Rabu, 28 November 2007

[psikologi_transformatif] Re-Post: VIENS!

Audifax sebelum berkhianat…

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/8904
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, audifax -
<audivacx@yahoo.com> wrote:

Viens ! (Datanglah!)
OLEH:
AUDIFAX
Peneliti di IISA-Surabaya, Penulis buku "Mite Harry Potter"(2005,
Jalasutra)

Sesuatu sedang datang
Datanglah
Sesuatu yang tak teramalkan dan tak terpahamkan
Datanglah Yang Sepenuhnya Lain [tout autre]
Datanglah
Kepada setiap pemberian
Datanglah, ya ya.
Amen

[Fragmen dari The Book of Elie][1]

Semenjak Tsunami di Aceh pada akhir 2004 lalu, seakan bangsa
Indonesia terus menerus dilanda berbagai peristiwa besar yang
mengguncang segala tatanan kepastian hidup. Masyarakat di Jogjakarta
yang mencemaskan dan berusaha mengantisipasi Merapi, justru dihempas
oleh kekuatan yang berasal dari Laut Selatan. Lalu, seolah-olah tak
mau ketinggalan, berbagai peristiwa lain menyusul, seperti: lumpur
yang menenggelamkan Sidoarjo, banjir besar di sejumlah daerah, Tsunami
di Pangandaran, serta gempa yang mengguncang sejumlah titik di
Indonesia. Entah apalagi yang akan menyusul. Seakan-akan ada suatu
kekuatan besar yang datang dan mengguncang stabilitas keber-`Ada'-an
manusia. Suatu kekuatan yang mendahului `Ada' itu sendiri.

Banyak orang masih berusaha membuat berbagai `kepastian' melalui
beragam penjelasan, mulai dari yang berbau sains sampai agama:
pergeseran lempeng, human error karena tak mengindahkan peringatan
dari Jepang, Hukuman, Karma, dan berbagai hal lain. Semua penjelasan
itu mengesankan seolah ada sesuatu yang bisa `di-pasti-kan' di balik
esensi dari semua peristiwa yang sejatinya justru mengajak manusia
untuk sadar bahwa hidup ini adalah ketakpastian itu sendiri. Saya
sendiri lebih melihat semua itu sebagai sapaan dari `Sang
ketakpastian' itu sendiri, sesuatu yang karena begitu `tak-pastinya',
maka ia tak bisa direngkuh dalam pemahaman orang seperti saya yang
masih membutuhkan kepastian sebagai sandaran.

Dan terhadap sapaan itu, hanya satu jawaban yang bisa saya berikan,
yaitu: "Viens!" atau "Datanglah!". Sebuah sapaan dari
"ketakpastian-tanpa-batas" bagi saya adalah ajakan untuk merenung,
karena bisa jadi saya tak akan pernah merenungkan hidup ini jika saya
menjalani hidup secara linier dan mengambil kepastian demi kepastian
yang sesungguhnya semu, yang dibuat hanya untuk menutupi ketakpastian
yang merupakan kesejatian hidup itu sendiri.

Jacques Derrida, pernah membahas kata: "Viens!" untuk menunjukkan
nada apokaliptik yang dekonstruktif terhadap `Ada' dan keterbukan pada
masa depan absolut. Kata "Viens", menurut Derrida, membuka permainan
dekonstruktif yang radikal terhadap pemahaman logosentris tentang
agama, iman, dan bahkan filsafat itu sendiri. Kata "Viens" tidak dapat
diurai atau diinterpretasikan dalam sebuah penjelasan memadai, karena
kata ini adalah suatu `alamat tanpa subjek': Kita tidak tahu siapa
yang berbicara atau kepada siapa kata itu diarahkan. Tidak ada dialog,
dialektika dua subjek, atau Aufhebung dalam kata itu[2].

Viens menunda semua pengandaian Kita tentang adanya origin atau
telos. Viens tidak bisa disituasikan secara temporal, karena tekanan
pada kata ini melampaui horizon waktu yang bergerak linier dari masa
sekarang ke masa depan. Tekanan imperatif pada Viens tidak dapat
disituasikan dalam horizon pemahaman, kecuali jika sepenuhnya ia
menghadap ke masa depan absolut dan menerima keterbukaan pada the
Other secara absolut pula[3].

Kata Viens terkait langsung dengan dua derivatnya, yakni venir
(`datang', come] dan à venir [`datang-menuju', in-coming]. Kedua kata
ini memiliki strktur yang amat kompleks. Venir dan à venir menunjukkan
bahwa `kedatangan' the Other tidak pernah dapat diantisipasi; ia
melampaui momen-momen kehadiran dengan menciptakan sebuah suspensi
yang secara tiba-tiba membuat regularitas yang Kita bangun berantakan
dan tak mungkin dibangun lagi[4].

Saat ini, Kita mungkin terpaku melihat datangnya the Other yang tak
pernah dapat diantisipasi itu pada peristiwa-peristiwa alam yang
mengguncang bumi Nusantara ini. Tapi, pernahkah juga anda perhatikan
bahwa the Other yang tak pernah dapat diantisipasi itu juga terjadi
pada peristiwa keseharian? Ketika anda tiba-tiba harus menghadapi
kenyataan putus cinta? Ketika anda tiba-tiba dipecat dari pekerjaan?
Ketika anda berada dalam ambulans yang mengangkut orang yang anda
cintai yang keselamatan hidupnya berpacu hanya dalam hitungan detik?
Semua itu adalah kedatangan the Other yang berada di luar antisipasi,
yang membuat bangunan regularitas Kita retak dan tak mungkin Kita
bangun lagi.

Inilah sebuah penyingkapan `Ada' dalam kehidupan. Sebuah momen
apokaliptik, yang dalam kata à venir (in-coming), disimbolkan pada
huruf `à'-nya [in-....]. Sesuatu yang mengisyaratkan sebuah kejutan,
kedatangan secara tiba-tiba memasuki tatanan waktu yang
[sebelumnyamampu]Kita antisipasi, dan membuat segalanya retak.
Momen-momen seperti ini, sebenarnya tak selalu haus berupa
peristiwa-peristiwa radikal yang mencerabut Kita dari regularitas,
namun bisa juga dalam peristiwa-peristiwa yang sangat keseharian.
Seperti ketika Kita bisa merasakan `Ada'-nya sesuatu dalam keindahan
matahari di lembayung senja, ketika Kita bisa merasakan `Ada'-nya
sesuatu pada teh hangat yang kita nikmati saat ta enak badan, dan
hal-hal kecil lainnya. Sayang, hal-hal seperti ini justru lebih banyak
terlewatkan dan tak Kita sadari `Ada'-nya, hingga suatu saat `Sang
Ada' itu baru terasa ketika ada peristiwa-peristiwa besar dalam hidup
Kita.

Oleh karena itulah, mungkin, ketika `Sang Ada' itu sekarang datang
(venir] atau datang-menuju [à venir], melalui berbagai peristiwa yang
menimbulkan `ketakpastian' dalam hidup, hanya satu jawaban yang bisa
saya berikan pada sapaannya, yaitu: `Viens!' [datanglah!]. Karena ia
bukan segala penjelasan post-factum tentang pergeseran lempeng, human
error, hukuman, cobaan, rahmat, karma dan sejenisnya, melainkan sebuah
ajakan untuk merenungkan `Ada' yang di luar horizon antisipasi
manusia. Sapaan untuk merenungkan `waktu' dan `meng-Ada' Kita dalam
waktu. Ajakan untuk keluar dari imanensi `Aku' [Ego] untuk
mentransendensi pada the Other [Liyan] yang bukan hanya berarti
Orang-Lain, tapi juga segala hal `Yang-Lain' yang bukan `Aku', yang
hadir dalam keluasan dan ketakpastian tanpa batas.


© Audifax – 27 Juli 2006

NB: Saya mem-posting esei ini ke milis Psikologi Transformatif,
Forum Pembaca Kompas, Creative Circle, BeCeKa, Mediacare, Vincent
Liong, R-Mania, Pasar Buku, Alumni St. Louis, Club Tarot, Ruang Baca
dan Forum Studi Kebudayaan. Mungkin akan ada rekan-rekan dari
milis-milis tersebut yang akan mem-forward esei ini ke sejumlah milis
lain. Karena keterbatasan waktu, saya hanya akan menanggapi diskusi di
milis Psikologi Transformatif. MELALUI ESEI INI PULA SAYA MENGUNDANG
SIAPAPUN YANG TERTARIK UNTUK BERDISKUSI DENGAN SAYA UNTUK BERGABUNG DI
MILIS PSIKOLOGI TRANSFORMATIF
(www.groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif)




---------------------------------
CATATAN-CATATAN:

[1] Muhammad Al-Fayyadl; (2005); Derrida; Jogjakarta: LKIS; hal. 188

[2] Muhammad Al-Fayyadl; (2005); Derrida; Jogjakarta: LKIS; hal. 188

[3] Muhammad Al-Fayyadl; (2005); Derrida; Jogjakarta: LKIS; hal. 189

[4] Muhammad Al-Fayyadl; (2005); Derrida; Jogjakarta: LKIS;; hal. 189


---------------------------------
Yahoo! Music Unlimited - Access over 1 million songs.Try it free.

--- End forwarded message ---

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Y! Messenger

Files to share?

Send up to 1GB of

files in an IM.

Wellness Spot

Embrace Change

Break the Yo-Yo

weight loss cycle.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: