Minggu, 28 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Re: Maya Notodisurjo : Psikolog Spesialis Praktik Hukum Negative Reinforcement

vincent, vincent....

mbok belajar dulu bahasa Indonesia..

sangsi = ragu
sanksi = hukuman, penalti

orang penyandang disleksia [apa ya yang gak bisa spelling benar?],
kok mau ngajak ngomong psikolog asli, piye?

mbok belajar sama papa Liong, apa itu budi pekerti? nanti saya kasih
sangsi, lho, sangsi nya banyak, ada sangsi ahli, ada mbak sangsi,

salam,
goen

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "intel.psitrans"
<intel.psitrans@...> wrote:
>
> Maya Notodisurjo : Psikolog Spesialis Praktik Hukum Negative
Reinforcement
> (Baca email terlampir: Data Swastinika = Maya Notodisurjo)
>
>
>
> Pengantar
>
> Negative Reinforcement (stimulus negatif) secara sah / legal /
resmi /
> boleh dilakukan siapa saja bertitel Psikolog terhadap siapapun
orang
> non-psikologi yang ingin dijadikan target korban. Sebagai psikolog
> maka memiliki hak untuk mengatur nasib psikologis orang lain,
bilamana
> tidak menurut hukum psikologi maka siapapun dapat diberi sangsi
tegas
> di dunia maya dan dunia nyata. Silahkan baca dialog-dialog dengan
> Psikolog Maya Notodisurjo di bawah ini tentang sangsi yang boleh
> secara tegas diberikan kepada pihak-pihak yang dianggap bersalah
dalam
> hukum Psikologi di Indonesia.
>
> Sangsi-sangsi ala Psikologi tsb diantaranya berupa:
> * Teror kepada anggota keluarga dengan sita jaminan.
> * Cacimaki dengan bahasa kotor ala Psikologi kepada subject dan
> keluarga subject.
> * Pemalsuan dan penyebarluasan data kepribadian korban.
> * Pemalsuan bukti korban dan pemalsuan kuesioner.
> * Usaha pemerasan, penangkapan dan pemenjaraan melalui jalur hukum.
>
> Untuk mengamati penerapan hukum ala Psikologi yang berlaku di
> Indonesia dengan contoh praktikalnya dapat diamati prilaku para
> psikolog kondang kita seperti misalnya Audifax, Ratih Ibrahim
(sering
> muncul di televisi dan majalah), Sinaga Harez Posma, dan di Maya
> Notodisurjo di:
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/messages .
>
>
>
>
>
> Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
> From: "monde78100" <monde78100@>
> D/D/T:Wed Oct 24, 2007 2:48 pm
> e-link:
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33233
> "swastinika" <swastinika@> wrote:
>
>
> Swastinika menulis :
> Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
> karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
> dilakukan,tapi tidak berhasil.
>
> Monde : Mbak Swas, dari mana muncul penilaian tidak berhasil?
Bukankah
> justru kita seharusnya terus berusaha untuk menggunakan mazhab
> psikologi yang positif dibandingkan menyerah dengan Negative
> Reinforcement? Sebaiknya tidak ada alasan untuk membenarkan
munculnya
> Negative Reinforcement. Mungkin saja Negative Reinforcemet memiliki
> daya supaya setiap pelakunya akhirnya dapat mengambil hikmahnya.
Tapi
> bukan sebagai saran atau toleransi untuk memicu/membenarkan
Negative
> Reinforcement tersebut. Justru kita harus mengambil sikap tidak
> mendukungnya.
>
> Swastinika menulis :
> Subyek tetap tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah, dan..
> significant others-nya juga tetap tidak mendukung subyek untuk
> menyadari masalahnya.
>
> Monde : Ini adalah pengamatan sepihak mbak Swas. Bermasalah atau
tidak
> bermasalahnya seseorang tergantung dari sudut kepentingan para
> pengamatnya. Kalau mau melihatnya dengan sungguh-sungguh inilah
yang
> terjadi pada fenomena kompatiologi. Vcl dianggap bermasalah atau
tidak
> tergantung dari kepentingan terhadap kompatiologi ataupun
> pertemanannya dengan Vcl. Jadi itu sangat subyektif sifatnya. Jadi
> tetap tidak bisa dipukul-rata Vcl sudah pasti bermasalah untuk
> membenarkan munculnya Negative Reinforcement karena teman-temannya
> sudah tidak sanggup. Mbak Swas jangan terburu-buru memberikan cap
> penilaian kalau kenal dengan Vcl dan teman-temannya saja cuma dari
milis.
>
> Swastinika menulis :
> Padahal, dalam psikologi, semua "remedy" itu asalnya dari diri
sendiri
> dan/atau dukungan lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau
subyek
> tidak menyadari dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung
> konsep diri seperti itu, setahu saya pendekatan psikologi yang
paling
> positif pun tidak akan membawa perubahan :)
>
> Monde : Sekali lagi apa yang dikatakan oleh mbak Swas sendiri
justru
> menunjukkan kerelatifan suatu perilaku seseorang. Bukankah
bermasalah
> atau tidaknya seseorang sangat tergantung dari penilaian
> lingkungannya? Nah kalau lingkungannya sudah mendukung, apa
masalahnya
> kalau begitu? Vcl bermasalah bagi mbak Swas itu sih urusan
kepentingan
> mbak Swas. Sekali-lagi tidak bisa dipukul-rata kalau mbak Swas
sudah
> memberikan penilaian Vcl bermasalah maka dianggap bagi seluruh
> lingkungan lainnya pasti menilai juga Vcl bermasalah sekaligus
> menganggap lingkungan lain adalah buta jika tidak melihatnya. Vcl
> memiliki kekurangan iya. Kita semua pun memiliki kekurangan. Tapi
> apakah kekurangan (yang lagi-lagi relatif) itu bermasalah bagi
> lingkungannya itu soal lain.
>
> Swastinika menulis:
> Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai pendekatan apa pun, kalau
Ajeng,
> Fiersha, dll tidak menyadari dirinya perlu menjadi lebih baik,
tidak
> akan pernah berhasil mereka berubah :)
>
> Monde : Setuju!
>
> Mbak Swas mau beli Mondenya? Pliiissss
>
>
>
>
>
> Email sebelumnya:
> Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
> From: Swastinika / Maya Notodisurjo
> D/D/T: Wed Oct 24, 2007 10:58 am
> e-link:
>
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33216
> "swastinika" <swastinika@> wrote:
>
>
> Pak Jusuf yth,
>
> Sejak kemarin ingin mengomentari tulisan Bapak, namun baru sempat
> memformulasikannya sekarang :) Moga2 tidak menyinggung Bapak :)
>
> Pembahasan Bapak mengenai Mamamia menarik, tapi.. menurut hemat
saya,
> Bapak justru melupakan satu faktor penting dalam perubahan yang
> terjadi dalam acara tersebut :) Yang mengubah diri si anak
jalanan, si
> tuna netra, si ibu rumah tangga ADALAH mereka sendiri. Niat mereka
> sendiri, usaha mereka sendiri. Psikologi bisa membantu mengenali
> kebutuhan mereka, memotivasi mereka untuk berubah, tapi.. yang bisa
> menentukan berubah atau tidak adalah diri mereka sendiri. Psikologi
> das Sollen bertujuan untuk membuat si penguasa ilmunya mampu
mengenali
> dan memediasi pencapaian kebutuhan orang. Psikologi das Sein,
menurut
> saya, sudah cukup melakukan hal itu walaupun tentu masih harus
terus
> berkembang. Salah satu perkembangan yang dibutuhkan agar Psikologi
das
> Sein makin sesuai dengan khitahnya (Psikologi das Sollen) adalah:
> penerimaan orang2 terhadap psikologi sebagai psikologi (baik
> mainstream maupun perkembangannya yang sesuai).
>
> Apa yang terjadi sekarang? Psikologi kerap kali dirancukan dengan
> "perkembangan" yang tidak sesuai. Apa yang sebenarnya masuk ke
tataran
> astrologi, kebatinan, dan entah apa lagi, semuanya "dirancukan"
> sebagai bagian dari psikologi - dengan alasan bahwa semua adalah
> mengenai manusia sebagai individu. Dengan kerancuan2 seperti ini,
> makin sulit orang percaya pada psikologi, apalagi melibatkannya
dalam
> porsi yang tepat :). Siapa yang mau melibatkan ilmu psikologi dalam
> pembuatan program, jika baik/buruknya program dinilai dari rating
dan
> jumlah keuntungan material (yang tidak ada sangkut pautnya dengan
> psikologi)?
>
> Kesalahan siapakah hal ini? Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian
> psikolog memang tidak perduli pada hal2 ini, kurang memperjuangkan
hal
> ini. Tapi.. terus terang, menurut saya, hal ini juga diperparah
oleh
> "awam" yang memposisikan dirinya sebagai ahli psikologi. Bayangkan,
> sudah psikologinya sendiri belum jelas di mata awam, tiba2 ada awam
> yang memposisikan diri sebagai ahli.. bagaimana awam yang lain bisa
> membedakan mana yang psikologi beneran mana yang psikologi
gadungan ;)?
>
> Akan halnya "debat (kusir?)" atau yang Bapak sebut "pepesan kosong"
> itu, menurut hemat saya, justru sedikit banyak menunjukkan ciri2
> psikologi. Mungkin bukan mazhab Psikologi Positif, atau Psikologi
> Humanistik, atau mazhab2 lain yang percaya pada kemampuan manusia,
> tapi.. saya melihatnya mencirikan salah satu mazhab klasik
psikologi:
> Behavioristik. Beberapa kasus mengingatkan saya pada percobaan
tentang
> Negative Reinforcement: dimana ketidakmunculan perilaku positif
akan
> mengakibatkan munculnya penguatan negatif. Memang tidak sempurna,
> karena tidak ada fixed ratio, interval ratio, dll, tapi moga2 bisa
> membantu shaping behavior.
>
> Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
> karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
> dilakukan, tapi tidak berhasil. Subyek tetap tidak menyadari bahwa
> dirinya bermasalah, dan.. significant others-nya juga tetap tidak
> mendukung subyek untuk menyadari masalahnya. Padahal, dalam
psikologi,
> semua "remedy" itu asalnya dari diri sendiri dan/atau dukungan
> lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau subyek tidak menyadari
> dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung konsep diri
seperti
> itu, setahu saya pendekatan psikologi yang paling positif pun tidak
> akan membawa perubahan :) Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai
> pendekatan apa pun, kalau Ajeng, Fiersha, dll tidak menyadari
dirinya
> perlu menjadi lebih baik, tidak akan pernah berhasil mereka
berubah :)
>
> Jadi.. kalau sekarang Bapak bertanya: "Boro-boro ini yang dibahas,
> malahan urusan dekon mendekon, lalu ngapain dilayani ?
> Tapi kalau yang muncul menjadi seperti itu, lalu masyarakat
bertanya
> dan mempertanyakan apakah anaknya akan didorong untuk belajar
> psikologi", maka jawaban saya adalah demikian:
>
> Jika masyarakat masih melihat psikologi seperti Bapak melihat
> psikologi, maka besar kemungkinan anaknya tidak akan didorong untuk
> belajar psikologi. Tapi.. jika masyarakat melihat psikologi sebagai
> psikologi, maka mungkin justru mereka akan mendorong anaknya
belajar
> psikologi.
>
> Mohon maaf, Pak Jusuf, saya menghargai Anda sebagai orang yang
lebih
> tua dan jelas sangat pandai serta arif. Saya juga pernah mendengar
> Bapak diminta mengajar di beberapa fakultas psikologi (kalau saya
> tidak salah). Namun, mengenai psikologi ini, saya merasa Anda
> mencampuradukkan psikologi dengan entah apa. Di satu sisi, hal ini
> mungkin memperkaya psikologi. Saya yakin pendapat2 Bapak memperkaya
> mazhab psikologi positif. Namun.. di sisi lain, seperti dalam kasus
> yang lebih dekat dengan mazhab klasik, membuat Bapak alpa melihat
apa
> yang sebenarnya sangat psikologis :)
>
> Semoga tidak menyingung Bapak, ini hanya sekedar pendapat seorang
awam
> yang tak berilmu :)
>
> Salam,
>
>
>
>
>
> LAMPIRAN fakta "Swastinika" = "Maya Notodisurjo"
> Subject: 2 - Data: Swastinika = Maya Notodisurjo
> From: "Audifax"<audifacx@...>
> D/D/T: Tue Nov 28, 2006 8:58 am
>
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/12867
>
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/12862
> <audifacx@...> wrote:
>
>
> 2 Data Swastinika = Maya Notodisurjo
>
> Pembaca yang kebetulan menjadi member milis Psikologi Transformatif
> mungkin menyaksikan perdebatan antara saya dan seseorang dengan ID:
> Swastinika. Salah satu poin yang diperdebatkan di situ adalah
mengenai
> DATA vs INTERPRETASI. Saya selalu menunjukkan bahwa sejumlah klaim
> yang dikemukakan Swastinika adalah INTERPRETASI-nya semata,
sebaliknya
> Swastinika juga berkali-kali mendebat saya dengan mengatakan bahwa
apa
> yang saya sebut sebagai DATA tak lebih dari INTERPRETASI saya.
>
> Walau ini hanyalah perdebatan antara Audifax dan Swastinika, tetapi
> saya tertarik untuk mengangkat sebagai satu bab pembahasan
tersendiri,
> karena perdebatan semacam itu bukan barang baru dalam ilmu
> pengetahuan, setidaknya itu saya lihat dengan jelas di psikologi,
> sebuah ranah ilmu yang selain bermain dengan DATA juga bermain
dengan
> INTERPRETASI. Maka dari itu, menjadi menarik bagi saya untuk
> mengangkat dan menelaah lebih dalam polemik DATA vs INTERPRETASI
> sehingga kita bisa belajar membedakan mana yang DATA dan mana yang
> INTERPRETASI.
>
> DATA secara umum bisa didefinisikan suatu hal yang kita ambil pada
> moment tertentu. Suatu yang terjadi di suatu tempat, di suatu
waktu,
> sehingga untuk verifikasinya bisa dirunut kembali sesuatu tempat,
> waktu atau sumbernya. Dengan demikian, seberapa sesuatu memiliki
> kemerujukan terhadap realitas itulah yang bisa disebut `Data'. Hal
ini
> jelas tidak tampak pada klaim Swastinika berikut (tambahan bold
dari
> saya untuk memperjelas siapa/apa yang dirujuk oleh kata ganti yang
> digunakan dalam kalimat tersebut]:
>
> Well, let's say I know your (Audifax) story with those mailing
lists
> (Milis Psikologi Transformatif) ;) Anda dkk cukup terkenal, Audi-
boy,
> dan bukan karena skripsi Anda (Audifax) yg dibukukan itu ;)
>
> Pertama, sudah jelas bahwa SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH
> DIBUKUKAN. Jadi pernyataan "skripsi saya [Audifax] yang dibukukan"
itu
> tak lebih dari interpretasi seenak udel dari Swastinika. Jika yang
> dimaksud adalah buku "Mite Harry Potter", maka makin jelas bahwa
apa
> yang disebut skripsi disitu adalah INTERPRETASI yang diletakkan
secara
> sembarangan. Siapapun boleh melakukan cross-check DATA yang saya
> berikan, yaitu: SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH DIBUKUKAN
dengan
> merujuk:
>
> 1. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya atau perpustakaan
> Universitas Surabaya. Atau siapapun yang kebetulan tahu skripsinya
> Audifax. Dari sini, anda akan dapat DATA bahwa skripsinya Audifax
> bukan "Mite Harry Potter" sebagaimana diterbitkan oleh Jalasutra
> melainkan "Konsep Perilaku Profesional [Profesionalisme] pada
Tenaga
> Kreatif di Biro Iklan – Studi Eksplanatif berdasar Teori Grounded
pada
> Biro Iklan Surabaya"
> 2. Di-cross-check ke pihak penerbit Jalasutra, apakah memang
> Audifax pernah mempublikasikan atau mengabarkan bahwa naskah yang
> ditawarkan dan kemudian terbit adalah skripsinya. Anda bisa
melakukan
> e-mail pada: redaksi_bdg@
> 3. Cross check ke toko buku, jika ditemukan bahwa "Konsep
Perilaku
> Profesional [Profesionalisme] pada Tenaga Kreatif di Biro Iklan –
> Studi Eksplanatif berdasar Teori Grounded pada Biro Iklan Surabaya"
> karya Audifax ternyata sudah terbit dalam bentuk buku, maka klaim
saya
> bahwa SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH DIBUKUKAN otomatis gugur.
>
> Di sinilah baru kita bisa bicara data, setelah melihat dan
> kemerujukannya pada tempat, waktu, peristiwa tertentu yang bisa
> diakses untuk verifikasinya. Dan siapapun yang mengakses, akan
> mendapat hasil yang sama.
>
> Kedua, perkataan Swastinika berikut: "let's say I know your
(Audifax)
> story with those mailing lists (Milis Psikologi Transformatif) ;)"
> juga adalah interpretasi, karena saya ketika mendirikan milis
> Psikologi Transformatif, sama sekali tidak pernah mengenal atau ada
> orang di sekeliling saya bernama Swastinika [atau Maya
Notodisurjo].
> Jadi perkataan "I know your story with those mailing list" itu sama
> sekali bukan data, melainkan kesoktahuan yang diwujudkan dalam
> interpretasi. Mungkin Swastinika ini anggota PERKEMI, "Persatuan
> Kemeruh Indonesia" [Kemeruh= basa Jawa untuk Sok Tahu].
>
> Jadi kesoktahuan ini jelas sama sekali bukan data..lha wong tidak
> pernah ketemu dan Cuma modal nggosip kok berani-beraninya bilang "I
> know"? Apa bukan takabur dan seenak udel namanya? Apalagi dikaitkan
> dengan ide awal membentuk mailing list ini, bukankah ini Cuma
bentuk
> perilaku TAK TAHU MALU DARI SEORANG MAYA NOTODISURJO DI HADAPAN
> REALITAS YANG SAMA SEKALI TAK DIKETAHUINYA?
>
> Pada titik ini, saya akan mengutip kembali apa yang ditulis Maya
> ketika saya mengatakan bahwa dia "Sok Tahu":
>
> Ah.. sebuah tuduhan baru: sok tahu ;). Mungkin sebentar lagi TV
bisa
> bikin acara baru: Gemar Menuduh asuhan Audifax. Seperti acara Gemar
> Menggambar asuhan Pak Tino Sidin dulu ;)
>
> Dengan paparan saya di atas, jelas bukan sebuah tuduhan, tetapi
> sesuatu yang berdasarkan data. Apalagi yang lebih tepat untuk
> menggambarkan orang yang merasa tahu apa yang sebenarnya tidak
> diketahuinya, selain "Sok Tahu"? Justru yang paling pas diusulkan
pada
> stasiun televisi di sini adalah acara "Gemar Sok Tahu" asuhan Maya
> Notodisurjo, lulusan Psikologi Universitas Indonesia dan Peneliti
di
> PROMPT Research.
>
> Lalu, mari di sini kita praktekkan langsung apa itu data dan
bagaimana
> mencari data yang benar. Bukan itu saja, pada latihan kali ini,
saya
> akan tunjukkan sebuah data yang bisa diverifikasi dan dirujuk siapa
> saja yang kebetulan tengah membaca tulisan ini secara online.
>
> Ketika saya menanyakan: "Anda sendiri masuk kategori yang
mana? "Yang
> pernah belajar psikologi" atau "Yang belum pernah belajar
psikologi?"
>
> Swastinika tidak mau menjawab pertanyaan saya tersebut melainkan
> menjawab demikian:
>
> Menurut Anda ;)? It's for you to judge ;)
>
> Mari kita ikuti langkah-langkah berikut untuk melihat siapa yang
> terbiasa melakukan judge.
>
> Langkah 1
> Swastinika pernah menulis dengan menyebut-nyebut PSIINDONESIA,
> terutama ketika ia membandingkan bahwa di sana milisnya bersifat
> tertutup. Maka saya meletakkan `hipotesa' bahwa swastinika adalah
> member milis PSIINDONESIA. Saya berharap memeroleh sesuatu yang
bisa
> menghantar untuk memberi gambaran secara akurat [dalam bentuk data]
> mengenai Swastinika.
>
> Jika anda member PSIINDONESIA atau mempunyai akses ke milis
tersebut
> melalui e-mail teman, silahkan melakukan pencarian dengan kata
kunci
> "Swastinika" pada fasilitas search di milis PSIINDONESIA, di sana
anda
> akan menemukan dua posting di link:
> http://groups.yahoo.com/group/psiindonesia/message/3017 dan
> http://groups.yahoo.com/group/psiindonesia/message/3665 inilah
> lengkapnya tampilan hasil pencarian:
>
> 3665 Re: TtgRajudariNONPSIKOLOG
> Kemarin Pak Wisnu menulis sebagai berikut: Message: 7 Date: Tue, 7
Mar
> 2006 14:02:04 +0700 From: "Wisnubroto" <wisnu@ Subject: Re:
> TtgRajudariNONPSIKOLOG Hari ini ( 7 februari 2006 ) di Kompas ada
> berita tentang Raju, dengan judul "Yang hilang mengenai ... Maya
> Notodisurjo
> mayanoto@
> swastinika
> Mar 7, 2006
>
> 8:01 pm 3017 RE: s.psi. jadi tukang tes
> Mengenai S.Psi jadi tukang tes ini, saya punya "cerita" yg agak
> mengkhawatirkan. Beberapa bulan lalu, sepupu saya, ibu dari seorang
> anak berusia 4 thn, menelepon saya dengan panik. Katanya, hasil
> pemeriksaan tes psikologis anaknya menunjukkan gejala2 ... Maya
> Notodisurjo
> mayanoto@
> swastinika
> Oct 11, 2005
> 12:08 am
>
> Baik pada tulisan yang mereply kasus Raju maupun S. Psi jadi tukang
> tes, di bagian bawahnya tertulis DATA sebagai berikut:
>
> Best Regards,
> MAYA NOTODISURJO (Psi 91)
>
> "Maya Notodisurjo" <mayanoto@> swastinika
>
> Sampai di sini, saya sudah punya `Data' bahwa Swastinika adalah
> termasuk golongan "Yang pernah belajar psikologi" dan itu bukan
judge,
> karena ditulis oleh Swastinika atau Maya Notodisurjo sendiri, yaitu
> "Psi 91".
>
> Tetapi apakah cukup `data' dari milis PSIINDONESIA saja? Tentu
tidak.
> Dalam mencari data kita harus melihat bahwa ada kemungkinan data
itu
> salah. Kemungkinannya di sini adalah Maya Notodisurjo yang memakai
ID
> Swastinika di milis PSIINDONESIA berbeda dengan Swastinika yang
tengah
> berdebat dengan Audifax di milis Psikologi Transformatif, maka saya
> harus menguji data tersebut.
>
> Langkah ke 2
> Saya cari di Google, setelah terlebih dulu men-setting pencarian
hanya
> dalam bahasa Indonesia. Pencarian dilakukan dengan menggunakan
> pertama: hanya kata kunci "Swastinika", kedua: hanya kata
kunci "Maya
> Notodisurjo" dan ketiga: menggabungkan kata kunci "Swastinika" dan
> "Maya Notodisurjo". Ternyata di link:
> http://groups.yahoo.com/group/kritik-iklan/message/23924 saya
temukan:
>
> MAYA NOTODISURJO
>
> PROMPT Research
>
> Century Tower 5th Floor, # 501
>
> Jl. HR Rasuna Said Kav. X2 no. 4
>
> Jakarta 12950
>
> Pada blog dari Maya Notodisurjo [link:
> http://smritacharita.blogspot.com/2006/11/siren-is-gold.html] saya
> temukan tulisan dari Maya Notodisurjo berjudul: "Siren is Gold"
yang
> menceritakan perdebatan di milis Psikologi Transformatif.
>
> Sampai pada langkah ini, barulah bisa dikatakan bahwa Data
> "Swastinika=Maya Notodisurjo" telah ditriangulasi kebenarannya.
>
> Bahkan didapat data lain seperti:
>
> Maya Notodisurjo Graduated from University of Indonesia majoring on
> psychology in 1997. Her career in marketing research was started at
> DEKA Marketing Research right after her graduation. She left DEKA
to
> joint NFO Consensus/ MBL in early 2001. She joins Prompt since
early
> 2002. Specialized in Qualitative Research, she has handled
hundreds of
> projects using both Focus Group Discussions and In-Depth Interviews
> for various products; consumer goods, advertising, cigarettes,
> banking/insurance products, etc. She has a lot of experience with
> motivational studies especially among mothers and kids research
[link:
> http://www.researchinfo.com/noindex/directory/details.cfm?ID=1923 ]
>
> Di link: http://forum.researchinfo.com/member.php?u=734 terdapat
data
>
> Date of Birth:June 18, 1972
> Age:34
> First Name:Maya
> Last Name:Notodisurjo
> Title:Research Manager
> Company:PROMPT Research
> Location:Jakarta, Indonesia
> Research Role:Supplier Side
> Gender:Female
> Biography:
> I start working in marketing research in July 1997, just a week
after
> my graduation from Faculty of Interests:
> reading, philosophy, art
>
> di link: http://beta.blogger.com/profile/12852344001407144142
terdapat
> data:
>
> Age: 34 Gender: Female Astrological Sign: Gemini Zodiac Year: Rat
> Industry: Marketing Occupation: Researcher Location: Jakarta :
Indonesia
>
> Dari hasil pencarian masih bisa ditemukan beberapa blog dan posting
> pada milis, salah satu data lain yang bisa saya dapat adalah Maya
> Notodisurjo memiliki putri bernama Swastinika Naima Moertadho, yang
> lahir di Jakarta tahun 1999. Jadi di sini kita juga bisa tahu bahwa
> `Swastinika' merujuk pada nama putri dari Maya Notodisurjo.
>
> Sampai di sini pembaca sudah bisa membedakan mana yang DATA dan
mana
> yang INTERPRETASI pada contoh yang saya tunjukkkan di atas. Jadi,
> penilaian pada mana yang DATA dan INTERPRETASI saya serahkan saja
pada
> pembaca.
>
> © Audifax – 28 November2006
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Instant hello

Chat over IM with

group members.

Real Food Group

Share recipes,

restaurant ratings

and favorite meals.

Yahoo! Groups

Special K Challenge

Learn how others are

shedding the pounds.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: