Rabu, 06 Februari 2008

[psikologi_transformatif] Re: Mohon advice

Pak Zein yth,

Senang bahwa Bapak cukup terbuka menerima pendapat saya yang mungkin kurang enak didengar :). Terima kasih juga atas potongan informasi berikutnya. Saya memang sempat menduga bahwa Anda adalah seorang anak tunggal, atau anak bungsu yang satu2nya lelaki, karena dari cerita Anda terkesan ada keterikatan emosional yang sangat kuat dengan ibu Anda.

Memang, jika Anda adalah putra tunggal, akan sulit juga untuk "memisahkan" ibu Anda ke rumah lain. Tapi jika memang ibu Anda mutlak harus tinggal bersama keluarga Anda, maka yang pasti Anda perlu belajar lebih tegas memilah peran ibu dan peran istri Anda. Harus dipertegas pengaturan hak dan wewenangnya.

Hal ini tampaknya masih kurang Anda lakukan; Anda masih memberikan porsi yang sama antara ibu dan istri dalam hidup Anda pribadi dan dalam pengaturan keluarga Anda. Sebagai contoh, dari kalimat Anda "Saya akan berusaha tukar pikiran dengan ibuku sebagai ibu yang sangat kusayang", terlihat bahwa Anda masih lebih berat menempatkan diri sebagai "anaknya ibu" daripada "suami" :)

Sudah disinggung oleh Info Seimbang dan Si Juang bahwa ketika Anda menikah, sesungguhnya peran utama yang harus Anda ambil adalah menjadi SUAMI (dan kemudian menjadi AYAH). Peran Anda sebagai ANAK sudah harus Anda kurangi (tidak dihilangkan, namun bukan lagi peran utama). Implikasinya, Anda sekarang harus beraliansi dengan ISTRI Anda, bukan dengan ibu Anda. Ibu Anda sudah harus Anda letakkan sebagai "pihak luar".

Dalam menghadapi "pihak luar", Anda harus sepakat dan satu suara dengan istri Anda. Bahwa untuk mencapai kesepakatan itu Anda dan istri Anda harus "bertengkar habis2an", itu boleh2 saja Anda lakukan. Tapi itu menjadi urusan internal Anda berdua, tidak seharusnya terlihat oleh pihak luar.

Jadi, kalau Anda merasa istri Anda kurang mendidik anak Anda, atau terlalu memanjakan anak2 Anda, maka bicarakanlah dan diskusikanlah secara tertutup dengan istri Anda. Bukan justru Anda "beraliansi" dengan ibu Anda dengan tidak mendukung penuh istri Anda. Dengan bertindak seperti ini, Anda menimbulkan suasana yang tidak sehat: ibu Anda tidak akan belajar menerima kenyataan bahwa ia sudah harus mulai "mundur" dari kehidupan anaknya dan istri Anda tidak mendapat kesempatan menunjukkan kemampuannya menjadi "partner" Anda dalam berumahtangga.

Dan bayangkan dampak psikologisnya pada ibu dan istri Anda karena tindakan Anda ini: secara tidak langsung ibu Anda akan makin melihat istri Anda sebagai istri/ibu yang tidak kompeten, dan istri Anda menjadi hilang kebahagiaan/percaya dirinya karena selalu di bawah bayang2 ibu Anda :) Bagaimana Anda akan membuat keduanya bahagia jika keadaannya demikian? Belum lagi jika anak2 Anda beranjak besar dan melihat bagaimana ibunya selalu tidak didukung penuh oleh ayah dan neneknya. Bagaimana pandangan mereka terhadap ibunya?

So, seperti sudah disarankan oleh Info Seimbang: belajarlah untuk lebih "mendengar" kebutuhan istri Anda. Dan saya tambahkan pula: belajarlah untuk lebih "menempatkan ibu Anda sebagai pihak luar". Berikan pengertian pada ibu Anda bahwa Anda berterima kasih atas perhatian dan kasih sayangnya, bahwa Anda memahami bahwa semua yang ibu Anda lakukan adalah demi kebahagian putra semata wayangnya. Tapi.. tegaskan pula bahwa sekarang Anda sudah dewasa, sudah punya keluarga sendiri, sudah memilih pasangan untuk menjadi rekanan mengatur rumah tangga. Dengan demikian segala masukan dari ibu Anda akan Anda pertimbangkan, namun keputusan adalah di tangan Anda & istri Anda sepenuhnya. Ini garis tegas yang harus Anda buat antara peran ibu dan peran istri dalam rumah tangga Anda.

Saya rasa kuncinya adalah bagaimana cara Anda menyampaikannya pada ibu Anda. Jika Anda menyampaikannya dengan halus, tidak akan pula ibu Anda merasa dibuang. Anda bisa minta bantuan orang yang dituakan/didengar oleh ibu Anda (seperti paman/bibi) jika sulit menyampaikan secara langsung. Dan Anda bisa melakukannya secara bertahap supaya ibu Anda tidak shock, dimulai dengan makin satu suara dengan istri Anda untuk hal2 yang kecil seperti masalah pembantu ini.

Tapi yang terpenting, Pak Zein, Anda harus berani mengambil sikap dan menerima kenyataan bahwa sekarang tugas utama Anda adalah sebagai suami/ayah, bukan lagi sebagai anak :) Dan berani memutuskan bahwa istrilah rekan  utama Anda sekarang, sementara ibu Anda adalah pihak luar :)

Sementara ini saja yang bisa saya berikan. Semoga membantu. Mohon maaf, long weekend ini belum tentu saya bisa akses internet, jadi saya akhiri sampai di sini. Selamat berjuang dan semoga sukses :)

Salam,


--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "M Zein" <zein@...> wrote:
>
>
> Masukannya sangat bagus dan saya berusaha akan lakukan sesuatu yang membuat
> keduanya bahagia.
>
> Saya akan berusaha tukar pikiran dengan ibuku sebagai ibu yang sangat
> kusayang karena saya adalah anak tunggal,
>
> dan tidak mungkin ibu saya tinggal di rumah keponakannya atau di rumah anak
> tirinya.
>
> Satu hal yang membuat istri agak tertekan karena selama ini semua yang dia
> lakukan kurang mendapat dukungan penuh dariku dan dari ibuku.
>
> Permasalahannya adalah hal2 yang dilakukan oleh istriku kadang kurang
> mendidik anak2 atau terlalu memanjakan anak2nya.
>
> Dari tambahan informasi ini, mungkin bisa diberikan masukan lagi, sehingga
> saya bisa lebih memahaminya dan bisa melaksanakannya.
>
> Saya tidak ingin membuat keutuhan keluargaku menjadi berantakan, karena
> keutuhan keluargaku adalah bagian dari tujuan hidupku.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Check out the

Y! Groups blog

Stay up to speed

on all things Groups!

Yahoo! Groups

Women of Curves

Discuss food, fitness

and weight loss.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: