ya?
(fyi. ini bukan pernyataan publik, ini pertanyaan kepada diri sendiri)
 
btw,
cium sayang dong buat ponakan gue...
 
bude tih
 
 
 


 
On 11/6/07, was_swas <was_swas@yahoo.com> wrote:

Terima kasih sudah memposting email ini sekali lagi :) Kalau nggak salah hitung, ini ketiga kalinya ya ;)? Nggak ada bukti yang lebih kuat lagi, sampai berulang2 memposting tulisan ini ;)? 

Teman2 milis bisa mulai dari sini untuk menjawab pertanyaan terbuka saya :) Karena dari sini terlihat jelas bahwa satu2nya bukti yang selalu digunakan untuk mengatakan saya adalah anggota gerakan caci maki adalah posting yang sama sekali tidak ada caci makinya ;)

Boleh disimak bahwa saya bahkan tidak pernah mengucapkan nama orang :) Saya sekedar berdiskusi dengan Pak Jusuf tentang ada/tidaknya unsur psikologi dalam kasus di milis ini :)

Saya perbaiki redaksionalnya supaya mudah dibaca, dari atas ke bawah ;)

Salam,

****

Email Awal:

> Email sebelumnya:
> Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
> From: Swas
> D/D/T: Wed Oct 24, 2007 10:58 am
> e-link:
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33216
> "swas" <swas@> wrote:
>
>
> Pak Jusuf yth,
>
> Sejak kemarin ingin mengomentari tulisan Bapak, namun baru sempat
> memformulasikannya sekarang :) Moga2 tidak menyinggung Bapak :)
>
> Pembahasan Bapak mengenai Mamamia menarik, tapi.. menurut hemat saya,
> Bapak justru melupakan satu faktor penting dalam perubahan yang
> terjadi dalam acara tersebut :) Yang mengubah diri si anak jalanan,
> si
> tuna netra, si ibu rumah tangga ADALAH mereka sendiri. Niat mereka
> sendiri, usaha mereka sendiri. Psikologi bisa membantu mengenali
> kebutuhan mereka, memotivasi mereka untuk berubah, tapi.. yang bisa
> menentukan berubah atau tidak adalah diri mereka sendiri. Psikologi
> das Sollen bertujuan untuk membuat si penguasa ilmunya mampu
> mengenali
> dan memediasi pencapaian kebutuhan orang. Psikologi das Sein, menurut
> saya, sudah cukup melakukan hal itu walaupun tentu masih harus terus
> berkembang. Salah satu perkembangan yang dibutuhkan agar Psikologi
> das
> Sein makin sesuai dengan khitahnya (Psikologi das Sollen) adalah:
> penerimaan orang2 terhadap psikologi sebagai psikologi (baik
> mainstream maupun perkembangannya yang sesuai).
>
> Apa yang terjadi sekarang? Psikologi kerap kali dirancukan dengan
> "perkembangan" yang tidak sesuai. Apa yang sebenarnya masuk ke
> tataran
> astrologi, kebatinan, dan entah apa lagi, semuanya "dirancukan"
> sebagai bagian dari psikologi - dengan alasan bahwa semua adalah
> mengenai manusia sebagai individu. Dengan kerancuan2 seperti ini,
> makin sulit orang percaya pada psikologi, apalagi melibatkannya dalam
> porsi yang tepat :). Siapa yang mau melibatkan ilmu psikologi dalam
> pembuatan program, jika baik/buruknya program dinilai dari rating dan
> jumlah keuntungan material (yang tidak ada sangkut pautnya dengan
> psikologi)?
>
> Kesalahan siapakah hal ini? Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian
> psikolog memang tidak perduli pada hal2 ini, kurang memperjuangkan
> hal
> ini. Tapi.. terus terang, menurut saya, hal ini juga diperparah oleh
> "awam" yang memposisikan dirinya sebagai ahli psikologi. Bayangkan,
> sudah psikologinya sendiri belum jelas di mata awam, tiba2 ada awam
> yang memposisikan diri sebagai ahli.. bagaimana awam yang lain bisa
> membedakan mana yang psikologi beneran mana yang psikologi
> gadungan ;)?
>
> Akan halnya "debat (kusir?)" atau yang Bapak sebut "pepesan kosong"
> itu, menurut hemat saya, justru sedikit banyak menunjukkan ciri2
> psikologi. Mungkin bukan mazhab Psikologi Positif, atau Psikologi
> Humanistik, atau mazhab2 lain yang percaya pada kemampuan manusia,
> tapi.. saya melihatnya mencirikan salah satu mazhab klasik psikologi:
> Behavioristik. Beberapa kasus mengingatkan saya pada percobaan
> tentang
> Negative Reinforcement: dimana ketidakmunculan perilaku positif akan
> mengakibatkan munculnya penguatan negatif. Memang tidak sempurna,
> karena tidak ada fixed ratio, interval ratio, dll, tapi moga2 bisa
> membantu shaping behavior.
>
> Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
> karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
> dilakukan, tapi tidak berhasil. Subyek tetap tidak menyadari bahwa
> dirinya bermasalah, dan.. significant others-nya juga tetap tidak
> mendukung subyek untuk menyadari masalahnya. Padahal, dalam
> psikologi,
> semua "remedy" itu asalnya dari diri sendiri dan/atau dukungan
> lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau subyek tidak menyadari
> dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung konsep diri seperti
> itu, setahu saya pendekatan psikologi yang paling positif pun tidak
> akan membawa perubahan :) Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai
> pendekatan apa pun, kalau Ajeng, Fiersha, dll tidak menyadari dirinya
> perlu menjadi lebih baik, tidak akan pernah berhasil mereka
> berubah :)
>
> Jadi.. kalau sekarang Bapak bertanya: "Boro-boro ini yang dibahas,
> malahan urusan dekon mendekon, lalu ngapain dilayani ?
> Tapi kalau yang muncul menjadi seperti itu, lalu masyarakat bertanya
> dan mempertanyakan apakah anaknya akan didorong untuk belajar
> psikologi", maka jawaban saya adalah demikian:
>
> Jika masyarakat masih melihat psikologi seperti Bapak melihat
> psikologi, maka besar kemungkinan anaknya tidak akan didorong untuk
> belajar psikologi. Tapi.. jika masyarakat melihat psikologi sebagai
> psikologi, maka mungkin justru mereka akan mendorong anaknya belajar
> psikologi.
>
> Mohon maaf, Pak Jusuf, saya menghargai Anda sebagai orang yang lebih
> tua dan jelas sangat pandai serta arif. Saya juga pernah mendengar
> Bapak diminta mengajar di beberapa fakultas psikologi (kalau saya
> tidak salah). Namun, mengenai psikologi ini, saya merasa Anda
> mencampuradukkan psikologi dengan entah apa. Di satu sisi, hal ini
> mungkin memperkaya psikologi. Saya yakin pendapat2 Bapak memperkaya
> mazhab psikologi positif. Namun.. di sisi lain, seperti dalam kasus
> yang lebih dekat dengan mazhab klasik, membuat Bapak alpa melihat apa
> yang sebenarnya sangat psikologis :)
>
> Semoga tidak menyingung Bapak, ini hanya sekedar pendapat seorang
> awam
> yang tak berilmu :)
>
> Salam,

Perhatikan bahwa tidak ada kata-kata kasar di situ ;) Bahkan tidak ada penyebutan nama orang di situ :) Ini adalah suatu diskusi intelektual dengan Pak Jusuf :)

***

Respons Monde:

> Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
> From: "monde78100" <monde78100@>
> D/D/T:Wed Oct 24, 2007 2:48 pm
> e-link:
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33233
> "swas" <swas@> wrote:
>
>
> Swastinika menulis :
> Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
> karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
> dilakukan,tapi tidak berhasil.
>
> Monde : Mbak Swas, dari mana muncul penilaian tidak berhasil?
> Bukankah
> justru kita seharusnya terus berusaha untuk menggunakan mazhab
> psikologi yang positif dibandingkan menyerah dengan Negative
> Reinforcement? Sebaiknya tidak ada alasan untuk membenarkan munculnya
> Negative Reinforcement. Mungkin saja Negative Reinforcemet memiliki
> daya supaya setiap pelakunya akhirnya dapat mengambil hikmahnya. Tapi
> bukan sebagai saran atau toleransi untuk memicu/membenarkan Negative
> Reinforcement tersebut. Justru kita harus mengambil sikap tidak
> mendukungnya.
>
> Swastinika menulis :
> Subyek tetap tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah, dan..
> significant others-nya juga tetap tidak mendukung subyek untuk
> menyadari masalahnya.
>
> Monde : Ini adalah pengamatan sepihak mbak Swas. Bermasalah atau
> tidak
> bermasalahnya seseorang tergantung dari sudut kepentingan para
> pengamatnya. Kalau mau melihatnya dengan sungguh-sungguh inilah yang
> terjadi pada fenomena kompatiologi. Vcl dianggap bermasalah atau
> tidak
> tergantung dari kepentingan terhadap kompatiologi ataupun
> pertemanannya dengan Vcl. Jadi itu sangat subyektif sifatnya. Jadi
> tetap tidak bisa dipukul-rata Vcl sudah pasti bermasalah untuk
> membenarkan munculnya Negative Reinforcement karena teman-temannya
> sudah tidak sanggup. Mbak Swas jangan terburu-buru memberikan cap
> penilaian kalau kenal dengan Vcl dan teman-temannya saja cuma dari
> milis.
>
> Swastinika menulis :
> Padahal, dalam psikologi, semua "remedy" itu asalnya dari diri
> sendiri
> dan/atau dukungan lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau subyek
> tidak menyadari dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung
> konsep diri seperti itu, setahu saya pendekatan psikologi yang paling
> positif pun tidak akan membawa perubahan :)
>
> Monde : Sekali lagi apa yang dikatakan oleh mbak Swas sendiri justru
> menunjukkan kerelatifan suatu perilaku seseorang. Bukankah bermasalah
> atau tidaknya seseorang sangat tergantung dari penilaian
> lingkungannya? Nah kalau lingkungannya sudah mendukung, apa
> masalahnya
> kalau begitu? Vcl bermasalah bagi mbak Swas itu sih urusan
> kepentingan
> mbak Swas. Sekali-lagi tidak bisa dipukul-rata kalau mbak Swas sudah
> memberikan penilaian Vcl bermasalah maka dianggap bagi seluruh
> lingkungan lainnya pasti menilai juga Vcl bermasalah sekaligus
> menganggap lingkungan lain adalah buta jika tidak melihatnya. Vcl
> memiliki kekurangan iya. Kita semua pun memiliki kekurangan. Tapi
> apakah kekurangan (yang lagi-lagi relatif) itu bermasalah bagi
> lingkungannya itu soal lain.
>
> Swastinika menulis:
> Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai pendekatan apa pun, kalau Ajeng,
> Fiersha, dll tidak menyadari dirinya perlu menjadi lebih baik, tidak
> akan pernah berhasil mereka berubah :)
>
> Monde : Setuju!
>
> Mbak Swas mau beli Mondenya? Pliiissss

Sekali lagi, perhatikan bahwa penyebutan nama orang berasal dari Monde, bukan dari saya :) Saya hanya membahas fenomena yang saya anggap menarik :)

***

Email terakhir: tuduhan dan fitnah :)

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "vincentliong" <vincentliong@...> wrote:
>
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33448
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "intel.psitrans"
> intel.psitrans@... (yahoo.com) wrote:
>
> Psikolog Spesialis Praktik Hukum Negative
> Reinforcement
>
>
>
> Pengantar
>
> Negative Reinforcement (stimulus negatif) secara sah / legal /
> resmi /
> boleh dilakukan siapa saja bertitel Psikolog terhadap siapapun orang
> non-psikologi yang ingin dijadikan target korban. Sebagai psikolog
> maka memiliki hak untuk mengatur nasib psikologis orang lain,
> bilamana
> tidak menurut hukum psikologi maka siapapun dapat diberi sangsi tegas
> di dunia maya dan dunia nyata. Silahkan baca dialog-dialog dengan
> Psikolog Maya Notodisurjo di bawah ini tentang sangsi yang boleh
> secara tegas diberikan kepada pihak-pihak yang dianggap bersalah
> dalam
> hukum Psikologi di Indonesia.
>
> Sangsi-sangsi ala Psikologi tsb diantaranya berupa:
> * Teror kepada anggota keluarga dengan sita jaminan.
> * Cacimaki dengan bahasa kotor ala Psikologi kepada subject dan
> keluarga subject.
> * Pemalsuan dan penyebarluasan data kepribadian korban.
> * Pemalsuan bukti korban dan pemalsuan kuesioner.
> * Usaha pemerasan, penangkapan dan pemenjaraan melalui jalur hukum.
>
> Untuk mengamati penerapan hukum ala Psikologi yang berlaku di
> Indonesia dengan contoh praktikalnya dapat diamati prilaku para
> psikolog kondang kita seperti misalnya Audifax, Ratih Ibrahim (sering
> muncul di televisi dan majalah), Sinaga Harez Posma, dan di Maya
> Notodisurjo di:
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/messages
.

Menarik bukan ;)? Berdasarkan dua email yang bersih dari caci maki, tiba2 ada tuduhan macam2 :) Plus tuduhannya sudah personal karena membawa2 identitas asli ;)

Bagaimana Don Kenow, Adhi P, dan Monde ;)? Sudah jelas bahwa kritik/masukan tanpa caci maki pun akan diperlakukan sama dengan yang mencaci maki ;)? Masih bertahan pada argumen Anda bahwa "kritik boleh, asal tidak dengan caci maki" ;)?  Atau siap mengubah pendapat dengan "Please, jangan beri kritik apa pun! Segala kritik akan diperlakukan sama dengan caci maki" ;)

Ditunggu bahasannya yang [mudah2an] obyektif ;)

Salam,


__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Y! Messenger

Instant hello

Chat over IM with

group members.

Women of Curves

on Yahoo! Groups

see how women are

changing their lives.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: