Minggu, 16 September 2007

[psikologi_transformatif] Bunuh Diri Kagem-- ayodolan

Menurut bung Pabrik atau menurutku?

Tapi baiklah, karena ini tulisan bung Pabrik, saya tulisakan ulang saja tulisan bung Pabrik mengenai wacana bunuh diri dalam pengantar Hampiran-Hamparan Gramatologi:


Pengantar dalam Tanda Kurung

                ( Pada tahun 1996, ketika sedang menulis bagian akhir Sastra Jendra, skenario yang sedianya akan dipentaskan oleh Sanggar Shalahuddin Yogyakarta, sebuah kelompok teater yang ketika itu cukup punya nama lewat pementasan-pementasannya seperti: Lautan Jilbab, Topeng Kayu, Keajaiban Lek Par, Sunan Sableng dan Baginda Faruk, tiba-tiba saya mengalami semacam bayangan eidetik: Sukesi—tokoh utama dalam drama ini—berdiri di depan sana. Lengannya mengacungkan sepucuk pistol kepada sesuatu (Tuhan, Kristus, atau apapun namanya) di hadapannya. Gambar itu beku biru. Manik-manik yang menitik dan melayang jatuh menimpa lantai menciptakan ketegangan jam dinding. Sampai suatu ketika, seperti Cerberes, pistol itupun menyalak. Apakah yang terjadi? Apakah Sukesi berhasil membunuh sesuatu itu? Tidak. Yang terjadi adalah sebaliknya. Perempuan itu roboh dengan sebuah lubang peluruh bundar di batoknya.

Tanpa mau kehilangan seluruh momen tersebut, saya segera mengetik seluruh pemandangan itu dan menjadikan tragedi tersebut sebagai penutup lakon.

Adegan itu pada mulanya mengingatkan penulis pada drama pembunuhan Tuhan oleh Nietzsche, namun mengapa justru Sukesi yang tersungkur?

Ketika Wisrawa membukakan rahasia Sastra Jendra kepada Sukesi, Kahyangan terguncang, Sebab tidak mau kehilangan eksistensinya dewa-dewa itu mengirim Durga untuk merasuki Sukesi agar prosesi tersebut gagal di tengah jalan. Usaha itu belumlah berhasil. Baru ketika Betara Guru merasuki tubuh Wisrawa (sehingga yang ada sesungguhnya adalah Durga dan Betara Guru) pembukaan itu dapat digagalkan. Hasil dari kegagalan tersebut adalah lahirnya kejahatan yang diwakili oleh klan Alenka dari rahim Sukesi. Menyesali semua itu, Sukesi merubah dirinya menjadi sebuah tugu.

Sastra Jendra yang penulis susun adalah episode berbeda dari versi di atas. Dimulai dengan "Angkara 0", selanjutnya "Perjalanan Ning", dan ditutup oleh "Mim", naskah itu bercerita tentang pengembaraan Sukesi setelah menjadi tugu. Belajar dari seluruh pengalamannya ia berkesimpulan bahwa untuk meraih Sastra Jendra hal pertama yang harus dilakukannya  adalah membunuh dewa-dewa itu, dewa-dewa yang dahulu telah menggagalkannya, tetapi tragedi itu telah menunjukan bahwa sesungguhnya dewa-dewa tak lebih tak bukan adalah alter egonya, sehingga ketika ia membunuhnya pada saat yang sama, secara simultan, Sukesi menemui ajalnya. Semua itu membuat saya berkesimpulan bahwa untuk mencapai Sastra Jendra, seseorang harus berani meminta kematiannya sendiri, membunuh dirinya sendiri, tidak di dalam pengertian negatif sebagaimana yang selama ini dipikirkan, tetapi kematian diri sebagai verifikasi kebenaran.

Kesadaran membunuh diri ini membuat penulis bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran apa yang selama ini dicap sebagai Poststrukturalisme, terutama Derrida. Dekonstruksi, beserta seluruh jejaknya, trace dan differance adalah sebuah pembunuhan diri secara terus menerus. Operasi ini niscaya dengan pengandaian dunia sebagai tulisan (teks), demikian pula sebaliknya. Dengan dunia sebagai teks, yaitu teks dalam pemahaman Saussurian, sebuah teks yang sistem pemaknaannya berjalan di atas perbedaannya dengan teks lain, arbitrer, maka tidak ada makna absolut, empirik, dan orisinil, dalam wacana kesejarahan, tidak ada apa yang dinamakan masa lalu. Memandang dunia sebagai tulisan, itulah gramatologi.

Dengan gramatologi, Derrida berusaha melepaskan diri dari sejarah filsafat yang totaliter dan egologik, nostalgik dan narsistik, dan tulisan ini adalah upaya pembacaan terhadapnya.

Nostalgia Derrida, Sebuah Hampiran Hamparan Gramatologi adalah perjalanan ke dalam labirin dunia sebagai tulisan, perpustakaan ab aeterno. Bukti-bukti serta adanya kenyataan, fakta, dan permasalahan struktur sejarah realis dipertanyakan oleh gramatologi, yang mengkritisi konsep representasi  bagi sebuah dunia yang rasional dan eksterior yang selama ini telah dipresentasikan kepada subjek, yang di dalamnya penulisan sejarah tak lebih menjadi urusan kedua, padahal "There are no facts in themselves for a sense must always be projected into them before there can be facts (tidak ada kenyataan dalam dirinya sendiri karena sebuah makna selalu diproyeksikan dalam diri mereka sebelum menjadi kenyataan)," tulis Nietzsche,  dan bagi Derrida, tidak ada kenyataan yang  bukan merupakan tulisan yang meyajikan perbedaan.

Sebagaimana gramatologi sendiri, tulisan ini adalah sebuah usaha `bunuh diri'. `Hampiran' adalah sebuah pengakuan "I am a nothing" dan `hamparan' menunjukkan ketidakabsolutan kata gramatologi itu sendiri )

.

 

N. A



















--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "ayodolan" <ayodolan@...> wrote:
>
> Berguna! Berguna sekali. Cerita yang bagus.
>
> Tapi, apa arti kalimat yang paling terakhir itu? ( 'tidak ada jalan
> keluar, kecuali, mungkin, membunuh diri sendiri.") Bagaimana kalimat
> itu bisa muncul dan muncul di situ, seperti itu? Seperti apa nadanya,
> kalau dibacakan? Apakah maksudnya? Saya belum dan ingin mengerti.
> Mohon diskusinya.
>
>
> Ivan
>
> NB: but since I got things to do, I wont be around for about, say,
> many days. So please dont feel obliged to respond. Anyway, thanks very
> much for the refreshing discussion.
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "hautesurveilance"
> hautesurveilance@ wrote:
> >
> > Semoga berguna:
> >
> >
> >
> > "Maaf, Sepertinya Saya Mengenal Anda?"
> >
> > Oleh nuruddin asyhadie
> >
> >
> >
> > Moira, Moira Esperanda lengkapnya, merasa ada sesuatu yang sedang
> > menggunting dalam lipatan, atau sudah. Sesuatu itu adalah wajahnya
> > sendiri. Bermula semenjak ia mulai bekerja sebagai customer service di
> > Hasselbrook Bank, ketika nasabah-nasabah yang ditemuinya selalu bertanya
> > santun, "Maaf sepertinya saya mengenal Anda? Apakah Anda Bella
> > Porizkova? Atau mungkin Anda memiliki hubungan darah dengannya?"
> > Pertanyaan yang pada awalnya cukup menggembungkan hatinya. Siapa yang
> > tak senang dipadankan dengan Bella, perempuan cantik, pemimpin redaksi
> > Contemporeanos, majalah gaya hidup metropolitan terkemuka, "fun
> > fearless female" Cosmo, pengulas topik-topik aktual sosial budaya
> > yang terkenal dan tajam. Siapa yang tak bersemu rautnya disamakan dengan
> > impian dan inspirasi setiap gadis belia, lulusan S2 Antropologi Harvard.
> > Lama kelamaan, Moira merasa risih, atau lebih genting lagi identifikasi
> > itu menaikan asam lambungnya, membuatnya mual dan muntah-muntah.
> >
> > Bella Porizkova telah menghapus jati dirinya, Moira Esperanda, yang
> > betapapun tak bergunanya, tetaplah sebuah pribadi mandiri, unik,
> > sampai-sampai ia ngebet memasang iklan besar-besar di koran, bahwa
> > dirinya tak ada hubungan sama sekali dengan Bella dan penyebutan nama
> > Bella terhadap Moira adalah pelanggaran hak asasi manusia. Entah mengapa
> > Moira tak melakukannya. Mungkin tak cukup uang di kantong. Mungkin ia
> > masih terkatung antara fetishisme dan ego eksistensialisnya, sebab
> > bahkan dalam gagasan yang relatif sederhana seperti memotong rambut,
> > gagasan yang tak disetujui Manolo, pacarnya, ia masih menimbang seribu
> > kali, dan ketika ia benar-benar mengubah penampilannya, Moira pun tak
> > berani menemui pacarnya. Bisa jadi pula pada dasarnya ia seorang peragu,
> > eksistensialis Gemini. Pada masa cuti yang diberikan oleh sang atasan
> > agar dia memikirkan baik-baik keputusannya untuk hengkang dari
> > Hasselbrook, ia akhirnya menganulir keputusan tersebut. Sebelum memotong
> > rambutnya, ia terlebih dahulu membolak-balik majalah-majalah mode,
> > keluar-masuk butik dan toko pakaian. Watak yang cukup aneh bagi seorang
> > eksistensialis yang biasanya didefinisikan sebagai teguh pendirian dan
> > kepala batu, tak peduli mata dan mulut orang lain.
> >
> > Pagi pertama kembalinya bekerja, Moira berpikir dandanan
> > barunya akan membikin surprise teman-teman di kantor. Yang lebih
> > penting, tak akan ada lagi yang menyamakannya dengan si Jahanam Bella.
> > Pikiran pertama Moira tak meleset. Orang-orang kantor banyak memuji
> > penampilan anyarnya. Pikiran kedua, gagal total. Memang ia tak disamakan
> > lagi dengan Bella. Buktinya seorang nasabah lama yang ingin membuka
> > rekening baru, tak lagi mengenalinya sebagai Bella, namun bukan berarti
> > duri kehidupannya telah tercabut. Nasabah itu bertanya padanya,
> > "Apakah Anda masih ada hubungan saudara dengan Catherina Zeta
> > Jones?..."
> >
> > Demikianlah "Maaf, Sepertinya Saya Mengenal Anda",
> > kisah terakhir dalam kumpulan cerpen Donny Anggoro, donny anggoro [...]
> > dan Cerita-Cerita Lainnya (2004). Secara terpilah, cerpen ini bisa
> > dikunya sebagai narasi Kafkan, perjuangan sebuah individu dalam
> > melepaskan diri dari uniformitas, atau dongeng "there is nothing new
> > under the sun," tempat apapun yang kita (per)buat tak pernah menjadi
> > sesuatu yang tertutup dan berdiri sendiri, selalu tereferensi dan
> > mereferensi pada eksterioritas, yang kemudian bersama dirinya menyusun
> > biografinya sendiri serta biografi-biografi lainnya, baik yang telah
> > lalu, maupun yang akan datang.
> >
> > Membaca cerpen bersama seluruh rangkaian gerbong kumpulan
> > cerpen ini, kita mendapatkan teks yang lebih kompleks. Memanfaatkan
> > peristiwa penarikan cerpen "Olan" Donny dari antologi Kota yang
> > Bernama dan Tak Bernama (2004) atas tuduhan plagiarisme terhadap cerpen
> > "Sialan" Putu Setia, donny anggoro [...] dan Cerita-Cerita
> > Lainnya telah dipolitisir, dikomoditifikasi sedemikian rupa, hingga
> > melebihi batas-batasnya sendiri sebagai kumpulan cerpen, menjadi sebuah
> > pembelaan, atau dengan sedikit mulut besar, menjadi pertanyaan terhadap
> > orisinalitas, representasi, moralitas. Di bawah ketegangan
> > representasional inilah, "Maaf, Sepertinya Saya Mengenal Anda"
> > menjadi sebuah kunci penting untuk menapaki gang-gang kelinci kumpulan
> > ini.
> >
> > Seperti para nasabah, pacar, teman, dan bos Moira, menghadapi 11 cerpen
> > Donny, saya selalu tergoda untuk mengatakan, "Maaf, sepertinya saya
> > mengenal Anda?"
> >
> > Pada masyarakat di mana kondisi-kondisi modern dari produksi berlaku,
> > seluruh kehidupan mempresentasikan dirinya sebagai akumulasi tontonan
> > yang luar biasa. Segala hal yang benar-benar hidup meluncur ke dalam
> > sebuah representasi
> >
> > Sebagai anggota masyarakat modern tentu saya mengkonsumsi, sekaligus
> > memproduksi citra. Ketika citra yang memiliki kekuatan luar biasa
> > menentukan kebutuhan kita terhadap realitas dan merupakan pengganti
> > pengalaman tangan pertama, maka ia menjadi sepenting minum susu.
> >
> > Pertanyaan "Maaf, sepertinya saya mengenal Anda?" merupakan
> > manifestasi dari proses internalisasi dan eksternalisasi diri terhadap
> > citraan-citraan di sekeliling saya. Ia keluar demikian saja, tanpa
> > tendensi-tendensi sinisme moralitas tertentu. Saya tak memiliki masalah
> > dengan kemiripan atau kemungkinan peniruan Moira, terhadap Bella,
> > Catherina, atau entah siapa, bahkan ketika saya menemui peniruan itu
> > dilakukan se-artificial penggambaran apartemen Hasselbrook dan sepak
> > terjang penghuninya dalam "Lelaki Itu", yang hampir-hampir murni
> > copy--paste pelukisan Tuliptree dalam cerpen Keluarga M, Budi Darma.
> >
> >
> >
> > ....Apartemen Hasselbrook adalah sebuah gedung raksasa yang memuat
> > sekitar dua ratus apartemen.
> >
> > Di antara penghuni lainnya hanya Miquel hidup sendirian saja tanpa anak
> > dan istri. Meskipun Miquel belum mempunyai cita-cita mempunyai anak,
> > bukan berarti ia tidak berkeberatan meliaht anak-anak menghabiskan
> > waktunya di lapangan bermain yang letakanya di sebelah utara gedung.
> > Lepangan ini dapat Miquel lihat dari jendala. Apartemen Miquel berada di
> > tingkat tujuh. Jumlah mereka banyak sekali. Karena banyak orang tua yang
> > tinggal di apartemen Hasselbrook hanya beberapa bulan, anak-anak di sini
> > pun bayak yang cepat datang dan pergi.
> >
> > Miquel sendiri sesungguhnya heran mengapa banyak penghuni apartemen
> > tidak mau berlama-lama tinggal di sini. Miquel sering mendengar keluhan
> > gedung ini terlalu jauh jaraknya dari sekolah anak-anak mereka meskipun
> > sebenarnya nyaman untuk tempat tinggal. Apartemen Hasselbrook tenang dan
> > udaranya sejuk. Ada juga yang mengatakan gedung ini terlalu jauh dari
> > tempat-tempat umum. Ada yang jengkel karena di sini banyak anak-anak
> > kecil sehingga suasananya menjadi bising. Ada yang mengeluh tempatnya
> > terlalu sunyi, macam-macam. Biar bagaimanapun Miquel tetap merasa
> > kerasan dan beruntung tinggal di apartemen ini....
> >
> > (Donny Anggoro, donny anggoro [...] dan Cerita-Cerita Lainnya, 2004:
> > 25-26)
> >
> >
> >
> >
> >
> > Sudah lama saya tinggal di gedung raksasa yang memuat dua ratus
> > apartemen ini, dan mungkin sayalah satu-satunya yang hidup sendirian
> > tanpa anak dan istri. Selama ini sya tidak pernah terganggu. Meskipun
> > saya tidak pernah mempunyai cita-cita untuk mempunyai anak, daya tidak
> > berkeberatan melihat anak-anak menghabiskan waktunya di lapangan bermain
> > di sebelah utara gedung. Lapangan ini dapat saya lihat dari jendela
> > apartemen saya di tingkat delapan. Banyak benar jumlah mereka. Dan
> > karena banyak orang tua yang hanya tinggal beberapa bulan saja,
> > anak-anak di gedung ini pun banyak yang datang dan pergi.
> >
> > Kadang-kadang saya heran mengapa banyak orang tidak krasan
> > tinggal di sini. Ada yang mengeluh gedung ini jauh dari sekolah
> > anak-anak mereka, ada yang menyatakan penyeslannya mengapa gedung ini
> > dulu dibangun dekat jalan raya federal, dengan demikian lalu lintas
> > bising dan membahayakan anak-anak, dan ada juga yang jengkel karena di
> > sini terlalu banyak anak, dan karena itu suasana menjadi gaduh, ada juga
> > yang mengeluh karena anak-anak di sini nakal, sering berkelahi, dan
> > merugikan anak mereka sendiri. Bahwa gedung ini jauh dari tempat umum,
> > tokh semua yang tinggal di sini mempunyai mobil...
> >
> > (Budi Darma, Orang-orang Blomington, 1980: 41)
> >
> >
> >
> >
> >
> > Pembukaan itu tak berpretensi menghakimi Donny, tapi saya
> > juga tak bisa berpura-pura menutup mata atau menganggapnya tiada. Dalam
> > dunia amoral, bukan berarti kata "kejahatan" dihapuskan dari
> > kamus seperti Clementis dari potret-potret sejarah Ceko dalam Kitab Lupa
> > dan Gelak Tawa Milan Kundera. Demikian pula dengan
> > "plagiarisme". Hanya saja daripada melakukan penstempelan dan
> > penggelandangan ke kursi pesakitan, dunia amoral saya lebih memilih
> > untuk menyelaminya, apa, mengapa, dan bagaimana semua itu bisa terjadi?
> > Adakah motif-motif tertentu, atau mungkin sebuah mekanisme tak sadar?
> > Dan sebagainya, dan sebagainya.
> >
> > Pada prinsipnya karya seni selalu direproduksi. Artifak ciptaan manusia
> > misalnya selalu akan bisa ditiru oleh orang lain. Orisinalitas yang
> > merupakan syarat otentisitas hanyalah omong kosong "spesialisi
> > diri" seniman-seniman Romantik Abad Pencerahan untuk menghapus
> > jerat-jerat patronase dan bereksperimentasi dengan diri mereka sendiri,
> > jenius yang karyanya mengekspresikan sensibilitas superior mereka.
> >
> > Gagasan pengekspresian dan pengembangan diri bagi kita sampai kini
> > sungguh-sungguh tampak sebagai sesuatu yang baik, sehingga kita dapat
> > melihat kekuatan citra ini masih tersisa. Kita masih terkejut mendengar
> > seniman-seniman pra-Romantik seperti Michelangelo atau Rembrandt secara
> > rutin memanfaatkan murid-murid dan pembantunya untuk menyelesaikan karya
> > mereka, atau Picasso yang menyerahkan potongan-potongan lukisannya pada
> > berbagai murid-muridnya: "Di sini kau kasih warna merah, beri
> > sedikit warna abu-abu, Kau juga dapat mengambar sedikit garis lengkung
> > di bawah sini." Kita masih merasa tertipu terhadap curahan otentik
> > seniman jenius tersebut sebab kita sangat terikat pada gagasan romantik
> > mengenai seniman.
> >
> > Kenyataan bahwa hal semacam ini dapat diterima dan normal sebelum masa
> > Romantik menunjukan teori ekspresi bukan sesuatu yang absolut dan
> > alamiah. seorang jenius sama naturalnya dengan oven atau microwave dalam
> > kehidupan sehari-hari. (Collin Campbell, "Romanticism and The
> > Consumer Ethic: Intimations of a Weber style Thesis" dalam
> > Sociological Analysis,1983: 288). Citra keterlepasan dari segala aspek
> > kehidupan yang lebur dalam common stream tak dapat dihidupkan kembali.
> > Realitas telah tercerai berai, menjadi kepingan-kepingan dalam unitasnya
> > yang amat general, sebagai suatu bagian dunia yang palsu. Citra-citra
> > kekhususan, spesial, unik, terkubur dalam dunia citra swatantra, di mana
> > sang pembohong menipu dirinya sendiri.
> >
> > Itulah yang terjadi pada Moira, pada Donny . Moira tak mau disamakan
> > dengan siapapun, ia merasa dirinya adalah sebuah individu yang unik,
> > tunggal, namun seberapa unik dirinya? Ketika akan memotong rambut, ia
> > harus membuka-buka majalah mode, keluar masuk butik dan toko pakaian,
> > bukan tidak mungkin pada saat itu ia menemukan gambar Chaterina, meminta
> > tukang salon untuk memotong rambutnya seperti sang aktris. Hal yang sama
> > bisa terjadi sebelumnya, saat ia masih berpenampilan seperti Bella. Ia
> > tak pernah merasa meniru Bella atau Chaterina, sebab citra keduanya
> > telah menjadi milik umum, prototype, tulis Donny, yang artinya adalah
> > juga milik Moira, diri Moira. Pada Donny relasi ini tampak pada
> > pengambilan kalimat-kalimat Budi Darma, atau Putu Setia dalam kasus
> > Olan, yang alpa tak diberinya catatan kaki.
> >
> > Penipuan diri itu menciptakan paradoks-paradoks antara The same dan The
> > one yang tak mudah didamaikan atau direduksi oleh prinsip-prinsip
> > kesatuan dan self-same. Moira amat mengerti akan hal ini. Juga Donny.
> > Itulah sebabnya Moira memotong rambutnya, mengganti penampilannya, agar
> > orang tak lagi mengenalinya sebagai Bella, sebuah pengalihan jejak
> > sekaligus pemaafan diri atas segala kejahatannya, penipuannya,
> > pengingkarannya. Tapi kita tahu, bagaimanapun hal ini tak akan berhasil.
> > Ia memasuki citraan-citraan lain, baik yang ia pilih maupun dipaksakan
> > orang lain. Tidak ada jalan keluar, kecuali, mungkin, membunuh diri
> > sendiri.
> >
> > ***
> >
> >
> >
> >
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "ayodolan"
> > <ayodolan@> wrote:
> > >
> > > Halo.
> > >
> > > Iya betul juga, manneke (mba atau mas ya?).Terima kasih atas
> > > responnya. Saya jadi berpikir dan belajar lagi.
> > >
> > > Bisa jadi yang dimaksud dng Author itu berbeda ya... Dan, celakanya
> > > (celaka atau tidak ya?) saya tidak pernah bisa memastikan karena saya
> > > nggak bisa ketemu dan menanyakan langsung pada yang 'empunya' istilah
> > > Author itu. Nah, kalau begitu, menurut saya, adalah sebuah prinsip
> > > dalam Readership untuk memiliki sikap humble dan open to criticism
> > > sewaktu memaknai teks.
> > >
> > > Waktu pertama kali saya membaca istilah The Death of the Author atau
> > > The Author Is Dead memang saya memahaminya sebagai metafor yang
> > > berarti teks bisa dimaknai semau pembacanya. Membaca teks berarti
> > > menulis kembali teks itu. Dan hal itu sungguh terjadi dalam kenyataan.
> > > Yang jadi masalah buat saya adalah bahwa ada kenyataan lain yang juga
> > > terjadi yaitu sakit hati.
> > >
> > > Kenapa ada sakit hati, kalau memang benar bahwa teks itu bersifat
> > > bebas dimaknai? Why bother about, for example, plagiarism? Bukankah
> > > ada semacam ketidak-konsistenan di sini? dan bukankah sesuatu yang
> > > tidak konsisten tidak dapat disebut sebagai prinsip (let alone
> > > kebenaran)? (singkat kata: postmodernism itu ngaco ah!)
> > >
> > > Jadi bagaimana ini?? (saya jadi bingung sendiri...)Mohon diskusinya.
> > >
> > > Salam.
> > >
> > > Ivan.
> > >
> > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@ wrote:
> > > >
> > > > Tergantung apa makna "author" dalam benak Anda. Kaum posmois,
> > > termasuk Barthes,
> > > > bisa jadi punya bayangan berbeda di benak mereka ketika bicara
> > > tentang matinya
> > > > sang "author" daripada yang ada dalam bayangan Anda.
> > > >
> > > > Kedua, juga tergantung bagaimana Anda memaknai statement "the author
> > > is dead"
> > > > atau frasa "the death of the author." Jangan-jangan para posmois itu
> > > > memaksudkan ungkapan itu sebagai metafora. Bisa jadi, artinya adalah
> > > > bahwa "author" tak lagi punya kuasa atas tulisan yang dihasilkannya
> > > setelah
> > > > dilepas ke publik. Publik pembaca bisa memaknainya semau-maunya,
> > > seperti yang
> > > > sekarng kita sedang lakukan dengan memaknai "author" dan "the death
> > > of the
> > > > author" dengan semau kita?
> > > >
> > > > Salam kenal...
> > > >
> > > > manneke
> > > >
> > > > Quoting ayodolan ayodolan@:
> > > >
> > > > > Salam Kenal Mas2 dan Mba2,
> > > > > Saya baru di sini. Semoga berkenan dan mohon restunya.
> > > > >
> > > > > Untuk perkenalan ijinkan saya mencantumkan postingan pertama saya
> > di
> > > > > sini. Maafkan kalau jadinya tampak seperti 'ngrusuhi'. Ini milis
> > > > > memang transformatif. Saya baru liat-liat sedikit sudah merasa
> > > > > bertransformasi (walau saya tak tahu pasti apa artinya itu..).
> > Paling
> > > > > tidak, sekarang saya jadi semakin yakin kalau Barthes itu salah
> > waktu
> > > > > dia menyimpulkan bahwa kita sekarang hidup di dunia di mana 'The
> > > > > Author Is Dead'. Melihat begitu sepenuh hatinya argumentasi2 yang
> > > > > saling melayang antara Vincent dan Audifax, saya jadi yakin kalau
> > > > > sebenarnya 'The Author' is not really dead. Dying, perhaps, but
> > > > > certainly not dead.
> > > > >
> > > > > Saya jadi teringat Derrida dan Searle, kalo melihat apa yang
> > terjadi
> > > > > di sini antara Vincent dan Audifax: bukan isi perdebatannya, tapi
> > > > > tingkat kegetolannya dalam mempertahankan argumentasi
> > masing-masing.
> > > > > Sungguh, The Author is not Dead! Coz, somebody got hurt there, and
> > > > > isn't hurt, or pain, a sign of life?
> > > > >
> > > > > Saya jadi mikir: kalau 'the Author Is Not Dead', kenapa ada saja
> > > > > pribadi-pribadi yang bilang dan bahkan percaya banget kalau 'the
> > > > > Author Is Dead' (seperti Barthes dan sedikit Kristeva dan kaum
> > > > > postmodern/poststructural/post-post- yang lain pada umumnya)? Apa
> > ada
> > > > > semacam gejala 'scizophrenia' di sini? Mungkin.
> > > > >
> > > > > Mungkin mereka bilang "the Author Is Dead" sebagai semacam
> > proklamasi
> > > > > kemerdekaan. Kemerdekaan dari apa? Ya..ngga tahu juga saya.
> > Mungkin
> > > > > kemerdekaan dari sesuatu yang selama itu membuat mereka merasa
> > tidak
> > > > > merdeka, tidak bebas. Proklamasi the Death of the Author menandai
> > > > > mulainya sebuah pesta, sebuah perayaan, yang di dalamnya menyusul
> > > > > pula seruan-seruan seperti the Death of the Signified, the Death
> > of
> > > > > the Meaning, dan akhirnya the Death of Man. Sebuah perayaan
> > kebebasan
> > > > > dari kebebasan, hari jadi tekstualitas, intertekstualitas,
> > writing,
> > > > > signifiers-signifiers, dst, dll, dsb... (you are free to name it
> > for
> > > > > more and more!)
> > > > >
> > > > > Tapi...gimana ya, manusia itu ya manusia, walau mau dibilang apa,
> > dan
> > > > > walau manusia itu sendiri mau bilang apa tentang dirinya sendiri.
> > > > > Sakit hati ya tetep sakit hati dan ya tetap sakit rasanya. Waktu
> > > > > Searle bilang sama Derrida 'lu ngaco', ya sakitlah hati Derrida
> > > > > sehingga dia bales bilang ama si Searle 'lu yang salah baca
> > tulisan
> > > > > gua' dan sampai segitu sajalah makna 'the Author Is Dead' buat
> > > > > Derrida (The Author is Dead, but not Derrida!!)
> > > > >
> > > > > Buat saya sendiri, apa yang terjadi antara Vincent dan Audifax
> > > > > (sejauh yang saya tahu lewat milis ini) memberi saya pencerahan
> > > > > tentang sejauh apa keabsahan beberapa prinsip postmodernisme.
> > > > > Postmodernism is not that post- enough.
> > > > >
> > > > > Salut untuk Vincent dan Audifax karena mereka pribadi-pribadi yang
> > > > > jelas, tegas, dan berada tanpa tedeng aling-aling. 'Perseteruan'
> > yang
> > > > > ada sekarang, bagi saya, adalah sebuah komunikasi yang manusiawi,
> > > > > sebuah perjalanan yang seru dan adventurous menuju kebenaran di
> > sana.
> > > > > Sip! Top! Dan, sekali lagi, salut!!
> > > > >
> > > > > Salam Kenal dan Damai untuk Semua
> > > > >
> > > > > Ivan.
> > > > >
> > > > > NB: ijinkan saya mencantumkan imannuelivan.blogdrive.com untuk
> > semua
> > > > > yang mau kenal lebih jauh dengan saya.
> > > > >
> > > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "nalaratih"
> > > > > <nalaratih@> wrote:
> > > > > >
> > > > > > Nala ikut....
> > > > > > Nala ikut.....
> > > > > > jadi pengembira aja tapi...karena suka semyum
> > > > > >
> > > > > > smile with me forever
> > > > > > nala
> > > > > >
> > > > > >
> > > > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "lusimayangsari"
> > > > > > <lusimayangsari@> wrote:
> > > > > > >
> > > > > > > Hayoo siapa lagi yang mo ngipasin?
> > > > > > > Ayooo.. ada lagi yang mo nyemplung dikubangan nafsu?
> > > > > > > Ayoooo.. Siapa lagi yang ngerasa paling benar?
> > > > > > > Ada lagi? ayo mas, ayo mbak, dikipasin biar tambah panas..
> > > > > > >
> > > > > > >
> > > > > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "tan"
> > <tancnen@>
> > > > > > > wrote:
> > > > > > > >
> > > > > > > > Vincent, menurut saya Audifax dan Leo itu lulusan terbaik
> > > > > > > > Kompatiologi, mereka berhasil dgn baik meng-copy paste ilmu
> > > > > > kamu,
> > > > > > > yg
> > > > > > > > gak pake moral dan etika itu dan yg bisa di-customize sesuai
> > > > > > > > kepentingan dari pemakainya. Nah sekarang ilmu itu dipakai
> > > > > untuk
> > > > > > > > hadapin kamu. Coba deh, kalo gak percaya, bandingkan
> > tulisan2
> > > > > > > mereka
> > > > > > > > sebelum dan sesudah didekon.
> > > > > > > >
> > > > > > > > Bagi saya "Penghianatan" mereka sekedar memenuhi keinginan
> > kamu
> > > > > > > > sendiri. Kamu ingat gak, pernah menghimbau murid2 kamu untuk
> > > > > > > > meghianati kamu, yg kamu sampaikan di milis ini sekitar 1
> > thn
> > > > > yg
> > > > > > > > lalu. Pada saat itu Mang Iyus merespon dengan tulisan "Kill
> > And
> > > > > > > > Destroy Kim Il Sen !"
> > > > > > > >
> > > > > >
> > http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/8994
> > > > > > > > tulisan yg terasa dibuat2. Sekarang ada 2 murid anda yg
> > menulis
> > > > > > dgn
> > > > > > > > tajam, kamu kelabakkan sendiri. Seharusnya kamu itu bangga
> > sama
> > > > > > > > mereka, mereka mampu menyerap ilmu kamu dgn sempurna. Dari
> > ilmu
> > > > > > > > menjelek2an ilmu orang lain sampai ilmu muka badak hati beku
> > > > > > alias
> > > > > > > > ilmu si Raja Tega, biar uda tinggal 2 x 2 minggu dirumah
> > plus
> > > > > > uang
> > > > > > > > saku dari ngajar kompatiologi masih tega juga berhianat.
> > > > > > > >
> > > > > > > > Nah sekarang rasain deh lo, ini namanya senjata makan
> > tuan...
> > > > > > > >
> > > > > > > > Akhir kata semoga kamu bisa belajar dari kejadian ini.
> > Nasehat
> > > > > > > saya,
> > > > > > > > bubarin Kompatiologi sebelum semakin banyak menelurkan
> > orang2
> > > > > > yg
> > > > > > > > mempunyai hati SI RAJA TEGA!
> > > > > > > >
> > > > > > > > salam,
> > > > > > > > tan
> > > > > > >
> > > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > > >
> > > >
> > >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yoga Groups

Find Enlightenment

& exchange insights

with other members

Y! Messenger

Instant hello

Chat in real-time

with your friends.

Yahoo! Groups

Be a Better Planet

Share with others

Help the Planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: