Rabu, 28 November 2007

[psikologi_transformatif] Re-Post: VVV

Audifax sebelum berkhianat…

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/8350
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, audifax -
<audivacx@yahoo.com> wrote:

VVV

OLEH:
AUDIFAX
Peneliti di IISA-Surabaya, Penulis buku "Mite Harry Potter"(2005,
Jalasutra)

VVV bisa saja anda kaitkan dengan kalimat terkenal: Veni Vedi Vici.
Atau anda bisa pula bertanya-tanya, apa ini plesetan dari www
(World-Wide-Web). Atau malah mau ngomong tentang Vincent Liong? Atau
ngomong ambiguitas V seperti dalam tulisan "V, Abject" dan "Specters
of V"? Tidak, tidak, kali ini, saya hanya mau membahas VVV dalam
kaitannya sekedar huruf. Ya. Huruf V sebagai satu dari duapuluh enam
huruf alfabet yang Kita pakai.
Ketika anda membaca tulisan ini, sebenarnya anda merasa seolah
bertemu dengan [pemikiran] saya, padahal yang anda baca Cuma
alfabet-alfabet saja. Huruf dirangkai huruf menjadi kata. Kata
dirangkai kata menjadi kalimat. Dan kalimat dirangkai kalimat menjadi
makna. Namun, inti terdalam dari semua itu adalah huruf. Lalu kenapa
mesti huruf V yang diulang sampai tiga kali? Ini ada kaitannya dengan
dekonstruksi.
Dekonstruksi bekerja dalam prinsip inter-tekstualitas, bahwa di
antara teks selalu ada rongga. Rongga apa? Rongga antara huruf dengan
huruf, kata dengan kata, kalimat dengan kalimat. Nah, dalam rongga
inilah manusia bisa mengisikan makna apa saja dalam sebuah teks,
sehingga sifat teks selalu"cair', bisa dialirkan kemana-mana. Dalam
dekontruksi, ada prinsip yang barangkali tepat menggambarkan suasana
di atas. Derrida meringkasnya dalam tiga kalimat berikut: sans savoir,
sans voir, sans avoir (tidak mengetahui, tidak melihat, tidak
memiliki). Perhatikan tiga huruf `V" yang ada pada kata: savoir, voir,
dan avoir. Inilah konteks dari VVV dalam tulisan saya.
Sans savoir (tidak mengetahui) menggambarkan bahwa sebuah teks tidak
selalu dapat ditangkap penafsir dalam totalitasnya. Dengan begitu ada
kerendahan hati untuk mengakui bahwa penafsir tidak mempunyai otoritas
pengetahuan atas penafsirannya. Dalam rangkaian proses yang infinit
ini, penafsiran selalu berupa "penghampiran" terus-menerus atas
kebenaran yang tidak pernah sampai pada totalitasnya (presque
totalité)[i].
Sans voir (tidak melihat) mengisyaratkan sebuah keterbatasan indera
dan penglihatan manusia akan kebenaran. Kebenaran adalah sebuah
ekstasis ketakjuban manusia akan misteri yang berada di luar
penglihatan normal. Manusia yang inderanya terbatas, dalam
menginterpretasi kebenaran ia layaknya orang buta, si penafsir yang
terlempar ke dalam ngarai tanpa dasar (Ab-grund) yang tak
memungkinkannya membangun fondasi penafsirannya di atas sesuatu yang
kokoh. Penafsiran akan selalu membias, tak stabil dan tak pernah
selesai[ii].
Lalu, sans avoir (tidak memiliki). Pada momen ini, kebenaran
didevaluasi dari klaim otoritatifnya. Kebenaran tidak lagi berada di
pangkuan penafsir, melainkan bergerak menyebar ke
penafsiran-penafsiran lain yang beda[iii].
Nah, "VVV" atau sans savoir, sans voir dan sans avoir, adalah ajakan
untuk tidak secara serta merta merasa understanding terhadap segala
hal yang bersifat teks. Karena pemahaman, memang tak selalu bisa
ditempatkan sebagai stand-under dari ego cogito [aku-yang-berpikir]
seseorang. Pemahaman, lebih penting untuk dipahami terlebih dulu apa
yang stand-between dan stand-within ketimbang stand-under, sehingga
bukan understanding yang penting, melainkan inter-standing.
Inter-standing menempatkan si pencari pemahaman di antara fenomena
yang ingin dipahami, sedangkan under-standing menempatkan si pencari
pemahaman [seolah] berada di atas sesuatu yang ingin dipahami. Seorang
yang under-standing selalu berjarak dengan apa yang sebenarnya coba
dipahaminya, karena ia selalu mencoba menjelaskan dalam pemahama
ego-nya dan meletakkan ego-nya di atas apa yang hendak dipahaminya.
Seorang yang inter-standing melibatkan diri dalam fenomena dan
menjelaskan sesuai apa yang dialami dalam keterlibatan tersebut.
Analogi under-standing bisa kita lihat misalnya pada "penikmat"
Beatles (juga penikmat-penikmat yang lain, termasuk "penikmat
psikologi"). Mereka begitu mengidolakan dan berusaha memiliki segala
sesuatu yang berhubungan dengan Beatles, mempelajari dan bisa
menyanyikan lagu-lagunya, mengoleksi pernik-pernik, berusaha mencari
segala pengetahuan yang berhubungan dengan Beatles, berdandan seperti
Beatles; dan akhirnya merasa bahwa dirinya sudah memahami Beatles
sedemikian rupa. Tapi perlu diketahui, "penikmat-penikmat" ini
bukanlah Beatles sendiri. Mereka hanyalah yang mencoba under-standing
Beatles. Mereka yang inter-standing Beatles, hanyalah personil Beatles
sendiri [John Lennon, Paul Mc Cartnye, Ringo Starr, dkk), karena
mereka tidak berjarak dari fenomena Beatles itu sendiri. Jadi ada beda
antara si penikmat yang pada dasarnya hanya "membaca"segala [teks/hal]
yang berkaitan dengan Beatles, sementara ia sendiri jelas berjarak,
dengan Beatles-nya sendiri. Beatles-nya
sendiri, ia menjadi bagian dari segala hal/teks yang berkaitan dengan
Beatles, berada stand-between dan stand-within.
Hal yang sama bisa kita lihat pada fenomena Piala Dunia 2006 di
Jerman. Begitu banyak komentator dalam media-media di Indonesia,
menjelaskan detil demi detil taktik, tim, hingga fenomena yang terjadi
di lapangan. Tapi mereka hanyalah orang yang mencoba under-standing.
Mereka mencoba membaca tapi tetap berjarak dengan apa yang dibacanya,
jadi hanya bisa under-standing, meletakkan fenomena yang dibaca
seolah-olah fenomena itu stand-under. Sedangkan mereka yang
inter-standing adalah mereka yang memang mengalami sendiri, para
pemain, pelatih dan perangkat pendukung yang terlibat langsung dengan
pertarungan demi pertarungan pada turnamen tersebut. Itulah sebabnya,
meski pada setiap Piala Dunia begitu banyak pakar sepakbola Indonesia
yang bisa bla bla bla mengulas pertandingan demi pertandingan, toh
pada akhirnya semua akan kembali pada kenyataan prestasi sepakbola
Indonesia, yang menunjukkan bahwa apa yang mereka anggap "penguasaan
atas sepakbola" itu sendiri masih jauh
panggang dari api.
Dalam dunia psikologipun demikian. Orang boleh saja mengklaim diri
sebagai "pakar psikologi anak" dan menjelaskan "kebutuhan" anak yang
orangtuanya bercerai, tapi sejauh ia tak mengalami, berinteraksi
dengan fenomena anak yang mengalami perceraian itu sendiri --dan bukan
dari data-data sekunder seperti text book, pengaduan orang tua atau
pasal-pasal dalam perundangan-- maka mereka tak lebih dari orang yang
hanya mencoba menghadirkan under-standing. Begitupula mereka yang
"dari jarak jauh" mencoba mengirimkan sabda-sabda untuk menjelaskan
seseorang dengan kata-kata sakti seperti "indigo", "devian", "tidak
mutu", "tidak ilmiah" dan sebagainya, mereka-mereka ini tak lebih dari
orang-orang yang mencoba under-standing dengan menempatkan fenomena
yang menjadi sasaran pemahamannya sebagai sesuatu yang stand-under
dari posisi di mana mereka mentransendensi diri. Dan jangan heran jika
pada fenomena-fenomena semacam ini kemudian muncul pendapat-pendapat
yang memang berjarak dan
meleset jauh sekali dari fenomena sebenarnya.
Inter-standing adalah ajakan untuk terlibat, berada di antara, ikut
merasakan, ikut ber-empati, menggunakan empati sebagai komunikasi dan
bukan segala teori, metode atau protokoler. Ajakan untuk turun dari
tahta ego yang berada di awang-awang, turun untuk terlibat dalam
fenomena yang memang coba dijelaskannya. Turun dengan kesadaran bahwa
begitu banyak hal yang stand-between dan stand-within sehingga sebuah
fenomena mesti selalu dipahami sebagai Yang-Lain dari Aku, yang tak
bisa seutuhnya dimasukkan dalam pemahamanku.


© Audifax – 6 Juli 2006

NB: Saya mem-posting esei ini ke milis Psikologi Transformatif,
Vincent Liong, dan R-M[iv]ania. Mungkin akan ada rekan-rekan dari
milis-milis tersebut yang akan mem-forward esei ini ke sejumlah milis
lain. Karena keterbatasan waktu, saya hanya akan menanggapi diskusi di
milis Psikologi Transformatif. Melalui esei ini pula saya mengundang
siapapun yang tertarik untuk berdiskusi dengan saya untuk bergabung di
milis psikologi transformatif
(www.groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif)

---------------------------------
CATATAN-CATATAN:
[i] Muhammad Al-Fayyadl; (2005); Derrrida; Yogyakarta: LKIS ; Hal.
174-175

[ii] Muhammad Al-Fayyadl; (2005); Derrrida; Yogyakarta: LKIS ; Hal.175

[iii] Muhammad Al-Fayyadl; (2005); Derrrida; Yogyakarta: LKIS ;
Hal.176

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

--- End forwarded message ---

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Popular Y! Groups

Is your group one?

Check it out and

see.

Endurance Zone

on Yahoo! Groups

Groups about

better endurance.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: