Rabu, 28 November 2007

[psikologi_transformatif] ASAL TAU AJA, INI DULU SEDEKAHKU BUAT TUGASNYA VCLRe: Re-Post: HERMENE

Lha, ini yang kutunggu-tunggu Cent

Rekan-rekan milis. Tulisan ini ada kisahnya lo.
Di suatu siang, Vincent Liong meng-sms. Sms-nya manis sekali. pake
panggil mas segala. Padahal seumur-umur dia panggil yang lebih tua
macam Leo, Isti, bahkan yang baru kenal kaya Tika, dipanggil
langsung nama. Eh, tumben pake panggil Mas.

Ternyata memang ada udang di balik rempeyek.

Vincent ada tugas mengerjakan esei tentang hermenutika.

Ini sudah kedua kalinya sih Vincent minta aku bantu tugasnya supaya
dia bisa langsung nyontek. Dulu pernah juga tentang strukturalisme.
(Eh, gak diposting ulang sekalian Cent?)

Nah, karena saya tahu anak ini enggak bakalan nyampe ke apa itu
hermeneutika, maka saya buatkan esei ini. Langsung saya kontekskan
ke apa yang memang saat itu menjadi concernnya. Plus kuberi bonus
penjelasan tentang semiotika.

Cent, yang strukturalisme di posting ulang sekalian dong!

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "vincentliong"
<vincentliong@...> wrote:
>
> Audifax sebelum berkhianat…
>
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/6788
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/6789
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, audifax -
> <audivacx@...> wrote:
>
> HERMENEUTIKA DAN SEMIOTIKA
>
> OLEH:
> AUDIFAX
> Peneliti di IISA-Surabaya, Penulis buku "Mite Harry Potter"(2005,
> Jalasutra)
>
>
> There's a sign on the wall
> But she wants to be sure
> 'cause you know sometimes words have two meanings.
>
> (Stairway to Heaven – Led Zeppelin)
>
> Manusia adalah mahkluk yang berada dalam teks-teks. Di milis,
kita
> berjumpa dengan teks. Di perkuliahan kita berjumpa dengan teks. Di
> lingkup agama kita berjumpa dengan teks. Dan masih banyak lagi
> peristiwa, tempat, waktu di mana kita berjumpa dengan teks. Maka
dari
> itu, terdapat banyak cara untuk memahami teks tersebut. Dua di
> antaranya yang akan saya bahas dalam tulisan ini adalah
Hermeneutika
> dan Semiotika. Apa itu hermeneutika dan semiotika? Kita lihat
sekilas
> dulu sebelum masuk pada pembahasan lebih detil.
>
> Semiotik atau semiology, adalah studi tentang tanda, baik tanda
yang
> tampil individu atau dalam suatu kelompok sistem tanda. Meliputi
pula
> studi bagaimana memaknakan tanda dan memahaminya. Seorang semiotis
> kerapkali bahkan juga menguji bagaimana organisme, baik besar
kecil,
> membuat prediksi mengenainya dan mengadaptasinya pada ceruk-ceruk
> penjelasan semiotik yang begitu beragam di dunia ini[1]. Dalam
> semiotika, tanda kerapkali dirujukkan pada teks. Sejak pertama kali
> dikonsepkan secara utuh oleh Ferdinand de Saussure, semiotika
banyak
> berkutat dengan teks.
>
> Hermeneutik, adalah teknik filosofis yang memberi perhatian pada
> interpretasi dan pemahaman teks. Hermeneutik juga kerap dijabarkan
> sebagai teori interpretasi dan pemahaman sebuah teks dengan
berbasis
> teks itu sendiri. Seorang hermeneutis yang menginterpretasi suatu
> teks, dia bisa melakukan secara informal, bisa pula melakukan
dengan
> menghubungkan dengan teori interpretasi tertentu[2].
>
> Konsep "teks" di sini tak terbatas pada sesuatu yang tertulis,
tapi
> meliputi pula ujaran, penampilan, karya seni, dan bahkan
peristiwa. Di
> sini sebenarnya bisa pula dikatakan interpretasi "teks sosial".
Bahkan
> simbol-simbol pun, sebenarnya merupakan teks. Termasuk simbol-
simbol
> dalam mimpi seseorang
>
> SEKILAS HERMENEUTIK
> Hermeneutika, metode tafsir teks yang namanya diambil dari salah
> satu dewa Yunani, Hermes. Dewa yang satu ini, adalah penghubung dan
> pembawa pesan kepada manusia. Manusia menjadi mengerti makna pesan
> dari dewa-dewa di Olimpus yang sifatnya "Ilahiah" karena peran dari
> Hermes. Kurang lebih sama dengan Hermes, seperti itu pulalah
karakter
> dari metode Hermeneutika.
>
> Meski bisa jadi tak banyak yang setuju, Sigmund Freud bisa jadi
> merupakan salah satu peletak kunci hermeneutik ketika ia menulis
buku
> The Interpretation of Dreams. Model-model interpretasi mimpi lain,
> bisa jadi juga bersifat hermeneutis ketika menempatkan mimpi
sebagai
> pesan dari suatu kekuatan yang besar, ketika mereka
menginterpretasi
> berdasar kekuatan subyektivitas masing-masing penafsir. Kita bisa
> melihat ini pada sejarah Yunani dan Ibrani di mana mimpi kerap
menjadi
> kunci dalam kehidupan. Kisah dari nama-nama seperti Yusuf, Daniel,
> Abraham dan sejumlah nama lagi, membuktikan kekuatan mereka dalam
> hermeneutika dalam menafsir mimpi. Dalam kisah-kisah itu, Mimpi
> dianggap pesan dari suatu entitas Ilahi. Di Yunani, tafsir
hermeneutis
> berkembang dalam puisi-puisi. Salah satu yang terkenal adalah
> karya-karya Homer.
>
> Dalam perkembangannya, sejumlah tokoh memberi sumbangan dalam
> perkembangan hermeneutik. Di antaranya adalah: Friedrich
> Schleiermacher yang mengeksplorasi kesejatian dari pemahaman dalam
> hubungannya tak hanya dengan teks-teks suci, tetapi juga semua teks
> manusia dan model-model komunikasi. Interpretasi teks harus
diproses
> dengan mem-framing isi dalam term yang bisa mengorganisasinya dalam
> suatu pemahaman tertentu. Schleiermacher membedakan antara
> interpretasi grammatikal dan interpretasi psikologis.
>
> Wilhelm Dilthey memperluas hermeneutik dengan menghubungkan
> interpretasi hermeneutis pada semua objek yang bersifat historis.
> Memahami pergerakan dari apa yang tampak di permukaan dari tindakan
> manusia dan bagaimana mengeksplorasi makna di dalam tindakan
tersebut.
> Dilthey menjelaskan bahwa apa yang bergerak dari luar ke dalam,
dari
> "ekspresi" menuju "yang diekspresikan", bukan berbasis empati.
Kenapa?
> Karena empati melibatkan suatu identifikasi langsung dengan orang
> lain. Interpretasi melibatkan suatu yang tidak langsung atau
dimediasi
> oleh pemahaman yang hanya bisa terjadi dengan menempatkan ekspresi
> manusia dalam konteks historikal. Memahami bukan sebuah proses
> merekonstruksi pemikiran dari si pemaham (author), tetapi lebih
suatu
> artikulasi apa yang diekspresikan dalam yang tengah berjalan.
>
> Semenjak Dilthey, disiplin hermeneutik telah beranjak keluar dari
> sentral tugasnya semula dan berkembang dengan spektrum yang
meliputi
> semua jenis teks, meliputi multimedia dan memahami dasar pemaknaan.
> Lalu, muncullah Martin Heidegger yang mendorong lebih jauh batas
> hermeneutik dari interpretasi menuju pemahaman eksistensial dalam
> semangat bagaimana melakukan pemahaman terhadap meng-Ada secara
> otentik dan secara sederhana menempatkannya sebagai suatu cara
> mengetahui (way of knowing). Pendekatan inilah yang kemudian banyak
> memberi kontribusi pada fenomenologi, sebuah aliran yang anti-teori
> dan anti-positivisme.
>
> Setelah Heidegger, muncul nama Hans-Georg Gadamer. Dalam bukunya
> "Truth and Method", Gadamer yang merupakan murid Heidegger,
> mengembangkan sebuah metode hermeneutis yang mengupas kebenaran.
Nama
> lain yang memberi banyak kontribusi bagi pengembangan hermeneutik
> adalah Paul Ricoeur. Tentang Hermenutika Paul Ricoeur, rekan Bagus
> Takwin telah membahas secara lebih detil pada esei "Sekilas
> Hermeneutika Paul Ricoeur" , bisa dilihat di milis Psikologi
> Transformatif pada link berikut:
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/6017
> serta tulisan berjudul: Epoche dan Distanciation – dalam
Fenomenologi
> Hermeneutik Paul Ricoeur di link:
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/6018
>
>
> SEKILAS SEMIOTIK Ada dua tokoh penting dalam semiotika, yaitu
> Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Meski semiotika
> sendiri sebenarnya sudah ada sejak masa sebelum mereka, tapi
keduanya
> dianggap sebagai peletak dasar konsep semiotika. Selanjutnya
sejumlah
> semiotisian, mengembangkan metode analisis tanda ini berdasar apa
yang
> telah diletakkan oleh Saussure dan Pierce.
>
> Saussure mengemukakan dua konsep dalam semiotika, yaitu penanda
dan
> petanda. Keduanya, mengarakterisasi "tanda". Jadi, dalam setiap
> "tanda" ada unsur "penanda" dan "petanda". Penanda adalah konsep
> akustik atau suara. Sedangkan petanda adalah konsep mental.
Misalnya:
> konsep mental mengenai mahkluk dengan ciri: berkaki empat, berbulu,
> setia, banyak dipelihara di rumah, kalau kencing kakinya diangkat
> satu, dianggap najis oleh agama tertentu; konsep mental itu menyatu
> dengan konsep akustik "anjing". Jadi ada sebuah tanda yang
menyatukan
> antara konsep akustik "anjing" dan konsep mental mahkluk tertentu.
>
> Saussure menjelaskan bahwa hubungan antara penanda dan petanda
ini
> bersifat arbitrer, manasuka, atau bahasa jawanya "Sak karepe". Lho?
> Iya. Coba saja lihat. Untuk konsep mental yang sama, orang Inggris
> menyebut "Dog", orang Jawa "Asu", itupun masih ada bahasa yang
lebih
> halus yang menyebut "Segawon". Di daerah tertentu disebut juga
> "guk-guk". Filosofi arbiter ini, tak pelak memengaruhi sejumlah
> pemikiran yang kelak muncul sesudah Saussure, seperti Derrida,
> Barthes, Baudrillard, dll.
>
> Pierce, sedikit berbeda dengan Saussure. Ia mendefinisikan
semiotik
> sebagai
>
> "...action, or influence, which is, or involves, a cooperation of
> three subjects, such as a sign, its object, and its interpretant,
this
> tri-relative influence not being in any way resolvable into actions
> between pairs."
>
> Jadi, jika Saussure menjelaskan dalam tanda ada unsur penanda dan
> petanda, Pierce justru melihat ada tiga hal penting dalam semiotika
> yang bisa dijelaskan melalui Tanda, objek, dan interpretan. Tanda,
> mirip dengan apa yang dijelaskan Saussure dengan penanda. Jadi kata
> "anjing" adalah tanda. Objek adalah anjingnya itu sendiri, yang
hidup
> dan berlari dan bisa menggigit dsb. Sedangkan interpretan mirip
dengan
> konsep mental yang dijelaskan oleh Saussure.
>
> Dalam penjelasan mengenai hermenutik, saya menghadirkan contoh
mimpi
> yang ditafsir secara hermeneutis. Pada penjelasan mengenai semiotik
> ini, saya juga akan menghadirkan contoh mengenai mimpi. Bagaimana
> mimpi ditafsirsecara semiotis? Jika secara hermeneutis, saya
> menghadirkan Freud, maka secara semiotis saya menghadirkan Carl G.
> Jung. Ini bisa jadi juga banyak yang tak setuju, mengingat dalam
> perkembangan semiotis, justru Freud yang lebih berperan, terutama
pada
> tokoh-tokoh seperti Jacques Lacan, Julia Kristeva, Luce Irigaray,
> Jacques Derrida, dll. Tapi saya punya argumen. Jung lebih semiotis
> pada teorinya, ketimbang Freud, karena Jung mempertimbangkan
> sinkronisitas.
>
> Mimpi dalam kajian Jung, dilihat maknanya berdasarkan
> sinkronisitasnya dengan arketipe. Setiap mimpi, memuat arche atau
> bentuk anterior yang mendahului "Ada". Arche ini adalah sesuatu
yang
> tak terjelaskan, namun ia hadir membawa pesan yang bisa dikoding
> "hanya" oleh si penerima pesan "dengan memperhatikan pula"
keterkaitan
> pesan itu dengan pesan lain yang muncul. Misalnya, Jung pernah
> menemukan seorang perempuan di Barat yang bermimpi persis dengan
salah
> satu cerita mitologi di Cina, padahal si perempuan sama sekali
belum
> pernah mengetahui cerita tersebut. Inilah archetype. Arche yang
muncul
> dalam tipe atau bentuk khusus. Makna atau pesan yang ada dalam
mimpi
> anak perempuan itu, memiliki keterkaitan dengan mite di Cina.
>
> Nah, sinkronisitas inilah yang sejalan dengan "hukum" sinkronik
dan
> diakronik dari semiotik. Sebuah tafsir semiotik, selalu
disejajarkan
> dengan kehadiran sesuatu yang lain dalam sebuah sistem. Saya akan
> gambarkan sebagai berikut: Saat kita makan malam, pada saat
bersamaan
> hadir piring, garpu, sendok, meja makan, mungkin pisau, mungkin
lilin,
> dan berbagai pernik lain. Satu sama lain ini berhubungan jadi
ketika
> kita menafsir sendok dalam konteks makan malam, ia bukan sesuatu
yang
> terlepas dari pernik lain. Inilah sinkronik. Begitu pula ketika
> "proses" makan malam itu telah terjadi, masing-masing pernik ini
> "berjalan". Lilin terbakar habis. Piring terisi, lalu kosong.
Garpu,
> sendok, pisau menjalankan fungsinya. Nah, dalam "proses" ini, yang
> satu berhubungan dengan yang lain, inilah diakronik.
>
> Saya akan paparkan sebuah contoh menarik dari liputan Jakarta Pos
> tentang seminar yang dilakukan Vincent Liong berikut (lihat
>
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/6710) :

>
> "Ask a question, slice the fruit, see the surface and feel it.
The
> fruit can tell what you want to know," he said.
>
> "Ask a question," Vincent told a student.
>
> "Tell me about my sister's relationship with his boyfriend," said
> one participant.
>
> Vincent cut a cucumber and scrutinized the surface.
>
> "The boyfriend is ignoring her. But she's putting up with it.
She's
> very patient," Vincent said with confidence. "Eventually, she will
be
> tired of the situation. You don't have to tell her to leave him,
> she'll do it."
>
> Perhatikan taktik pemindahan antara penanda dan petanda (jika
kita
> memakai konsep Saussurean), antara tanda, objek, dan interpretan
(jika
> kita memakai konsep Piercean), serta sinkronisitas dan
diakronisitas
> di dalamnya. Ini adalah permainan semiotis. Buah adalah simbol atau
> penanda atau tanda. Kita bisa meletakkan secara arbitrer dengan
> "konsep mental" mengenai relasi seorang perempuan dan kekasihnya.
>
> Sama seperti orang Jawa melekatkan secara arbitrer "segawon"
dengan
> konsep mental mahkluk tertentu, yang orang Inggris justru
melekatkan
> "dog", di situ kita lihat walau arbitrer, tapi bukan berarti
> sepenuhnya tidak berhubungan. Ada sesuatu yang dalam semiotika
disebut
> dengan strukturalisme. Nah, inilah yang dipraktekkan Vincent. Dia
> melekatkan pula secara arbiter antara "Timun" dan "relasi A dan B".
> Apakah sepenuhnya tidak berhubungan? Pada kenyataannya terdapat
suatu
> seperti strukturalisme yang terjadi
pada "segawon", "dog", "anjing",
> "asu" dsb. itu.
>
> Inilah sebuah permainan yang saya istilahkan dualitas dua hal
> berlawanan. Derrida menjelaskan ini melalui differance dan
> dekonstruksi. Tao menjelaskan dalam konsep: Kosong adalah berisi,
> berisi adalah kosong. Apa artinya semua itu? Bahwa dalam kekaburan,
> terdapat kejelasan. Dalam kekosongan terdapat pula keberisian.
Dalam
> ketaktahuan terdapat pula pengetahuan. Dan seterusnya. Jadi tak ada
> mata uang yang terdiri dari satu sisi. Kenapa kita tak mampu
memahami
> itu semua? Karena cara berpikir kita terjebak dalam bahasa. Dalam
> bahasa, berisi tak mungkin kosong, begitu pula sebaliknya.
Permainan
> kecil Vincent itu sebenarnya adalah sebuah permainan yang mengajak
> untuk melampaui bahasa. Kenapa? Tujuannya adalah melampaui
> "keterbatasan pikiran" yang terbiasakan oleh bahasa.
>
> PERBEDAAN HERMENUTIKA DAN SEMIOTIKA Metode Hermeneutik, awalnya
> merupakan metode interpretasi terhadap teks-teks suci yang
kebanyakan
> ada pada kitab suci. Semiotika lebih banyak digunakan dalam studi
> kultural. Sekilas, dari sisi kegunaannya untuk analisis teks,
> Hermeneutika terlihat mirip dengan semiotika. Namun, ada
karakteristik
> khusus dari hermeneutik yang membedakannya dari semiotika, yaitu
> kekuatan subyektivitas penafsirnya. Semiotika, berbeda dari
> hermeneutik, memiliki penekanan pada sisi diakronik dan sinkronik
dari
> teks.
>
> Hermeneutik, menurut hemat saya, akurasinya mengandalkan pada
> ketajaman kemampuannya, serta bagaimana ia bisa secara tulus,
genuine
> menginterpretasi sesuatu. Tafsir-tafsir hermeneutis, bisa kita
lihat
> kualitasnya dalam masyarakat kita, seperti bagaimana pengakuan
seorang
> bom bunuh diri tentang apa yang ditafsirkannya tentang kematian. Di
> milis psikologi transformatif, kita bisa melihat banyak sekali
> tafsir-tafsir hermeneutis, terutama berkaitan dengan agama.
Terutama
> di sini tentang Tao dan pada sejumlah tulisan dari web Islam yang
> dengan rutin selalu diforward ke milis psikologi transformatif.
>
> Khotbah-khotbah agama, ramalan (dalam sejumlah tipikal tertentu),
> interpretasi psikologi (dalam kasus tertentu pula) seringkali juga
> dilakukan secara hermeneutis. Beberapa bahkan tanpa dilandasi
adanya
> kemampuan untuk menghasilkan akurasi Dalam kasus ramalan yang
> dilakukan secara hermeneutis dengan daya akurasi kurang, bisa anda
> baca pada esei Leo berjudul "pengakuan seorang peramal". Apakah
tidak
> ada orang yang bisa menebak langsung dan benar? Kenyataannya ada.
Tapi
> hanya sedikit yang memiliki kepekaan hermeneutis tinggi seperti
itu.
> Lebih banyak yang tidak memiliki tapi berlagak memiliki. Sama juga
> dengan psikolog yang ketika pertama melihat orang lalu berlagak
tahu
> dengan menebak ini-itu.
>
> Semiotika, mengandalkan pada kekuatan menghubungkan sesuatu
dengan
> yang lain. Tarot misalnya, bekerja dalam azas semiotis karena
> mengandalkan pada sinkronisitas. Baik sinkronisitas antara
> simbol-simbol dalam kartu dan simbol-simbol arkais, juga
sinkronsitas
> antara pewacana dan klien. Inilah sebenarnya yang seringkali
> dijelaskan oleh Vincent dan Leo sebagai kerangka ilmiah dalam
> "meramal". Memang apa yang dilakukan bisa ditempatkan dalam konteks
> ilmiah, karena sisi sinkronik dan diakronik dalam semiotika,
memiliki
> sejumlah kemiripan dengan hukum validitas dan reliabilitas dalam
ilmu
> pengetahuan.
>
> Semiotika pun membutuhkan penguasaan dengan level tertentu untuk
> menghasilkan akurasi. Seseorang yang hanya memelajari sesuatu
secara
> parsial, akan sulit menjalankan metode ini. Semiotika mensyaratkan
> suatu rentang pembelajaran yang luas. Itulah sebabnya di psikologi
> metode semiotika ini masih asing, karena mereka cenderung meng-
ekslusi
> hal-hal lain seperti filsafat, sosiologi sebagai sesuatu yang tak
> perlu secara mendalam dipelajari. Semiotika mensyaratkan untuk
> memelajari akar pemahaman dari tanda dan simbol itu sendiri, serta
> mempraktekkannya dalam kehidupan, maka tak ada cara lain selain
> memelajari manusia, juga harus berusaha memahami filosofi serta
budaya
> dalam masyarakat, yang celakanya ada pada ilmu di luar psikologi.
>
>
> © Audifax – 5 Mei 2006
>
>
> NB: Saya mem-posting esei ini ke milis Psikologi Transformatif,
> Vincent Liong, R-ManiaMungkin akan ada rekan-rekan dari milis-milis
> tersebut yang akan mem-forward esei ini ke sejumlah milis lain.
Karena
> keterbatasan waktu, saya hanya akan menanggapi diskusi di milis
> Psikologi Transformatif. Melalui esei ini pula saya mengundang
> siapapun yang tertarik untuk berdiskusi dengan saya untuk
bergabung di
> milis psikologi transformatif
> (www.groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif)
>
>
>
>
> ---------------------------------
> CATATAN-CATATAN:
>
> [1] Anonim; Semiotic; retrieved 5 Mei 2006; Online documents:
> http://en.wikipedia.org/wiki/Semiotic
>
> [2] Anonim; Hermeneutic; retrieved 5 Mei 2006; Online
documenst:
> http://en.wikipedia.org/wiki/Hermeneutics
>
>
>
>
> ---------------------------------
> Love cheap thrills? Enjoy PC-to-Phone calls to 30+ countries for
just
> 2¢/min with Yahoo! Messenger with Voice.
>
> --- End forwarded message ---
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Connect w/Parents

on Yahoo! Groups

Get support and

share information.

Yahoo! Groups

Women of Curves

Discuss food, fitness

and weight loss.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: